6
II. TINJAUAN PUSTAKA A. KUDA Kuda adalah hewan mamalia berlambung tunggal dan berkuku satu dari famili Equidae, dari genus Equus dan spesies Caballus, yang terdiri dari berbagai galur. Equus caballus occidentalis atau galur kuda berdarah dingin di Eropa dan galur Equus cabalus orientalis yang berdarah panas di Asia dan Amerika. Kuda yang ada saat ini telah mengalami evolusi yang dimulai dari nenek moyang kuda generasi pertama yang hidup 50 juta tahun lalu yang dinamai Eohippus. Generasi kedua 35 juta tahun lalu dinamai Mesohippus, generasi berikutnya dinamai Pliohippus sampai dengan generasi yang sekarang dari genus Equus. Generasi Equus hidup di Amerika Utara, kemudian imigrasi ke daratan Asia, Eropa, Afrika dan Amerika Selatan melalui daratan. Salah satu dari generasi Equus kemudian berkembang menjadi kuda
liar
(Feral Horse)
di daratan
Amerika,
(Soehardjono,
1990;
Wiryosuhanto, 2003). Pada saat ini spesies kuda liar yang masih hidup yaitu "Equus Przewalskii” yang ditemukan di habitat alamnya di pegunungan yang berbatasan dengan Tiongkok atau dari kebun-kebun binatang di Eropa dan Amerika Utara. Spesies lain yang masih hidup sampai sekarang adalah Keledai (Equus assinus), Zebra (Equus atau Hippotigris burchelli) dan kuda domestik (Equus cabalus). Kuda liar yang ada sekarang adalah “Feral Horse” yaitu kuda yang ditangkap dan dijinakkan menjadi kuda domestik sekarang (Wiryosuhanto, 2003). 1. Kuda di Indonesia Menurut Soehardjono (1990), kuda asli Indonesia adalah keturunan kuda Mongol. Kuda Mongol sendiri adalah keturunan dari kuda Przewalskii yang ditemukan pada tahun 1879 di Asia Tengah yang
penyebarannya sampai ke wilayah Asia
7 Tenggara. Asal-usul kuda Indonesia sangat panjang, dimulai pada abad ke-7 Masehi pada masa kerajaan Hindu-Budha di Jawa dan Sumatra. Diperkirakan kuda Indonesia berasal dari Asia Selatan yang dibawa oleh pedagang dan pemuka agama Hindu dan Budha, kuda-kuda tersebut keturunan kuda Mongol dan persilangan antara kuda Mongol dengan kuda Pegunungan Himalaya. Selanjutnya pada abad ke-13 tentara Khubilai Khan dari dataran Tiongkok datang ke Jawa Timur dengan membawa kuda Mongol. Keturunan dari kuda ini masih ada di pegunungan Tengger dan Cirebon. Kedatangan para penyebar agama Islam dari India Selatan pada abad ke-13 juga mempengaruhi perkembangan kuda di Indonesia. Mereka membawa kuda hasil persilangan antara kuda Arab dengan kuda Mongol. Pada abad ke-16 bangsa Portugis datang ke Indonesia Timur antara lain ke Sulawesi Utara; mereka membawa kuda keturunan Arab dengan Eropa. Hasil persilangan kuda-kuda tersebut melahirkan kuda Minahasa ( Soehardjono,1990 dan Wiryosuhanto, 2003) Menurut hasil pengamatan, di Indonesia ada dua jenis kuda yaitu kuda yang hidup di dataran tinggi Tapanuli, Sumatra Utara yang dikenal dengan kuda Batak dan kuda yang hidup di wilayah timur Indonesia yang dikenal dengan sebutan kuda Sandel (Soehardjono, 1990). Sedangkan menurut Wiryosuhanto (2003), pada masa pemerintahan
kolonial
Belanda,
kuda
Arab
disilangkan
dengan
kuda
lokal
menghasilkan kuda Sandel-Arab di Sumatra dan kuda Sandel-Sumba di daerah Timor. Kemudian banyak pejantan kuda Sandel yang digunakan untuk perbaikan mutu kuda di Jawa karena mempunyai darah kuda Eropa yang didatangkan dari Australia. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kuda Indonesia asli adalah keturunan kuda Mongol, kuda Arab dan kuda Eropa. Menurut Encyclopedia van Netherland Oast Indie yang dikutip Soeharjono (1990), pada tahun 1920 terdapat 15 jenis kuda di Indonesia yaitu: Makassar, Gorontalo, Minahasa, Sumba, Sumbawa, Bima, Flores, Savoe, Roti atau Kosi, Timor, Sumatra, Jawa, Bali dan Lombok, serta Kuningan.
8 2. Kuda Sumbawa Kuda Sumbawa berasal dari pulau Sumbawa yaitu dari Kabupaten Sumbawa, Bima dan Dompu. Di Nusa Tenggara Timur juga terdapat kuda sejenis dengan kuda Sumbawa namun dengan mengunakan nama kuda Sumba. Soeharjono (1990) melaporkan bahwa populasi kuda di pulau Sumba sebanyak 74.000 ekor. Kuda-kuda tersebut pada umumnya dipelihara secara ekstensif (“liar”) di padang rumput savana. Tinggi kuda sekitar 1,15 m, berbadan kuat dan mempunyai daya tahan tubuh yang tinggi sehinga kuda tersebut digunakan sebagai kuda tarik. Berdasarkan data statistik peternakan 2002, populasi kuda di Provinsi NTB tinggal sebanyak 59.540 ekor dan di Provinsi NTT sebanyak 93.109 ekor (Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat, 2002). B. SUSU Menurut Buckle et al (1987), susu didefinisikan secara umum sebagai sekresi kelenjar susu dari hewan yang menyusui. Sedangkan menurut Standar Nasional Indonesia (1991) susu didefinisikan sebagai cairan yang berasal dari ambing sapi yang sehat tanpa ditambah atau dikurangi zat apapun kecuali didinginkan serta diperoleh dengan cara yang baik dan benar. Istilah susu untuk konsumsi diartikan sebagai susu sapi, sedangkan untuk susu hewan mamalia lainnya diikuti dengan nama spesiesnya, sehingga susu yang berasal dari ambing kuda disebut susu kuda. Secara struktural, susu adalah emulsi lemak dalam air. Susu murni pada umumnya berwarna putih atau putih kekuningan dengan rasa yang agak manis karena adanya gula susu atau laktosa (Rahman et al, 1992; Varnam and Sutherland, 1994). 1. Komposisi Susu Susu mengandung semua zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup anak mamalia seperti lemak, protein, karbohidrat (laktosa), vitamin, mineral dan air. Komponen dan karakteristik zat gizi yang terdapat dalam susu
9 memungkinkan zat gizi susu mudah diserap dan digunakan oleh tubuh hewan atau manusia (Buckle et al, 1997). Pada Tabel 1 dapat dilihat perbedaan kadar lemak, protein, gula, abu dan air dari beberapa spesies mamalia. Kadar lemak susu bervariasi dari 1,59%-54,2%, yang paling rendah pada kuda (1,59%) dan yang paling tinggi pada anjing laut (54,2%). Kadar lemak susu sapi 3,90% hampir mendekati kadar lemak susu manusia 3,80%, sedangkan kadar lemak susu kuda 1,59% lebih rendah dari susu sapi dan susu manusia. Kadar protein susu juga bervariasi yaitu berkisar antara 1,20%-12,95%. Kadar protein paling rendah pada susu manusia (1,20%) dan paling tinggi pada susu kelinci (12,95%). Dilihat dari kadar proteinnya, kadar protein susu kuda (2,00%) paling mendekati kadar protein susu manusia (1,20%), disamping itu kandungan kasein susu kuda juga rendah sehingga susu kuda tidak menggumpal bila diasamkan (Buckle et al, 1987). Kadar laktosa susu beberapa spesies mamalia bervariasi antara 1,79%-7,00%, yang paling rendah pada susu ikan paus (1,79%) dan paling tinggi pada susu manusia (7,00%), sedang susu anjing laut tidak mempunyai kadar laktosa. Dari variasi tersebut, kecuali lemak komposisi susu kuda mendekati kadar laktosa susu manusia (Buckle et al, 1997). Tabel 1. Komposisi susu beberapa spesies mamalia Jenis Lemak (%) Protein (%) Kambing 4,09 3,71 Ikan Paus 22,24 11,90 Kelinci 13,60 12,95 Kerbau 7,40 4,74 Kuda 1,59 2,00 Domba 8,28 5,44 Anjing laut 54,20 12,00 Sapi 3,90 3,40 Manusia 3,80 1,20 Sumber : Buckle et al (1997)
Laktosa (%) 4,20 1,79 2,40 4,64 6,14 4,78 4,80 7,00
Abu (%) 0,79 1,66 2,55 0,78 0,41 0,90 0,53 0,72 0,21
Air (%) 87,81 63,00 68,50 82,44 89,86 80,60 34,00 87,10 87,60
10 2. Protein Susu Protein susu sapi terbagi menjadi dua kelompok utama, yaitu 80 persen dari total protein adalah kasein dan sisanya yang 20 persen protein whey. Menurut Moller (1995), kasein terdiri dari empat komponen yaitu : α s1–kasein; α s2–kasein; β–kasein; dan k–kasein. Jumlah komponen kasein tersebut berturut-turut adalah : 4,5% α s1–kasein; 12% α s2–kasein; 34% β–kasein dan 10% k–kasein dari total protein susu, serta mempunyai berat molekul antara 19039 – 25230 gram per mol. Kasein terdapat dalam bentuk kasein kalsium yang merupakan senyawa kompleks dari kalsium fosfat kasinat (pembentuk utama keju) dan berbentuk partikelpartikel kompleks koloid yang disebut micells. Bila pH susu cukup asam kira-kira 5,2 – 5,3 , akan terjadi penggumpalan kasein disertai dengan larutnya garam-garam kalsium dan fosfor. Protein whey yaitu protein yang terdapat di bagian aktif susu meliputi protein globulin dengan berat molekul antara : 4100 – 1000000 gram per mol. Protein whey terdiri dari dua komponen utama, yaitu β-lactoglobulin (β-Lg) dan α–lactolbumin (α-La) (Moller, 1995). Naidu (2002) menyatakan bahwa laktoferin juga terdapat dalam protein whey. Setelah partus, kolostrum susu kuda mengandung total protein, whey protein, kasein dan NPN berturut-turut ; 16,41% ; 13,46 %; 2,95 % dan 0,052%. Dua sampai lima hari setelah partus susu kuda mengandung total protein, whey protein, kasein dan NPN berturut-turut ; 4,13% ; 2,11%; 2,02% dan 0,031%. Sedangkan delapan sampai empat puluh lima hari setelah partus susu kuda mengandung total protein, whey protein, kasein dan NPN berturut-turut ; 2,31 %; 1,11% ; 1,20% dan 0,031% (Csapokiss et al, 1995).
11 Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kolostrum susu kuda mengandung total protein, whey protein, kasein dan NPN sangat tinggi pada hari-hari pertama kemudian menurun dengan cepat sampai hari ke empat puluh lima setelah partus; dan setelah itu menjadi menurun dengan lambat. Kolostrum susu kuda mengandung lebih dari 10% protein dan 80% dari protein tersebut mengandung immunoglobulin. Setelah selesai masa kolostrum, whey protein susu kuda mengandung 11,21% immunoglobulin, 2 – 15% serum albumin, 26-50% Ü-lactalbumin dan 28-60% â-lactoglobulin (Csapo-kiss et al, 1995). Komposisi protein susu kuda bervariasi menurut fase laktasi. Menurut Csapokiss et al, (1995) komposisi total protein, protein whey, kasein dan NPN pada kolostrum (1 hari), susu (2-5 hari) dan susu kuda 45 hari setelah partus disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi protein kolostrum dan susu kuda Komposisi Kolostrum ( /100 gr susu) 1 hari 2-5 hari Total Protein 16,41 4,13 Protein Whey 13,46 2,11 Protein Kasein 2,95 2,02 NPN 0,052 0,043 Sumber: Csapo-kiss et al (1995)
Susu Kuda 2,31 1,11 1,20 0,031
Total protein kolostrum susu kuda satu hari setelah partus sangat tinggi yaitu 7 kali lebih besar bila dibandingkan dengan total protein susu kuda bukan kolostrum, whey protein 12 kali lebih besar, kasein 2,5 kali lebih besar dan NPN 1,7 kali lebih besar. Total protein, whey, kasein dan NPN terus menurun sejak hari kelima sampai mencapai susu kuda biasa (Csapo-kiss et al, 1995) 3. Susu Kuda Secara keseluruhan komposisi susu kuda berbeda dengan komposisi susu hewan lainnya (Tabel 1). Dari komposisinya susu kuda lebih mendekati komposisi susu
12 manusia, karena susu kuda mengandung kadar lemak dan protein yang rendah dan kandungan laktosanya juga tinggi. Susu kuda sudah sejak beberapa abad yang lalu dikonsumsi oleh masyarakat di daerah Asia Tenggara, Mongolia, Eropa Timur dan Rusia. Susu kuda pada umumnya dikonsumsi dalam bentuk susu fermentasi sebagai minuman sehari-hari maupun untuk tujuan pengobatan. Susu fermentasi tersebut di Eropa Timur dikenal sebagai Koumiss (Kosikowski, 1982). Di negara Rusia dan negara-negara Eropa Timur, susu kuda banyak digunakan untuk pengobatan penyakit radang paru-paru terutama tuberculosis. Selain penyakit TBC susu kuda banyak digunakan untuk pengobatan penyakit ginjal, hati, radang usus, radang lambung, anemia, avitaminosis dan gangguan kardiovaskuler (Anonymous, 1993b; Anonymous,1997). Dibandingkan dengan susu hewan ternak lain, susu kuda mempunyai beberapa keunggulan yaitu mengandung protein whey dan laktosa yang lebih tinggi dari pada susu hewan ternak lainnya dan mendekati susu ibu (Tabel 3) (Morel, 2003). Protein susu kuda dalam kolostrum sangat tinggi yaitu 13,5% dan dalam laktasi biasa hanya 2,7%. Lemak atau lipida pada susu kuda, relatif lebih rendah dibandingkan dengan susu hewan ternak dan susu ibu. Protein dalam laktasi terdiri dari 1,3% protein kasein dan 1,2% protein whey. Protein kasein mengandung asam amino esensial dan membantu mengangkut mineral dari induk kuda ke anak melalui susunya. Kasein diasosiasikan dengan ion kalsium, fosfat dan magnesium yang membentuk misel-misel yang membawa mineral dalam susu kuda. Protein whey ada dua tipe, yaitu pertama whey protein yang terdapat dalam susu kuda dan whey protein lainnya yang terdapat di dalam darah dan susu. Protein whey yang ada dalam susu terdiri dari laktoglobulin-â (28-60% dari protein whey), dan laktalbumin-á (26-50% dari protein whey) (Gibbs et al, 1982). Laktalbumin-á merupakan s umber as am amino dan kaya akan asam amino esensial seperti triptofan (Morel, 2003).
13 Tabel 3. Perbandingan komposisi susu kuda dengan susu hewan ternak lainnya dan susu ibu (%). No.
Jenis Susu
1. 2. 3. 4. 5.
Manusia (ibu) Sapi Kambing Domba Kuda Sumber: Morel (2003).
Total Solid 12,4 12,7 13,2 19,3 11,2
Lemak 3,8 3,7 4,5 7,4 1,9
Protein Kasein 0,4 2,8 2,5 4,6 1,3
Protein Whey 0,6 0,6 0,4 0,9 1,2
Laktosa 7,0 4,3 4,1 4,8 6,2
Protein whey yang ada dalam susu dan sirkulasi darah adalah serum albumin (2-15% protein whey), serum globulin (11-21% dari protein whey) (Gibbs et al, 1982). Serum albuminnya sama dengan serum albumin dalam darah, sedangkan serum globulin adalah fraksi immunologikal susu kuda dan karenanya sangat tinggi konsentrasinya dalam kolostrum (Morel, 2003). Menurut Sudarwanto et al (1998), susu kuda mempunyai fraksi protein yang kaya dengan whey protein (35-50%) dari total protein. Sedangkan menurut Jometti et al (2001) komposisi susu kuda berbeda dengan komposisi susu sapi tetapi hampir mirip dengan komposisi susu manusia yaitu rendah non protein nitrogen (NPN), rendah kasein dan tinggi laktosa; dan Morel (2003) mengatakan bahwa protein dalam susu kuda terdiri dari protein whey (1,2%) dan protein kasein (1,3%). Laktosa adalah komponen energi dalam susu kuda (6,1%), satu molekul laktosa terdiri dari satu molekul galaktosa dan satu molekul glukosa, dalam usus anak komponen galaktosa mudah diubah menjadi glukosa (Morel, 2003). 4. Susu Kuda Sumbawa Dari hasil analisa komposisi susu kuda Sumbawa yang dilakukan oleh Supriati (1998) di Pusat Pengembangan Penelitian dan Pengembangan Gizi Bogor, diketahui bahwa kandungan gizi susu kuda Sumbawa per 100 gram adalah 1,3 gram protein, 2,0 gram lemak,
114 mg Ca, 135 mg/lt vitamin C dan 0,64 mg Fe serta 690 mg/lt
14 provitamin A (karoten). Sedangkan Sudarwanto et al (1998) dan Hermawati et al (2003) telah menganalisis komposisi susu kuda Sumbawa dan susu kuda Pacu seperti dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi dan sifat susu kuda Sumbawa dan susu kuda Pacu Komposisi Berat jenis Kadar lemak (%) Kadar protein (%) Kadar laktosa (%) Bahan kering tanpa lemak (%) Kadar abu (%) TPC pH Antimikroba (mm) 2) 1)
Susu Kuda Sumbawa a)
Susu Kuda Pacu 1) b)
1,0235 1,68 2,26 4,31
2,0 1,70 5,80
8,75
8,40
0,41 3,81 x 107 2,73 – 4,28 14 - 23
1,15 7,00 12,4 – 13,37
Susu kuda persilangan antara kuda Sumba dengan kuda pacu Thoroughbred. Diameter daerah hambatan. a) b) Sumber : Sudarwanto et al (1998); Hermawati (2003) 2)
Sudarwanto et al (1998) telah melakukan pengujian terhadap 12 sampel susu kuda Sumbawa dengan waktu simpan sampel berkisar 2 sampai 12 minggu. Hasil pengujiannya dilaporkan sebagai berikut: berat jenis 1,0235; kadar lemak 1,68%; kadar protein 2,26%; kadar laktosa 4,31% dan bahan kering tanpa lemak 8,75%; kadar abu 0,41 dan mikroba
3,81 x 107 . Hasil penelitian tersebut tidak terlalu berbeda bila
dibandingkan dengan susu kuda Pacu (Tabel 4), hanya kadar laktosanya dari hasil pengujian susu kuda Sumbawa lebih rendah. Hasil uji organoleptik susu kuda Sumbawa adalah berwarna putih; bau khas; rasa asam; konsistensi encer; pH antara 2,73 sampai 4,25; uji alkohol negatif; dan uji bioassay 14–23 mm. Oleh karena susu kuda Sumbawa mengalami autofermentasi maka pH-nya rendah dan menyebabkan rasa susunya sangat asam (Sudarwanto et al, 1998). Menurut Sukmaya (2002), proses fermentasi pada umumnya terjadi karena adanya bakteri asam laktat yang mengubah laktosa menjadi asam laktat. Salah satu keunggulan susu kuda adalah lebih mudah dicerna oleh usus manusia karena laktosa susu kuda mengandung dua molekul gula,
15 satu molekul galaktosa dan satu molekul glukosa, dan galaktosa mudah diubah menjadi glukosa (Morel, 2003). 5. Khasiat Susu Kuda Sumbawa DITJEN POM pada tahun 1998 mengumumkan hasil kunjungan pejabatnya ke desa Saneo, Kabupaten Dompu dan desa Palama, Kabupaten Bima bahwa susu kuda Sumbawa yang dijual di pulau Jawa berasal dari pemerahan susu kuda Sumbawa yang dipelihara secara ekstensif di pulau Sumbawa, antara lain dari desa Saneo, Kabupaten Dompu dan desa Palama, Kabupaten Bima. Hasil pengujian di Balai POM di beberapa daerah menunjukkan bahwa susu kuda Sumbawa bersifat asam dengan pH 3-4, tidak mengandung bakteri patogen, bahan pengawet maupun bahan yang membahayakan, serta nilai gizinya baik dan kadar lemaknya rendah, yaitu 0,97% (Anonymous, 1998b). Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat melaporkan bahwa susu kuda Sumbawa di Nusa Tenggara Barat dihasilkan oleh kuda yang dipelihara masyarakat di pulau Sumbawa secara ekstensif tradisional (liar) dan mengkonsumsi hijauan makan ternak dari tumbuhan yang ada. Susu kuda biasanya dikemas dalam botol atau jirigen plastik. Hasil pemeriksaan laboratorium Dinas Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat menyebutkan bahwa keadaan susu asam, hampir semua sampel susu yang diperiksa mengandung kuman dengan jumlah 9,2 x 104 per ml (Hilman, 1998). Penelitian tentang khasiat susu kuda Sumbawa di Indonesia masih sangat sedikit. Sudarwanto et al (1998) telah meneliti komposisi susu kuda Sumbawa pada tahun 1998 dan Hermawati (2001) meneliti mengenai aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa. Potensi untuk penyembuhan penyakit telah diteliti oleh Rijatmoko (2003) yaitu aktivitas antimikroba susu kuda Sumbawa terhadap Mycobacterium tuberculosis. Penelitian-penelitian tersebut di atas merupakan upaya menemukan senyawa antimikroba alami dari sumber daya hayati asli Indonesia sebagaimana yang juga telah
16 mulai banyak diteliti, diantaranya buah atung dari Maluku (Moniharapon, 1998; Murhadi, 2002), rimpang lengkuas (Rahayu, 1999). Manfaat susu kuda untuk perawatan dan pengobatan penyakit tertentu telah banyak dikemukakan oleh para pakar dari bekas negara Uni Soviet, namun hasil-hasil penelitiannya jarang dipublikasikan secara meluas. Publikasi mengenai Koumiss, yaitu susu kuda yang difermentasi dengan bakteri Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus lactis, dan Tarula sp yang disebut Koumiss dinyatakan mampu meningkatkan daya persembuhan bagi penderita tuberkulosis, typhoid dan paratyphoid (Anonymous, 1997). Penelitian oleh Hermawati (1998) terhadap susu kuda Sumbawa dalam rangka surveillans
residu
antibiotika
dalam
susu,
termasuk
susu
kuda
Sumbawa,
menggunakan metode Yoshimura (1991), menunjukkan adanya aktivitas antimikroba alami dengan diameter hambatan 22,2 mm atau luas hambatan 387,2 mm2. C. ANTIMIKROBA Secara
umum
senyawa
antimikroba
mempunyai
sifat
menghambat
pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme. Sedangkan senyawa antimikroba alami berasal dari senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme, tumbuh- tumbuhan atau oleh binatang. 1. Antibiotik Antibiotik adalah senyawa organik yang biasa digunakan sebagai obat antibakterial. Cara kerja antibiotik pada bakteri adalah merusak asam nukleat, menghambat sintesa protein, merusak dinding sel dan menghambat fungsi membrane sel. Sifat kerja antibiotik adalah bakteriostatik yaitu menghambat pertumbuhan bakteri atau bakterisid yaitu membunuh bakteri dan atau kombinasi keduanya. Sedangkan berdasarkan spektrum kerjanya antibiotik dibedakan menjadi antibiotik berspektrum luas, antibiotik berspektrum sempit dan kombinasi keduanya (Brander et. al, 1991).
17 Berdasarkan sifat kerja dan spektrumnya, antibiotik dapat digolongkan menjadi: (1) golongan aminoglikosida, yang bekerja menghambat sintesa protein bakteri, mempunyai sifat berspektrum sempit dan aktif pada bakteri gram positif seperti Staphylococcus aureus. Contoh antibiotik golongan aminoglikosida adalah neomycin, streptomycin dan gentamycin; (2) golongan makrolide, antibiotik golongan ini termasuk berspektrum sempit, sensitif terhadap Mycoplasma, Rickettsia dan Chlamydia. Cara kerjanya menghambat sintesa protein, contoh antibiotik golongan ini adalah tilosin; (3) golongan penicillin; antibiotik ini pertama kali ditemukan oleh Flemming tahun 1929, cara kerjanya menghambat sintesa dinding sel bakteri. Contoh antibiotik golongan penicillin adalah Benzyl penicillin, Cloxacillin, Amoxycillin; (4) golongan Tetracyclin, cara kerjanya menghambat sintesa protein, termasuk berspektrum luas, pada dosis terapeutik bersifat bakteriostatik dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Contoh antibiotik
golongan
tetrasiklin
adalah
oksitetrasiklin;
(5)
golongan
lain-lain
(miscellaneous), terdiri dari kloramphenicol, tiamulin, polimiksin, nitrofuran, quinolon. Antibiotik golongan ini termasuk berspektrum luas, cara kerjanya menghambat sintesa protein, bersifat bakteriostatik (Reynolds, 1989 ). 2. Antimikroba Tanaman Antimikroba alami dari tanaman adalah suatu senyawa yang terkandung dalam tanaman dan memiliki aktivitas sebagai antimikroba . Antimikroba alami dari tanaman berupa senyawa fitogleksin, fenolik, dan asam organik (Harbone, 1987). Mekanisme penghambatan komponen alami tumbuhan dengan cara bereaksi dengan komponen fosfolipid dari membran sel bakteri (Davidson, 1993). Minyak atsiri dari rempah-rempah bersifat menghambat pertumbuhan mikroba. Komponen utama dari minyak atsiri adalah fenol dan eugenol. Senyawa fenol menyebabkan lisis pada sel mikroba, sehingga racun dapat masuk ke dalam sel dan dapat menyebabkan kebocoran metabolit essensial yang dibutuhkan mikroba
18 (Lawrence dan Block, 1971). Penelitian yang dilakukan oleh Ratna et al (1993) dan Sugiarto (1986) bahwa eugenol yang terkandung dalam daun cengkeh mempunyai sifat larut dalam alkohol dan terbukti menghambat pertumbuhan Aspergillus flavus pada konsentrasi 125 ppm. Beberapa peneliti melakukan penelitian mengenai senyawa yang berasal dari beberapa tumbuhan yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pathogen dan bakteri perusak pangan, yaitu: ekstrak kulit kayu sikam, ekstrak buah sotul, ekstrak buah andalima, dan ekstrak buah atung (Saragih, 2001; Ardiansyah, 2001; Moniharapon, 1998). Ekstrak kulit kayu sikam (Bischoffia javanica, BL) mempunyai komponen bioaktif yang bersifat semi polar. Fraksi aktif yang diisolasi dengan menggunakan etil asetat dalam konsentrasi 35 µl/ml bersifat bakteriostatik yang dapat menghambat pertumbuhan Escherichia coli dan Bacillus cereus, sedangkan pada konsentrasi 35 µl/ml bersifat bakterisida (Saragih, 2001). Ekstrak buah sotul (Sandaricum koetjape) diteliti oleh Fajar (2001) mempunyai komponen bioaktif yang bersifat polar. Fraksi aktif yang diisolasi dengan etanol terbukti menghambat pertumbuhan bakteri perusak pangan. Ektrak buah andalima (Zanthoxylum acanthopedicum) mempunyai komponen bioaktif yang bersifat semi polar. Fraksi aktif yang diisolasi dengan etil asetat terbukti mampu menghambat bakteri pathogen, kapang dan bakteri perusak pangan (Ardiansyah, 2001). Ekstrak buah atung (Parinarium glabarimum Hassk) mempunyai komponen bioaktif yang fraksi aktifnya dengan etil asetat mampu menghambat dan membunuh bakteri pembentuk dan non pembentuk spora, bakteri pathogen dan bakteri pembusuk, gram positif dan gram negatif. Daya antimikroba biji atung secara konsisten sangat kuat terhadap 6 jenis bakteri penting pada produk pangan : Staphylococcus aureus,
19 Salmonella enteritidis, Salmonella typhimurium, Escherichia coli, Bacillus substilis dan Pseudomonas aeruginosa (Moniharapon, 1998). 3. Antimikroba Susu Menurut Randolph dan Gould (1968) dan Reiter (1985) yang disitasi oleh Conner (1993), mengelompokkan senyawa antimikroba alami dari susu sapi terdiri dari immunoglobulin, lysozym dan laktoferin. Sedangkan Naidu (2000) menyatakan bahwa beberapa kelompok senyawa antimikroba alami susu sapi adalah laktolipida dan senyawa protein yaitu laktoferin, laktoperoxidase dan laktoglobulin. a. Laktoferin Laktoferin dalam susu pertama kali diisolasi oleh Groves (1960) dengan metode khromatografi. Laktoferin adalah polypeptida tunggal dengan berat molekul antara 75 sampai 80 kDa, mempunyai afinitas yang sangat besar dan spesifik terhadap besi (Aisen and Leibman, 1972). Menurut
Magawa et al (1972), laktoferin merupakan
senyawa glukoprotein yang mempunyai aktivitas antimikroba di dalam susu. Selain terdapat pada air susu, laktoferin juga ditemukan pada sekresi tubuh dan jaringan hewan. Konsentrasi laktoferin tertinggi terdapat dalam kolostrum susu. b. Laktoperoxidase Susu dari beberapa spesies hewan seperti sapi, babi, domba, kelinci dan manusia mengandung laktoperoxidase. Menurut Stephens et al (1979), susu sapi mengandung 30 mg/liter laktoperoxidase tetapi kelinci mengandung laktoperoxidase 10-15 kali lebih banyak dari pada sapi. Menurut Morrisawa (1968), laktoperoxidase disekresikan dari kelenjar-kelenjar seperti kelenjar di hidung, air mata, serviks uterus pada manusia, babi, kera, tikus, marmut dan hamster.
20 Carlstrom
(1969)
menyatakan
laktoperoxidase
merupakan
senyawa
glukoprotein dengan berat molekul 78 kDa dan mengandung 0,0680-0,0709% zat besi dan 9,9-10,2% karbohidrat. Pruits dan Tenovuo (1985), menyatakan laktoperoxidase mempunyai aktivitas antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri stater di dalam susu. c. Laktoglobulin Laktoglobulin sebagian besar berada dalam protein whey susu hewan ruminansia seperti sapi, kambing, dan hewan berlambung tunggal seperti babi, kuda, anjing dan kucing. Sedangkan Hambling (1992) mengatakan susu manusia dan tikus tidak menghasilkan laktoglobulin. Menurut Larson (1979) laktoferin disintesa oleh sel epitel dari beberapa kelenjar. d. Laktolipida Laktolipida bukan senyawa protein tetapi merupakan senyawa nutrisi dalam susu yang mempunyai aktivitas antimikroba pada bagian asam lemaknya (Katara, 1980).
D. MEKANISME KERJA SENYAWA ANTIMIKROBA Penghambatan aktivitas mikroba dapat dilakukan oleh komponen bioaktif senyawa antimikroba melalui empat (4) mekanisme, yaitu: (1) gangguan terhadap sejumlah sub gugus penyusun sel; termasuk dinding sel, (2) reaksi dengan membran sel yang mengakibatkan peningkatan permeabilitas dan kehilangan komponen penyusun sel, (3) inaktivasi enzim esensial, (4) destruksi atau inaktivasi fungsi material genetik (Davidson, 1993).
21 1. Gangguan Dinding dan Membran Sel Unit dasar dinding sel bakteri tersusun dari peptidoglikan (murein dan mukopeptida). Fungsi peptidoglikan adalah secara mekanis memberi ketegaran pada sel bakteri, disamping sebagai dasar membran sitoplasma (Russel, 1983). Komponen bioaktif dapat merusak dinding sel yang mengakibatkan lisis atau menghambat sintesis komponen dinding sel bakteri (Russel, 1984). Komponen bioaktif mempengaruhi integritas membran sitoplasma yang mengakibatkan kebocoran materi intraselular, seperti fenol dapat mengakibatkan lisis sel dan menyebabkan denaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam nukleat, menghambat ikatan ATP-ase (enzim yang membantu produksi energi pada sel) pada membran. Reaksi komponen bioaktif dengan membran sel dapat mengubah permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan kebocoran zat nutrisi dari dalam sel, akibatnya menghambat transpor subsrat (Brooks et al, 1989). 2. Inaktivasi Enzim Esensial Komponen bioaktifnya dapat merusak sistem metabolisme didalam sel dengan cara menghambat sintesis protein bakteri (Jay, 1986), atau menghambat kerja enzim intraselular (Kim et al, 1995). 3. Inaktivasi Fungsi Material Genetik Komponen bioaktifnya dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (DNA dan RNA) akibatnya mengganggu transfer informasi genetik. Senyawa antimikroba menghambat aktivitas enzim RNA polimerase dan DNA polimerase (Russel, 1983), selanjutnya menginaktivasi atau merusak material genetik sehingga mengganggu proses pembelahan sel untuk pembiakan (Kim et al., 1995).
22 E. MIKROBA PATOGEN DAN PERUSAK PANGAN Kelompok bakteri yang dapat menyebabkan penyakit atau keracunan pada manusia adalah kelompok bakteri patogen. Beberapa spesies patogenik yang menyebabkan infeksi melalui makanan pada manusia adalah : Vibrio cholerae, Salmonella typhimurium, Shigella boydii, Bacillus cereus, Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Jawetz et al 1996; Murray et al, 1998). Kelompok bakteri penyebab kerusakan makanan adalah bakteri yang dapat memecah komponen-komponen yang ada didalam suatu makanan sehingga menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dan menimbulkan perubahan citarasa makanan tersebut. Beberapa spesies bakteri yang dapat menimbulkan kerusakan pangan adalah Pseudomonas aerugenosa, Bacillus cereus, Bacillus subtilis dan Micrococcus luteus (Fardiaz, 1989). 1. Bakteri Patogen V. cholerae merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang bengkok, bergerak sangat aktif dengan mengunakan satu flagela kutub dan aerob. Bakteri V. cholerae adalah bakteri yang umum terdapat dalam air dan menyebabkan kolera pada manusia. Pengobatan yang penting pada penderita kolera dengan memberikan cairan dan elektrolit sebagai penganti dehidrasi dan kekurangan garam. Banyak obat antimikroba efektif terhadap V. cholerae, tetapi pada daerah endemik V. cholerae resisten terhadap tetrasiklin (Jawetz, 1996; Murray et al, 1998). S. typhimurium merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang, fakultatif anaerob dan suhu optimal untuk pertumbuhannya 370C (Holt et al; 1994). S. typhimurium ditularkan melalaui mulut dan bersifat patogen bagi manusia dan hewan. Penularan bakteri ini melalaui hewan atau produk hewan kepada manusia, sehingga menyebabkan enteritis, infeksi sistemik dan demam enterik (Jawetz et al 1996; Murray et al, 1998). S. typhimurium menyebabkan infeksi pada manusia, sumber
23 penularannya dari manusia. Pada hewan, salmonella bersifat patogen dan hewan dapat sebagai reservoir yang menjadi sumber infeksi pada manusia. Bakteri ini masuk melalui mulut bersama dengan makanan atau minuman yang terkontaminasi. S. typhimurium pada manusia menyebabkan 3 macam penyakit utama, tetapi sering ditemukan bentuk campuran ketiga macam jenis penyakit tersebut. Ketiga macam penyakit tersebut adalah demam enterik (demam tifoid), bakteremia dengan lesi fokal atau nekrosis fokal (Salmonella cholerae suis) dan enterokolitis atau gastroenteritis (S. typhimurium) dengan peradangan di usus halus dan usus besar. Pengobatan salmonella pada umumnya dengan antimikroba diantaranya kloramfenikol atau ampisilin, tetapi selalu terjadi resistensi terhadap beberapa jenis obat antimiroba sehingga mempersulit pengobatannya. Untuk itu diperlukan uji kepekaan guna menentukan jenis antibiotik yang tepat untuk pengobatan salmonella (Jawetz et al 1996; Murray et al, 1998). Sh. boydii habitat alaminya terbatas pada saluran pencernaan manusia dan primata. Bakteri ini menyebabkan disentri basiler. Shigella merupakan bakteri gram negatif, berbentuk kokobacilus, bersifat fakultatif anaerob, dapat tumbuh baik secara aerobik. Infeksi shigella pada umumnya terbatas pada saluran pencernaan dan sangat menular. Proses patologik yang penting adalah invasi pada rel epitel mukosa, mikroabses pada dinding usus besar dan ileum yang menyebabkan nekrosis selaput mukosa, ulserasi superfisial, pendarahan dan pembentukan “pseudomembran” pada daerah ulkus. Gambaran klinis setelah masa inkubasi satu sampai dua hari, secara mendadak tumbuh nyeri perut, demam dan tinja encer. Apabila tinja berkurang encernya maka tinja sering mengandung lendir dan darah (Jawetz et al 1998; Murray et al, 1998). Pengobatan dengan antimikroba sering gagal, untuk menghilangkan Shigella dari saluran pencernaan. Disamping itu terjadi resistensi terhadap berbagai jenis obat antimikroba.
24 B. cereus merupakan salah satu contoh bakteri patogen dan perusak pangan yang penyebarannya sangat luas dan dapat menyebabkan infeksi baik pada manusia maupun pada hewan (Hostacka dan Majtan, 1992). B. cereus merupakan bakteri gram positif, membentuk spora dan aerobik obligat (Marriott, 1989). Bakteri ini pertama kali dilaporkan oleh Frankland pada tahun 1887, merupakan bakteri batang dengan ukuran sel
yang
relatif
besar
(1,0-1,2
um),
panjang
3,0-5,0
um,
suhu
optimum
pertumbuhannya pada 18-35 oC (rata-rata 30 oC), pH optimum pertumbuhannya 7,07,5 (Fardiaz, 1985). Berdasarkan sifat patogeniknya. B. cereus dibagi kedalam tiga kelompok yaitu (1) galur penyebab diare (memproduksi toksin piogenik) dengan gejala mual-mual, keram perut, diare, dan kadang-kadang muntah setelah inkubasi selama 8-16 jam, (2) galur penyebab muntah (memproduksi toksin emetik) dengan gejala mual-mual dan muntah setelah inkubasi 1-6 jam (rata-rata 2-5 jam), dan (3) tidak memproduksi enterotoksin (Fardiaz, 1985). St. aureus merupakan bakteri patogen dan pencemar makanan yang memproduksi enterotoksin (A, B, C, D, dan E), bersifat Gram positif, berbentuk bulat bergerombol seperti anggur, tidak berspora, katalase positif anaerobik fakultatif (aerobik lebih baik) kebanyakan bersifat koagulasi positif dan relatif tahan garam antara 10-20% serta membutuhkan glukosa 50-60%. Pertumbuhannya pada 6,745,5oC (optimum pada 35-37 oC , pH 4,0-9,8 (optimum pada pH 7,0-7,5), aw minimal 0,86/0,90 (Fardiaz, 1985). Enterotoksin A(serologi Ab-Ag) bersifat paling beracun. Enterotoksin ini merupakan polipeptida (26000-30000 dalton), umumnya diproduksi pada kisaran suhu 10-46oC (optimum pada 37-40 oC) selama 24-72 jam pada pH 5,09,0 (optimum 6,8-7,0) dan aw lebih dari atau sama dengan 0,95 (Fardiaz, 1985). E. coli merupakan bakteri patogen, indeks sanitasi dan pencemar makanan, merupakan flora yang normal saluran pencernaan. Di dunia telah ditemukan galurgalur E. coli yang bukan merupakan flora normal karena dapat menyebabkan diare
25 pada bayi-bayi yang lebih dikenal dengan nama E. coli enteropatogenik (Fardiaz, 1985). Sampai saat ini telah banyak ditemukan galur-galur spesifik E. coli. E. coli enteropatogenik merupakan bakteri patogen yang dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan melalui dua cara, yaitu : (1) dengan cara memproduksi enterotoksin (tidak bersifat invasif atau menembus) dengan gejala diare tanpa demam dan (2) dengan cara invasif atau penetrasi pada sel-sel mukosa usus disertai gejala infeksi seperti menggigil, demam dan diare (Fardiaz, 1985). E. coli merupakan bakteri Gram negatif dan termasuk ke dalam kelompok koliform bersama-sama dengan Enterobacter dan Klebsiella yang semuanya tergabung dalam famili Enterobacteriaceae. E. coli adalah bakteri berbentuk batang dengan ukuran panjang 2,0-6,0 mikron dan lebar 1,1-1,5 mikron, terdapat dalam bentuk tunggal atau berpasangan, bersifat tidak motil atau motil (dapat bergerak) dengan flagella peritrikous, tumbuh pada suhu udara minimum 0,96 (Fardiaz, 1985). 2. Bakteri Perusak Pangan Pseudomonas merupakan kelompok bakteri perusak pangan yang sering menimbulkan kebusukan pada
makanan seperti pada susu, daging dan ikan,
diantaranya terdiri dari spesies Ps. aeruginosa, Ps. fluorescens dan Ps. putida (Doyle, 1989). Pseudomonas merupakan kelompok bakteri gram negatif, bersifat aerob dan dapat tumbuh pada media-media sederhana, bentuk sel bervariasi dari bentuk batang, koma, kadang-kadang bulat, reaksi oksidase dan katalase positif (Holt et al., 1994). Pseudomonas mudah tumbuh dan menyebabkan kerusakan pada beragam produk pangan dikarenakan kemampuannya untuk menggunakan berbagai sumber karbon bukan karbohidrat dan komponen nitrogen sederhana sebagai sumber energi, mampu mensintesis sendiri vitamin dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya, bersifat lipolitik, proteolitik dan pektinolitik, tumbuh baik pada suhu dingin (dalam lemari
26 pendingin) dan menghasilkan senyawa-senyawa penyebab bau busuk pada pangan (Frazier dan Westhoff, 1978). Ps. aeruginosa tersebar di tanah, di dalam air, lingkungan yang sedikit lembab dan hewan. Bakteri ini patogen bagi manusia karena bersifat invasif dan toksigenik, menimbulkan infeksi nosokomial. Ps. aeruginosa adalah bakteri berbentuk batang gram negatif, bergerak, aerob, terlihat sebagai bakteri tunggal, berpasangan dan kadang-kadang membentuk rantai yang pendek, dan tumbuh dengan baik pada suhu 37-420C (Jawetz et al 1996; Murray et al, 1998). Ps. aeruginosa dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai produk pangan, karena bakteri tersebut mempunyai kemampuan menghidrolisa lemak menjadi griserol dan asam lemak bebas (lipolitik), bersifat proteolitik yaitu dapat menghidroksi protein yang dapat diikutu fermentasi asam dan tumbuh baik pada suhu dingin (di dalam lemari pendingin) (Kuswanto dan Slamet, 1988). B. cereus merupakan salah satu contoh bakteri patogen dan perusak pangan, bakteri tersebut berbentuk batang besar, gram positif, aerob, pada umumnya terdapat dalam tanah, air, udara dan tumbuh-tumbuhan. B. cereus dapat tumbuh pada makanan dan menghasilkan enterotaksin yang menyebabkan keracunan makanan pada manusia, dengan kondisi kekebalan yang kurang baik dapat menyebabkan meningitis, endokarditis, endoftalmitis, konjungtivitis dan enteritis aktif (Jawetz, 1996; Murray et al,1998). B. subtilis berbentuk batang, membentuk spora, bersifat aerob atau fakultatif, bersifat mesofil atau termofilik, bersifat proteolitik, dapat membentuk gas atau tidak dan bersifat lipolitik atau tidak, pada umumnya spora B. subtilis bersifat mesofil dan kurang tahan terhadap pemanasan. Bakteri ini dapat menyebabkan korgulasi pada susu (Kuswanto dan Slamet, 1998). M. luteus bersifat gram positif, aerobik dan katalase positif. Suhu optimal pertumbuhannya antara 25-30oC. Sifat-sifat yang penting dalam bahan makanan
27 adalah dapat memfermentasi gula dan menghasilkan asam, dapat menyebabkan perubahan warna karena membentuk warna kuning dan merah, bersifat proteolitik asam, ada yang bersifat sangat toleran terhadap kadar garam tinggi sehingga dapat merusak daging asin (Kuswanto dan Slamet, 1988). 3. Bakteri Gram Negatif dan Positif Semua bakteri mempunyai dinding sel kecuali mikoplasma (Fardiaz, 1989). Semua dinding sel bakteri mempunyai komponen struktural yang sama yang dinamakan mukopolisakarida dinding sel yaitu peptidoglikan (Volk dan Wheeler, 1988; Moat dan Foster, 1988). Bakteri berdasarkan komposisi dinding sel dan sifat pewarnaannya dibedakan atas bakteri gram positif dan gram negatif (Moat dan Foster, 1988; Fardiaz, 1989). Enterobacteriaceae adalah kelompok besar batang gram negatif yang heterogen, yang habitat alaminya adalah saluran usus manusia dan hewan. Famili ini mencakup banyak genus (misalnya: Escherichia, Shigella, Salmonella, Enterobacter, Klebsiella, Serratia dan Proteus). Beberapa organisme enteric, misalnya E. coli, merupakan bagian flora normal dan kadang-kadang menyebabkan penyakit, sementara lainnya, Salmonella dan Shigella, selalu bersifat patogen untuk manusia. Enterobacteriaceae adalah anaerob fakultatif atau aerob meragikan sejumlah besar karbohidrat, memiliki struktur antigen yang kompleks dan menghasilkan berbagai jenis toksin dan faktor virulensi yang lain (Jawetz et al, 1995). Bakteri gram negatif yang patogen antara lain S. typhosa yang menyebabkan gastroenteritis akut, demam dan diarhe, dan penyakit tifus, penyakit paratifus dan infeksi salmonella lainnya; shigellosis ada 4 macam yang disebabkan oleh Sh. flexineri (B), Sh. sannei (D), Sh. boydii (C) dan Sh. dysentriae (A); V. cholerae yang menyebabkan kolera; Brucella abortus (sapi), Br. suis (babi), Br. melitensis (domba dan kambing), Br. rangiferi (Caribou), Br. canis (anjing), Br. neotomae (tikus gurun),
28 Br. ovis (epididimitis pada domba jantan); Pasteurella pestis yang menyebabkan penyakit pes (plaque). Kelompok bakteri gram positif yang penting adalah Micrococcus. Micrococcus termasuk dalam famili Micrococcoceae, bersifat aerobik dan katalase positif, berbentuk bulat bergerombol, gram positif. Sebagian besar spesies Micrococcus membentuk pigmen warna kuning (M. flavus), oranye, merah atau merah muda (M. rosens). Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri ini adalah 25 – 30oC, dapat tumbuh pada suhu 10oC, tetapi tidak dapat tumbuh pada suhu 46oC. Bakteri ini tersebar di alam dan banyak ditemukan dalam debu dan air, serta sering ditemukan pada berbagai bahan pangan segar. Beberapa sifat penting dari Micrococcus dalam mikrobiologi pangan adalah : (1) beberapa spesies dapat menggunakan garam amonium atau senyawa nitrogen sederhana sebagai satu-satunya sumber nitrogen; (2) sebagian besar spesies dapat memfermentasi gula dengan memproduksi asam; (3) beberapa spesies bersifat proteolitik asam yaitu memecah protein dengan membentuk asam; (4) beberapa spesies sangat tahan terhadap garam dan dapat tumbuh pada substrat dengan nilai pH rendah; (5) beberapa spesies bersifat termodurik, yaitu tahan panas pada proses pasteurisasi susu; (6) beberapa spesies membentuk warna sehingga menyebabkan perubahan warna makanan; (7) beberapa spesies masih dapat tumbuh pada suhu pendingin 10oC atau kurang. Di samping bakteri gram positif dan gram negatif ada beberapa penyakit yang disebabkan bakteri lain yaitu dipteria yang disebabkan oleh Corynebacterium diptheriae; tuberculosis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis (Holvey and John, 1972).
29 4. Mycobacterium tuberculosis M. tuberculosis adalah bakteri tahan asam, berbentuk bulat. Tuberkulosis pada manusia disebabkan oleh tiga (3) tipe yaitu human tuberculosis, bovine tuberculosis dan avian tuberculosis (tapi jarang). M. bovis juga dapat menyerang kerbau, kambing, domba, babi dan anjing (Holvey and John, 1972). Karakteristik M. tuberculosis adalah bakteri berbentuk batang, berukuran panjang 2-4 ì m, lebar 0,2 – 0,5 ì m dan tahan as am. Bakteri ini bers ifat fakultatif intraseluler biasanya di dalam macrofag. M. tuberculosis tidak diklasifikasikan dalam gram positif atau gram negatif karena tidak mempunyai karakteristik diantara keduanya, walaupun pada dinding selnya mengandung peptidoglikan (murein). Bakteri tuberculosis cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab (Todar, 2002). Faktor-faktor predisposisi infeksi tuberculosis antara lain: 1) hubungan yang rapat pada populasi besar seperti di sekolah, rumah perawatan, penjara, asrama dan lain-lain; 2) kekurangan nutrisi; 3) penggunaan obat-obatan secara intra vena; 4) alkoholisme dan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). M. tuberculosis menular ke manusia melalui inhalasi berupa droplet berukuran 1-5 nm yang terhirup oleh manusia akan mencapai alveoli. Bakteri yang virulen ini akan menetap dan berkembang biak serta berinteraksi dengan inang sehingga menimbulkan
sakit.
Pembentukan,
perkembangan
lesi
dan
penyembuhannya
ditentukan oleh jumlah bakteri yang berkembang biak, selanjutnya oleh resistensi dan hipersensitivitas dari inang. Bakteri ini di dalam jaringan, terutama di dalam jaringan intraseluler di dalam monosit dan sel retikuloendotelial yang menyebabkan kemoterapi sulit masuk ke dalam jaringan tersebut sehingga bakteri terus bertahan hidup (Jawetz et al, 1995).
30 F. BAKTERI ASAM LAKTAT Bakteri asam laktat atau Lactobacillus tergolong dalam famili Lactobacillaceae. Lactobacillus terdiri atas 2 kelompok, yaitu : (1) bersifat homofermentatif, artinya dapat memecah gula menjadi asam laktat dan dapat tumbuh pada suhu 370C atau lebih. Spesies yang tergolong homofermentatif adalah L. bulgaucus, L. lactis, L. acidophilus, L. thermophilus, L. delbruechii, L. casei, L. plantarum dan L. luchmanii; (2) bersifat heterofermentatif, artinya dapat memecah gula menjadi asam laktat dan produk-produk lain seperti alkohol, asetat dan karbon dioksida. Spesies yang tergolong heterofermentasi misalnya L. fermentan, L. brevis dan beberapa spesies lainnya (Fardiaz, 1989). Bifidobakteria merupakan bakteri asam laktat yang berhasil hidup di dalam lumen usus dan paling banyak ditemukan dalam spesimen usus manusia. Bifidobakteria di dalam usus bayi yang baru lahir adalah B. hifidum, B. infantis dan B. longum (Matsuoka, 1990). Beberapa strain
BAL berpotensi
sebagai agensia
probiotik
misalnya:
Bifidobakteria, L. reuteri, L. casei dan L. acidophilus karena kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen enterik; bakteri-bakteri ini mampu tumbuh dalam saluran pencernaan (Drasar dan Barrow, 1985). Bakteri asam laktat adalah bakteri gram positif, berbentuk batang panjang, pendek dan koki, tidak membentuk spora, bersifat mikroaerofilik, dan mampu menfermentasi karbohidrat menjadi asam laktat (Schlegel dan Schemitd, 1994). Proses fermentasi tersebut dapat terjadi secara cepat pada produk pangan sehingga keasaman yang ditimbulkan bakteri asam laktat dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain yang tidak diinginkan seperti berbagai spesies bakteri patogen dan perusak pangan (Fardiaz, 1989). Bakteri asam laktat sering ditemukan secara alamiah dalam bahan pangan. Bakteri ini hidup pada susu, daging dan sayur-sayuran. Bakteri asam laktat mempunyai peranan
penting
dalam
kehidupan
manusia
karena
keterlibatannya
menfermentasi makanan (Jenie dan Shinta, 1995; Harmayani et al, 2001).
dalam
31 Bakteri asam laktat banyak digunakan di dalam industri, karena sifatnya yang tidak patogen, tidak membentuk toksin, mikroaerofilik dan aerotoleran, dapat tumbuh dengan cepat dapat menfermentasi berbagai jenis substrat dan pertumbuhannya dapat mencegah kebusukan dan kontaminasi oleh mikroba lain serta dapat memproduksi bakteriosin (Evanikastri, 2003). Produk-produk pangan yang difermentasi dengan bakteri asam laktat antara lain: 1. Koumiss Koumiss merupakan minuman tradisional di daerah Asia Tengah, Mongolia, Eropa Timur dan Rusia berupa susu kuda Fermentasi. Koumiss adalah produk fermentasi susu yang biasanya dibuat dari susu kuda (mare). Koumiss dihasilkan dari proses fermentasi susu kuda oleh bakteri dan khamir L. bulgaris, Torula spp, Mycoderma spp, L. acidophillus, dan Saccharomyces lactus (Kosikowski, 1982 dan Anonymous, 1997). Penggunaan koumiss sebagai bahan terapi dalam koumiss-therapy di Rusia ditujukan untuk menanggulangi penyakit TBC, gangguan pencernaan, avitaminosis, anemia, kardiovaskuler, liver dan ginjal (Kosikowski, 1982). 2. Yakult Yakult adalah produk minuman susu fermentasi yang dibuat dari susu bubuk yang difermentasi oleh L. casei galur Shirota pada suhu 370C selama 4 hari. Kemudian susu fermentasi tersebut didinginkan, dicampur dengan sirup glukosa dan flavor. Produk konsentrat tersebut kemudian dicampur dengan air yang telah disterilisasi, dikemas dalam botol polistiren serta didistribusikan dan dijual pada kondisi dingin (Kurmann et al, 1992). 3. Yogurt Yogurt merupakan salah satu produk hasil fermentasi susu yang paling tua dan cukup populer di seluruh dunia. Bentuknya mirip bubur atau es krim tetapi dengan rasa
32 agak asam. Kata yogurt berasal dari bahasa Turki, yaitu jugurt yang berarti susu asam. Dalam SNI 01-2981-1992, yogurt didefinisikan sebagai produk yang diperoleh dari susu yang telah dipasteurisasi, kemudian difermentasi dengan bakteri sampai diperoleh keasaman, bau dan rasa yang khas, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diijinkan. Kultur yang biasa digunakan dalam produk yogurt adalah Streptococcus thermophilus dan L. bulgaris (Helferich dan Westhoff, 1980). 4. Kefir Kefir seperti halnya yogurt, merupakan produk susu hasil fermentasi yang berasa asam, alkoholik, dan karbonat, yang banyak dikonsumsi di kawasan Kaukasia. Di daerah Rusia, kefir merupakan minuman populer
yang diproduksi dan
diperdagangkan dalam jumlah besar (Anonymous, 1995 dan Ikrawan, 2005). Kefir merupakan jenis susu fermentasi yang dihasilkan oleh fermentasi Saccharomyces kefir, T. kefir, L. euconostoc, L. caucasius, L. lactis, L. acidophilus, L. kefir, L. kefirgrandum dan L. parakefir.
G. EKSTRAKSI, FRAKSINASI, ISOLASI DAN KARAKTERISASI Untuk analisa bahan bersifat fungsional antara lain senyawa antimikroba dilakukan ekstraksi, fraksinasi, isolasi dan karakterisasi. 1. Metode Ekstraksi Pemisahan komponen-komponen dalam ekstrak dengan metode tersebut berdasarkan prinsip like dissolver like dan akan diperoleh dua lapisan (fase) yaitu lapisan atas dan lapisan bawah yang dapat terpisah sempurna setelah didiamkan beberapa waktu dan setelah mencapai titik keseimbangan pemisahan (Wade, 1991; Houghton dan Rahman, 1998).
33 Ekstraksi dapat dilakukan dengan mengunakan berbagai jenis pelarut berdasarkan kepolarannya. Menurut Jitoe et al (1992) ekstraksi dapat menggunakan heksan sebagai pelarut non polar dan air sebagai pelarut polar. Metode ekstraksi konsentrat ekstrak cair adalah dengan mengekstraksi pelarut dengan labu pemisah. Metode ini didasarkan pada perbedaan kepolaran/kelarutan dari komponen-komponen dalam ekstrak cair diantara dua sistem pelarut organik yang memiliki perbedaan tingkat kepolaran tinggi dan keduanya tidak dapat tercampur secara permanen, misalnya antara pelarut polar (methanol) dengan pelarut non polar seperti petroleum, eter atau hexan (Pomeranz dan Meloan, 1994). Pemilihan pelarut organik yang digunakan dalam ekstraksi komponen-komponen bioaktif dari susu merupakan faktor penting dalam menentukan pencapaian tujuan dan sasaran ekstraksi komponen. Beberapa pelarut organik, yang umum digunakan dalam ekstraksi komponen bioaktif dari susu, memiliki nilai polaritas yang berbeda-beda disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Karakteristik pelarut-pelarut organik untuk ekstraksi komponen bioaktif No. Pelarut Organik 1. n-Hexane 2. Ethyl acetate 3. Ethanol 4. Acetone 5. Methanol 6. Air Sumber: Pomeranz dan Meloan (1994)
Kekuatan Pelarut 0,0 4,3 5,2 5,4 6,6 9,0
Metode dan pemilihan pelarut organik untuk ekstraksi senyawa bioaktif dari susu didasarkan pada tujuan ekstraksi yaitu optimalisasi senyawa-senyawa bioaktif susu. Dari hasil ekstrak dilakukan pengujian aktivitas antibakteri untuk melihat aktivitas antibakteri yang paling kuat.
34 2. Metode Fraksinasi secara Kromatografi Prinsip fraksinasi adalah memisahkan bahan terlarut menjadi fraksi-fraksi dengan aliran fase yang dialirkan ke dalam fase stationer (diam). Fraksinasi ekstrak bioaktif susu dimaksudkan untuk mendapatkan fraksi-fraksi komponen bioaktip melalui beberapa tahapan. Metode fraksinasi yang memerlukan waktu relatif singkat dan efektif adalah dengan teknik kromatografi. Pemilihan teknik pemisahan komponen dengan teknik kromatografi tersebut dapat didasarkan pada sifat kelarutan senyawa yang akan dipisahkan. Metode fraksinasi komponen pada sampel-sampel yang tidak cukup mudah menguap atau tidak stabil pada suhu tinggi, dapat dilakukan dengan teknik kromatografi
cair kinerja tinggi (KCKT). Oleh karena itu, teknik ini sesuai untuk
pemisahan berbagai makromolekul dan spesies ionik yang penting dalam bidang biologi (protein, asam nukleat, asam amino dan lain-lain), polimer-polimer yang penting dalam bidang industri dan produk-produk alami yang labil (Nur dan Adijuwana, 1989). KCKT, secara umum terdiri dari beberapa instrumen dasar, yaitu: wadah pelarut, pompa, alat pengontrol pelarut, tempat injeksi sampel, kolom pelindung, kolom pemisah, detektor, kolektor fraksi dan alat pencatat (Pomeranz dan Meloan, 1994). Pada KCKT, fase diam terikat pada polimer berpori terdapat dalam kolom baja tahan karat yang bergaris tengah kecil, dan fase bergerak cair mengalir akibat tekanan yang besar. Fase bergeraknya adalah pelarut-pelarut yang dapat bercampur. Campuran ini dapat tetap susunannya (sistem isokratik) atau dapat merubah perbandingannya secara kontinyu (sistem gradien) dengan menambahkan sistem pencampuran pada alat KCKT. KCKT digunakan terutama untuk golongan senyawa-senyawa nonvolatil, misalnya: terpenoid tinggi, senyawa fenol, alkaloid, lipida dan gula. Sebagian besar proses pemisahan dengan KCKT modern, menggunakan kolom siap pakai (Robards et al., 1994). Jenis pelarut-pelarut yang dapat digunakan pada KCKT cukup banyak,
35 disesuaikan dengan tujuan pemisahan komponen dan sifat-sifat sampel yang akan dianalisis. Pelarut yang digunakan umumnya berupa air dan larutan-larutan buffer serta pelarut-pelarut dengan kekentalan rendah, seperti aseton (0,32), asetonitril (0,37), ethyl asetat (0,47), tetrahidrofuran (0,51), kloroform (0,57), metanol (0,60) dan air dengan kekentalan 1,00 (Pomeranz dan Meloan, 1994). Pada umumnya para peneliti menggunakan pelarut-pelarut, seperti : air; asam asetat-metanol; asam asetat; asam asetat – air; air-asetonitril;metanol: tetrahidrofuran; dan metanol – air, baik dengan sistem isokratik ataupun sistem gradien. Terhadap hasil fraksi-fraksi tersebut kemudian dilakukan pengujian aktivitas antibakteri untuk melihat aktivitas antibateri yang paling kuat. 3. Metode Isolasi dan Identifikasi secara Elektroforesis Prinsip elektroforesis adalah pemisahan senyawa protein menjadi molekulmolekul dengan isoelektrik yang ditimbulkan oleh adanya perbedaan muatan antara dua kutub positif dan negatif, sehingga molekul yang bermuatan negatif akan bergerak ke arah muatan positif atau sebaliknya. Identifikasi untuk menentukan golongan suatu senyawa protein dapat dilakukan dengan uji golongan dan dapat menggunakan beberapa metode. Salah satu metode yang digunakan adalah elektroforesis gel dengan kondisi denaturasi (SDSPAGE) dan kondisi non denaturasi. Banyak molekul biologis bermuatan listrik yang besarnya tergantung jenis molekul, pH dan komposisi medium pelarutnya. Dalam medium tertentu, molekulmolekul tersebut akan bergerak kearah elektroda yang polaritasnya berlawanan apabila diberikan arus listrik. Prinsip inilah yang digunakan dalam elektroforesis (Nur, 1989). Kecepatan bergerak molekul bermuatan dalam medium yang dialiri arus listrik akan tergatung pada densitas muatan (charge density) yaitu rasio antara jumlah
36 muatan dengan berat molekulnya. Semakin besar
nilai densitas muatan, semakin
cepat molekul tersebut bergerak (Hames dan Rickwood, 1981). Elektroforesis gel poliakrilamid termasuk jenis elektroforesis zona. Pada metode elektroforesis digunakan medium penyangga seperti kertas, selulosa asetat, pati atau poliakrilamid untuk mencegah gangguan atau kelemahan yang terdapat pada jenis elektroforesis moving boundery. Dengan adanya medium penyangga, gangguan karena konveksi dapat dihilangkan (Hames dan Rickwood, 1981; Nur, 1989). Poliakrilamid merupakan bahan yang sangat banyak digunakan sebagai medium elektroforesis. Terdapat beberapa keuntungan bila menggunakan poliakrilamid sebagai medium elektroforesis. Pertama adalah sifat gelnya yang transparan sehingga dapat diperiksa pada sinar tampak maupun ultraviolet. Kedua adalah secara kimiawi poliakrilamid fleksibel dan stabil pada kisaran pH yang luas, suhu dan kekuatan ion. Ketiga adalah ukuran pori gel poliakrilamid dapat diatur sehingga pemisahan dapat didasarkan atas ukuran dan muatan. Gel poliakrilamid terjadi karena adanya polimerisasi akrilamid dan sejumlah crooslinking reagent metil biakrilamid. N1 N1 Ntetramethylene-ethylenediamine (TEMED) akan mengkatalis pembentukan radikal bebas dari amonium persulfat, radikal bebas ini memulai terjadinya polimerisasi akrilamid (Laemli, 1970). Gel elektroforesis dapat dilakukan pada kondisi protein
tidak terdenaturasi
(elektroforesis natif). Proses preparasi dan operasi kedua metode gel elektroforesis secara umum sama, kecuali pada elektroforesis natif: 1) buffer Tris untuk gel pemisah dan stacking gel serta buffer sampel tidak mengandung SDS (sodium dodesil sulfat) dan 2-merkaptoetanol; 2) sampel protein yang dianalisis tidak dipanaskan sebelum dimasukkan kedalam gel dan 3) selama running digunakan voltase rendah, sehingga pemanasan sampel dalam gel tetap minim (Bollag dan Edeistein, 1991; Coppeland, 1994; Walker, 1994).
37 Hasil gel elektroforesis terdenaturasi dan terpisah SDS-PAGE selain menunjukkan
berat
molekul
subunit-subunit
penyusun
protein
juga
dapat
memperlihatkan kemurnian suatu protein dan keragaman polipeptida-polipeptida penyusun protein tersebut (Bollag dan Edelstein, 1991). Sedangkan dari hasil gel elektroforesis natif dapat diketahui aktivitas biologis suatu protein misalnya aktivitas enzim, ikatan reseptor dan ikatan antibodi (Walker, 1994). 4. Metode Spektrofotometer Prinsip
spektrofotometer
adalah
mengukur
bilangan
gelombang
sinar
elektromagnetik yang diabsorpsi oleh senyawa organik dan dipantulkan dalam bentuk spektrum dengan bilangan gelombang yang berbeda-beda sehingga bisa digunakan untuk menentukan gugus fungsinya. Penentuan komponen karbohidrat dan protein suatu senyawa organik yang telah dimurnikan dapat dilakukan dengan beberapa teknik spektrofotometer, diantaranya dengan spektroskopi infra merah (IR) dan ultraviolet (UV) sehingga komponen karbohidrat dan atau protein suatu senyawa organik dapat diketahui dengan tepat (Nur, 1989). a. Spektroskopi Infra Merah Spektrum infra merah merupakan gelombang elektromagnetik yang panjang gelombangnya diatas daerah sinar tampak yaitu kisaran bilangan gelombang 4000 sampai 400 Cm-1, kisaran gelombang tersebut paling banyak digunakan untuk analisa kualitatif maupun kuantitatif suatu senyawa organik (Nur, 1989). Radiasi infra merah dapat digunakan untuk menganalisa komponen karena setelah dipancarkan maka radiasi ini akan diserap oleh semua bahan organik ikatan kimia CH, OH dan NH yang merupakan ikatan dasar dari semua ikatan kimia bahan organik. Hasil tersebut dapat dilihat dari pantulan infra merah yang dihasilkan dalam bentuk spektrum pantulan. Spektrum pantulan yang dihasilkan berisi hasil pengukuran
38 parameter-parameter,
parameter-parameter
tersebut
dijelaskan
oleh
panjang
gelombang dalam nanometer, amplitudo dengan tinggi puncak gelombang dan lebar gelombang menjelaskan intensitasnya sehingga dengan parameter-parameter ini seluruh informasi penyerapan dari suatu bahan dapat diketahui (Murray and Williams, 1990). Berkas radiasi spektrofotometer akan terbagi dua, sebagian melewati sampel dan sebagian melawati blanko. Setelah kedua berkas tersebut bergabung kembali, kemudian dilewatkan ke dalam monokromator. Berkas radiasi infra merah yang melewati monokromator akan dipantulkan oleh cermin-cermin dan akhirnya ditangkap oleh detektor. Signal yang dihasilkan oleh detektor kemudian direkam sebagai spektrum infra merah yang berbentuk puncak-puncak absorpsi. Absorpsi spektrum infra merah ini menunjukkan terjadinya hubungan antara absorpsi dan frekuensi atau bilangan gelombang atau panjang gelombang, sebagai absis adalah frekuensi (cm-1 atau bilangan gelombang (cm-1 atau panjang gelombang (nm) dan sebagai ordinat transmitans atau absorbans (Pomeranz and Meloan,1994). b. Spektroskopi Ultra Violet Spektrofotometer UV datanya dapat ditampilkan s ebagai nilai ë (panjang gelombang, nm) pada suatu aks is (÷) dan A (abs orbens i) pada s umbu ordinat (y). Selanjutnya kedua nilai tersebut dijadikan dasar identifikasi untuk menentukan jenis suatu senyawa. Untuk identifikasi suatu senyawa dapat mengunakan spektrum panjang gelombang yang bervariasi mulai dari 190 nm sampai 300 nm (Nur, 1989 dan Haughton dan Rahman, 1998). Identifikasi jenis gula dilakukan dengan mengunakan spektrofotometer ultraviolet (UV). Prinsip pengunaan spektrofotometer UV adalah dengan mengamati pola serapan (absorbanse) sinar UV pada berbagai panjang gelombang yang bersifat spesifik untuk setiap jenis senyawa gula. Penentuan pola hubungan panjang
39 gelombang dengan serapan sinar UV untuk setiap jenis gula dilakukan dengan mengunakan berbagai jenis senyawa gula (galaktosa, dektrosa, glukosa, fruktosa, laktosa, sukrosa, maltosa dan sebagainya) sebagai standar atau pembanding. Selanjutnya jenis senyawa gula dapat diketahui dengan membandingkan pola hubungan panjang gelombang dengan serapan cahaya UV yang terbentuk oleh larutan fraksi-fraksi senyawa antimikroba dengan berbagai jenis larutan standar gula (Sudarmadji et al, 1997 dan Harbone, 1987).