30
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Integrasi Pasar Konsep teori dari integrasi pasar adalah hukum satu harga untuk seluruh pasar, dimana diasumsikan apabila tidak ada biaya transaksi, komoditi yang sama pada pasar yang berbeda akan memiliki harga yang sama pula. Lebih lanjut dijelaskan, jika suatu barang diperdagangkan pada dua harga yang berbeda orangorang akan memilih untuk membeli pada pasar yang menjual barang dengan harga terendah dan produsen akan mencoba menjual barang pada pasar yang menjual barang dengan harga tertinggi. Akibatnya seiring dengan naiknya permintaan harga akan naik namun pada pasar yang sebelumnya memiliki harga yang tinggi seiring dengan naiknya penawaran harga akan turun sehingga tindakan ini membuat harga antarpasar menjadi sama (Nicholson, 2000). Integrasi pasar dapat juga dipahami dari dua aspek yaitu integrasi vertikal dan integrasi horizontal. Konsep yang pertama dipahami sebagai integrasi industri yang mencerminkan sifat dari agribisnis. Integrasi pasar vertikal menunjukkan perubahan harga di suatu pasar akan direfleksikan pada perubahan harga di pasar lain secara vertikal dalam produk yang sama. Integrasi vertikal adalah keterkaitan hubungan antara suatu lembaga pemasaran dengan lembaga pemasaran lainnya dalam suatu rantai pemasaran (Suparmin, 2005 dalam Irawan dan Rosmayanti, 2007). Pengertian integrasi atau keterpaduan pasar juga dapat dipahami sebagai sampai seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditas pada suatu tingkat lembaga pemasaran tertentu dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga pemasaran
31
lainnya. Dalam suatu sistem pasar terpadu yang efisien akan terlihat adanya korelasi yang tinggi sepanjang waktu dari beberapa pasar (Heytens, 1986). Konsep yang kedua adalah integrasi yang didalamnya termasuk integrasi pasar spasial, integrasi pasar temporal, integrasi harga silang dan integrasi silang bentuk produk. Integrasi pasar silang mencerminkan efek perubahan harga di satu tingkat pemasaran terhadap harga pada tingkat di atasnya misalnya perubahan harga di tingkat petani akan mempengaruhi harga di tingkat pedagang. Integrasi dikatakan terjadi apabila terdapat kondisi harga di tingkat selanjutnya sama dengan harga ditingkat sekarang ditambah dengan biaya pemasaran. Integrasi pasar temporal mencerminkan pengaruh dari perubahan harga di waktu sekarang terhadap harga di waktu yang akan datang. Integrasi silang bentuk produk mencerminkan pengaruh perubahan harga pada satu produk terhadap harga produk turunannya. Integrasi pasar spasial merupakan tingkat keterkaitan hubungan antara pasar regional dan pasar regional lainnya. Integrasi pasar spasial mencerminkan efek dari perubahan harga pada satu pasar terhadap pasar lainnya dimana hal ini diasumsikan pada integrasi sempurna dengan dua daerah yang berbeda. Dua pasar dikatakan terintegrasi apabila perubahan harga pada satu pasar akan mempengaruhi harga pasar lainnya dengan arah yang sama dan tingkat yang sama pula. Integrasi pasar spasial digambarkan sebagai hubungan harga dari pasarpasar yang terpisah secara geografis. Konsep ini diterangkan dengan menggunakan model keseimbangan spasial (spatial equilibrium model). Model ini dikembangkan dengan menggunakan kurva kelebihan penawaran (excess supply)
32
dan kelebihan permintaan (excess demand) pada dua wilayah yang melakukan perdagangan. Harga yang terbentuk pada masing-masing pasar dan jumlah komoditi yang diperdagangkan dapat diduga melalui model keseimbangan parsial (Tomek dan Robinson, 1990). Prinsip yang digunakan untuk mengembangkan model perdagangan antar daerah digambarkan dengan bantuan diagram yang menunjukkan fungsi penawaran dan permintaan dari masing-masing pasar seperti yang terlihat pada Gambar 2. SB
Harga
Harga
SA
ES
P2 a
b
c
d
P1 ED
P1 DB
DA 0 Jumlah
0
a. Pasar A: Surplus
Jumlah b. Pasar B: Defisit
Sumber: Tomek dan Robinson, 1990 Gambar 2. Model Keseimbangan Spasial Dua Kawasan
Analisis pasar dibagi dalam dua kategori antara lain pasar yang memiliki potensi surplus dan pasar yang berpotensi defisit. Misalkan pada pasar A adalah pasar yang berpotensi surplus dan pasar B adalah pasar yang berpotensi defisit, dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa pasar A tidak ada perdagangan maka harga
33
yang terbentuk adalah P1 di Pasar A dan P2 di pasar B dimana P1
34
Ada beberapa alasan kenapa suatu kawasan atau negara tidak terbuka untuk dimasuki oleh pelaku pasar dari kawasan lain, salah satunya karena pemerintah negara tersebut menciptakan pembatas atau hambatan dalam perdagangan, sehingga pelaku pasar tidak dapat keluar masuk pasar dengan bebas. Hambatan perdagangan yang umum diterapkan oleh pemerintah suatu negara dalam bentuk hambatan tarif maupun nontarif. Hambatan tarif adalah dalam bentuk pajak, sedangkan hambatan nontarif misalnya dalam bentuk ketentuan ketentuan yang harus dipenuhi oleh pelaku pasar. Hambatan yang diterapkan itu akan meningkatkan biaya transfer sehingga perdagangan akan terus berlangsung sampai biaya transfer sama dengan selisih harga atau bahkan melebihi. Jika hal ini terjadi maka pelaku pasar tidak akan memperoleh keuntungan melakukan perdagangan antarpasar. Akibatnya transfer kelebihan permintaan maupun kelebihan penawaran tidak akan terjadi dan harga akan bergerak secara individu pada masing-masing pasar. Asumsi kedua yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat biaya transaksi yang terjadi di masing-masing pasar. Informasi dapat diakses oleh seluruh pelaku pasar dengan baik sehingga dapat digunakan seluruhnya untuk memprediksikan harga di masa depan. Perubahan harga yang terjadi di salah satu pasar (Pasar A dan Pasar B) akan ditransmisikan dengan sempurna dalam waktu yang singkat. Sesuai dengan Gambar 2 maka dengan adanya informasi harga yang dapat diakses oleh seluruh pihak dapat dijelaskan dengan melihat seberapa besar persentase perubahan harga di Pasar A menyebabkan persentase perubahan pula di Pasar B dan sebaliknya. Perbaikan arus informasi menyebabkan perubahan harga pada satu pasar akan langsung ditransmisikan dengan sempurna, besarnya
35
nilai
( P1'
P1 )
'
P1 ) atau dengan kata lain adalah persentase perubahan
( P2
harga di Pasar A akan sama dengan persentase perubahan harga di Pasar B.
Harga (P) Transfer Biaya (TC) PB1
Excess Supply di pasar 1 (ES A)
PEB2 PE
Excess Demand di pasar 2 (EDB)
PEA2 PA1 PB1-PA1
x
TC
y 0
QE2
QE1
Komoditi (Q)
Sumber: Tomek dan Robinson, 1990 Gambar 3. Model Perdagangan Pasar A dan Pasar B
Kurva excess supply dan excess demand dapat berubah searah dengan perubahan kekuatan penawaran dan permintaan pada masing-masing pasar. Berdasarkan Gambar 3 jika tidak ada biaya transfer antarpasar (A dan B) maka total unit komoditi yang akan ditransfer dari pasar A ke pasar B sebesar OQE 1 dengan tingkat harga yang sama antara keduanya yaitu sebesar OPE. Volume perdagangan antarkedua pasar akan semakin menurun dengan adanya biaya transfer. Jika biaya transfer lebih besar dari PB 1 PA1 maka tidak akan ada perdagangan antara keduanya. Pada kasus ini permintaan dan penawaran akan
36
sama antarkedua daerah sedangkan perbedaan harga akan semakin kecil dibandingkan biaya transfer. Efek perubahan biaya transfer yang terjadi antardua pasar (A dan B) dapat dijelaskan dengan membangun garis volume perdagangan (xy). Pada garis ini dapat dilihat apabila biaya transfer yang terjadi sebesar nol maka perdagangan akan maksimum dan sebaliknya bila biaya transfernya adalah sebesar PB1 PA1 maka tidak akan terjadi perdagangan. Perdagangan yang terjadi akan menyebabkan harga komoditi di pasar A akan naik menjadi OPE B2 dan di pasar B akan turun menjadi OPEA2. Keterangan tersebut menjelaskan bahwa perubahan harga di suatu pasar akibat perubahan kekuatan pasar akan menyebabkan perubahan harga di pasar lain yang melakukan perdagangan dengan pasar tersebut. Hal ini menunjukkan adanya integrasi pasar antara kedua daerah yang melakukan perdagangan. Integrasi pasar vertikal digunakan untuk melihat tingkat keeratan hubungan antarsuatu lembaga pemasaran dengan lembaga pemasaran lainnya dalam suatu rantai pemasaran. Integrasi pasar vertikal dipengaruhi oleh penyebaran informasi harga yang merata ke seluruh lembaga pemasaran (produsen grosir retail-konsumen). Apabila informasi tersebut tidak tersebar secara sempurna sampai ke konsumen maka harga yang terbentuk di pasar tidak menunjukkan adanya integrasi pasar vertikal yang baik.
2.2.
Konsep Persaingan Sempurna Pasar adalah suatu institusi atau badan yang menjalankan aktivitas jual beli
barang dan jasa (Sugiarto, 2002). Adapun pengertian pasar secara definisi
37
ekonomi menurut Dahl dan Hammond (1977) adalah ruang atau dimensi tempat bekerjanya penawaran dan permintaan dengan kekuatannya masing-masing, sehingga mampu menentukan dan mengubah harga. Sebuah konsep pasar yang ideal didefinisikan sebagai suatu pasar dimana kompetisi yang terjadi mencerminkan pasar persaingan sempurna. Adapun ciri dari pasar persaingan sempurna adalah komoditas yang diperjualbelikan adalah sama dengan jumlah pembeli dan penjual yang sangat banyak, indikasi dari barang yang sama ini adalah semua pelaku pasar bertindak sebagai penerima harga, tidak ada satu pihak pun yang mampu merubah harga keseimbangan yang terjadi. Harga terbentuk sepenuhnya karena proses tarik menarik antara kurva permintaan dan penawaran. Seluruh pelaku pasar bebas untuk berusaha dan pihak satu tidak dapat mempengaruhi keputusan pelaku lainnya. Ciri penting lainnya dari pasar persaingan sempurna adalah masingmasing pihak yang terlibat dalam pasar memiliki pengetahuan yang sempurna mengenai harga. Akibatnya harga yang berlaku di pasar tidak bisa dipengaruhi oleh salah satu pihak saja dan pelaku pasar adalah price taker. Akibat banyaknya pelaku pasar maka hambatan pasar tidak ada dan pembeli maupun penjual dapat dengan mudah untuk keluar masuk pasar. Tanpa adanya informasi yang jelas mengenai kualitas dan harga suatu barang maka akan mengurangi ketepatan pelaku pasar dalam mengambil suatu keputusan. Berdasarkan perbedaan penguasaan informasi yang ada antarpelaku pelaku pasar akan menimbulkan pergerakan ke arah kombinasi keseimbangan antara harga dan kuantitas namun dengan kecepatan penyesuaian yang berbeda antara harga dan kuantitas. Penjelasan dari adanya jeda waktu untuk mencapai
38
keseimbangan karena adanya biaya transaksi. Biaya ini dikeluarkan oleh pelaku pasar untuk mendapatkan informasi contohnya, produsen akibat tidak mengetahui seberapa besar permintaan terhadap produk yang akan dihasilkan maka mereka harus mengeluarkan biaya untuk pemeliharaan dan penyesuaian stok (Nicholson, 2000). Pada pasar berjangka informasi antara lain tentang harga dan volume dapat diakses sepenuhnya oleh para pelaku pasar sehingga masing-masing dapat mengambil keputusan berdasarkan informasi yang tepat. Membaiknya arus informasi yang berhubungan dengan harga, produksi, konsumsi, volume perdagangan dan juga perkiraan (ekspektasi) pasar, membuat pasar berjangka lebih transparan dan bersaing (competitive). Semakin banyak informasi tentang pasar diketahui orang, akan membuat mereka semakin mampu mengantisipasi pembentukan harga di pasar. Menurut suatu hasil studi yang dilakukan oleh Bappebti tentang pasar berjangka ternyata bahwa pendapatan yang diperoleh mereka yang menggunakan pasar berjangka untuk tujuan untuk lindung nilai lebih stabil dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakannya. Bagi para penggunanya, pasar berjangka memberi kesempatan untuk menstabilkan pendapatan mereka.
2.3.
Konsep Pasar Berjangka Perdagangan dengan menggunakan kontrak berjangka pertama kali
diperkenalkan di Chicago pada tahun 1860an. Perbedaan antara penjualan tunai dengan kontrak berjangka adalah pada penjualan tunai melibatkan pengiriman barang sebenarnya dari komoditi dan kebanyakan penjualan tunai tidak dibuat di
39
pasar sentral sedangkan penjualan dengan menggunakan kontrak berjangka melibatkan pembelian dan penjualan kontrak yang terstandarisasi untuk pengiriman komoditi di masa yang akan datang (Tomek dan Robinson, 1972). Pelaksanaan pasar berjangka adalah dengan menandatangani kontrak yang menentukan harga, kualitas, kuantitas dan waktu penyerahan. Pengiriman barang berdasarkan pada waktu yang spesifik dengan ukuran yang jelas dan pada harga tertentu dimana dalam kontrak disebutkan pula grade yang spesifik dan lokasi penyerahan. Patut diingat bahwa tidak ada pasar sekunder untuk kontrak pada perdagangan berjangka dimana kontrak diciptakan di pasar berjangka yang disebut bursa. Sebagai pasar yang terorganisasi, transaksi di bursa hanya dilakukan anggota bursa yang terdiri dari pialang berjangka dan pedagang berjangka. Para pengguna bursa yang bukan anggota bursa tetapi ingin memanfaatkan bursa untuk tujuan lindung nilai (hedging) atau spekulasi harus menyalurkan keinginannya tersebut melalui anggota bursa yang berstatus pialang berjangka. Lebih lanjut dijelaskan bahwa fungsi dari pasar berjangka adalah sebagai alokasi sementara dari komoditi musiman yang diproduksi.
Pasar berjangka
membantu pembeli sehingga dapat menghemat biaya penyimpanan karena komoditi yang dibelinya akan datang pada saat dibutuhkan saja sesuai dengan tanggal kontrak yang sudah disepakati. Fungsi yang kedua adalah untuk pengalihan resiko, dimana kerugian yang dialami dalam penjualan tunai akan dapat tertutupi dengan penjualan pada penjualan di pasar berjangka. Walaupun pada pasar berjangka tidak mendapatkan harga yang benar-benar tinggi namun juga tidak akan didapatkan harga yang benar-benar rendah seperti pada penjualan
40
tunai. Harga cenderung stabil karena harga yang dimasa akan datang sudah ditetapkan pada saat sekarang. Fungsi yang ketiga adalah bursa berjangka sebagai lindung nilai pada operasional dan marjin. Contohnya pabrik pengolahan tepung dapat membeli gandum di pasar tunai dan kemudian menjual tepungnya dengan menggunakan pasar berjangka, sehingga diharapkan biaya penyimpanan tepung akan mampu ditutupi oleh penjualan tepung. Fungsi yang keempat adalah sebagai tempat pembentukan harga dimana harga yang terjadi di pasar berjangka (forward) merefleksikan konsensus antara sejumlah besar pembeli dan penjual yang memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan penjualan dan pembelian di pasar. Harga tersebut tidak hanya merefleksikan keadaan pasokan dan permintaan yang sebenarnya dari komoditi yang bersangkutan namun juga perkiraan pasokan dan permintaan untuk masa yang akan datang. Harga di pasar berjangka akan selalu berubah menyesuaikan diri dengan perubahan informasi pasar yang terjadi. Hal ini penting bagi perencanaan produksi, pengolahan dan pemasaran komoditi, sehingga membantu mengurangi biaya-biaya operasional yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi ekonomi. Setiap pelaku pasar berjangka harus selalu siap dengan informasi yang akurat mengenai harga di pasar spot. Prinsipnya adalah pembentukan harga terjadi akibat adanya kebutuhan barang untuk penyimpanan dan untuk hedging tergantung dari permintaan dan penawaran yang berlangsung, dengan adanya fungsi ini maka pembentukan harga pada pasar berjangka sangat dipengaruhi oleh perubahan informasi yang terjadi dimana hipotesisnya harga pada pasar berjangka akan bereaksi berlebihan terhadap informasi baru. Selain itu dengan adanya
41
spekulator perubahan sedikit harga tapi dilakukan dalam jumlah yang besar akan ikut mempengaruhi pembentukan harga yang baru. Antara pasar berjangka dan pasar spot terdapat hubungan satu sama lainnya. Harga pada pasar berjangka saat jatuh tempo akan dijadikan sebagai pedoman untuk menentukan harga pada pasar spot pada waktu yang sama, sehingga ada kemungkinan harga pada pasar berjangka saat jatuh tempo akan sama dengan harga spot pada waktu yang sama. Adapun perbedaan harga yang terjadi antara pasar berjangka dengan harga spot pada waktu yang sama disebut dengan basis. Mekanisme dalam perdagangan berjangka, seorang nasabah tidak perlu menyetor uang sebesar nilai kontrak yang diperjualbelikan, tetapi hanya dalam sejumlah persentase kecil berkisar 3-5 persen dari nilai kontrak. Sejumlah uang ini disebut dengan marjin. Setiap saat nasabah dapat melepas atau menjual kontraknya sebelum kontrak jatuh tempo, namun harus diingat bahwa transaksi jual beli yang terjadi adalah suatu bisnis yang tidak hanya senilai marjin yang disetorkan, tetapi sesungguhnya sebesar nilai kontrak tersebut, dengan demikian, bila terjadi kenaikan harga komoditi yang menjadi subyek suatu kontrak di pasar yang amat besar maka marjin yang disetorkan bisa berlipat atau hilang dalam waktu singkat. Lebih lanjut Kang dan Mahajan (2006), menerangkan tentang keuntungan dari dilaksanakannya market based instrument yang menerapkan pasar berjangka sebagai salah satu alat dalam manajemen resiko dibandingkan dengan kebijakan lainnya yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi volatilitas harga. Adapun keuntungan dilaksanakannya market based instrument adalah pendekatan
42
ini menyediakan penerimaan yang pasti di masa yang akan datang sehingga pengguna dapat merencanakan aliran dana. Pada kebijakan lain pemerintah menerapkan pendekatan stabilisasi dalam mengatasi gejolak harga. Pemerintah berusaha mempengaruhi harga di pasar dengan cara mengalirkan dana ke produsen sehingga harga dapat seimbang saat harga rendah. Konsepnya adalah terjadi transfer resiko dari produsen ke pemerintah. Kelemahan dari cara ini adalah dibutuhkan dana yang besar untuk dapat dilaksanakan dan tindakan ini tidak membangun pasar menjadi lebih baik karena semuanya tergantung pada pemerintah. Penerapan market based instrument lebih kearah harga pasar daripada harga yang ditetapkan oleh pemerintah sehingga harga dapat bergerak secara wajar dan komoditi turunan akan memperbaiki pembiayaan. Pasar berjangka komoditi juga memiliki mekanisme pembentukan harga yang lebih efisien karena dalam pasar ini menerapkan instrumen pembiayaan berdasarkan strategi harga di depan yang melibatkan penetapan harga, batasan harga bagi produk yang akan dikirimkan dimasa depan. Kemudian dijelaskan keuntungan lain dari diterapkannya market based instrument adalah pasar berjangka komoditi memiliki mekanisme pembentukan harga yang lebih efisien, menyediakan informasi yang bisa diandalkan pada perdagangan fisik karena banyak kalangan yang dapat menggunakan pasar ini, setiap partisipan memiliki andil dalam proses pembentukan harga dan akan menghasilkan informasi bagi permintaan di masa datang dan kondisi penawaran. Sebaliknya dibandingkan dengan pasar cash pasar berjangka lebih transparan sehingga manipulasi harga lebih sulit untuk dilakukan.
43
Fakta yang menunjukkan selalu bergejolaknya harga-harga untuk masa mendatang secara sederhana merefleksikan berubahnya konsensus di antara peserta
pasar
karena
diterimanya
informasi
terkini
mengenai
situasi
pasokan/permintaan komoditi yang diperdagangkan oleh mereka. Harga di pasar berjangka akan selalu berubah menyesuaikan diri dengan perubahan informasi pasar yang terjadi. Hal ini penting bagi perencanaan produksi, prosesing dan pemasaran komoditi, sehingga membantu mengurangi biaya-biaya operasional yang pada akhirnya memberikan manfaat bagi ekonomi. Adanya pasar berjangka juga dapat membantu terintegrasinya pasar-pasar lokal ke dalam pasar nasional atau bahkan internasional. Makna terintegrasinya pasar nasional adalah harga di berbagai tingkat pemasaran yang berbeda akan bergerak mendekati pasar-pasar nasional dan internasional. Hal ini akan menjamin lebih realistisnya harga komoditi. Yang, Bessler dan Leatham (2001) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa harga pada pasar berjangka adalah refleksi dari estimasi harga di spot periode kedepannya. Termasuk dalam transaksi spot antara lain adalah serah terima barang saat transaksi berlangsung dan langsung dibayar tunai pada saat itu juga, atau dapat juga serah terima barang saat transaksi dan dibayar kemudian sesuai kesepakatan atau dengan melakukan ijon yaitu membayar sekarang saat komoditi masih diproses. Contoh dari pasar spot yang ada di dalam negeri adalah pasar spot CPO di Medan. Pelaksanaan kontrak berjangka adalah dengan menandatangani kontrak yang menentukan harga kualitas, kuantitas dan waktu penyerahan. Kontrak ini dalam prakteknya dapat diperjual belikan sebelum jatuh tempo penyerahan
44
dimana dengan harga yang bergerak harga beli bisa lebih besar, sama atau lebih kecil dibandingkan dengan harga jual (spekulatif). Lebih jauh dijelaskan bahwa walaupun berjangka transaksi ini pada akhirnya bermaksud melakukan serah terima barang secara fisik. Pelaksanaan dengan cara ini dilakukan untuk mengurangi resiko produsen dari biaya antara lain membayar denda barang di dalam kapal yang sudah berlabuh atau pembayaran sewa gudang, saat pembeli mangkir. Contoh pasar berjangka (forward) adalah di pasar forward di Rotterdam. Di pasar forward ini harga CPO dunia terbentuk dimana transaksinya berasal dari produsen dan konsumen CPO termasuk Indonesia yang merupakan negara produsen. Mengenai cara pelaksanaan manajemen resiko harga dalam tulisannya Kang dan Mahajan (2006), menyebutkan bahwa instrumen yang digunakan dalam penentuan harga komoditi ada dua kategori yang pertama adalah instrumen yang terstandarisasi yang memperdagangkan komoditi yang diperjualbelikan. Kategori selanjutnya adalah over the counter yaitu transaksi bilateral antara dua perusahaan tanpa adanya pertukaran dimana harga ditentukan oleh keputusan perdagangan daripada lelang. Definisi dari kontrak forward adalah persetujuan antara penjual dan pembeli untuk mengirimkan sejumlah barang yang spesifik di satu waktu tertentu pada waktu yang akan datang dengan harga yang sudah ditentukan. Terdapat tiga konsep penting dalam definisi ini yaitu: (1) tidak ada transfer tunai ketika kontrak dibuat, (2) tidak terdapat resiko default tergantung dari reputasi penjual dan pembeli yang terlibat, dan (3) dalam kontrak ini kedua belah pihak harus saling menaati perjanjian.
45
Terdapat beberapa tipe kontrak forward yaitu: (1) kontrak harga tetap (fixed price pontract) dimana dalam kontrak ini digunakan harga yang tetap (flat price) produsen berjanji untuk mengirim pada saat yang ditentukan dan dibayar saat pengiriman, dengan cara ini ada kemungkinan produsen kehilangan kesempatan potensial apabila harga naik, (2) kontrak harga yang ditetapkan (price to be fixed contracts) dimana dengan tipe ini pelaku pasar memiliki kemampuan untuk menetapkan harga pada saat yang paling menguntungkan, (3) harga yang tertunda atau harga ditetapkan nanti dengan tipe ini terjadi transfer resiko penyimpanan ke pembeli, (4) kontrak untuk menunda pembayaran (deffered payment contract) biasanya untuk menghindari pajak, (5) kontrak harga minimum, dan (6) kontrak harga forward dengan referensi (reference price forward contract). Pelaksanaan forward contract dalam manajemen resiko harga oleh pelaku pasar terbagi dalam dua posisi. Posisi pertama disebut sebagai posisi short apabila pelaku harga yang bertindak sebagai produsen atau pedagang membeli komoditas pada pasar fisik sekarang untuk dijual pada pasar yang akan datang dengan tingkat harga yang telah disepakati. Apabila pedagang atau produsen membeli komoditas untuk waktu pengiriman yang akan datang maka posisinya dalam bursa berjangka dalam posisi long. Adapun definisi dari future contract adalah untuk menjelaskan forward yang terstandarisasi dimana sebuah future contract bukanlah suatu stok atau komoditi tapi bisa diperdagangkan sebagai stok. Penjual dan pembeli pada perjanjian future contract bertransaksi sebagaimana pada forward contract namun dapat saja tidak berupa penjualan yang aktual dan dapat ditutup dengan pengalihan kontrak kepada pihak lain. Penting untuk diketahui bahwa cara ini
46
bukan untuk meningkatkan pendapatan produsen namun sebagai media untuk meminimalkan resiko karena pergerakan harga. Definisi dari option adalah perdagangan komoditi dimasa datang dengan range harga dimana penjual mendapatkan semacam asuransi berupa penerimaan harga penjualan minimum dan bagi pembeli akan membayar dengan harga tertinggi. Option dapat digunakan untuk menyediakan perlindungan cadangan sementara di sisi lain pelaku pasar berusaha mendapatkan keuntungan potensial. Adapun SWAP dikembangkan sebagai instrumen manajemen resiko jangka panjang. Sebuah komoditi kontrak SWAP diobligasi dalam dua perusahaan untuk menyikapi harga yang mengambang dengan harga tetap (atau kebalikannya) untuk ukuran tertentu komoditi pada interval waktu tertentu. Artinya suatu perjanjian SWAP antara dua perusahaan (hedger dan penyedia hedge) dimana hedger (pengguna komoditi atau produsen) setuju untuk membayar harga yang tetap dan menerima harga yang mengambang untuk volume tertentu dari komoditi untuk periode tertentu. Berdasarkan UU No. 32/1997, tentang perdagangan berjangka komoditi, disebutkan beberapa institusi yang terlibat dalam aktivitas Perdagangan Berjangka, yakni: (1) pengguna/pemakai, yaitu dunia usaha dan masyarakat umum yang terdiri lagi atas kelompok hedger dan kelompok investor/spekulator yang memanfaatkan pergerakan harga komoditi yang terjadi di pasar berjangka untuk mencari keuntungan, (2) penyelenggara, yang terdiri dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia, dan (3) pelaku dan penunjang. Pengguna dari pasar berjangka antara lain adalah produsen, pengolah, pedagang, eksportir dan konsumen yang ingin melindungi dirinya dari resiko
47
fluktuasi harga. Mereka yang menggunakan pasar berjangka untuk tujuan ini disebut dengan hedger yaitu pihak-pihak yang ingin mengurangi resiko flutuasi harga. Selain hedger maka ada pelaku yang disebut spekulator yaitu mereka yang ingin mencari keuntungan dari adanya fluktuasi harga dimana mereka membeli kontrak berjangka pada saat harga rendah dan menjualnya pada saat harga naik. Terdapat beberapa definisi yang sering dihubungkan dengan spekulator pada pasar berjangka. Pertama adalah spreaders yaitu pihak yang berperan dalam transaksi dengan melihat perbedaan harga. Fungsi dari spreaders adalah untuk melihat perbedaan harga di kedua pasar dan berdasarkan selisih harga di kedua pasar tersebut dia akan membeli di pasar yang harganya rendah untuk dijual kembali di pasar yang harganya tinggi sehingga dengan aktivitasnya tersebut kedua pasar akan mengalami penyesuaian dan harga menjadi relatif sama. Kedua adalah scalpers adalah spekulan yang fungsinya melakukan spekulasi pada transaksi harian. Akibat adanya scalpers maka akan terjadi kesinambungan transaksi karena seorang scalpers akan mengumpulkan informasi-informasi yang dapat mempengaruhi keseimbangan harga pada hari itu baik formal maupun informal (Hakim, 2009). Bursa Berjangka Indonesia merupakan institusi yang menyediakan fasilitas
bagi
terselenggaranya
kegiatan
transaksi
berjangka.
Sebagai
penyelenggara akitivitas perdagangan berjangka, Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) melakukan fungsi pengawasan dan memiliki wewenang membuat peraturan sendiri (dengan persetujuan Bappebti) untuk dipatuhi oleh anggota dan pihakpihak lain yang terlibat dalam transaksi, adalah badan hukum yang bertugas menyelesaikan semua tertib administrasi bagi tiap transaksi. Selain BBJ yang
48
bertindak sebagai penyelenggara pada pasar berjangka adalah lembaga kliring. Tugas lembaga kliring adalah untuk mencatat posisi setiap anggota pasar saat transaksi berakhir. Kliring Berjangka Indonesia melakukan kegiatan administrasi pelaporan, pemantauan dan pemeriksaan terhadap anggotanya untuk memastikan aktivitas perdagangan berjangka komoditi dijalankan sebagaimana peraturannya. Tugas lembaga kliring lainnya adalah memungut marjin, dimana definisi dari marjin adalah sejumlah dana yang harus dipertahankan seorang nasabah kepada broker anggota kliring dari suatu bursa atau oleh broker kepada lembaga kliring untuk menjamin broker atau lembaga kliring yang bersangkutan terhadap kerugian yang mungkin terjadi. Pelaku dan penunjang dalam pasar berjangka terdiri dari unsur pelaku adalah Pialang Berjangka dan Perdagangan Berjangka. Pialang Berjangka adalah badan hukum yang boleh menerima amanat (order) dari nasabah. Pialang Berjangka harus memiliki izin usaha dari Bappebti, menjadi anggota Bursa Berjangka Jakarta dan dapat pula menjadi anggota Kliring Berjangka Indonesia. Pialang Berjangka dalam melaksanakan kegiatannya wajib menunjuk wakil Pialang Berjangka sebagai tenaga ahli yang telah lulus ujian profesi yang diselenggarakan oleh pihak Bappebti. Pedagang Berjangka adalah anggota Bursa Berjangka Jakarta harus memiliki sertifikat pendaftaran Bappebti. Pedagang Berjangka adalah orang yang melakukan transaksi untuk rekeningnya sendiri dan atau kelompok usahanya. Unsur penunjang adalah Penasehat Berjangka (analisis pasar berjangka dan komoditi yang diperdagangkan) bertugas memberikan nasehat kepada kliennya, Pengelola Sentra Dana Berjangka (badan hukum dengan ijin usaha dari Bappebti)
49
bertugas sebagai penyelenggara kegiatan menghimpun dana dari masyarakat, perbankan, tenaga ahli akutansi, hukum, pergudangan, serta lembaga penguji mutu. Pengawas, yakni Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi adalah pembina, pengatur dan pengawasan sehari-hari seluruh kegiatan perdagangan berjangka komoditi di Indonesia. Bappebti mewujudkan kegiatan perdagangan berjangka komoditi agar teratur, wajar, efisien dan efektif, serta menumbuhkan suasana persaingan yang sehat. Untuk itulah Bappebti juga bertindak sebagai pelindung kepentingan semua pihak dalam perdagangan berjangka komoditi sehingga terwujud perdagangan berjangka komoditi yang berfungsi sebagai pengelola resiko dan pembentukan harga.
2.4.
Model Analisis dengan Pendekatan Vector Autoregression Untuk menyelesaikan permasalahan pada data time series salah satu alat
analisis yang dapat digunakan adalah menggunakan Vector Autoregression (VAR) dimana jenis pendekatan ini biasanya digunakan untuk meramalkan perubahan dari error term (inovasi) suatu sistem time series. VAR dibentuk dengan menyusun sistem persamaan dimana semua variabel diperlakukan endogenous (variabel dependen). Definisi dari VAR adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap variabel sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai selang (lampau) dari variabel itu sendiri serta nilai selang dari variabel lain yang ada dalam sistem. Panjangnya selang variabel yang optimal diperlukan untuk menangkap pengaruh dari setiap variabel terhadap variabel yang lain di dalam sistem VAR. Penentuan
50
panjangnya selang optimal ini bisa menggunakan beberapa kriteria antara lain Akaike Information Criteria (AIC), Schwartz Information Criteria (SIC), HannahQuin Criteria (HQ), Likehood Ratio (LR), maupun Final Prediction Error (FPE). Panjang selang yang optimal terjadi jika nilai-nilai kriteria yang telah disebutkan mempunyai nilai absolut paling kecil dan pada beberapa kriteria panjang selang optimal terjadi jika nilai adjusted R2 adalah paling tinggi. Thomas (1997) menjelaskan bahwa kelebihan dari metode ini dapat digunakan untuk data dari berbagai waktu, hasil yang diperoleh tidak spurious (palsu), dapat menentukan besar integrasi, arah transformasi harga, pasar yang menjadi pemimpin atau pengikut harga maupun pasar yang terisolasi. Struktural VAR tidak hanya menghasilkan rekomendasi berdasarkan keluaran modelnya dalam merespon adanya suatu shock tetapi juga sesuai dengan model teoritik dan dapat melihat respon jangka panjang berdasarkan data historisnya. Selain itu model VAR adalah model linier sehingga model VAR mudah diestimasi dengan menggunakan model OLS. Tulisan lain terkait tentang penggunaan pendekatan VAR untuk menyelesaikan masalah ekonomi dibahas oleh Widarjono (2007), dimana dalam tulisannya dinyatakan bahwa model VAR dibangun dengan pertimbangan meminimalkan pendekatan teori dengan tujuan agar mampu menangkap fenomena ekonomi dengan baik, dengan demikian VAR adalah model nonstruktural atau merupakan model tidak teoritis (ateoritis). Pada pembentukan VAR nonstruktural model tidak dibuat berdasarkan bangunan teori yang ada namun lebih menekankan pada ada tidaknya saling ketergantungan antar variabel ekonomi. Syarat agar VAR dapat digunakan dalam analisis data adalah semua variabel tak
51
bebas harus bersifat stasioner artinya data time series yang dipakai tidak memiliki trend. Apabila dilakukan analisis pada data yang tidak stasioner akan menghasilkan hasil regresi yang palsu dan akan menyebabkan nilai standard error menjadi kecil dan t besar (sebaran t tidak valid). Syarat lain yang harus dipenuhi adalah semua sisaan bersifat white noise yaitu memiliki rataan nol, ragam konstan dan diantara variabel tidak bebas tidak ada korelasi. Lebih lanjut dijelaskan dalam VAR tidak perlu membedakan variabel yang menjadi eksogen maupun yang menjadi endogen. Semua variabel baik endogen maupun eksogen yang dipercaya saling berhubungan seharusnya dimasukkan dalam model dan untuk melihat hubungan antara variabel di dalam VAR kita membutuhkan sejumlah selang variabel yang ada. Selang variabel ini dibutuhkan untuk menangkap efek dari variabel tersebut terhadap variabel lain dalam model. Kemudian Widarjono menjelaskan bahwa proses pembentukan model VAR langkah pertamanya adalah dengan melakukan uji stasionaritas data. Uji ini adalah untuk melihat apakah pergerakan data yang akan diuji memiliki trend atau tidak. Uji kestasioneran data dapat menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Uji ADF terdiri dari perhitungan regresi yang dirumuskan sebagai berikut : m
Yt
1
2
t
Yt
Yt
1
1
t
i 1
dimana: Yt
= Selisih variabel harga
t
= Trend waktu 1
k
,
2
, , = Koefisien = Jumlah selang
52
t
= Galat persamaan
Jika data adalah stasioner pada level maka disebut dengan model VAR biasa (unrestricted VAR), VAR in level atau model nonstruktural disebut begitu karena tidak memerlukan keberadaan hubungan secara teoritis antarvariabel, dan sebaliknya jika data tidak stasioner pada tingkat level tetapi stasioner pada proses differensi data, maka harus diuji apakah data mempunyai hubungan dalam jangka panjang atau tidak dengan melakukan uji kointegrasi. Rumus umum dari uji kointegrasi ini adalah sebagai berikut : Yt
A1Yt 1 ... A pYt
p
BX t
t
dimana: Yt = k vektor dari variabel nonstasioner I(1) Xt = d vektor dari variabel determinastik t
= vektor dari inovasi.
Suatu persamaan dikatakan terkointegrasi apabila antarvariabel memiliki hubungan jangka panjang. Mengenai hal ini Widarjono menjelaskan sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Engle dan Granger bahwa walaupun suatu data time series seringkali tidak stasioner pada level atau disebut nonstasionaritas data tetapi kombinasi linier antara dua atau lebih data nonstasioner dapat menjadi stasioner, menurutnya data time series yang tidak stasioner ini dikatakan terkointegrasi. Lebih lanjut dijelaskan salah satu asumsi yang harus dipenuhi dalam VAR adalah semua variabel tak bebas bersifat stasioner. Apabila data tidak stasioner, maka perlu dilakukan uji kointegrasi, dimana jika data yang tidak stasioner terkointegrasi, maka kombinasi linier variabel-variabel dalam sistem
53
akan bersifat stasioner, sehingga dapat diperoleh sistem persamaan jangka panjang yang stabil (Enders, 1995). Suatu deret waktu dikatakan terintegrasi pada selang ke-d atau I(d) jika data tesebut bersifat stasioner setelah pendiferensian sebanyak d kali. Variabel-variabel tidak stasioner yang terintegrasi pada tingkat yang sama dapat membentuk kombinasi linier yang bersifar stasioner. Komponen dari vektor Yt dikatakan terkointegrasi jika ada vektor
= (
1,
2,......, n)
sehingga kombinasi linier
bersifat stasioner, dengan syarat ada unsur matrikas nol. Vektor
Yt
bernilai tidak sama dengan
dinamakan vektor kointegrasi. Rank kointegrasi (r) dari vektor
adalah banyaknya vektor kointegrasi yang saling bebas. Nilai (r) dapat diketahui melalui uji Johansen. Hipotesisnya adalah: H0 = rank r H1 = rank>r Apabila rank kointegrasi lebih besar dari nol, maka model yang digunakan adalah VECM dan apabila rank kointegrasi sama dengan nol, maka model yang digunakan adalah VAR dengan pendiferensian sampai selang ke d. Apabila terdapat kointegrasi maka model yang terbentuk disebut Vector Error Correction Model (VECM). Model VECM ini merupakan model yang terestriksi (restricted VAR) karena adanya kointegrasi yang menunjukkan hubungan teoritis jangka panjang antar variabel dalam sistem VAR. Spesifikasi VECM merestriksi hubungan perilaku jangka panjang antar variabel yang ada agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasi namun tetap membiarkan perubahan-perubahan dinamis dalam jangka pendek. Terminologi kointegrasi ini dikenal sebagai koreksi kesalahan (error correction) karena bila terjadi deviasi terhadap keseimbangan
54
jangka panjang akan dikoreksi secara bertahap melalui penyesuaian parsial jangka pendek. Apabila data stasioner pada proses differensi namun variabel tidak terkointegrasi disebut dengan model VAR dengan data diferensi (VAR in difference). Persamaan VAR dapat ditulis sebagai berikut: p 1
Yt
Yt
i
1
Yt
i
BX t
t
i 1
dimana: p
p
Ai
I
Aj
i
j i 1
i 1
Teorema Granger menerangkan bahwa jika koefisien matriks mengurangi pangkat r
=
dan
telah dan
Yt adalah I(0). r adalah jumlah hubungan
kointegrasi (pangkat kointegrasi) dan tiap kolom dari Metode Johansen adalah untuk menduga matriks
adalah vektor kointegrasi. dari suatu unrestriksi VAR
(VAR yang tidak dibatasi) dan untuk menguji apakah kita bisa menolak batasan yang diimplikasikan dengan pengurangan pangkat dari
.
VAR digunakan sebagai sebuah sistem peramalan dari variabel time series yang saling berhubungan dan digunakan untuk menganalisis dampak dinamis dari gangguan yang bersifat random di dalam sistem VAR. Untuk itu sistem VAR memerlukan sebuah pembuatan model setiap variabel endogen didalam sistem sebagai fungsi dari selang semua variabel endogen didalam sistem VAR. Spesifikasi model VAR dengan demikian meliputi dua hal yaitu pemilihan variabel endogen dan penentuan panjangnya selang setiap variabel endogen. Sebagai sebuah persamaan persamaan simultan maka suatu model VAR harus diidentifikasi apakah model tersebut dapat diestimasi atau tidak, dimana terdapat
55
tiga kemungkinan hasil identifikasi model yaitu: (1) tidak teridentifikasi terjadi jika jumlah informasi kurang dari jumlah parameter yang diestimasi, (2) tepat teridentifikasi terjadi jika jumlah informasi sama dengan jumlah parameter yang diestimasi, dan (3) over identifikasi terjadi jika informasi melebihi jumlah parameter yang diestimasi.
2.5.
Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian tentang integrasi yang telah dilakukan di berbagai penelitian
biasanya bermanfaat untuk menyelesaikan permasalahan yang melibatkan satu pasar dengan pasar lainnya terkait dengan harga yang terjadi di kedua pasar tersebut seperti yang dilakukan dengan oleh Adiyoga, Keith dan Suherman (2006), dalam penelitian tentang integrasi pasar kentang dimana dengan penelitian mereka itu akan memberikan informasi penting menyangkut cara kerja pasar yang dapat berguna untuk memperbaiki kebijakan liberalisasi pasar, memantau pergerakan harga melakukan peramalan harga dan memperbaiki kebijakan investasi infrastruktur pemasaran kentang. Penelitian yang dilakukan oleh Irawan dan Rosmayanti (2007), mempelajari mekanisme perambatan harga dari satu pasar ke pasar lain dengan integrasi harga sehingga dapat membantu pemerintah untuk memahami struktur, tingkah laku dan efektivitas pasar sehingga dapat mengambil kebijakan harga yang tepat untuk mengatasi masalah ketahanan pangan di Bengkulu. Hal ini juga yang melatarbelakangi penelitian yang dilakukan oleh Sitorus (2004), yang ingin mengetahui seberapa besar pengaruh perubahan harga ikan tuna segar yang terjadi di pasar tujuan di Jepang memiliki pengaruh terhadap perubahan harga di pasar lokal di Benoa Indonesia. Sejalan dengan hal diatas
56
Anwar (2005), juga melakukan kajian tentang Integrasi untuk pengambilan kebijakan pengembangan ekspor dan pemasaran karet alam khususnya pasar domestik. Hal ini adalah pengembangan dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Simatupang dan Situmorang (1988) yang membahas tentang integrasi pasar dan mekanisme rambatan harga karet Jakarta dan Singapura. Kajian tentang integrasi pasar merupakan langkah yang tepat untuk menjawab hal itu. Penelitian integrasi pasar digunakan untuk menegtahui efisiensi suatu pasar dan untuk melihat apakah pasar tesebut bersifat persaingan sempurna ataukah parsial monopoli/oligopoli. Menurut Sitorus (2004), integrasi atau keterpaduan pasar dapat terjadi jika terdapat informasi pasar yang memadai dan informasi ini disalurkan dengan cepat dari satu pasar ke pasar yang lain, dengan demikian perubahan harga yang terjadi pada suatu pasar dapat dengan segera tertangkap oleh pasar lain dengan ukuran perubahan yang sama. Senada dengan Sitorus, Adiyoga, et al. (2006), menjelaskan bahwa pasar akan memeragakan fungsinya secara efisien jika memanfaatkan semua informasi yang tersedia. Dengan kata lain jika pasar menggunakan harga yang lalu (past price) secara tepat dalam penentuan harga pada saat ini (current price determination) sistem pemasaran yang berlaku dapat dikategorikan efisien. Informasi harga dalam sistem tersebut dan kemungkinan substitusi produk antarpasar selalu berpengaruh terhadap prilaku penjual dan pembeli. Transmisi dan pemanfaatan informasi diantara berbagai pasar dapat mengakibatkan harga dari komoditas tertentu bergerak secara bersamaan di berbagai pasar tersebut. Jika suatu pasar tidak terintegrasi maka ditingkat nasional dan regional secara agregat akan banyak kehilangan informasi spesifik pada pasar individual.
57
Lebih lanjut dijelaskan bahwa jika pasar tidak terintegrasi maka kondisi pasar persaingan sempurna tidak terpenuhi antarpasar yang tersegmentasi. Pasar yang tersegmentasi berarti memiliki kekuatan tersendiri dalam mempengaruhi harga masing-masing misalnya harga suatu komoditi sekarang (Xt) hanya dipengaruhi oleh harga komoditi pada periode sebelumnya (Xt-1) (Irawan dan Rosmayanti, 2007). Mendukung pendapat Irawan dan Rosmayanti, penelitian yang dilakukan Anwar (2005), menerangkan konsekuensi jika tidak terbentuk pasar persaingan sempurna dan malahan terbentuk pasar tidak sempurna baik itu dalam kondisi monopoli, monopsoni, oligopoli atau oligopsoni. Kesimpulan yang diturunkan dari asumsi persaingan sempurna tidak dapat digunakan untuk menetapkan suatu kebijakan. Beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menganalisis integrasi pasar yaitu pendekatan dengan metode korelasi antara harga yang bergerak secara bersamaan pada pasar yang diuji (Autoregressive Distributed Lag), metode regresi sederhana, dan metode kointegrasi dengan pendekatan Vector Autoregression (VAR). Kesemua metode tersebut digunakan untuk menganalisis keterpaduan pasar dengan menggunakan harga komoditi dalam bentuk time series sebagai input yang dianalisis. Metode regresi sederhana bisa menjelaskan bahwa harga di suatu pasar merupakan fungsi dari harga pada pasar lainnya. Kelebihan metode ini adalah dapat menunjukkan nilai keeratan hubungan antarpasar yang terintegrasi. Tetapi terdapat kelemahan pada metode ini yaitu tidak dapat memisahkan harga sebagai variabel dependen maupun variabel independen karena model regresi sederhana memiliki sifat inverse.
58
Analisis dengan menggunakan Model Index of Market Conection (IMC) dengan pendekatan Autoregressive Distributed Lag, contohnya seperti yang dilakukan oleh Sitorus (2005), untuk komoditi tuna. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan persamaan yang diturunkan dan dimodifikasi dari model Ravallion (1986). Model keterpaduan pasar dengan IMC dapat digunakan untuk mengukur bagaimana harga di pasar lokal dapat dipengaruhi harga referensi (acuan) dengan mempertimbangkan harga pada waktu (t) tertentu dan harga pada waktu sebelumnya (t-1). Dengan menggunakan parameter hasil estimasi model maka dapat dihitung IMC. Secara umum persamaan Ravallion menunjukkan bagaimana harga di pasar lain (lokal) dengan mempertimbangkan pengaruh pada waktu tertentu (t) dengan harga pada waktu sebelumnya (t-1) pada rentang waktu tertentu bertujuan untuk melihat fluktuasi harga yang terjadi. Interpretasi dari nilai IMC yang didapatkan dapat menjelaskan apakah dua pasar terintegrasi atau tidak dimana kedua tingkat pasar terpadu secara sempurna jika nilai IMC sama dengan nol dan masih cukup kuat jika IMC<1 dan jika IMC>1 berarti integrasi lemah dan bila IMC nilainya tidak hingga maka hal tersebut mengindikasikan bahwa dua tingkatan pasar tersebut sama sekali tidak berhubungan. Berbeda dengan Sitorus, Simbolon (2005), menggunakan metode korelasi dalam melakukan kajian integrasi ini. Lebih lanjut dijelaskan bahwa penggunaan metode korelasi dapat digunakan apabila arus perdagangan komoditi antarpasar tidak terlalu jelas arah atau arah transmisi harga bukan fokus utama penelitian. Kelemahan metode ini diatasi dengan menggunakan data harga riil berdasarkan indeks harga konsumen pada setiap pasar sehingga pengaruh perubahan harga akibat inflasi dapat dikoreksi. Metode ini hanya dapat menjelaskan keterkaitan
59
harga antarpasar namun tidak dapat menentukan besarnya pengaruh dan saling mempengaruhi antarpasar yang diuji. Kelemahan lain dari model ini adalah memberikan kesimpulan yang keliru, karena pergerakan harga dapat terjadi sebagai akibat pasar memiliki kesamaan faktor yang mempengaruhi harga. Sehingga harga di kedua pasar menunjukkan korelasi yang tinggi walaupun tidak terintegrasi. Alat analisis lain yang dapat digunakan dalam kajian tentang integrasi pasar adalah dengan menggunakan uji kointegrasi yang bisa membuktikan adanya keterkaitan harga pada jangka pendek dan jangka panjang antarpasar dalam suatu kawasan. Kelemahan metode ini yaitu tidak adanya prosedur yang sistematis untuk mengestimasi vektor kointegrasi berganda secara terpisah, selain itu tahapan estimasi dalam model ini melalui dua tahap dimana apabila terjadi pendugaan yang salah pada tahap pertama akan berlanjut ke tahap kedua. Lebih jauh Widarjono (2007), menjelaskan bahwa hasil estimasi VAR seringkali tidak memuaskan dilihat dari uji t. Selang variabel endogen di dalam sistem VAR kemungkinan tidak nyata secara statistik. Selain itu secara individual koefisien di dalam model VAR sulit diinterpretasikan. Berdasarkan kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada VAR maka model VAR digunakan untuk analisis dinamis data time series antara lain untuk: (1) peramalan, (2) impulse response, (3) variance decompotision, dan (4) uji kausalitas. Penelitian terdahulu yang menggunakan metode ini sebagai alat analisisnya adalah seperti yang dilakukan oleh Anwar (2005), dengan komoditinya adalah karet, Adiyoga, et al. (2006), untuk melihat integrasi pasar kentang, dan Rifin (2008), untuk melihat integrasi antara pasar CPO dan minyak goreng. Mereka menggunakan pendekatan dua tahap Engel
60
Granger. Tahap pertama ditempuh dengan melakukan pengujian apakah data harga yang dikaji bersifat nonstasioner berdasarkan uji (Augmented) Dickey Fuller atau berdasarkan uji unit root lainnya. Tahap kedua dilakukan dengan mengestimasi suatu model statis sederhana dari serial harga I(1) terhadap serial harga lainnya I(1) serta menguji apakah residualnya bersifat stasioner I(0). Selanjutnya ditarik kesimpulan bahwa harga-harga menyebar menuju suatu ekuilibrium jangka panjang dan bahwa pasar terintegrasi jika hipotesis nol dari simpangan nonstasioner ditolak. Prasyarat uji kointegrasi adalah melakukan verifikasi bahwa suatu serial harga bersifat nonstasioner dan menetapkan urutan (order) integrasi variabel. Alat uji yang paling sering digunakan untuk menentukan sifat nonstasioner dari suatu serial harga adalah uji unit root ADF. Pada pengujian ini hipotesis nol adalah data bersifat nonstasioner (mengandung suatu unit root) melawan hipotesis alternatifnya yaitu data yang bersifat stasioner. Lebih lanjut dalam Adiyoga, et al. (2006), dijelaskan bahwa diferensiasi suatu variabel bersifat nonstasioner biasanya dapat menghasilkan variabel yang bersifat stasioner, namun suatu data yang didefferensiasi hingga beberapa kali diindikasikan akan mengakibatkan terjadinya kehilangan informasi jangka pendek. Jika suatu data serial waktu didefferensiasikan sebanyak d kali sampai menjadi stasioner (mengandung d unit root) maka data ini disebut terintegrasi dengan order d atau dikenal sebagai I(d). Variabel-variabel yang bersifat stasioner dalam tingkatannya yaitu I(0) harus dihilangkan dari analisis kointegrasi. Pada kebanyakan kasus bukanlah suatu keharusan bahwa semua variabel memiliki order integrasi yang sama. Alternatif pengujian untuk mengkaji kointegrasi adalah menggunakan VAR yang dikembangkan oleh Johansen.
61
Tulisan terdahulu yang telah dilakukan terkait dengan komoditi yang diteliti dalam penelitian ini yaitu tentang produk kelapa sawit khususnya Crude Palm Oil (CPO) antara lain dilakukan oleh Amiruddin, Rahman dan Shariff (2005). Tujuan penelitian mereka adalah untuk mengkaji pasar potensial dan tantangannya bagi industri kelapa sawit Malaysia dalam menghadapi kompetisi dari minyak nabati lainnya. Adapun metodologi yang mereka pakai untuk menjawab tujuan tersebut adalah dengan menggunakan VECM untuk melihat hubungan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang antara variabel harga minyak nabati dimana hasilnya adalah CPO adalah pemimpin pasar dibandingkan dengan harga minyak nabati lainnya. Tulisan lainnya terkait dengan komoditi yang sama dengan yang diteliti pada penelitian ini adalah yang dilakukan oleh Rahman, Shariff, Abdullah dan Sharif (2007) dimana mereka mengkaji volatilitas harga domestik dari beberapa produk CPO di Malaysia dan faktor yang menyebabkannya. Penelitian lain adalah Amiruddin et al. (2005) dimana karena CPO adalah pemimpin harga dibandingkan dengan minyak nabati lainnya maka agar harga beberapa minyak nabati stabil, volatilitas harga CPO haruslah diminimalkan. Stabilitas dari harga minyak sawit khususnya CPO dapat dilakukan dengan membangun kekuatan pasar melalui pembentukan pasar monopolistik yang dilakukan oleh produsen minyak kelapa sawit atau membentuk kartel produsen atau melalui perjanjian internasional komoditi antara pembeli dan penjual. Dipercayai bahwa dengan membangun aliansi antara Malaysia dan Indonesia akan meningkatkan kekuatan tawar menawar diantara kedua negara dalam menentukan harga CPO dan mengontrol output akan mengurangi volatilitas produk CPO dan turunannya di
62
masa yang akan datang. Apabila volatilitas harga sudah dapat diminimalisasi maka industri kelapa sawit akan lebih menguntungkan dan dapat berkonstribusi lebih kepada negara. Tulisan ini dimaksudkan untuk mencari hubungan integrasi pasar CPO dengan menggunakan VAR dimana jika pada penelitian sebelumnya konsep VAR dipakai untuk melihat hubungan integrasi pada jenis pasar yang sama maka tulisan ini mencoba untuk melihat hubungan pasar spot dan forward di negara yang berbeda.