II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kacang Panjang Kacang panjang (Vigna sinensis) merupakan jenis sayuran yang merambat
dan sangat populer serta sejak lama dikembangkan di Indonesia. Tanaman ini sangat cocok ditanam di dataran rendah dengan sinar matahari yang cukup. Kacang panjang merupakan tumbuhan yang dijadikan sayur atau lalapan, bagian yang dijadikan sayur adalah polong, daun dan biji. Tanaman kacang panjang merupakan tanaman perdu semusim yang tumbuhnya menjalar atau merambat. Daunnya berupa daun majemuk, terdiri dari tiga helai, batangnya liat dan sedikit berbulu. Akarnya mempunyai bintil yang dapat mengikat nitrogen (N) bebas dari udara. Tanaman kacang panjang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kacang Panjang Sumber : Anon. (2014)
6
7
Menurut Haryanto (2007), tanaman ini diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Kelas
: Angiospermae
Sub kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Rosales
Famili
: Papilionaceae
Genus
: Vigna
Spesies
: Vigna sinensis (L.) Savi ex Hassk Vigna sinensis ssp. Sesquipedalis
Kacang panjang sangat penting sebagai sumber vitamin dan mineral. Sayur ini banyak mengandung vitamin A, vitamin B, dan vitamin C, terutama pada polong muda. Bijinya banyak mengandung protein, lemak dan karbohidrat. Komoditi ini merupakan sumber protein nabati yang cukup potensial. Daftar kandungan gizi pada polong, biji dan kacang panjang per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 1. Kacang panjang bermanfaat bagi tubuh kita, yaitu : mengendalikan kadar gula darah, mengatasi hipertensi, membantu memperkecil resiko terkena penyakit stroke, mencegah serangan jantung, meningkatkan fungsi organ pencernaan, mengurangi resiko terserang penyakit kanker, membantu mengatasi sembelit (Rasyid, 2012). Kacang panjang mengandung unsur-unsur yang bermanfaat bagi kesehatan. Nutrisi pada kacang panjang berperan penting sebagai penguat jaringan tubuh, berfungsi pada proses visual, memelihara kesehatan kulit dan gigi, serta membantu aktivitas hormon.
8
Tabel 1. Kandungan dan komposisi gizi kacang panjang dalam setiap 100 gram bahan (Rukmana, 1995)
Kandungan Gizi Polong 50,00 **) 3,70 0,30 8,50 2,80 0,80 114,00 65,00 1,10 1,00 216,00 1.035,00 0,17 0,10 36,00 1,10 -
Komposisi Gizi Kalori (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat (g) Abu (g) Kalsium (mr) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Natrium (mg) Kalium (mg) Vitamin A (S.I) Vitamin B1 (mg) Vitamin B2 (mg) Vitamin C ( mg) Niacin (mg) Air (g) Sumber:
*) Direktorat Gizi Depkes R.I (1981) **) Food and Nutrition Research Center, Handbook No.1, Manila (1964)
Kacang panjang ini juga menjadi salah satu sayuran yang berguna sebagai sumber antioksidan yang sangat penting bagi tubuh. Kacang panjang mengandung betakarotin, vitamin C dan mineral mangan yang sangat penting dalam proses antioksidan dalam tubuh. Dengan konsumsi kacang panjang, secara berkala dapat membuat tubuh terhindar dari kelelahan dan racun yang sering anda dapatkan dari poulusi udara di lingkungan (Anon.,2013c)
2.2
Pestisida
2.2.1
Definisi Pestisida Pestisida adalah salah satu bagian penting dalam pertanian yang dapat
membantu para petani. Saenong (2007) menjelaskan pestisida mempunyai peranan
penting
untuk
membantu
mengatasi
permasalahan
organisme
9
pengganggu. Sebelum diproduksi secara komersial pestisida telah menjalani pengujian yang sangat ketat mengenai syarat-syarat keselamatannya. Pestisida bersifat bioaktif dan merupakan racun (Djojosumarto, 2009). Setiap racunnya mengandung bahaya dalam penggunaanya, baik terhadap lingkungan maupun manusia. Kontaminasi pestisida secara langsung dapat mengakibatkan keracunan akut maupun kronis terhadap penggunanya. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek racun dapat bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang), dan teratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu yang keracunan) (Girsang, 2009). Sedangkan untuk masyarakat luas, risikonya berupa keracunan residu pestisida yang terdapat dalam produk pertanian yang dikonsumsi. Menurut Susilo (2010), pengertian dari pestisida berasal dari kata ”pest” yang mempunyai arti hama, sedangkan ”cide” mempunyai arti membunuh, dan sering disebut ”Pest Killing Agent”. Jadi pestisida adalah semua bahan yang digunakan untuk membunuh, mencegah, mengusir, mengubah hama. Persistensi residu pestisida mempunyai dua segi yaitu segi posotif dan segi negative. Segi positifnya adalah dapat menekan populasi hama dalam waktu yang relative panjang, sedangkan dalam segi negatifnya dapat menimbulkan bahaya bagi organisme yang bukan sasaran dan konsumen serta dapat mencemari lingkungan.
2.2.2
Insektisida Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk
membunuh
serangga.
perkembangan,
tingkah
Insektisida
dapat
mempengaruhi
laku,
perkembang
biakan,
pertumbuhan, kesehatan,sistem
10
hormon, sistem pencernaan, serta aktivitas biologis lainnya hingga berujung pada kematian serangga pengganggu tanaman. Insektisida yang paling banyak beredar di pasaran termasuk dalam golongan organofosfat. Beberapa contoh insektisida golongan ini adalah diazinon, dimetoat, prefenofos, dan klorpirifos. Insektisida ini memiliki toksisitas terhadap mamalia, dan dapat meracuni pemakainya melalui mulut, kulit ataupun pernafasan (Lu, 1995)
2.2.3
Insektisida Golongan Organofosfat Senyawa golongan organofosfat menghambat enzim asetilkolinesterase
yang berfungsi menghidrolisisasetilkolin pada sinapsis system syaraf. Matsumura (1985) mengatakan bahwa senyawa organofosfat yang tidak memiliki kemampuan menghambat asetilkolinesterase tidak dapt disebut senyawa organofosfat sejati. Diazinon merupakan salah satu jenis pestisida organofosfat yang merupakan pestisida menyerang syaraf dan dilarang beredar di Indonesia. Pestisida ini berbahaya karena menyerang cholineseterase dalam darah. Prefenofos dan klorpirifos memiliki toksis yang sedang, prefenofos memiliki gugus brom dan klor sedangkan klorpirifos memiliki 3 gugus klor yang dikhawatirkan
akan
memiliki
bahaya
yang
sama
dengan
organoklor
(Matsumura,2985). Keracunan akibat senyawa organofosfat akan menyebabkan otot-otot menjadi kejang dan penderita akan menggelepar-gelepar. Gejala-gejala lainnya yaitu pusing, gemetar, penglihatan menjadi kabur, mual, lemah, kejang, diare, dan sakit dada. Residu pestisida dapat hilang atau terurai, yang disebabkan oleh beberapa factor yaitu penguapan, pencucian, pelapukan, dan translokasi (Turamingkeng, 1992).
11
2.2.4
Klorpirifos Golongan organofosfat yang banyak beredar dipasaran atau dipergunakan
oleh petani adalah berbahan aktif klorpirifos. Klorpirifos digunakan untuk membunuh hama serangga dengan menyerang sistem syarafnya. Hal tersebut sangat bermanfaat, hal tersebut sangat bermanfaat bagi petani dalam menjaga tanamannya seperti jagung, jeruk, kacang, kedelai, sawi, kubis dan lain-lainnya. Sifat fisik dan kimia klorpirifos dapat dilihat pada Tabel 2. Dan Struktur molekul klorpirifos dapat dilihat pada Gambar 2. Tabel 2. Sifat Fisik dan Kimia Klorpirifos Chlorpyrifos (BSI, E-ISO, ANSI, ESA, Nama Umum BAN)
Nama Kimia
O,O-diethyl O-(3,5,6-trichloro-2pyridyl) phosphorothioate
Rumus Molekul
C9H11Cl3NO3PS
Berat Molekul (g/mol)
350.6
Berat Jenis (g/cm3)
1.40
Titik Leleh (0C)
41,5-42,5
0
Titik didih ( C)
>300
Bentuk
Butiran Kristal
Warna
Putih hingga kecoklatan
Kelarutan
Acetone >400 g/L pada 20°C Dichloromethane >400 g/L pada 20°C Ethyl Acetate >400 g/L pada 20°C Methanol 250 g/100mL pada 20°C Toluene >400 g/L pada 20°C n-Hexane >400 g/L pada 20°C Air 1.05 ppm (w/v pada 25°C )
Sumber: Anon. (2012)
Gambar 2. Struktur Molekul klorpirifos
12
2.2.5
Residu Pestisida pada Tanaman Residu pestisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian
bahan pangan atau pakan hewan, baik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari penggunaan pestisida (Yusnani, 2013). Selain itu, residu pestisida juga diartikan sebagai sisa pestisida yang ditinggalkan sesudah perlakuan dalam jangka waktu yang telah menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa khemis dan fisis mulai bekerja. Karena residu mempunyai pengertian bahan sisa yang telah ditinggal cukup lama, maka bahan residu sudah tak efektif lagi sebagai racun langsung, namun masih berbahaya karena dapat terakumulasi (Martono, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Triani dkk. (2013), rerata residu insektisida klorpirifos pada kacang panjang di Kecamatan Baturiti, Kecamatan Marga, Kecamatan Penebel dan Kecamatan Kerambitan masing-masing sebesar 0,0397 ppm, 0,0169 ppm, 0,2447 ppm, dan 0,0118 ppm, hasil tersebut masih dibawah Batas Maksimum Residu (BMR) hasil pertanian yaitu 0,1 ppm (Anon.,2008) kecuali Kecamatan Penebel yang berada diatas BMR.
2.3
Perendaman Residu pestisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian
bahan pangan atau pakan hewan, baik sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari penggunaan pestisida (Yusnani, 2013). Selain itu, residu pestisida juga diartikan sebagai sisa pestisida yang ditinggalkan sesudah perlakuan dalam jangka waktu yang telah menyebabkan terjadinya peristiwa-peristiwa khemis dan fisis mulai bekerja. Karena residu mempunyai pengertian bahan sisa yang telah
13
ditinggal cukup lama, maka bahan residu sudah tak efektif lagi sebagai racun langsung, namun masih berbahaya karena dapat terakumulasi (Martono, 2009). Kadar residu insektisida berbahan aktif clorpirifos mempunyai hubungan yang kuat dengan lama perendaman, yang ditunjukkan dengan nilai r adalah 0,7859. Dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,6176 yang berarti 62% pengurangan kadar residu insektisida berasal dari perlakukan lama perendaman, sedangkan sisanya 38% berasal dari faktor lain. Hasil perendaman dengan waktu 0, 15 dan 30 menit mengalami penurunan, sedangkan perlakuan perendaman dan perebusan dengan waktu 0, 15 dan 30 menit, hasilnya juga mengalami penurunan kadar residu (Triani, 2015). Dan pada penelitian Elvinali dkk., (2013), kol yang diberi perlakuan perendaman menggunakan air PAM selama 5 menit mengalami penurunan jumlah residu pestisida.
2.4
Perebusan Perebusan adalah salah satu cara memasak makanan dalam cairan pada
titik didih tertentu salah satunya pada suhu 100 0C. Selama proses perebusan dapat terjadi penurunan kandungan beberapa senyawa bermanfaat bagi kesehatan (William, 2010). Perebusan merupakan metode yang sering dilakukan untuk memasak sayuran. Cara yang umum dilakukan adalah sayuran dimasukkan ke dalam air / dimasak dalam panci sampai mendidih kembali, panci ditutup dan selanjutnya sayuran dimasak dengan api kecil. Penelitian Alsuhendra (1998) dalam Elvinali dkk. (2013), menemukan bahwa residu pestisida yang terkandung dalam sayuran mentah akan mengalami penurunan dan bahkan ada yang bisa dihilangkan setelah sayuran tersebut
14
mengalami pengolahan seperti perebusan, penumisan, pembuatan sop, dan sayur asam maupun yang diolah tanpa menggunakan panas (hanya dengan pencucian). Dan pada penelitian Muchtadi (2001) menunjukkan terdapat kecenderungan bahwa kandungan serat pangan tidak larut dan total sayuran (dalam % berat kering) pada perlakuan perebusan mempunyai nilai yang lebih tinggi dari pada perlakuan lainnya (pengukusan dan penumisan). Hal ini mungkin disebabkan karena kehilangan berat pada sayuran yang direbus sebagai akibat melarutnya komponen non-serat dari sayuran ke air perebus lebih tinggi dibandingkan sayuran yang dikukus atau ditumis. Menurut hasil analisis di laboratorium pada penelitian Triani (2015) menunjukan bahwa semakin lama perebusan maka semakin menurun kadar residu insektisida pada kacang panjang. Kadar residu insektisida berbahan aktif clorpirifos mempunyai hubungan yang kuat dengan lama perebusan, yang ditunjukkan dengan nilai r adalah 0,7728. Dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,5972 yang berarti 60% pengurangan kadar residu insektisida berasal dari perlakukan lama perebusan, sedangkan sisanya 40% berasal dari faktor lain.
2.5
Vitamin C
2.5.1
Definisi Vitamin C Vitamin C adalah vitamin yang larut dalam air yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Ini adalah antioksidan yang membantu menjaga ikat kolagen protein jaringan, melindungi terhadap infeksi, dan membantu penyerapan zat besi.
15
Vitamin C disebut juga asam askorbat, merupakan vitamin yang paling sederhana, mudah berubah akibat oksidasi, tetapi amat berguna bagi manusia. Struktur kimianya terdiri dari 6 atom C dan kedudukanny a tidak stabil (C6H8O6), karena mudah bereaksi dengan O2 di udara menjadi asam dehidroaskorbat (Linder, 1992). Vitamin C termasuk golongan vitamin antioksidan. Vitamin C diperlukan untuk menjaga struktur kolagen, yaitu sejenis protein yang menghubungkan semua jaringan serabut, kulit, urat, tulang rawan dan jaringan lain di tubuh manusia (anon.,2011b). 2.5.2
Sifat Vitamin C
Sifat-sifat vitamin C adalah merupakan vitamin yang paling mudah rusak dan mudah teroksidasi dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh katalis tembaga dan besi. Vitamin C dalam tubuh berguna dalam dalam pembentukan dan pemeliharaan zat perekat yang menghubungkan sel-sel dengan sel dari berbagai jaringan. Berbagai faktor yang dapat mempengaruhi kadar vitamin C dalam makanan antara lain : a. Bahan makanan yang disimpan terlalu lama. b. Bahan makanan yang dijemur dengan matahari c. Pemanasan yang terlalu lama.
2.6
Serat Kasar Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
bahan-bahan kimia yang digunakan untuk rnenentukan kadar serat kasar, yaitu asarn sulfat (H2S04 1,25 %) dan natriurn hidroksida (NaOH 1,25 %), sedangkan serat pangan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh
16
enzim-enzim pencernaan. Oleh karena itu, kadar serat kasar nilainya lebih rendah dibandingkan dengan kadar serat pangan, karena asarn sulfat dan natriurn hidroksida mernpunyai kernampuan yang lebih besar untuk menghidrolisis komponen-komponen pangan dibandingkan dengan enzim-enzim pencernaan (Muchtadi, 2001). Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau hasil pertanian setelah diperlakukan dengan asam atau alkali mendidih, dan terdiri dari selulosa,dengan sedikit lignin dan pentosa. Serat kasar juga merupakan kumpulan dari semua serat yang tidak bisa dicerna, komponen dari serat kasar ini yaitu terdiridari selulosa, pentosa, lignin, dan komponen-komponen lainnya. Analisis kadar serat kasar adalah usaha untuk mengetahui kadar serat kasar bahan baku pakan. Zat-zat yang tidak larut selama pemasakan bisa diketahui karena terdiri dari serat kasar dan zat-zat mineral, kemudian disaring, dikeringkan, ditimbang dan kemudian dipijarkan lalu didinginkan dan ditimbang sekali lagi. Perbedaan berat yang dihasilkan dari penimbangan menunjukkan berat serat kasar yang ada dalam makanan atau bahan baku pakan (Murtidjo, 1987). Serat makanan dibedakan atas 2 jenis, yaitu serat yang larut dalam air dan yang tidak larut dalam air. Dimana sebagian besar serat dalam bahan pangan merupakan serat yang tidak dapat larut. Winarno (1997) menyatakan bahwa total serat yang tidak dapat larut adalah 1/5 – 1/2 dari jumlah total serat. Serat yang larut dalam air bersifat mudah dicerna, dan yang tergolong dalam jenis serat ini seperti pektin (misalnya buah-buahan apel, stroberi, jeruk), musilase (misalnya agar-agar dari rumput laut) dan gum (misalnya biji-bijian, kacang-kacangan dan rumput laut). Sedangkan serat yang tidak larut dalam air tidak mudah dicerna oleh tubuh, dan yang tergolong dalam serat tidak larut ini adalah selulosa (misalnya
17
wortel, bit, umbi-umbian, bekatul), hemiselulosa (didapat pada kulit ari yang menutupi beras atau gandum), dan lignin (terdapat pada batang, kulit dan daun sayur-sayuran). Menurut berbagai penelitian, baik serat yang larut dan tidak larut tersebut bermanfaat bagi kesehatan dalam menunjang pencegahan berbagai jenis penyakit seperti jantung koroner, stroke, kencing manis, dan kanker usus (Kompas, 2002).