II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Keanekaragaman Tumbuhan Tumbuhan paku dalam dunia tumbuh-tumbuhan termasuk golongan besar atau
Divisi Pteridophyta (pteris = bulu burung; phyta = tumbuhan), yang diterjemahkan secara bebas berarti tumbuhan yang berdaun seperti bulu burung. Tumbuhan paku merupakan tumbuhan peralihan antara tumbuhan bertalus dengan tumbuhan berkormus, sebab paku mempunyai campuran sifat dan bentuk antara lumut dengan tumbuhan tingkat tinggi (Raven et al., 1992). Indonesia dikenal sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati yang utama di dunia. Walaupun luasnya hanya meliputi 1,3% permukaan bumi namun kawasan ini mengandung berbagai jenis makhluk hidup. Ditinjau dari keanekaragaman tumbuhan ditemukan 225-300 jenis bakteri dan alga biru, 4.280-12.000 jenis jamur (Fungi), 1.000-18.000 jenis ganggang (Alga), 1500 jenis lumut (Bryophyta), 1.2501.500 jenis paku-pakuan (Pteridophyta), 100 jenis Gymnospermae dan 2500-30.000 jenis tumbuhan berbunga (Angiospermae) dengan 100-150 suku tumbuhan (Hasairin et al, 1997).
2.2.
Ciri-ciri Khas Tumbuhan Paku Tumbuhan paku merupakan suatu divisi tumbuhan kormus, artinya
tumbuhnya dengan nyata dapat dibedakan atas akar, batang dan daun. Namun demikian, tumbuhan paku belum menghasilkan biji. Alat perkembangbiakan
Universitas Sumatera Utara
tumbuhan paku yang utama adalah spora. Oleh sebab itu ahli taksonomi membagi dunia tumbuhan dalam dua kelompok yaitu Cryptogamae dan Phanerogamae (Tjitrosoepomo, 1991). Menurut Rismunandar dan Ekowati (1991), Pteridophyta disebut dengan nama Tracheopyta yang berarti tumbuhan yang berjaringan pembuluh. Jaringan pembuluh ini terdiri atas 2 yaitu: a. Pembuluh kayu (xylem) Berfungsi mengangkut air dan garam-garam tanah dari akar kebagian atas hingga daun. b. Pembuluh tapis (floem) Berfungsi mengangkat hasil asimilasi dari daun keseluruh bagian organ termasuk akar. Tumbuhan Tracheophyta mengadakan perkawinan dengan menghasilkan spora dan dapat tumbuh menjadi tumbuhan paku. Ciri-ciri khas dari paku-pakuan adalah: a. Membentuk sporangia yang sangat besar jumlahnya. b. Sporangia dibentuk di bagian bawah sporofil. c. Sperma masuk kedalam telur arkegonium dengan persaingan langsung.
2.3.
Asal Daerah Persebaran Tumbuhan Paku Menurut Tjitrosomo et al., (1983), Pteridophyta hidup tersebar luas dari tropika yang lembab sampai melampaui lingkaran Arktika. Jumlah yang
Universitas Sumatera Utara
teramat besar dijumpai di hutan-hutan hujan tropika dan juga tumbuh dengan subur di daerah beriklim sedang, di hutan-hutan, padang rumput yang lembab, sepanjang sisi jalan dan sungai. Jones dan Luchsinger (1986) melaporkan di muka bumi ini terdapat 13.000 jenis Pteridophyta. Di kawasan Malesiana yang terdiri dari hampir sebagian besar kepulauan Indonesia, Philipina, Guinea, dan Australia Utara diperkirakan terdapat 4000 jenis paku yang mayoritasnya Filicinae (Whitten dan Whitten, 1995). Menurut Loveless (1999), paku diwakili oleh kurang dari 10.000 jenis yang hidup, tetapi karena ukurannya yang besar dan penampilannya yang khas, tumbuhan paku merupakan komponen vegetasi yang menonjol. Melihat cara tumbuhnya, tumbuhan paku hidup di alam, ada yang menempel di batang pohon atau tumbuh di tanah. Masing-masing jenis atau kelompok tumbuhan paku memiliki lingkungannya sendiri, pada lingkungan sejuk, terlindung, terkena panas sinar matahari langsung (Sastrapradja et al., 1985).
2.4.
Ekologi Tumbuhan Paku Tumbuhan paku memiliki daya adaptasi yang cukup tinggi, sehingga tidak
jarang dijumpai paku dapat hidup di mana-mana, diantaranya di daerah lembab, di bawah pohon, di pinggiran sungai, di lereng-lereng terjal, di pegunungan bahkan banyak yang sifatnya menempel di batang pohon, batu atau tumbuh di atas tanah. Jenis-jenis paku epifit yang berbeda, juga akan berbeda kebutuhannya terhadap
Universitas Sumatera Utara
cahaya. Ada yang menyenangi tempat terlindung dan ada sebagian pada tempat tertutup (Wiesner (1907), Went (1940) dalam Hasar dan Kaban, (1997)). Kondisi lingkungan di hutan tertutup ditandai dengan sedikitnya jumlah sinar yang menembus kanopi hingga mencapai permukaan tanah dan kelembaban udaranya sangat tinggi. Dengan demikian paku hutan memiliki kondisi hidup yang seragam dan lebih terlindung dari panas. Kondisi ini dapat terlihat dari jumlah paku yang dapat beradaptasi dengan cahaya matahari penuh tidak pernah dijumpai di hutan yang benar-benar tertutup. Beberapa paku hutan tidak dapat tumbuh di tempat yang dikenai cahaya matahari (Holtum, 1986). Paku yang menyenangi sinar matahari “sun-fern” selain ada yang membentuk belukar dan ada juga yang memanjat. Sebagian kecil “sun-fern” tumbuh di tempat yang benar-benar terbuka. Namun demikan memerlukan juga lindungan dari sinar matahari. Sehingga sering ditemukan tumbuh di antara tumbuhan lain, tidak terisolasi. Paku yang berbentuk belukar membuat sendiri naungannya dengan cara membuat rimbunan yang terdiri dari daun-daunan (Richard, 1952).
2.5.
Botani Sistematika Tumbuhan Paku Tumbuhan paku dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis dan ukuran spora
yang dihasilkan, sifat anulus, letak sporangium, dan sorusnya pada daun. Divisi Pteridophyta dibagi menjadi 4 kelas, yaitu Psilophytinae, Equisetinae, Lycopodinae dan Filicinae.
Universitas Sumatera Utara
a. Kelas Psilophytinae (Paku purba) Anggota paku kelas ini telah lama punah. Oleh karena itu orang sering menyebutnya dengan nama paku purba. Contoh: Psilotum nudum b. Kelas Equisetinae (Paku ekor kuda) Seperti halnya kelas Psilophytinae sebagian besar anggota paku ekor kuda juga sudah banyak yang punah. Umumnya paku ekor kuda memiliki batang berupa rhyzoma. Cabang-cabang batangnya beruas-ruas. Pada ujung cahang batang sering ditemukan badan bulat disebut elatern. Badan ini merupakan penghasil spora. Contoh: Equisetum debile dan Equisetutn arvense c. Kelas Lycopodinae (Paku rambut atau Paku kawat) Kelas ini dibagi menjadi dua ordo yaitu: 1) Ordo Selaginellales Family : Selaginellaceae Spesies : Selagenella weldonowi 2) Ordo Lycopodiales Family : Lycopodiaceae Spesies : Lycopodium clavatum
Universitas Sumatera Utara
d. Kelas Filicinae (Paku sejati) Paku kelompok ini paling banyak anggota spesiesnya. Habitatnya di darat, air dan ada pula yang hidup menumpang pada tumbuhan lain sebagai epifit. Kelas ini mencakup beberapa sub kelas, yaitu: 1) Sub kelas Eusporangiatae Ordo : Marattiales Family : Marattiaceae Spesies : Christensenia aescul 2) Sub kelas Hydropterides Semua anggota sub kelas ini hidup di air. Jadi, termasuk tumbuhan hidrofit. Dibagi atas dua family, yaitu: Family : Salviniaceae Spesies : Salvinia natans Family : Marciliaceae Spesies : Marcillea crenata Sub kelas Leptosporangiatae Family : Schyzaeceae Spesies : Lygodiun circinatum Family: Hymenophillaceae Spesies : Hymenophillum austrate Family : Cyatheaccae Spesies : Cyathea conlarninans
Universitas Sumatera Utara
Family : Gleicheinaceae Spesies : Gleichenia linearis (Paku resam) Family : Davalliaceae Spesies : Dava irichoinonuies Family : Aspleniaceae Spesies : Asplenium nidus (Paku sarang burung) Family : Pteridaceae Spesies : Adiantum peruvianum (Suplir gunung) Family : Polypodiaceae Spesies : Draymoglosum phaseolides (Sisik naga) Family : Acrostichaceae Spesies : Platycerurn bifurcatum (Tanduk rusa) (Tjitrosoepomo, 1991).
2.6.
Distribusi Tumbuhan Paku Hutan pegunungan terdapat zona-zona vegetasi, dengan jenis dan struktur dan
penampilan yang berbeda. Zona-zona vegetasi tersebut dapat dikenali di semua gunung di daerah tropis meskipun tidak ditentukan oleh ketinggian saja. Di dataran rendah, semua zona vegetasi lebih sempit, sedangkan di gunung yang tinggi atau di bagian yang tengah suatu jajaran pegunungan, zona itu lebih luas (Mackinnon, 2000). Namun dengan naiknya ketinggian tempat, pohon-pohon semakin pendek, kelimpahan epifit serta tumbuhan pemanjat berubah (Anwar et al., 1984).
Universitas Sumatera Utara
Umumnya di daerah pegunungan, jumlah jenis paku lebih banyak daripada di dataran rendah. Ini disebabkan oleh kelembaban yang lebih tinggi banyaknya aliran air dan adanya kabut. Banyaknya curah hujanpun mempengaruhi jumlah paku yang dapat tumbuh (Sastrapradja et al., 1980). Pada daerah tropis dan subtropis, tumbuhan paku-pakuan berada di tempattempat yang lembab, di bawah pepohonan, di pinggir jalan maupun sungai, di pegunungan, di lereng-lereng yang terjal hingga dekat kawah gunung berapi bahkan sampai di sungai-sungai. Melihat cara tumbuhnya, paku di alam cukup beragam, ada yang menempel di batang pohon, batu atau tumbuh di tanah. Pada lingkungan yang sejuk terlindung atau panas kena sinar matahari langsung. Masingmasing jenis atau kelompok memiliki lingkungannya sendiri (Sastrapradja & Afriastini, 1985). Menurut Faizah (2002), suhu udara, suhu tanah dan intensitas cahaya berpengaruh sangat nyata terhadap keanekaragaman Chaytea spp di hutan Tongkoh kawasan Tahura Bukit Barisan Sumatera Utara. Di lokasi terbuka beberapa epifit berhasil tumbuh di tanah. Namun di hutan mereka sangat tergantung pada inangnya, untuk tempat hidup bukan sebagai sumber makanan. Epifit tidak membutuhkan makanan organik dari tumbuhan lain. Epifit memainkan peranan yang penting dalam ekosistem hutan hujan sebagai habitat bagi beberapa hewan (Richard, 1952). Menurut LIPI (1980), menyatakan bahwa paku epifit ikut membantu dalam mempertahankan kelembaban lapisan vegetasi dasar karena mampu beradaptasi terhadap kekeringan.
Universitas Sumatera Utara
Vegetasi pada pegunungan sangat dipengaruhi oleh perubahan iklim pada ketinggian yang berbeda-beda. Suhu menurun secara teratur sejalan dengan ketinggian yang meningkat (Ewusie, 1990). Selanjutnya Anwar et al., (1984), menyatakan bahwa laju penurunan suhu umumnya sekitar 0,6°C setiap penambahan ketinggian sebesar 100 m. Tetapi hal ini berbeda-beda tergantung kepada tempat, musim, waktu, kandungan uap air dalam udara dan lain sebagainya.
2.7.
Manfaat Tumbuhan Paku Tumbuhan paku banyak ragamnya. Banyak diantaranya yang mempunyai
bentuk yang menarik sehingga bagus untuk dijadikan sebagai tanaman hias. Selain sebagai tanaman hias, paku dapat pula dimanfaatkan sebagai sayuran berupa pucukpucuk paku. Dari segi obat-obatan tradisional, paku pun tidak luput dari kehidupan manusia. Ada jenis-jenis yang daunnya dipakai untuk ramuan obat, ada pula yang rhizomanya. Batang paku yang tumbuh baik dan yang sudah keras, diperuntukkan untuk berbagai keperluan. Tidak jarang sebagai tiang rumah, paku dipakai untuk pengganti kayu, batang paku diukir untuk dijadikan patung-patung yang dapat ditempatkan di taman. Kadang-kadang dipotong-potong untuk tempat bunga, misalnya tanaman anggrek (Sastrapradja dan Afriastini, 1979). Sejak dulu tumbuhan paku telah dimanfaatkan oleh manusia terutama sebagai bahan makanan (sayuran). Dewasa ini pemanfaatannya berkembang sebagai material baku untuk pembuatan kerajinan tangan, pupuk organik dan tumbuhan obat (Amoroso, 1990).
Universitas Sumatera Utara
Nilai ekonomi tumbuhan paku terutama terletak pada keindahannya dan sebagai tanaman hortikultura beberapa jenis Lycopodinae yang suka panas digunakan sebagai tanaman hias dalam pot, dan paku kawat yang merayap yang digunakan dalam pembuatan karangan bunga, sedang sporanya kecil-kecil yang mudah terbakar karena kandungannya akan minyak, sehingga dapat digunakan untuk menghasilkan kilat panggung (Polunin, 1990).
2.8.
Hutan Hutan merupakan masyarakat tumbuhan yang hidup pada suatu tempat
di mana terdapat hubungan timbal balik dengan lingkungannya. Salah satu sumberdaya alam yang perlu dikelola sebaik mungkin adalah hutan, sehingga dapat dimanfaatkan secara lestari baik oleh generasi masa kini maupun masa mendatang. Hal ini mempunyai peranan yang besar dalam kehidupan manusia, diantaranya sumber makanan, sumber air untuk mengatur tata air serta mencegah erosi dan banjir. Di samping dapat memberi konstribusi pada bidang pariwisata, hutan juga memberi arti yang sangat besar di bidang pendidikan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan (Departemen kehutanan, 1989). Hutan ditempati oleh berbagai jenis tumbuhan diantaranya adalah pakupakuan yang telah tersebar di seluruh dunia, tetapi terbanyak di daerah tropik lembab juga dipelihara secara ekstensif di kebun-kebun dan kamar kaca karena daunnya yang sangat menarik. Kebanyakan tumbuhan paku memiliki perawakan yang khas, hingga tidak mudah keliru dengan tumbuhan yang lain (Loveless, 1989).
Universitas Sumatera Utara