II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori Menurut Suratiyah (2006), modal dapat dibagi dalam dua golongan yaitu modal tetap dan modal tidak tetap atau modal lancar. Modal tetap adalah modal yang dapat dipergunkan dalam berkali-kali proses produksi. Modal tetap ada yang bergerak dan tidak bisa dipindahkan, ada yang hidup maupun mati (misalnya cangkul, sabit, ternak) sedangkan yang tidak dapat dipindahkan juga ada yang hidup maupun mati (misalnya bangunan). Modal tidak tetap adalah modal yang hanya dapat digunakan dalam satu kali proses poduksi saja (misalnya pupuk dan bibit unggul untuk tanaman semusim). Tenaga kerja merupakan faktor yang penting, tenaga kerja usaha tani dapat diperoleh dari dalam keluarga dan dari luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga diperoleh dengan upahan atau arisan tenaga kerja. Tenaga kerja manusia terdiri atas tenaga kerja pria wanita, dan anak-anak. Perhitungan tenaga kerja dari ketiga jenis tersebut berbeda-beda. Perhitungan tenaga kerja dalam kegiatan proses produksi adalah dengan menggunakan satuan HKP (Hernanto, 1991). Pengelolaan memiliki peranan penting dalam produksi. Pengelolaan adalah faktor yang menggerakkan unsur-unsur produksi lainnya dalam tujuan menghasilkan produk yang diinginkan. Dalam usahatani, peran pengelolaan biasanya dibawakan oleh orang yang disebut petani (Tjakrawiralaksana,1985) Penerimaan adalah perkalian antara jumlah produksi yang diperoleh dengan harga produksi. Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan seluruh biaya yang dikeluarkan dalam sekali periode (Suratiah, 2006).
Universita Sumatera Utara
Menurut Prawirokusumo (1990), ada
beberapa pembagian tentang
pendapatan, yaitu: 1. Pendapatan bersih (Net income) adalah penerimaan usaha dikurangi biaya produksi. 2. Pendapatan tenaga kerja (Labour income) adalah jumlah seluruh penerimaan dikurangi biaya produksi kecuali biaya tenaga kerja 3. Pendapatan tenaga kerja keluarga (Family's labour income) adalah pendapatan bersih ditambah tenaga kerja dalam keluarga 4. Pendapatan keluarga petani (Family's income) adalah pendapatan tenaga kerja keluarga petani ditambah bunga modal sendiri. Menurut soekartawi (1995), biaya produksi dalam usahatani dapat dibedakan atas : 1. Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. misalnya pajak tanah. 2. Biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh , misalnya biaya untuk sarana produksi. Menurut Prawirokusumo (1990) Biaya adalah semua pengeluaran yang dinyatakan dengan uang yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam suatu periode produksi. Nilai biaya dinyatakan dengan uang, yang termasuk didalamnya adalah 1. Sarana produksi yang habis terpakai, seperti bibit, pupuk, pestisida, bahan bakar, bunga modal dan penanaman lainnya.
Universita Sumatera Utara
2. Lahan seperti sewa lahan baik berupa uang ataupun natura, pajak, iuran, pengairan, taksiran biaya penggunaan jika yang digunakan ialah tanah milik sendiri. 3. Biaya dari alat-alat produksi tahan lama, yaitu seperti bangunan, alat dan perkakas yang berupa penyusutan 4. Tenaga kerja dari petani itu sendiri dan anggota keluarganya, tenaga kerja tetap atau tenaga bergaji tetap 5. Penyusutan 6. Biaya-biaya lain Sebelum melakukan pengembangan usaha hendaknya dilakukan suatu kajian yang cukup mendalam untuk mengetahui apakah usaha yang dilakukan itu layak atau tidak layak. Aspek yang perlu dikaji adalah aspek finansial (ekonomi) dan pasar (bagaimana permintaan dari produksi dan harga atas produksi yang dihasilkan). Jika aspek ini jelas maka prospek ke depan untuk usaha tersebut jelas, begitu juga sebaliknya apabila aspek ini tidak jelas maka prospek ke depan juga tidak jelas (Suratiyah, 2006).
2.2. Teknis Usaha Ayam Potong Pemilihan Bibit Bibit yang baik mempunyai ciri : sehat dan aktif bergerak, tubuh gemuk (bentuk tubuh bulat), bulu bersih dan kelihatan mengkilat, hidung bersih, mata tajam dan bersih serta lubang kotoran (anus) bersih.
Universita Sumatera Utara
Kondisi Teknis yang Ideal 1.
Lokasi kandang. Kandang ideal terletak di daerah yang jauh dari pemukiman penduduk, mudah dicapai sarana transportasi, terdapat sumber air, arahnya membujur dari timur ke barat.
2.
Pergantian udara dalam kandang. Ayam bernapas membutuhkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida. Supaya kebutuhan oksigen selalu terpenuhi, ventilasi kandang harus baik.
3.
Kemudahan mendapatkan sarana produksi. Lokasi kandang sebaiknya dekat dengan poultry shop atau toko sarana peternakan.
4.
Suhu udara dalam kandang. Suhu ideal kandang sesuai umur adalah :
Tabel 5. Suhu Ideal Kandang Umur (hari) 01 – 07 08 – 14 15 – 21 21 – 28 29 – 35
Suhu ( 0C ) 34 – 32 29 – 27 26 – 25 24 – 23 23 – 21
Tata Laksana Pemeliharaan Perkembangan Tipe kandang ayam Broiler ada dua, yaitu bentuk panggung dan tanpa panggung (litter). Tipe panggung lantai kandang lebih bersih karena kotoran langsung jatuh ke tanah, tidak memerlukan alas kandang sehingga pengelolaan lebih efisien, tetapi biaya pembuatan kandang lebih besar. Tipe litter lebih banyak dipakai peternak, karena lebih mudah dibuat dan lebih murah. Pada awal pemeliharaan, kandang ditutupi plastik untuk menjaga kehangatan, sehingga energi yang diperoleh dari pakan seluruhnya untuk
Universita Sumatera Utara
pertumbuhan, bukan untuk produksi panas tubuh. Kepadatan kandang yang ideal untuk daerah tropis seperti Indonesia adalah 8-10 ekor/m2, lebih dari angka tersebut, suhu kandang cepat meningkat terutama siang hari pada umur dewasa yang menyebabkan konsumsi pakan menurun, ayam cenderung banyak minum, stress, pertumbuhan terhambat dan mudah terserang penyakit.
Pakan Pakan merupakan 70% biaya pemeliharaan. Pakan yang diberikan harus memberikan zat pakan (nutrisi) yang dibutuhkan ayam, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral, sehingga pertambahan berat badan perhari (Average Daily Gain/ADG) tinggi. Pemberian pakan dengan sistem ad libitum (selalu tersedia/tidak dibatasi). Apabila menggunakan pakan dari pabrik, maka jenis pakan disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan ayam, yang dibedakan menjadi 2 (dua) tahap. Tahap pertama disebut tahap pembesaran (umur 1 sampai 20 hari), yang harus mengandung kadar protein minimal 23%. Tahap kedua disebut penggemukan (umur diatas 20 hari), yang memakai pakan berkadar protein 20 %. Jenis pakan biasanya tertulis pada kemasannya. Penambahan POC NASA lewat air minum dengan dosis 1 - 2 cc/liter air minum memberikan berbagai nutrisi pakan dalam jumlah cukup untuk membantu pertumbuhan dan penggemukan ayam broiler. Dapat juga digunakan VITERNA Plus sebagai suplemen khusus ternak dengan dosis 1 cc/liter air minum/hari, yang mempunyai kandungan nutrisi lebih banyak dan lengkap.
Universita Sumatera Utara
Efisiensi pakan dinyatakan dalam perhitungan FCR (Feed Convertion Ratio). Cara menghitungnya adalah, jumlah pakan selama pemeliharaan dibagi total bobot ayam yang dipanen.
Vaksinasi Vaksinasi adalah pemasukan bibit penyakit yang dilemahkan ke tubuh ayam untuk menimbulkan kekebalan alami. Vaksinasi penting yaitu vaksinasi ND/tetelo. Dilaksanakan pada umur 4 hari dengan metode tetes mata, dengan vaksin ND strain B1 dan pada umur 21 hari dengan vaksin ND Lasotta melalui suntikan atau air minum.
Teknis Pemeliharaan Minggu Pertama (hari ke-1-7). Kutuk/DOC dipindahkan ke indukan atau pemanas, segera diberi air minum hangat yang ditambah POC NASA dengan dosis + 1 - 2 cc/liter air minum atau VITERNA Plus dengan dosis + 1 cc/liter air minum/hari dan gula untuk mengganti energi yang hilang selama transportasi. Pakan dapat diberikan dengan kebutuhan per ekor 13 gr atau 1,3 kg untuk 100 ekor ayam. Jumlah tersebut adalah kebutuhan minimal, pada prakteknya pemberian tidak dibatasi. Pakan yang diberikan pada awal pemeliharaan berbentuk butiran-butiran kecil (crumbles). Mulai hari ke-2 hingga ayam dipanen air minum sudah berupa air dingin dengan penambahan POC NASA dengan dosis 1 - 2 cc/liter air minum atau VITERNA Plus dengan dosis 1 cc/liter air minum/hari (diberikan saat pemberian air minum yang pertama). Vaksinasi yang pertama dilaksanakan pada hari ke-4.
Universita Sumatera Utara
Minggu Kedua (hari ke 8 -14). Pemeliharaan minggu kedua masih memerlukan pengawasan seperti minggu pertama, meskipun lebih ringan. Pemanas sudah bisa dikurangi suhunya. Kebutuhan pakan untuk minggu kedua adalah 33 gr per ekor atau 3,3 kg untuk 100 ekor ayam. Minggu Ketiga (hari ke 15-21). Pemanas sudah dapat dimatikan terutama pada siang hari yang terik. Kebutuhan pakan adalah 48 gr per ekor atau 4,8 kg untuk 100 ekor. Pada akhir minggu (umur 21 hari) dilakukan vaksinasi yang kedua menggunakan vaksin ND strain Lasotta melalui suntikan atau air minum. Jika menggunakan air minum, sebaiknya ayam tidak diberi air minum untuk beberapa saat lebih dahulu, agar ayam benar-benar merasa haus sehingga akan meminum air mengandung vaksin sebanyak-banyaknya. Perlakuan vaksin tersebut juga tetap ditambah POC NASA atau VITERNA Plus dengan dosis tetap. Minggu Keempat (hari ke 22-28). Pemanas sudah tidak diperlukan lagi pada siang hari karena bulu ayam sudah lebat. Pada umur 28 hari, dilakukan sampling berat badan untuk mengontrol tingkat pertumbuhan ayam. Pertumbuhan yang normal mempunyai berat badan minimal 1,25 kg. Kebutuhan pakan adalah 65 gr per ekor atau 6,5 kg untuk 100 ekor ayam. Kontrol terhadap ayam juga harus ditingkatkan karena pada umur ini ayam mulai rentan terhadap penyakit. Minggu Kelima (hari ke 29-35). Pada minggu ini, yang perlu diperhatikan adalah tatalaksana lantai kandang. Karena jumlah kotoran yang dikeluarkan sudah tinggi, perlu dilakukan pengadukan dan penambahan alas lantai untuk menjaga lantai tetap kering. Kebutuhan pakan adalah 88 gr per ekor atau 8,8 kg untuk 100 ekor ayam. Pada umur 35 hari juga dilakukan sampling penimbangan ayam.
Universita Sumatera Utara
Bobot badan dengan pertumbuhan baik mencapai 1,8 - 2 kg. Dengan bobot tersebut, ayam sudah dapat dipanen. Minggu Keenam (hari ke-36-42). Jika ingin diperpanjang untuk mendapatkan bobot yang lebih tinggi, maka kontrol terhadap ayam dan lantai kandang tetap harus dilakukan. Pada umur ini dengan pertumbuhan yang baik, ayam sudah mencapai bobot 2,25 kg.
2.3. Penelitian Terdahulu 1. Struktur Biaya dan Pendapatan Usaha Ternak Ayam Broiler di Kabupaten Sleman. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengetahui struktur biaya usaha ternak ayam broiler, (2) Menghitung dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha ternak ayam broiler. Penelitian ini dilakukan di kabupaten Sleman, dengan sampel kecamatan Pakem, kecamatan Tempel dan kecamatan Kalasan. Sebagai satuan analisis adalah data primer hasil wawancara langsung dengan peternak, yakni peternak plasma (plasma-inti pabrikan dan plasma-inti mandiri) dan peternak mandiri. Alat analisis menggunakan metode diskriptif, dan regresi linier berganda dengan doubel log natural (Ln). Hasil menunjukkan bahwa : (1) (a) Biaya sapronak peternak plasma didominasi oleh biaya pakan dan biaya bibit. Biaya sapronak peternak mandiri didominasi oleh biaya pakan dan biaya bibit. (b) Biaya operasional peternak mandiri didominasi oleh biaya sekam, biaya tenaga kerja, dan biaya penyusutan. Biaya operasional peternak plasma didominasi oleh biaya gas, biaya sekam, dan biaya tenaga kerja. (2) (a) Rata-rata pendapatan peternak plasma lebih besar dari pada peternak mandiri, (b) Rata-rata pendapatan
Universita Sumatera Utara
peternak plasma-inti pabrikan lebih besar dari pada peternak plasma-inti mandiri, (c) Pendapatan usaha ternak ayam broiler dipengaruhi secara negatif oleh : harga bibit, harga pakan dan umur peternak, tetapi dipengaruhi secara positif oleh luas kandang, kemitraan, dan inti pabrikan. 2. Pola kemitraan inti plasma pada usaha peternakan ayam potong/broiler di kabupaten Grobogan, merupakan salah satu usaha pengembangan ekonomi kerakyaan yang bertumpu pada sektor agribisnis. Dengan pola kemitraan ini peternak diuntungkan dari segi permodalan, sedangkan perusahaan inti diuntungkan karena bisa memasarkan hasil produksi berupa sarana produksi peternakan. Permasalahan yang sering terjadi adalah adanya perusahaan inti yang kurang bertanggung jawab pada peternak plasmanya, hal ini disebabkan ketidakseimbangngan posisi tawar antara inti dan plasma pada perjanjian yang disepakati. Pihak inti dengan latar belakang yang lebih kuat, baik dari modal, SDM maupun manajemen menentukan seluruh isi perjanjian, sedangkan peternak plasma hanya menerima saja. Penulisan tesis ini bertujuan mengetahui secara jelas bagaimana kedudukan dan hubungan hukum antara peternak plasma dan perusahaan inti, juga untuk mengetahui sejauh mana perjanjian kemitraan yang terjadi dapat memberikan perlindungan hukum bagi peternak. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan responden maka diketahui, bahwa peternak plasma yang ada di Kabupaten Grobogan juga mempunyai posisi yang lemah saat menerima perjanjian kemitraan yang ditawarkan olah perusahaan
inti.
Kondisi
ini menyebabkan
peternak
plasma sering
menanggung seluruh resiko dari perjanjian pola kemitraan, di satu sisi
Universita Sumatera Utara
perusahaan inti bisa dengan mudah membatalkan perjanjian secara sepihak apabila dirasakan pola kemitraan tersebut tidak lagi menguntungkan. Sedangkan peran pemerintah daerah sendiri masih sangat kurang untuk melindungi kepentingan peternak plasma, sebagai akibatnya peternak tidak bisa menuntut apabila perusahaan inti ingkar janji. Di Kabupaten Grobogan samapai saat ini ada 5 PT yang melaksanakan kemitraan dengan pola inti plasma, yaitu: PT. Gema Usaha Ternak, PT. Mitra Makmur Sejahtera, PT. Surya Mitra Utama, PT. BMS (Bamboo Mitra Sejati) dan PT. Sierad Produce. Dari ke-lima PT tersebut hanya PT Gema Usaha Ternak dan PT. Mitra Makmur Sejahtera yang sering memberikan pembinaan pada petani plasmanya. Selain itu ke-dua PT tersebut juga tidak mengharuskan peternak plasmanya mengganti biaya produksi apabila terjadi kegagalan panen. Secara umum pada kondisi normal, perjanjian kemitraan dengan pola inti plasma ini saling menguntungkan kedua belah pihak. Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas peternak plasma yang ada di Kabupaten Grobogan, perlu kiranya pemerintah daerah membuat perangkat peratuan daerah yang mengatur perusahaan inti yang ingin berinvestasi, dengan demikian peternak plasma akan mempunyai posisi yang lebih kuat saat membuat perjanjian dengan perusahaan inti. 3. ARIF ARIA HERTANTO. Program Pascasarjana Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran Jawa Timur”, 9 Nopember 2009. Kemitraan Usaha Ayam Ras Pedaging: Kajian Posisi Tawar dan Pendapatan ; Pembimbing Utama : Sumartono dan Pembimbing Pendamping Sri Tjondro Winarno.
Universita Sumatera Utara
Kemitraan adalah pola kerjasama antara perusahaan peternakan selaku mitra usaha inti (PT. Surya Gemilang Pratama) dengan peternak rakyat selaku mitra usaha plasma, yang dituangkan dalam bentuk ikatan kerjasama. Melalui kemitraan diharapkan terjadi kesetaraan hubungan antara peternak dengan mitra usaha inti sehingga memperkuat posisi tawar peternak, berkurangnya resiko usaha dan terjaminnya pasar yang pada akhirnya meningkatkan pendapatan peternak. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendiskripsikan usaha ayam ras pedaging pola kemitraan dan non kemitraan; (2) Menganalisis posisis tawar peternak ayam ras pedaging pola kemitraan dan non kemitraaan; (3) menganalisis pendapatan peternak ayam ras pedaging pola kemitraan dan non kemitraaan. Penelitian dilaksanakan di wilayah sentra produksi ayam ras pedaging Kabupaten Gresik meliputi kecamatan Panceng, Dukun dan Ujung Pangkah, dengan mengambil sampel 30 peternak pola kemitraan dan 30 peternak pola non kemitraan secara acak. Data yang diperoleh dianalisis secara diskriptif, skoring, pendapatan dan titik impas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha ayam ras pedaging pola kemitraan dilaksanakan dengan cara kerjasama antara PT. Surya Gemilang Pratama selaku mitra usaha inti dengan peternak selaku mitra usaha plasma. Mitra usaha inti memberikan kredit agro input berupa bibit, pakan dan obatobatan dan dibayar peternak setelah panen. Peternak pola kemitraan sebagai pembudidaya. Sedangkan usaha ayam ras pedaging non kemitraan dilaksanakan secara mandiri oleh peternak tanpa kerjasama dengan pihak manapun. Skala usaha peternak kemitraan berkisar 2.500 s.d 10.000 ekor per periode produksi dengan kerataan 5.650 ekor. Sedangkan skala usaha peternak non kemitraan berkisar
Universita Sumatera Utara
500 s.d 8.000 ekor per periode produksi dengan kerataan 1.750 ekor. Tingkat mortalitas usaha ayam ras pedaging pola kemitraan mencapai 4,8 %, sedangkan non kemitraan 4,1%. Kerataan bobot hidup ayam panen ayam ras pedaging pola kemitraan 1,9 kg, sedangkan non kemitraan 2,8 kg. Tingkat konversi pakan pada usaha ayam ras pedaging pola kemitraan mencapai 1,44 sedangkan non kemitraan 1,48. Hasil analisis skor menunjukkan kerataan posisi tawar peternak pola kemitraan 10,3 termasuk kategori lemah, sedangkan perusahaan inti 29,6 termasuk kuat. Hal ini berarti dampak kemitraan ayam ras pedaging melemahka posisi tawar peternak. Hasil analisis pendapatan bahwa pada skala usaha yang sama yaitu 1.000 ekor, pendapatan peternak
kemitraan
Rp.3.284.939,00
sedangkan
non
kemitraan
Rp10.837.210,00. Hal ini berarti dampak kemitraan usaha ayam ras pedaging menurunkan pendapatan peternak.
2.4. Kerangka Pemikiran Usaha ayam pedaging merupakan salah satu jenis usaha yang sangat potensial dikembangkan. Hal ini tidak terlepas dari berbagai keunggulan yang dimilikinya antara lain masa produksi yang relatif pendek kurang lebih 32-35 hari, produktivitasnya yang tinggi, harga yang relatif murah, dan permintaan yang semakin meningkat. Beberapa faktor pendukung usaha budidaya ayam ras pedaging sebenarnya masih dapat terus dikembangkan, antara lain karena permintaan domestik terhadap ayam pedaging masih sangat besar. Kecenderungan ini dapat dihubungkan dengan pertumbuhan permintaan terhadap daging ayam rasyang rata-rata besarnya mencapai 8% per tahun.
Universita Sumatera Utara
Kabupaten Langkat merupakan salah satu kabupaten sentra pengembangan ayam ras pedaging. Hal ini didukung dengan luas areal dan topografi lahan yang dapat dimanfaatkan untuk usaha peternakan. Kondisi ini juga ditunjang oleh banyaknya perusahaan kemitraan pola Inti-Plasma dan beberapa poultry shop yang mendukung berkembangnya populasi ayam ras pedaging. Usaha budidaya ayam ras pedaging (broiler) ini saat ini dikembangkan melalui pola kemitraan antara perusahaan dan peternak kemitraan dengan sistem Inti-Mitra dan juga pola kemitraan mandiri yang dikembangkan peternak mandiri melalui pendanaan mandiri atau pinjaman melalui kredit perbankan. Namun demikian usaha ini dipengaruhi oleh kendala dan permasalahan dalam aspek produksi. Untuk mengoptimalkan upaya pertumbuhandan pengembangan UMKM ini maka perlu kita ketahui profil dan permasalahan yang ada di peternak dan lingkungan terkait lainnya baik pelaku usaha, pedagang ayam (booker), perusahaan kemitraan dan peternak yang terlibat dalam pendapatan usaha ini. Dalam menjalankan usaha ayam pedaging termasuk pemasarannya, secara umum terdapat 2 jenis pola pengelolaan. Pola tersebut adalah secara mandiri atau dalam bentuk plasma-inti. Denga pola mandiri, peternak melakukan semua aktivitas
usahanya
secara
sendiri-sendiri
tanpa
melibatkan
pihak
lain
sedangkandalam pola plasma-inti, peternak bekerja sama dengan perusahaan. Dalam hal ini pihak peternak bertindak sebagai plasma, sementara perusahaan sebagai inti. Dengan pola mandiri, para peternak menjalankan aktivitas usahanya menggunakan modal sendiri. Sedangakan pada pola kemitraan, semua modal ditanggung oleh perusahaan inti. Sehingga penelitian ini ingin melihat
Universita Sumatera Utara
perbandingan pendapatan antara petani kemitraan dan mandiri di Kabupaten Langkat. Dalam perhitungan analisis usaha peternak ayam pedaging kemitraan dan mandiri, biaya produksi dibedakan menjadi dua yaitu biaya variabel dan biaya tetap. Biaya variabel antara lain biaya pakan, biaya bibit, biaya obat-obatan, biaya alas ayam, biaya listrik dan biaya tenaga kerja. Sedangkan biaya tetap yaitu biaya bangunan atau biaya kandang. Penerimaan usaha ayam pedaging diperoleh dari total produksi dikali dengan harga jual ayam pedaging. Pendapatan diperoleh dari selisih antara penerimaan yang dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan. Dan untuk menganalisis kelayakan usaha ayam pedaging kemitraan dan mandiri di Kabupaten Langkat dianalisis secara ekonomi dengan metode analisis R/C.
Universita Sumatera Utara
Adapun skema kerangka pemikiran dari penelitian ini adalah sebagai berikut : Peternak
Pengelolaan Usaha Ayam Pedaging Kemitraan dan Mandiri Biaya yang dikeluarkan Peternak Mandiri
Produksi Harga Penerimaan Biaya yang dikeluarkan Peternak Kemitraan
Pendapatan
R/C
Keterangan : = Menyatakan Hubungan Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Universita Sumatera Utara
2.5. Hipotesis 1.
Ada perbedaan pendapatan, harga jual, produksi, total biaya dan penerimaan antara peternak kemitraan dan mandiri di Kecamatan Selesai dan Kuala Kabupaten Langkat.
2.
Ada hubungan jumlah ternak yang dipelihara dengan penerimaan per ekor.
Universita Sumatera Utara