II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manggis (Garciana mangostana L.) Manggis (Garciana mangostana L.) merupakan salah satu buah eksotik yang mempunyai nilai ekonomis tinggi terutama untuk pasar ekspor serta sangat potensial dikembangkan skala kebun karena masih merupakan hutan manggis. Perkembangan volume ekspor manggis dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2007 tercatat sebesar 9.093 ton dengan nilai 4.951.442 US$ dan meningkat menjadi 9.466 ton dengan 5.832.534 US$ pada tahun 2008. Saat ini meskipun manggis sudah dapat diekspor, tetapi belum didukung dengan ketersediaan buah bermutu baik. Hal ini disebabkan karena pengelolaan kebun masih bersifat tradisional. Buah manggis memiliki sebutan yang berbeda–beda diberbagai Negara, antara lain mangosteen sebutan manggis di Inggris, mangostin di Spanyol, mangostan di Prancis, mangkhut di Thailand, mongkhut di Kamboja, dan cai mang cut di Vietnam. Sementara itu, di Malaysia dan Filipina mempunyai sebutan yang sama dengan orang Indonesia, yaitu manggis (Raffi Paramawatti, 2010). Manggis merupakan tanaman tahunan dari hutan tropis teduh di kawasan Asia Tenggara, seperti Malaysia dan Indonesia. Tanaman itu menyebar ke Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya, seperti Srilanka, Malagasi, Karibia, Hawai, Brazil, Honduras, Panama, dan Australia Utara. Adapun klasifikasi botani tanaman manggis adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Keluarga : Guttiferae Genus : Garcinia Spesies : Garciana mangostana L. Di Indonesia, buah yang dijuluki “si hitam manis” ini, keberadaannya tergolong langka. Di daerah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan pohon manggis didapati tumbuh di hutan dan belum dimanfaatkan secara ekonomis. Padahal, masyarakat banyak menyukai buah eksotis yang mempunyai rasa enak, yaitu campuran antara rasa manis, asam, dan agak sepat. Rasa buahnya inilah yang menjerat lidah warga asing sehingga menggemari buah tropis ini. Tinggi pohon manggis dapat mencapai 15 m dengan tajuk rimbun. Pertumbuhan pohon ini termasuk lamban. Batangnya berkulit cokelat dan bergetah. Daunnya berukuran relatif besar (antara 25×10 cm), berbentuk oval, liat, dan berwarna hijau. Tanaman ini berumah dua, bunga jantan dan betinanya dihasilkan oleh tanaman yang berbeda. Akan tetapi, bunga jantannya tidak berfungsi sebab mengalami rudimenter, yaitu mengecil dan mengering. Oleh karenaitu, buah manggis selalu dihasilkan dari bunga betina yang berwarna merah muda secara apomiksis (tanpa proses penyerbukan). Hal ini pulalah yang menjadi salah satu kendala dalam usaha perbaikan varietas melalui penyilangan. Pada Gambar 1 dapat dilihat visualisasi buah manggis yang berbentuk bulat dengan kulit tebal, lunak.
Gambar 1. Visualisasi buah manggis
3
Pada waktu masih muda kulit buahnya berwarna hijau, setelah tua berubah menjadi merah tua sampai ungu kehitaman. Daging buahnya tersusun dalam beberapa segmen atau juring, berwarna putih bersih, dan rasanya manis segar sedikit asam. Jumlah juringnya biasaqya dapat diperkirakan dari jumlah “celah” yang terdapat pnda ujung buah. Biasanya dalam sebutir buah terdiri dari 7 juring. Bijinya berukuran kecil, berwarna kecokelatan, dan biasanya berjumlah I-2 dalam setiap buah. Dibandingkan jenis tanaman buah lainnya, tanaman manggis relatif lebih membutuhkan kondisi yang spesifik. Tingkat kematangan sangat berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan manggis. Menurut Satuhu (1997) buah manggis dipanen setelah berumur 104 hari sejak bunga mekar (SBM). Tabel 2 dibawah ini menjelaskan umur panen dan ciri fisik manggis yang siap panen. Untuk konsumsi lokal, buah dipetik pada umur 114 SBM, sedangkan untuk ekspor pada umur 104-108 SBM. Buah manggis di Indonesia dipanen pada bulan November sampai Maret tahun berikutnya. Tabel 2. Tingkat Kematangan Buah Manggis Umur Panen 104 Hari
Ciri Fisik Manggis Warna Kulit
Berat
Diameter
Hijau bintik ungu
80-130 g
55-60 mm
80-130 g 80-130 g 80-130 g 80-130 g
55-60 mm 55-60 mm 55-60 mm 55-65 mm
106 Hari Ungu kemerahan 10-25 % 108 Hari Ungu kemerahan 25-50 % 110 Hari Ungu kemerahan 50-75 % 114 Hari Ungu Merahan Sumber : Satuhu (1997)
2.2. Komposisi Kimia Dan Nilai Gizi Serta Standar Mutu Buah Manggis Berbeda dengan buah-buah pada umumnya, manfaat terbesar buah Manggis (Garcinia mangostana L.) bagi kesehatan bukan terletak pada daging buahnya, melainkan pada kulit buahnya. Didalam kulit buah manggis (pericarp) terdapat komponen yang bersifat antioksidan. Zat inilah yang disebut dengan xanthones. Manggis sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh karena selain mengandung antioksidan, xanthones juga mengandung antiproliferativ, antiinflamasi dan antimikrobial. Sifat antioksidannya melebihi vitamin E dan vitamin C. Xanthone merupakan subtansi kimia alami yang tergolong senyawa polyfenolic (www.wikipedia.com). Peneliti dari Universitas Taichung di Taiwan telah mengisolasi xanthone dan derivatnya dari kulit buah manggis (pericarp) di antaranya diketahui adanya 3-isomangoestein, alpha mangostin, Gamma-mangostin, Garcinone A, Garcinone B, C, D dan garcinone E, maclurin dan mangostenol. Sebuah penelitian di Singapura menunjukkan bahwa sifat antioksidan pada buah manggis jauh lebih efektif bila dibandingkan dengan antioksidan pada rambutan dan durian. Xanthone tidak ditemui pada buah-buahan lainnya kecuali pada buah manggis, karena itu manggis di dunia diberikan julukan “Queen of Fruit” atau si ratu buah. Kulit manggis mempunya tanin, resin, dan crystallizable mangostine (C20H22O5), membentuk sisik kuning keemasan, tanpa rasa, cair pada 190° C (374°F), mudah larut dalam alkohol atau ether, tidak larut dalam air. Produk utama dari tanaman manggis adalah buahnya, yang berbentuk bulat dan berjuring (Reza et al., 1994). Pada bagian bawah buah terdapat juring berbentuk bintang berkisar 5-8 buah, sekaligus menunjukkan jumlah segmen daging buahnya (Rukmana, 1995). Sebagai buah segar, manggis merupakaan sumber mineral dan vitamin yang sangat dibutuhkan oleh manusia dan bermanfaat untuk kesehatan. Buah manggis mengandung kalori dan kadar air yang cukup tinggi. Komponen kimia buah manggis yang menonjol adalah air yaitu 87,6% dan karbohidrat 5,6%. Kalori yang dihasilkan oleh 100 gram daging buah manggis yang dapat dimakan adalah 34 kalori. Komponen protein dan lemak yang dikandung sangat kecil, demikian pula kandungan vitamin-vitaminnya. Buah manggis tidak mengandung vitamin A, tetapi mengandung vitamin B1, B2 dan C. pada Tabel 3 dijelaskan mengenai kandungan komponen nilai gizi per 100 gram dari buah manggis.
4
Tabel 3. Kandungan nilai gizi per 100 gram buah manggis Kandungan Zat Gizi Energi Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Zat Besi Natrium Kalium Vitamin B1 Vitamin B2 Niasin Vitamin C Kadar Abu Kadar Air Sumber : http://agrolink.moa.my
Jumlah 34 kalori 0.6 gram 1 gram 5.6 g 7 mg 4 mg 1 mg 7 mg 19 mg 0.03 mg 0.03 mg 0.3 mg 4.2 mg 0.1 gram 87.6 gram
Pada Tabel 4 disajikan persyaratan-persyaratan standar mutu buah manggis yaitu berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) SNI 01-3211-2009, dimana buah manggis dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis mutu yaitu Mutu Super, Mutu A, dan Mutu. Tabel 4. Standar mutu manggis menurut SNI 01-3211-2009 Jenis Uji
satuan
Diameter mm Keutuhan Kelopak buah dan tangkai Tingkat kesegaran Layak dikonsumsi Kadar kotoran % Benda – benda asing % Hama dan penyakit Kelembaban eksternal abnormal % Aroma dan rasa asing Bentuk, warna dan rasa Buah cacat atau busuk (area % Cacat/ total permukaan) Daging buah bening atau Getah kuning % Kememaran Kemudahan dibuka
Mutu super >62 Utuh Lengkap Segar Layak 0 0 Tidak ada 0 Tidak ada Sesuai 0 <5 0 Tidak ada Mudah
Persyaratan Mutu A
Mutu B
59 – 62 Utuh Lengkap Segar Layak 0 0 Tidak ada
53 - 58 Utuh Lengkap Segar Layak 0 0 Tidak ada
Tidak ada Sesuai <10
Tidak ada Sesuai <10
<10 0 Tidak ada Mudah
<10 0 Tidak ada Mudah
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (BSN) 2009
2.3. Panen dan Pascapanen Buah Manggis Mutu buah manggis segar sangat ditentukan oleh panen dan penanganan pascapanennya, mulai dari pemilihan tingkat ketuaan buah, pengemasan sampai penyimpanannya. Buah manggis merupakan buah klimakterik sehingga buah dapat matang selama masa penyimpanan. Puncak klimakterik dicapai setelah penyimpanan 10 hari pada suhu ruang (Martin, 1980). Pada Tabel 5 menggambarkan dan menjelasan mengenai indeks kematangan buah manggis berdasarkan warna.
5
Tabel 5. Indeks kematangan buah manggis Indeks Tahap 0
Tahap 1
Ciri Warna buah kuning kehijauan, kulit buah masih banyak mengandung getah.
Keterangan Buah belum siap petik.
Warna kulit buah hijau kekuningan, buah belum tua dan getah masih banyak. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging.
Buah belum siap panen.
Warna kulit buah kuning kemerahan dengan bercak merah hampir merata. Buah hampir tua dan getah mulai berkurang. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging.
Buah siap panen.
Warna kulit buah merah kecoklatan. Kulit buah masih bergetah. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit.
Buah disarankan dapat dipetik untuk tujuan ekspor.
Warna kulit buah merah keunguan. Kulit buah masih sedikit bergetah. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit dan buah dapat dikonsumsi.
Buah dapat dipetik untuk untuk tujuan ekspor.
Warna kulit buah ungu kemerahan. Buah mulai masak dan siap dikonsumsi. Getah telah hilang dan isi buah mudah dilepaskan.
Buah lebih sesuai untuk pasar domestik.
Warna kulit buah ungu kehitaman. Buah sudah masak. Buah sesuai untuk pasar domestik dan siap saji.
Buah sesuai untuk pasar domestik dan siap saji.
Tahap 2
Tahap 3
Tahap 4
Tahap 5
Tahap 6
Sumber : Standar Operasional Prosedur Manggis, Deptan (2007).
6
Kader (2005) menyatakan setelah panen dan selama penyimpanan, buah manggis akan mengalami perubahan warna kulit buah yang merupakan salah satu parameter kematangan buah manggis. Direktorat Tanaman Buah (2003) menambahkan, standar warna dari berbagai tingkat kematangan buah manggis dinyatakan dengan indeks kematangan, dengan warna kulit buah pada indeks 0 kuning, kehijauan, indeks 1 hijau kekuningan, indeks 2 kuning kemerahan dengan bercak merah, indeks 3 merah kecoklatan, indeks 4 merah keunguan, indeks 5 ungu kemerahan dan indeks 6 ungu kehitaman. Buah dengan indeks kematangan 2 dan 3 dipanen untuk tujuan ekspor, sedangkan untuk indeks kematangan 4, 5, dan 6 ditujukan untuk pasar lokal. Buah manggis yang dipanen terlalu muda mengandung banyak getah berwarna kuning yang menempel pada permukaan kulit sehingga penampakan buah menjadi kurang menarik, sedangkan buah yang telah dipanen perlu penanganan lebih lanjut agar dapat bertahan lebih lama. Pemanenan buah manggis dilakukan dengan memperhatikan langkah-langkah tertentu untuk mendapatkan penampakan buah yang seragam, mulus dan bersih sesuai permintaan pasar. Pemanenan dilakukan dengan cara memetik/memotong pangkal tangkai buah dengan alat bantu pisau tajam. Untuk mencapai buah di tempat yang tinggi dapat digunakan tangga bertingkat dari kayu/galah yang dilengkapi pisau dan keranjang di ujungnya (Prihatman, 2000). Tingkat kematangan sangat berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan manggis. Menurut Pantastico (1989), dalam proses kematangannya buah manggis memerlukan waktu lebih kurang 13-14 minggu, yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna kulit buah. Tanda kematangan yaitu apabila ada perubahan pada warna kulit buah. Kulit buah yang belum matang berwarna hijau kekuningan dan akan berubah menjadi hijau dengan bintik-bintik ungu atau kemerahan ketika memasuki masa matang penuh. Panen buah manggis dilakukan pada beberapa tingkat ketuaan sesuai dengan kebutuhan. Untuk menentukan waktu panen dapat dilakukan dengan cara, antara lain: a) Secara visual, dengan melihat warna kulit dan ukuran buah, adanya sisa tangkaiputik, mengeringnya tepi daun tua dan mengeringnya tubuh tanaman. b) Secara fisik, dilihat dari mudah tidaknya buah terlepas dari tangkai dan berat jenisnya. c) Secara analisis kimia, kandungan zat padat, zat asam, perbandingan zat padat dengan asam dan kandungan zat pati. d) Secara perhitungan, jumlah hari setelah bunga mekar dalam hubungannya dengan tanggal berbunga dan unit panas. e) Secara fisiologi, dengan melihat respirasi. Setelah pemanenan dilakukan beberapa tahapan penanganan pascapanen yaitu pengumpulan buah, sortasi, pencucian, grading, pemberian label, pengemasan dan penyimpanan. Pengumpulan buah dilakukan pada suhu kamar 28-30oC ditempat yang bersih dengan aerasi udara yang baik dan lancar serta kelembapan maksimum 90%. Pemilihan mutu didasarkan kepada berat/ukuran buah, kemulusan kulit buah dan keutuhan sepal buah sehingga akan diperoleh nilai tambah karena harga buah manggis dapat ditentukan berdasarkan mutu buah melalui proses sortasi dan grading. Proses sortasi buah setelah panen dapat memisahkan buah yang mulus dan tidak cacat. Selanjutnya buah dikelompokan berdasarkan ukuran buah dan bergetah tidaknya. Cara menghilangkan getah yang menempel pada permukaan buah dengan cara dibersihkan dengan kain atau disikat dengan sikat yang halus. Ukuran berat dan diameter buah dipilah pilah sesuai dengan kriteria menurut standar mutu perdagangan, baik untuk pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri (Suyanti dan Setyadjit, 2007).
2.4. Fisiologi Pascapanen Buah Manggis Buah manggis seperti buah dan bahan pertanian lain akan tetap melakukan proses metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan fisik dan kimia. Aktivitas hidup ini berlangsung menggunakan persediaan cadangan makanan yang ada, yaitu substrat yang terakumulasi selama pertumbuhan dan pemasakan buah. Proses metabolisme ini terus berlangsung dan selalu mengakibatkan perubahan-perubahan yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan. Selama proses pematangan, buah mengalami beberapa perubahan nyata secara fisik maupun kimia yang umumnya terdiri dari perubahan warna, tekstur, bau, tekanan turgor sel, zat pati, protein, senyawa turunan fenol dan asam-asam organik (Winarno, 2002). Wills et al (1989) menjelaskan bahwa, Setiap sel hidup bernafas terus menerus selama kehidupannya yang
7
digunakan untuk mempertahankan organisasi seluler, transportasi metabolit ke seluruh jaringan, dan mempertahankan permeabilitas membran. Sebagian besar energi yang diperlukan buah segar disuplai dari hasil respirasi aerob. Kehilangan substrat dan air tersebut tidak dapat digantikan sehingga kerusakan mulai terjadi. Substrat yang digunakan pada respirasi ini adalah glukosa (heksosa) dengan reaksi kimia sebagai berikut : C6H12O6 + 6O2
6CO2 + 6H2O + energy
Winarno (2002) menambahkan, respirasi adalah suatu proses metabolisme yang menggunakan oksigen (O2) untuk perombakan senyawa kompleks seperti pati, gula, protein, lemak dan asam organik yang meghasilkan molekul-molekul yang lebih sederhana yaitu karbondioksida (CO2), air (H2O) dan energi panas yang dapat digunakan untuk reaksi sintesa. Hal yang serupa dinyatakan oleh Muchtadi (1992) bahwa terdapat 3 fase dalam proses respirasi, yaitu : 1) Perombakan polisakarida menjadi gula-gula sederhana, 2) Oksidasi gula-gula sederhana tersebut menjadi asam piruvat, dan 3) Transformasi aerobik asam piruvat dan asam-asam organik lainnya menjadi karbondioksida, air, dan energi. Kecepatan respirasi dapat dijadikan sebagai suatu indikasi yang baik untuk menentukan masa simpan buah. Proses respirasi dengan kecepatan tinggi biasanya dihubungkan dengan masa simpan yang pendek sehingga dapat menunjukkan kecepatan penurunan mutu buah dan nilai jual buah. Berdasarkan pola respirasinya, secara umum buah dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu buah golongan klimakterik dan non klimakterik. Buah manggis termasuk dalam golongan buah klimakterik seperti juga alpukat, apel, durian, mangga, melon, pisang, semangka, dan sirsak, dimana buah golongan klimakterik dipanen pada saat mencapai pertumbuhan maksimum (mature) tetapi belum matang (unripe) sehingga proses pematangannya akan tetap berlanjut setelah dipetik dari pohon (Sjaifullah et al., 1998). Berdasarkan hasil penelitian Suyanti et al. (1999) yang menunjukkan bahwa buah manggis yang dipanen dengan warna kulit buah hijau dengan setitik warna ungu (104 HSBM), warna kulit buahnya berubah dengan cepat menjadi 10-25% ungu kemerahan dalam satu hari pada penyimpanan 25C, RH 60-70% dan menjadi 100% ungu kemerahan setelah 6 hari penyimpanan. Suyanti et al. (1999) menyatakan bahwa, kandungan air pada daging buah akan meningkat selama proses penyimpanan. Daging buah manggis yang bagian terbesar yang dikandungnya adalah air, sehingga semakin tua daging buah manggis maka semakin tinggi pula kandungan airnya. Selain itu Sjaifullah et al. (1998) menambahkan, selama penyimpanan terjadi pula perubahan kadar air pada kulit buah manggis. Kadar air kulit buah manggis secara umum mengalami penurunan seiring dengan lamanya umur penyimpanan. Akibatnya, pengerasan akan terjadi pada kulit buah manggis sehingga sulit dibuka yang kemungkinan disebabkan oleh dehidrasi yang tinggi di permukaan kulit atau terjadi kerusakan jaringan kulit buah, sehingga terjadi desikasi. Menurut Pantastico (1989) perubahan kekerasan tergolong perubahan fisik pada buahbuahan. Tekstur kulit buah tergantung pada ketegangan, ukuran, bentuk dan keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang dan susunan tanamannya. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel, dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma dan elatisitas dinding sel. Terjadinya difusi yang terus menerus meningkatkan jenjang energi sel dan mengakibatkan tekanan yang mendorong sitoplasma ke dinding sel, dan menyebabkan sel menjadi tegang. Perubahan keasaman buah selama penyimpanan akan berbeda-beda sesuai dengan tingkat kematangan buah dan tingginya suhu penyimpanan. Menurut Suyanti et al. (1999) pola perubahan kandungan asam pada buah manggis sama dengan pola perubahan kandungan asam pada pisang tanduk, Raja Sere, Barangan, Mangga Gedong, dan Nenas Subang. Hal ini berarti bahwa mutu yang baik dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen hanya dapat dicapai apabila produk tersebut dipanen pada kondisi yang tepat mencapai kemasakan fisiologis sesuai dengan yang dibutuhkan oleh penggunanya. Kemunduran kualitas dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen biasanya diikuti dengan meningkatnya kepekaan produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme sehingga akan semakin mempercepat kerusakan atau menjadi busuk sehingga mutu serta nilai jualnya menjadi
8
rendah bahkan tidak bernilai sama sekali. Pada dasarnya mutu suatu produk hortikultura setelah panen tidak dapat diperbaiki, tetapi yang dapat dilakukan hanya usaha untuk mencegah kemundurannya atau mencegah proses kerusakan tersebut.
2.5. Penyimpanan Dingin Penyimpanan di bawah suhu 15oC (di atas titik beku) dikenal dengan penyimpanan dingin, yang akan mengurangi kelayuan serta kehilangan air, menurunkan laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang akan disimpan (Watkins, 1971). Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu buah-buahan, dengan cara pengaturan kelembaban dan kondisi udara serta penambahan zat pengawet kimia. Kegunaaan pendinginan secara umum adalah untuk pengawetan, penyimpanan dan distribusi bahan pangan yang rentan rusak. Pendinginan maupun pembekuan tidak dapat meningkatkan mutu bahan pangan, hasil terbaik yang dapat diharapkan hanyalah mempertahankan mutu tersebut pada kondisi terdekat dengan saat akan memulai proses pendinginan (Purwanto, 2007 dalam Mahmudah, 2008). Masalah utama yang dihadapi pada penyimpanan buah setelah panen pada kondisi tanpa pendinginan adalah penurunan bobot serta nilai gizi, seperti vitamin C dan kadar air. Hal ini disebabkan oleh transpirasi dan respirasi yang berlangsung secara cepat dan terus menerus tanpa hambatan (Roosmani, 1990). Buah manggis mempunyai daya simpan yang singkat. Kerusakan buah seperti sepal dan tangkai buah menjadi tidak segar, buah mengeras dan jaringan daging buah yang matang bergetah sehingga sukar dibelah dan sulit untuk memisahkan daging dengan kulitnya. Kerusakan tersebut sering kali dijumpai setelah pengangkutan dan penyimpanan (Sjaifullah et al, 1998). Penyimpanan buah dengan suhu dingin merupakan hal yang paling umum dilakukan untuk memperpanjang umur simpannya. Pada suhu dingin respirasi menjadi terhambat sehingga proses kematangannya dapat diperlambat. Dengan dihambatnya proses tersebut maka proses pembusukan juga menjadi lambat. Tujuan penyimpanan suhu dingin adalah untuk memperpanjang masa kesegaran sayuran dan buah-buahan guna menjaga kesinambungan pasokan, menciptakan stabilitas harga dan mempertahankan mutu. Penanganan dengan cara ini diperlukan untuk buah-buahan yang mudah rusak. Menurut Muchtadi et al. (2010), cara ini dapat mengurangi : a. Kegiatan respirasi dan kegiatan metabolik lainnya. b. Kehilangan air dan pelayuan. c. Proses penuaan karena adanya proses pematangan, pelunakan, dan perubahan-perubahan warna serta struktur. d. Kerusakan karena aktivitas mikroba (bakteri, kapang, dan khamir). e. Proses pertumbuhan yang tidak dikehendaki. Salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam proses penyimpanan suhu dingin yaitu penggunaan suhu yang tepat. Suhu penyimpanan yang digunakan tidak boleh terlalu rendah karena dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada buah yang diakibatkan oleh suhu dingin. Kerusakan ini dapat dilihat secara visual melalui penampakannya. Tiap jenis buah-buahan mempunyai sifat karakteristik penyimpanan tersendiri. Sifat-sifatnya selama penyimpanan dipegaruhi oleh varietas, iklim tempat tumbuh, kondisi tanah dan cara budidaya tanaman, derajat kematangan dan cara penanganan sebelum disimpan (Muchtadi et al., 2010). Penyimpanan dingin mempunyai pengaruh terhadap bahan yang didinginkan tersebut, seperti: 1.Kehilangan berat 2.Kerusakan dingin (chilling injury) pada suhu 0-10oC 3.Kegagalan untuk matang 4.Kebusukan Pada penyimpanan dingin, selain pengendalian suhu juga diberikan perlakuan atas sirkulasi dan kelembaban relatif (RH) udara. Penggunaan suhu dingin degan RH tinggi dapat menghambat aktivitas fisiologis, mikroba, traspirasi, dan evaporasi dengan batas waktu tertentu. Walaupun perubahan mutu buah tetap terjadi selama penyimpanan dingin namun lajunya menjadi lebih lambat dibandingkan penyimpanan pada suhu ruang. Pengaturan RH udara pada ruang penyimpanan sangat penting dilakukan, karena RH yang jenuh akan menyebabkan timbulnya pengembunan air pada permukaan buah yang akan menjadi media bagi pertumuhan
9
mikroba. Sedangkan jika RH rendah akan menyababkan pengeriputan pada kulit buah (Pantastico, 1989). Penyimpanan manggis pada suhu 4-6°C dapat mempertahankan kesegaran buah hingga 40 hari sedangkan pada suhu 9-12°C buah dapat bertahan selama 33 hari (Anonim 2004). Sedangkan menurut Kader (2005), suhu optimum penyimpanan manggis adalah 13C. Masalah utama penyimpanan manggis pada suhu rendah adalah pengerasan di kulit yang dapat menurunkan mutu secara keseluruhan dalam penerimaan buah. Kekerasan pada kulit (hardening) dan timbulnya bintik-bintik coklat pada kulit (darkening) merupakan gejala chilling injury pada manggis yang disimpan pada suhu 5-10°C. Pengerasan kulit buah tidak berkaitan dengan peningkatan sintesis lignin pada awal tahap namun keduanya berkaitan pada tahap yang lebih lanjut. Berdasarkan hasil penelitian Dangcham et al. (2008) dalam Qanytah (2004), mengenai chilling injury buah manggis yang disimpan pada suhu dingin, gejala yang dapat diamati yaitu peningkatan kekerasan kulit buah. Penelitian tersebut menggunakan buah manggis dengan indeks kematangan merah kecoklatan dan merah keunguan yang disimpan pada suhu 6C dengan RH 87% dan suhu 12C dengan RH 83.5% selama 15 hari. Hasilnya, buah yang disimpan pada suhu 6C memiliki kulit yang lebih keras dibandingkan dengan suhu 12C dan indeks kematangan merah keunguan pada kulit buahnya lebih keras dibandingkan dengan merah kecoklatan. Maka buah manggis yang lebih matang akan lebih sensitif terhadap chilling injury. Salah satu bentuk lain dari penyimpanan pada suhu dingin yaitu perlakuan prapendinginan (pre-cooling). Prapendinginan (pre-cooling) bertujuan untuk menghilangkan panas lapang akibat dari pemanenan. Ramadhan (2003) dalam penelitiannya mengenai precooling mengemukakan bahwa perlakuan terbaik adalah buah manggis dengan perlakuan prapendinginan hingga suhu buah 20C dan disimpan pada suhu 5C, memiliki persentase susut bobot terendah, persentase kadar air daging dan kulit tertinggi, mempertahankan TPT (Total Padatan Terlarut) terlama, dan mempunyai umur simpan paling lama yaitu masih dapat dikonsumsi hingga hari ke 47.
2.6. Parameter Penurunan Mutu 2.6.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah yang sebagian besar terjadi karena proses respirasi dan transpirasi. Transpirasi merupakan faktor dominan penyebab sosot bobot, yaitu terjadi perubahan fisikokimia berupa penyerapan dan pelepasan air ke lingkungan. Kehilangan air ini berpengaruh langsung terhadap kerusakan tekstur, kandungan gizi, kelayuan dan pengerutan. Story (1991) dalam Qanytah (2004) mengemukakan bahwa jika produk segar kehilangan airnya 10% dari bobot buah tersebut, maka buah tersebut tidak dapat dipasarkan lagi. Pelapisan lilin dan pengemasan sangat efektif dalam mempertahankan bobot buah karena proses transpirasi dan respirasi pada buah dapat dihambat dengan penutupan stomata melalui pelapisan lilin (Sri, 2005 dalam Mahmudah I, 2008).
2.6.2. Perubahan Total Padatan Terlarut (TPT) Total padatan terlarut (TPT) merupakan indikator kandungan gula. Menurut hasil penelitian Suyanti et al. (1999) peningkatan kandungan TPT hanya terjadi pada buah manggis yang dipanen pada indeks kematangan berwarna hijau dengan bercak ungu. Buah manggis yang dipanen pada indeks kematangan lainnya cenderung menunjukkan penurunan kandungan TPT. Meningkatnya kandungan TPT pada buah manggis tingkat kematangan dengan warna kulit hijau dengan bercak ungu disebabkan oleh adanya degradasi pati menjadi gula. Proses pematangan akan menyebabkan kandungan karbohidrat dan gula berubah dimana ketika buah-buahan menjadi matang, maka kandungan asam akan mengalami perubahan yang drastis. Ketika fase pematangan dimulai maka menunjukkan dimulainya proses degradasi gula pada fase pelayuan. Selama penyimpanan, manggis mengalami proses respirasi, dimana pada proses ini diperlukan energi yang diperoleh dengan cara merombak zat gula melalui proses oksidasi. Semakin tinggi laju respirasi maka pengurangan kandungan gula suatu bahan akan semakin
10
cepat, dan begitu pula sebaliknya. Hubungan antara total padatan terlarut (TPT) dan total kandungan gula adalah bahwa hampir semua kandungan total padatan terlarut dalam sari buah manggis terbentuk dari gula-gula utama yaitu fruktosa, glukosa dan sukrosa (Augustin dan Azudin, 1986). Mahmudah (2008) menyatakan bahwa perlakuan pelilinan dan pengemasan berfungsi menahan laju respirasi sehingga menurunkan aktivitas metabolisme. Menurut hasil penelitiannya, perlakuan pre-cooling yang dilanjutkan dengan pelilinan dan pengemasan dengan stretch film adalah perlakuan terbaik untuk mempertahankan nilai TPT.
2.6.3. Perubahan Warna Daging Buah Perubahan warna, tekstur, aroma, dan rasa menunjukkan terjadinya perubahanperubahan buah dalam susunannya. Perubahan buah secara maksimal baru akan terjadi setelah terselesaikannya perubahan kimia. Umumnya perubahan warna kulit buah terjadi dari warna hijau ke arah warna kuning meski tidak semua buah mengalami demikian. Perubahan aroma setiap buah mempunyai intensitas yang berbeda, ada yang menyengat namun ada pula yang tidak mengeluarkan aroma. Sehingga secara umum tingkat kematangan buah biasanya ditandai dengan perubahan warna kulit buah dan keluarnya aroma buah. Menurut Kader (2005), Setelah panen dan selama penyimpanan buah manggis akan mengalami perubahan warna pada kulit buah. Perubahan tersebut merupakan salah satu parameter kematangan buah manggis. Kulit buah manggis mengandung Xanthonin, gartanin, 8disoxygartanin dan normangostin. Berdasarkan hasil penelitian Suyanti et al. (1999), buah manggis yang dipanen dengan warna kulit buah hijau dengan sedikit noda ungu (104 HSBM), warna kulit buahnya akan berubah cepat menjadi ungu kemerahan (10-25%) dalam satu hari pada penyimpanan dengan suhu 25C, RH 60-70% dan menjadi ungu kemerahan (100%) setelah 6 hari penyimpanan.
2.7. Pelilinan (Waxing) Pelapisan lilin (waxing) merupakan salah satu cara untuk mempertahankan mutu buah dan sayuran segar karena dapat mengurangi laju respirasi dan transpirasi. Pelilinan termasuk ke dalam perlakuan pra-pengangkutan yang bertujuan untuk mengurangi susut mutu dan kerusakan komoditas pertanian sampai ke tingkat serendah-rendahnya. Muchtadi et al. (2010) mengemukakan bahwa, umumnya buah-buahan mempunyai lapisan lilin alami pada permukaan kulitnya yang dapat hilang karena proses pencucian. Pemakaian lilin buatan pada buah-buahan adalah untuk meningkatkan kilap sehingga kenampakannya menjadi lebih baik. Disamping itu luka atau goresan pada permukaan kulit buah dapat ditutupi oleh lilin. Emulsi lilin untuk komoditas segar seperti buah-buahan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu tidak mempengaruhi bau dan rasa komoditi yang akan dilapisi, mudah kering dan tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, mudah diperoleh, harganya murah dan tidak bersifat racun. Disamping itu, buah yang dilapisi harus tua, sehat, segar, utuh dan mulus. Tebal lapisan lilin yang dihasilkan harus seoptimal mungkin dengan pengertian bahwa lapisan lilin yang terlalu tebal dapat mengakibatkan respirasi anaerob yang menyebabkan buah akan membusuk (Muchtadi et al., 2010). Keberhasilan pelapisan lilin untuk buah-buahan dan sayuran tergantung dari ketebalan lapisan. Pelilinan yang terlalu tipis tidak berpengaruh nyata pada pengurangan uap air sedangkan yang terlalu tebal dapat menyebabkan kerusakan, bau dan rasa yang menyimpang akibat udara di dalam sayuran dan buah-buahan terlalu banyak mengandung CO2 dan mengandung sedikit O2. Pelapisan lilin dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah pembusaan, penyemprotan, pencelupan, dan pengolesan. Pembusaan dilakukan dengan cara membuat lilin dalam bentuk busa, kemudian dilapisi pada produk segar dengan menggunakan sikat. Peyemprotan dilakukan dengan cara menyemprotkan pelapis langsung ke produk segar. Penyemprotan cenderung boros dibandingkan dengan cara lain. Pencelupan dilakukan pada produk segar dengan mencelupkan buah atau sayuran ke dalam bahan pelapis. Sedangkan pengolesan dilakukan dengan cara mengoleskan bahan pelapis dengan menggunakan kuas ke buah atau sayuran (Akamine et al. 1986).
11
Menurut Setiasih (1999), mekanisme pelapisan lilin adalah menutupi pori-pori buahbuahan dan sayuran yang sangat banyak. Dengan pelapisan lilin, diharapkan pori-pori dari buahbuahan dan sayuran dapat ditutup sebanyak lebih kurang 50%, sehingga dapat mengurangi kehilangan air, memperlambat proses fisiologis, dan mengurangi keaktifan enzim-enzim pernafasan. Emulsi lilin dapat dibuat dari bahan lilin dengan bahan pengemulsi. Lilin yang biasa digunakan adalah lilin tebal, lilin carnauba (tumbuhan), maupun lilin lebah. Emulsifier yang digunakan yaitu trietanol amein dan asam oleat (Muchtadi et al., 2010). Lilin lebah banyak digunakan untuk pelilinan produk hortikultura karena mudah didapat dan juga harganya murah. Lilin lebah berwarna putih, kuning, sampai cokelat, dengan titik cair 62.8- 70oC, bobot jenis sebesar 0.952-0.975. Lapisan lilin untuk produk hortikultura biasanya digunakan lilin lebah yang dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan konsentrasi 4 sampai 12% (Setyowati & Budiarti 1992). Winarno (2002) mengemukakan, lilin lebah merupakan hasil sekresi dari lebah madu (Apis mellifica). Madu dapat diekstrak dengan menggunakan dua cara, yaitu sistem sentrifugal dan pengepresan. Madu yang diekstrak dengan sentrifugal sisir madu akan tetap utuh sehingga dapat digunakan lagi, sedangkan ekstrasi madu menggunakan sisir madu yang ditekan atau dipres, sisir akan hancur. Sisir yang hancur dapat dibuat lilin atau bibit bahan sarang baru. Hasil sisa pengepresan ini, kemudian dicuci dan dikeringkan, lalu dipanaskan sehingga menjadi lilin atau malam. Pembuatan emulsi lilin tidak boleh menggunakan air sadah karena garam-garam yang terkandung di dalam air sadah tersebut dapat merusak emulsi lilin (Pantastico, 1989). Emulsiemulsi lilin dalam air lebih aman digunakan daripada pelarut-pelarut lilin yang mudah terbakar. Untuk membuat 1 liter larutan stok 12% dibutuhkan 120 gram lilin carnauba yang dicairkan dalam wadah pada suhu 90-95C lalu ditambahkan 20 ml asam oleat dan trietanolamin 40 ml sedikit demi sedikit sambil diaduk. Selanjutnya ditambahkan air sebanyak 820 ml yang telah dididihkan dahulu (90-95C) secara perlahan sambil diaduk dengan mixer sampai merata. Emulsi lilin siap dipakai apabila suhunya telah dingin (+25C) (Muchtadi 1992). Sebelum aplikasi pelilinan, buah dicuci bersih dengan busa lembut untuk menghilangkan kotoran-kotoran pada permukaan kulit, kemudian ditiriskan hingga kering. Buah harus dalam keadaan kering saat akan diberi lilin. Aplikasi pelilinan pada buah dapat dilakukan dengan cara penyemprotan, pencelupan, pengolesan, dan pembusaan. Teknik yang paling popular atau komersil adalah penyemprotan dengan tekanan rendah. Pada skala besar digunakan mesin yang dirancang khusus dan dioperasikan dengan komputer, sehingga pelilinan lebih efektif dan efisien. Untuk satu ton buah hanya dibutuhkan 1.5 liter lilin. Setelah pelilinan, buah ditiriskan terlebih dahulu sebelum disimpan atau dipasarkan. Cara melapisi buah dengan lilin ialah sebagai berikut; Buah yang dipilih tidak cacat atau busuk. Kotoran yang melekat di permukaan kulit buah dibersihkan melalui pencucian dengan air bersih diutamakan dengan menggunakan air mengalir. Setelah bersih, kemudian buah dicelup ke dalam emulsi lilin selama beberapa lama (misalnya 30 detik). Kemudian ditiriskan dengan blower (Suyanti 1993). Berdasarkan laju konsumsi O2 dan produksi CO2, kadar pelilinan 6% merupakan kadar pelilinan yang optimum bagi buah manggis. Buah manggis dengan pelapisan lilin 6% yang disimpan pada suhu 5C mempunyai umur simpan 37 hari, sedangkan kontrolnya hanya mencapai 33 hari (Riza, 2004). Pada penyimpanan suhu 13C, buah manggis dengan pelapisan lilin memiliki umur simpan 29 hari, sedangkan yang tanpa pelapisan lilin hanya mencapai 21 hari. Widiastuti (2006) menambahkan bahwa buah manggis yang diberi lapisan lilin carnauba dalam penyimpanan suhu ruang layak dijual sampai hari ke 16 penyimpanan, walaupun pada hari ke 25 penyimpanan kondisi buah masih baik (masih dapat dikonsumsi).
12