II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Pengertian Ruang Terbuka Hijau
2.1.1. Ruang Terbuka Menurut Gunadi (1995) dalam perencanaan ruang kota (townscapes) dikenal istilah Ruang Terbuka (open space), yakni daerah atau tempat terbuka di lingkungan perkotaan. Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan yang dimaksud dengan ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan (Departemen Dalam Negeri,1988). Sementara itu, berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.
2.1.2. Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya (Departemen Dalam Negeri,1988). Menurut Purnomohadi (1995) dalam Direktur Jenderal Penataan Ruang (2006) RTH adalah suatu lapangan yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu, dan pohon (tanaman tinggi berkayu). Lebih lanjut dijelaskan RTH adalah sebentang lahan terbuka
5
tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentuk, dan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang didalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta bendabenda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan mengemukakan bahwa Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika (Departemen Dalam Negeri, 2007). Menurut makalah Anonim (2006a) yang disampaikan dalam Lokakarya Pengembangan Sistem RTH Di Perkotaan Dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60 Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum, Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruangruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut.
2.2.
Pengelompokan dan Jenis Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau dapat di kelompokkan menjadi dua, yaitu RTH publik
dan RTH privat. RTH publik adalah RTH yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Contoh dari RTH publik adalah taman kota, tempat pemakaman umum, jalur hijau sepanjang jalan sungai dan pantai. RTH privat adalah RTH yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang
dikendalikan
melalui
izin
pemanfaatan
ruang
oleh
Pemerintah
6
Kabupaten/Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi. Contoh dari RTH privat ini adalah kebun atau halaman rumah. Menurut Anonim (2006a) berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasikan menjadi : (a) bentuk
RTH alami
(habitat
liar/alami,
kawasan lindung), dan (b) bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman).
Sementara itu
berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya RTH diklasifikasikan menjadi : (a) bentuk RTH kawasan (areal, non linear), dan (b) bentuk RTH jalur (koridor, linear). Berikutnya berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya RTH diklasifikasikan menjadi : (a) RTH kawasan perdagangan, (b) RTH kawasan perindustrian, (c) RTH kawasan permukiman, (d) RTH kawasan pertanian, (e) RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olah raga, alamiah. Jenis RTH menurut “Rancangan Pola Dasar Pertamanan DKI, Jakarta, Tahun 2005 antara lain : (1) Taman lingkungan perumahan, 2. Taman kota, 3. Taman rekreasi, dan 4. RTH pendukung sarana/prasarana kota yang dibagi lagi menjadi : a. jalur hijau, b. jalur biru, c. perancangan retention basin, d. sistem koridor lingkungan. Menurut Gubernur DKI Jakarta (1999), Kawasan Hijau adalah Ruang Terbuka Hijau yang terdiri dari : 1. Kawasan Hijau Lindung yaitu bagian dari kawasan hijau yang memiliki karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan habitat setempat maupun untuk perlindungan wilayah yang lebih luas. Dalam kawasan ini termasuk diantaranya : a. Cagar Alam, yaitu kawasan suaka alam, yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan dan/atau satwa, termasuk ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi baik di daratan maupun perairan, yang perkembangannya berlangsung secara alami. b. Hutan Lindung, adalah kawasan hutan yang karena keadaan sifat alamnya diperuntukkan guna pengatur tata air, pencegah banjir, erosi, abrasi, dan intrusi, serta perlindungan bagi kesuburan tanah. c. Hutan wisata, adalah kawasan hutan yang dimanfaatkan sebagai pusat rekreasi dan kegiatan wisata alam.
7
2. Kawasan Hijau Binaan yaitu bagian dari kawasan hijau di luar kawasan hijau lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui penanaman, pengembangan pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan dan didukung fasilitas yang diperlukan, baik untuk sarana ekologis maupun sarana sosial kota. Kawasan hijau binaan meliputi beberapa bentuk RTH, yaitu : a. RTH Fasilitas Umum berupa suatu hamparan lahan penghijauan yang berupa tanaman dan/atau pepohonan, berperan untuk memenuhi kepentingan umum, dapat berupa hasil pembangunan hutan kota, taman kota, taman lingkungan/tempat bermain, lapangan olahraga, dan pemakaman. b. Jalur Hijau Kota, bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau terletak di antara badan jalan atau bangunan/prasarana kota lain, dengan bentuk teratur/tidak teratur yang di dalamnya ditanami atau dibiarkan tumbuh berbagai jenis vegetasi. c. Taman kota, bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsurunsur buatan atau alami, baik berupa vegetasi maupun material-material pelengkap lain yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan warga kota dalam berinteraksi sosial. Secara umum, taman kota mempunyai dua unsur perpaduan, baik buatan maupun alami dengan menggunakan material pelengkap, dan secara spesifik terdiri dari unsur hijau, yaitu : pepohonan yang ditata secara soliter dengan menonjolkan nilai estetikanya, himpunan tanaman perdu, dan hamparan rerumputan yang teratur, sehingga membentuk kesatuan kesan pandang keindahan kota. d. Taman Rekreasi, bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsurunsur buatan dan alami, baik berupa vegetasi maupun material-material pelengkap lain yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan bagi warga kota untuk melakukan kegiatan sebagai fasilitas pelayanan bagi warga kota
8
untuk melakukan kegiatan rekreasi sehingga perlu adanya elemen-elemen yang bersifat rekreasi umum. e. Taman Hutan, bagian dari RTH yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsur-unsur buatan dan alami, khususnya dengan penanaman berbagai jenis pohon dengan kerapatan yang tinggi. Ciri spesifik taman hutan dalam kaitannya dengan fasilitas umum, adalah bahwa hamparan lantai tapaknya dilengkapi dengan fasilitas (sarana umum), yang secara langsung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. f. Hutan Kota, berupa suatu hamparan kawasan hijau dengan luasan tertentu, yang berada di wilayah perkotaan. Jenis tumbuhannya (dalam hal ini pepohonan) beraneka ragam, bertajuk bebas, sistem perakarannya dalam, dicirikan oleh karakter jarak tanam yang rapat, sehingga membentuk satuan ekologik kecil karena terbentuknya pelapisan (strata tajuk) dua sampai tiga tingkatan. Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan kota dapat dikembangkan sebagai penyangga wilayah resapan air tanah, rekreasi alam, pelestarian plasma nutfah, dan habitat satwa liar, serta meningkatkan kenyamanan lingkungan perkotaan. g. Taman Bangunan Umum, bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan bagi masyarakat umum dalam melakukan interaksi yang berkaitan dengan kegiatan yang dengan bangunan tersebut. h. Tepian Air, bagian dari RTH yang ditentukan sebagai daerah pengaman dan terdapat di sepanjang batas badan air ke arah darat seperti pantai, sungai, waduk, kanal, dan danau yang ditata dengan aspek arsitektur lansekap melalui penanaman berbagai jenis vegetasi dan sarana kelengkapan pertamanan. i. Taman lingkungan/tempat bermain, suatu hamparan dengan pepohonan yang rindang dan teduh yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana mainan anak-anak. Kawasan ini umumnya dekat dengan pusat-pusat
9
kegiatan sekolah, perkantoran, dan/atau berada di sekitar tempat rekreasi. Kawasan ini secara alamiah memberikan jasa biologis, keindahan dan keunikan dan memberikan kenyamanan bagi setiap insan yang menikmatinya. j. Lapangan olahraga, ruang terbuka yang ditanami pepohonan dan rerumputan yang teratur untuk kepentingan kesegaran jasmani melalui kegiatan olahraga. Jenis pepohonan pada hamparan ini merupakan jenisjenis tumbuhan penghasil oksigen tinggi dan berfungsi sebagai tempat peneduh setempat. k. Pemakaman, suatu fasilitas umum (dalam hal ini perkuburan); dalam kaitannya dengan peranan fungsi sebagai RTH, karena hamparan lahannya cukup luas dapat berfungsi sebagai wilayah resapan. l. RTH fungsi Pengaman, suatu daerah penyangga alami, dengan bentuk jalur penghijauan, yang dapat berupa taman dominan rumput, dan/atau pepohonan besar yang diarahkan untuk pengamanan dan penyangga situsitu, bantaran sungai, tepian jalur rel kereta api, sumber-sumber mata air, pengaman jalan tol, pengaman bandara, dan pengaman tegangan tinggi. m. Penghijauan pulau, suatu bentuk pemulihan nilai produktivitas tanah melaui pembudidayaan tanaman agar fungsinya semakin optimal. n. RTH Budidaya Pertanian, area yang difungsikan untuk budidaya pertanian milik perorangan, badan hukum atau pemerintah, yang meliputi kebun pembibitan, sawah, dan pertanian daratan. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (Departemen Dalam Negeri,2007) jenis RTH adalah: (a) taman kota, (b) taman wisata alam, (c) taman rekreasi, (d) taman lingkungan perumahan dan permukiman, (e) taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial, (f) taman hutan raya, (g) .hutan kota, (h) hutan lindung, (i) bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah, (j) cagar alam, (k) kebun raya, (l) kebun binatang, (m) pemakaman umum, (n) lapangan olah raga, (o) lapangan upacara, (p) parkir terbuka, (q) lahan pertanian perkotaan, (r) jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET), (s) sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa, (t) jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api,
10
pipa gas dan pedestrian, (u) kawasan dan jalur hijau, (v) daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara; dan (w) taman atap (roof garden). 2.3.
Fungsi, Manfaat, dan Tujuan Penataan Ruang Terbuka Hijau
2.3.1. Fungsi Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau dibangun untuk memenuhi berbagai fungsi dasar, yang secara umum dibedakan atas empat fungsi dasar yaitu : 1. Fungsi bio-ekologis (fisik), yang memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro, agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sebagai peneduh, produsen oksigen, penyerap (pengolah) polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin. 2. Fungsi sosial, ekonomi (produktif), dan budaya yang mampu menggambarkan ekspresi budaya lokal, RTH merupakan media komunikasi warga kota, tempat rekreasi, tempat pendidikan, dan penelitian. 3. Ekosistem perkotaan : produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah dan berdaun indah, serta bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan, dan lain-lain. 4. Fungsi estetis, meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro : halaman rumah, lingkungan pemukiman, maupun makro : lansekap kota secara keseluruhan, sehingga mampu menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota. Juga bisa berekreasi secara aktif maupun pasif, seperti : bermain, berolahraga, atau kegiatan sosialisasi lain, yang sekaligus menghasilkan keseimbangan kehidupan fisik dan psikis. Selain itu, dapat tercipta suasana serasi, dan seimbang antara berbagai bangunan gedung, infrastruktur jalan dengan pepohonan hutan kota, taman kota, taman kota pertanian dan perhutanan, taman gedung, jalur hijau jalan, bantaran rel kereta api, serta jalur biru bantaran kali. (Direktur Jendral Penataan Ruang,2006). Menurut Anonim (2006a), RTH publik maupun RTH privat memiliki fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah
11
perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjutan kota. RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, harus merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan manusia dan untuk membangun jejaring habitat kehidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, arsitektural) merupakan RTH pendukung dan penambah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota (Tabel 1). Tabel 1. Fungsi Ruang Terbuka Hijau Fungsi Manfaat Ekologi ♦ Perlindungan sumberdaya penyangga kehidupan (contoh air bersih) ♦ Membangun jejaring habitat hidupan liar (contoh untuk burung) ♦ Mereduksi pengaruh “urban heat island” Sosial ♦ Rekreasi ♦ Pendidikan lingkungan
♦ ♦ ♦
Bentuk RTH Kawasan lindung pantai, sempadan sungai, Darah tangkapan air, sempadan danau Kawasan lindung Taman kota, hutan kota
♦ Hutan kota, areal rekreasi alam ♦ Hutan kota, areal rekreasi alam
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (Departemen Dalam Negeri,2007) fungsi RTH adalah : (a) pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan, (b) pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara, (c) tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati, (d) pengendali tata air; dan (e) sarana estetika kota. 2.3.2. Manfaat Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau memiliki manfaat, antara lain (Direktur Jenderal Penataan Ruang, 2006) :
12
1. Penyeimbang antara lingkungan alam dengan lingkungan buatan, yaitu sebagai penjaja fungsi kelestarian lingkungan pada media air, tanah, dan udara serta konservasi sumberdaya hayati flora, dan fauna. 2. Tanaman yang terdapat dalam RTH sebagai penghasil oksigen (O2) terbesar dan penyerap karbon dioksida (CO2) dan zat pencemar udara lain. 3. Membentuk iklim yang sejuk dan nyaman. 4. Membantu sirkulasi udara. 5. Sebagai pemelihara akan kelangsungan persediaan air tanah. 6. Sebagai penjamin terjadinya keseimbangan alami, secara ekologis dapat menampung kebutuhan hidup manusia itu sendiri, termasuk sebagai habitat alami flora, fauna, dan mikroba yang diperlukan dalam siklus hidup manusia. 7. Sebagai pembentuk faktor keindahan arsitektural. 8. Sebagai wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam. 9. Sebagai fasilitas rekreasi. Menurut Anonim (2006a), manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible)
seperti
perlindungan
tata
air
dan
konservasi
hayati
atau
keanekaragaman hayati. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (Departemen Dalam Negeri,2007) manfaat RTH adalah : (a) sarana untuk mencerminkan identitas daerah, (b) sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan, (c) sarana rekreasi aktif dan pasif serta interaksi sosial, (d) meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan, (e) menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah, (f) sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula, (g) sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat, (h) memperbaiki iklim mikro; dan (i) meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan.
13
2.3.3. Tujuan Penataan Ruang Terbuka Hijau Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, tujuan penataan RTH adalah : a. menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan; b. mewujudkan kesimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan; dan c. meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman. (Departemen Dalam Negeri,2007) 2.4.
Tinjauan Studi-Studi Terdahulu Hakim (2006) dalam penelitiannya melakukan analisis temporal dan
spasial perubahan Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Purwakarta menyebutkan bahwa luas Ruang Terbuka Hijau di Kabupaten Purwakarta mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan karena meningkatnya kebutuhan lahan untuk penggunaan kawasan dan zona industri, serta lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Secara umum penurunan RTH di Kabupaten Purwakarta terjadi karena Purwakarta ditetapkan sebagai salah satu pusat industri di Provinsi Jawa Barat, dan perubahan orientasi perkembangan dan pembangunan Kabupaten Purwakarta dari pertanian menjadi perekonomian perdagangan barang dan jasa. Putri (2006) melakukan identifikasi perubahan luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa luas Ruang Terbuka Hijau di Kota Bandung mengalami penurunan sebagai akibat dari gejala urbanisasi. Kurniasari (1994) melakukan deskripsi ruang terbuka hijau kota Bandung dengan membagi menjadi tiga periode. Periode I tahun 1810-1900, periode II tahun 1906-1945, dan periode III tahun 1945-1992. Pada periode I RTH utama kota Bandung berupa : area pertanian dan alun-alun. Periode II terjadi pengkayaan berupa: park, plein, plantsoen, stadstuin, dan boulevard. RTH utama periode III tidak berbeda dengan periode II dengan fungsi yang lebih spesifik karena perubahan fungsi teknis kota. Secara garis besar RTH utama periode III berupa pertanian, area konservasi, taman, lapangan olahraga, dan jalur hijau.
14
Pembangunan dan pengkayaan RTH dipengaruhi faktor-faktor yang spesifik pada setiap periodenya. Pembentukan RTH periode II dipengaruhi oleh tujuan masyarakat kolonial untuk membentuk kota tropis Eropa. Fungsi ekonomi dan sosial menjadi tujuan utama pembentukan RTH. Pengkayaan area dan fungsi RTH pada periode III dipengaruhi oleh faktor biofisik dan sosial ekonomi. Rasio RTH dan ruang terbangun terus menurun karena pertambahan RTH yang tidak sebanding dengan peningkatan lahan terbangun. Kekacauan politik dan pertambahan penduduk mempengaruhi penurunan RTH, diikuti pertambahan ruang terbangun yang mengakibatkan konversi peruntukan RTH. Irianti (2008) mengkaji tentang perubahan penggunaan, penutupan lahan, dan ruang terbuka hijau kota Bogor tahun 1905-2005. Pada penelitian ini perubahan dibagi menjadi empat periode, yaitu periode kolonial tahun 1905-1945, periode I Kemerdekaan tahun 1945-1965, periode II Kemerdekaan tahun 19651995, dan periode III Kemerdekaan tahun 1995-2005. Pada periode kolonial sampai periode II Kemerdekaan nilai proporsi RTH masih tinggi yakni sekitar 8090% dari total luas wilayah Bogor, akan tetapi nilai tersebut mengalami penurunan yang drastis ketika memasuki periode III Kemerdekaan menjadi 23% pada akhir periode III Kemerdekaan. Perubahan penggunaan dan penutupan lahan tersebut dipengaruhi beberapa faktor diantaranya jumlah penduduk, sumberdaya alam, dan sumberdaya manusia., kondisi fisik lahan dan kebijakan. Peningkatan penduduk mempengaruhi kebutuhan fasilitas untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Yuliasari (2008) dalam penelitiannya mengkaji distribusi spasial ruang terbuka hijau berdasarkan pengelola RTH di propinsi DKI Jakarta menyebutkan dari hasil delineasi menggunakan citra IKONOS jumlah RTH yang dikelola oleh pemerintah provinsi (kecuali Dinas Kebersihan dan Dinas Tata Kota) adalah sebesar 2.567,63 ha atau 3,88%. Hasil delineasi citra IKONOS juga menunjukkan bahwa proporsi masing-masing pemerintah provinsi tersebut dalam mengelola RTH di DKI Jakarta yaitu Dinas Pertamanan dan Dinas Pekerjaan Umum mengelola RTH sebesar 0,81% dari luas wilayah DKI Jakarta, Dinas Pertanian dan Kehutanan sebesar 2%, Dinas Olahraga dan Pemuda sebesar 0,32% dan Dinas Pemakaman sebesar 0,45%. Dalam hal ini Dinas Pertamanan dan Dinas Pekerjaan Umum dilakukan akumulasi penghitungan luasan RTH, sebab pada kedua dinas
15
ini banyak terdapat RTH yang dikelola secara bersama-sama. Hasil perhitungan RTH dari penelitian ini berbeda dengan data yang berasal dari instansi pemerintah propinsi. Hasil dari penelitian ini yaitu hasil delineasi didapatkan luas RTH di DKI Jakarta sebesar 3,88%. Sementara itu, laporan dari instansi pemerintah tahun 2006 adalah 10,93%. Perbedaan tersebut disebabkan oleh cakupan area RTH yang didelineasi pada penelitian ini hanya RTH yang dikelola oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta tidak sampai pada RTH yang dikelola oleh suku-suku dinas. Demikian pula pada RTH privat yaitu yang dikelola oleh pihak masyarakat maupun swasta. Selain itu pada Dinas Kebersihan tidak dilakukan delineasi citra, sebab dinas ini berfungsi sebagai dinas penunjang bagi dinas-dinas lainnya (sebagai penyedia sarana dan prasarana kebersihan bagi dinas lainnya). Agrissantika (2007) melakukan penelitian mengenai model dinamika spasial ruang terbangun dan ruang terbuka hijau. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sebagian besar RTH yang terdiri dari hutan, kebun campuran, sawah, semak, dan rumput telah berubah secara signifikan menjadi ruang terbangun yang mendukung perkembangan kecamatan-kecamatan di kawasan Jabodetabek. Proporsi RTH Jabodetabek turun 11% dan proporsi ruang terbangun meningkat 27% selama periode tahun 1972-2005. Faikoh (2008) melakukan deteksi perubahan ruang terbuka hijau di kota industri Cilegon menyatakan bahwa dari hasil analisis spasial dan temporal citra landsat wilayah Kota Cilegon pada tahun 1983 luas RTH sebesar 92,25%, tahun 1992 menurun menjadi sebesar 86,92%, tahun 2003 sebesar 83,49% dan tahun 2006 sebesar 78,66% dari keseluruhan luas Kota Cilegon. Perubahan bentuk ruang terbuka hijau yang terjadi di Kota Cilegon disebabkan karena meningkatnya kebutuhan lahan untuk penggunaan kawasan dan zona industri, serta lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Penurunan luas ruang terbuka hijau secara umum, perubahan bentuk dan pola penyebaran ruang terbuka hijau yang terjadi disebabkan antara lain oleh ditetapkannya Kota Cilegon sebagai pusat industri, pusat jasa, dan simpul transportasi dengan letak yang strategis di jalur pintu masuk Pulau Jawa-Sumatra serta perubahan orientasi perkembangan dan pembangunan kota Cilegon dari pertanian menjadi perdagangan dan jasa.
perekonomian
16
Moniaga (2008) melakukan studi ruang terbuka hijau Kota Manado dengan pendekatan sistem dinamik menyatakan bahwa luas RTH Kota Manado saat ini secara keseluruhan mencapai 75% dari luas wilayah kota. Walaupun telah memenuhi persyaratan persentase luas yang ditetapkan dalam UU No. 26 tahun 2007 dan Permendagri No. 1 tahun 2007 tetapi kota Manado masih mengalami masalah lingkungan terutama erosi, longsor, dan banjir. Hal ini terjadi karena konversi lahan perkotaan dari lahan bervegetasi atau RTH menjadi lahan terbangun. Hasil simulasi model dinamik penggunaan lahan pemukiman meningkat dari 3167 ha menjadi 4978 ha tahun ke 20, sedangkan penggunaan lahan pertanian menurun dari 11301 ha menjadi 9425 ha. Radnawati (2005) melakukan evaluasi RTH Kota Depok sebagai kawasan konservasi air menggunakan data satelit multi temporal menyatakan bahwa dengan citra satelit Landsat multitemporal, penurunan kawasan hijau di kota Depok secara signifikan terjadi pada rentang waktu 1997-2001 sebesar 36,28%. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan fungsi lahan dari lahan hijau menjadi area pemukiman dan fasilitas kota seperti bangunan komersial dan jasa. Konversi tata guna lahan yang sangat pesat tersebut secara langsung mempengaruhi penurunan RTH kota dan berdampak terhadap kondisi lingkungan seperti fenomena banjir pada musim hujan serta fenomena kehilangan air tanah pada musim kemarau. Muis (2005) yang melakukan analisis kebutuhan RTH berdasarkan kebutuhan oksigen dan air di kota Depok Propinsi Jawa Barat menyatakan bahwa Kota Depok saat ini memiliki luas RTH 5.125,43 ha. Berdasarkan perhitungan metode Gerarkis, maka untuk tahun 2005 RTH di kota Depok sudah tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan oksigen bagi manusia, kendaraan bermotor dan hewan ternak, karena luas RTH di Kota Depok seharusnya 6.155,18 ha. Oleh karena itu, pemerintah daerah dan masyarakat harus berupaya menambah RTH Kota Depok seluas 1.029,75 ha. Ketersediaan dan kebutuhan air bagi masyarakat di Kota Depok diprediksikan dari tahun 2005-2015 akan mengalami krisis air akibat penggunaan dan peningkatan jumlah penduduk. Tahun 2005 kota Depok memerlukan RTH seluas 5.166,90 ha agar dapat mencukupi air yang bukan
17
bersumber dari PDAM, sehingga pemerintah daerah dan masyarakat kota Depok harus menambah RTH seluas 41,47 ha.