II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Pencemaran Air Air merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi mahluk hidup dan tanpa
air maka tidak akan ada kehidupan. Dalam Pasal 5 UU No.7 tahun 2004 tentang sumberdaya air dinyatakan, “negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih dan produktif”. Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan sehari-hari, industri, pertanian, sanitasi kota dan lain sebagainya. Belakangan ini air menjadi masalah yang cukup rentan di beberapa wilayah di Indonesia, untuk memperoleh air yang bersih dan sehat menjadi kondisi yang sulit dan memerlukan biaya yang mahal karena air telah tercemari oleh limbah dari hasil kegiatan manusia baik dari limbah rumah tangga, industri, pertanian dan kegiatan lainnya (Wardhana, 2001). Dewasa ini perkembangan sektor industri dan transportasi semakin meningkat, baik industri minyak dan gas bumi, pertanian, industri kimia, industri logam dasar, industri jasa dan jenis aktivitas manusia lainnya, maka semakin meningkat pula tingkat pencemaran pada perairan, udara dan tanah akibat berbagai
kegiatan
tersebut.
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.02/MENKLH/1998, yang dimaksud dengan pencemaran adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam air/udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas udara/air menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya (Kristanto, 2004).
10
Dalam rangka mencegah terjadinya pencemaran oleh akibat kegiatan tersebut maka ditetapkan baku mutu lingkungan termasuk baku mutu air, baku mutu limbah cair, baku mutu udara ambient, baku mutu udara emisi, dan sebagainya. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.20 tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air pada Pasal 1 Peraturan Pemerintah ini yang dimaksudkan yaitu : 1.
Air adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber air, dan terdapat diatas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini adalah air yang terdapat di bawah permukaan tanah dan air laut.
2.
Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ketingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya.
3.
Pengendalian adalah upaya pencegahan dan atau penanggulangan dan atau pemulihan.
4.
Baku mutu air adalah batas atau kadar makluk hidup, zat, energi, atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya.
5.
Beban pencemaran adalah jumlah suatu parameter pencemaran yang terkandung dalam sejumlah air atau limbah.
6.
Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada sumber air menerima beban pencemaran limbah tanpa mengakibatkan turunnya kualitas
11
air sehingga melewati baku mutu air yang ditetapkan sesuai dengan peruntukannya. 7.
Baku mutu limbah cair adalah batas kadar dan jumlah unsur pencemaran yang ditenggang adanya dalam limbah cair untuk dibuang dari suatu jenis kegiatan tertentu
8.
Menteri adalah Menteri yang ditugasi mengelola lingkungan hidup.
Dalam pasal 7 penggolongan air menurut peruntukannya ditetapkan sebagai berikut : • Golongan A : Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu. • Golongan B
: Air yang dapat digunakan sebagai air baku air minum.
• Golongan C
: Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.
• Golongan D : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan,industri, pembangkit listrik tenaga air. Sifat-sifat kimia air yang umum diuji dan dapat digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran air adalah nilai pH, keasaman dan alkalinitas, suhu, oksigen terlarut, karbondioksida bebas, warna dan kekeruhan, jumlah padatan, nitrat, amoniak, fosfat, daya hantar listrik dan klorida. Nilai pH air yang normal untuk suatu kehidupan yaitu berkisar antara 6,5 sampai 7,5. Sedangkan pH air tercemar seperti air limbah (buangan) berbeda-beda tergantung pada jenis limbah dan karakteristiknya. Pada Tabel 2 ditunjukkan hubungan antara sumber limbah dan karakteristiknya.
12
Tabel 2. Hubungan antara sumber limbah dan karakteristiknya. Karakteristik Fisika : Warna Bau Padatan Suhu Kimia : Organik Karbohidrat Minyak dan Lemak Pestisida Penol Anorganik Alkali
Sumber Limbah Bahan organik, limbah industri dan domestik Penguraian limbah industri Sumber air, limbah industri dan domestik limbah industri dan domestik
Limbah industri, perdagangan dan domestik Limbah industri, perdagangan dan domestik Limbah hasil pertanian Limbah industri
Sumber air, limbah domestik, infiltrasi air tanah, buangan air ketel
Klorida Logam Berat Nitrogen pH Posfor Sulfur Bahan beracun
Sumber air, limbah industri, pelemahan air Limbah industri Limbah industri, domestik Limbah industri Limbah industri, domestik dan alamiah Limbah industri, domestik Perdagangan, Limbah industri
Biologi : Virus
Limbah domestik
Sumber : Kristanto, 2004
2.2.
Limbah Industri Peningkatan kualitas hidup dicapai oleh manusia dengan cara mengolah
dan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada demi tercapainya kesejahteraan. Pengolahan sumberdaya tersebut memerlukan alat-alat bantu berupa mesin-mesin yang berteknologi tinggi untuk memperoleh produk yang melimpah dalam waktu yang lebih singkat. Kegiatan eksploitasi besar-besaran terjadi pada kekayaan alam, seolah-olah peningkatan kualitas hidup menjadi sasaran utama. Namun pada kenyataannya kesejahteraan hidup yang diharapkan sulit untuk dicapai, karena disamping memperoleh keuntungan, industri dan teknologi justru memberi dampak yang negatif terhadap lingkungan dan kehidupan manusia (Wardhana, 2001).
13
Industri dalam kaitannya dengan lingkungan untuk memperoleh suatu produk jadi selalu menimbulkan produk lain yang kurang bermanfaat atau lebih rendah nilai ekonominya, yang biasanya disebut sebagai limbah. Pencemaran yang ditimbulkan oleh industri diakibatkan adanya limbah yang keluar dari pabrik dan mengandung bahan beracun dan berbahaya (B-3). Limbah B-3 dinyatakan sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak lingkungan hidup dan sumberdaya. Beberapa kemungkinan yang akan terjadi akibat masuknya limbah kedalam lingkungan :
Lingkungan tidak mengalami perubahan yang berarti. Hal ini disebabkan karena volume limbah kecil, parameter pencemaran yang terdapat dalam limbah sedikit dengan konsentrasi yang kecil.
Ada pengaruh perubahan lingkungan, tetapi tidak sampai mengakibatkan pencemaran.
Memberikan perubahan bagi lingkungan dan menimbulkan pencemaran. Limbah yang dilepas ke sungai dapat merusak bahkan mematikan habitat
sungai dan juga mengakibatkan gangguan kesehatan bagi manusia, terutama bagi masyarakat yang tinggal di sepanjang sungai dan memanfaatkan air sungai untuk keperluan MCK (Mandi, Cuci, Kakus). Selain mencemari sungai, zat-zat kimia akan mengendap ke dasar sungai yang kemudian akan mencemari air bawah tanah. Masyarakat di sekitar sungai yang melakukan pengeboran untuk memperoleh air bersih seringkali mendapatkan air bawah tanah yang keruh, berbau bahkan berlendir. Jika masyarakat memaksakan diri untuk menggunakan air yang telah tercemar ini untuk keperluan sehari-hari, maka akan menimbulkan berbagai macam penyakit dan gatal-gatal pada kulit. Pada beberapa kota besar
14
hasil pembakaran dari kegiatan industri juga menimbulkan perubahan kualitas udara, yang mengorbankan masyarakat melalui penyakit Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA) akibat pencemaran udara. 2.3.
Eksternalitas Negatif Eksternalitas terjadi ketika kegiatan konsumsi atau produksi dari suatu
individu atau perusahaan mempunyai dampak yang tidak diinginkan terhadap utilitas atau fungsi produksi inividu atau perusahaan lain (Mueller, 1989). Eksternalitas dapat juga diartikan sebagai dampak yang diterima oleh pihak ketiga yang diakibatkan oleh suatu kegiatan transaksi atau kegiatan ekonomi tertentu. Pada banyak kasus, baik dampak negatif dan dampak positif bisa terjadi secara bersamaan. Dampak yang menguntungkan misalnya kejadian pada industri pupuk dimana perusahaan ini memproduksi dan memasaran pupuk untuk mendukung ketahanan pangan nasional (swasembada pangan), mengurangi pengangguran, meningkatkan perekonomian bagi masyarakat sekitar, daerah setempat dan nasional. Sedangkan dampak negatif misalnya polusi udara, air dan suara yang mengganggu kenyamanan dan kesejahteraan warga sekitarnya. Hartwick dan Olewiler (1998) dalam Fauzi 2006 menggunakan terminologi lain untuk menggambarkan eksternalitas yaitu eksternalitas privat dan eksternalitas publik. Eksternalitas privat hanya melibatkan beberapa pihak (individu), bahkan bisa juga bersifat bilateral dan tidak menimbulkan spill over (limpahan) kepada pihak lain. Sedangkan, eksternalitas publik terjadi apabila barang publik dikonsumsi dengan pembayaran yang tidak tepat.
15
Kemungkinan eksternalitas yang dapat terjadi dalam interaksi ekonomi, yaitu : 1. Dampak Suatu Produsen Terhadap Produsen Lain Tindakan produsen dimana kegiatannya itu mengakibatkan terjadinya perubahan atau penggeseran fungsi produksi dari produsen lain. Contohnya sebuah pabrik yang menimbulkan polusi air, akan mengakibatkan peningkatan biaya produksi perusahaan lain yang juga memanfaatkan air tersebut dalam proses produksinya. 2. Dampak Produsen Terhadap Konsumen Aktivitas produsen yang merubah atau menggeser fungsi utilitas rumah tangga (konsumen). Contohnya, pencemaran sungai yang diakibatkan limbah suatu pabrik akan mengganggu kesejahteraan masyarakat yang memanfaatkan air sungai tersebut. 3. Dampak Konsumen Terhadap Konsumen Lain Aktivitas seseorang
atau kelompok tertentu mempengaruhi atau
mengganggu fungsi utilitas konsumen yang lain. Contohnya yaitu seseorang yang merokok dalam angkot akan mengganggu kenyamanan penumpang lainnya. 4. Dampak Konsumen Terhadap Produsen Dampak konsumen terhadap produsen terjadi jika aktivitas konsumen mengganggu fungsi produksi suatu produsen atau kelompok produsen tertentu. Adanya eksternalitas tidak
akan mengganggu tercapainya efisiensi
masyarakat jika semua dampak negatif maupun dampak positif dimasukkan dalam perhitungan produsen dalam menetapkan jumlah barang yang diproduksi. Efisiensi akan tercapai apabila :
MSC = MSB MSC = PMC + MEC MSB = MPB + MEB
16
Dimana : MSC = Marginal Social Cost
MEC = Marginal External Cost
MSB = Marginal Social Benefit
MPB = Marginal Private Benefit
PMC = Marginal Private Cost
MEB = Marginal External Benefit
Pada kasus eksternalitas negatif, produsen tidak memperhitungkan MEB dan MEC dalam penentuan harga dan jumlah barang yang dihasilkan, sehingga ada kecenderungan produksi pada tingkat yang terlalu besar karena perhitungan biaya menjadi terlalu murah dibandingkan dengan biaya yang harus dipikul oleh seluruh masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa dalam eksternalitas negatif MSC = PMC + MEC > MSB, sehingga produksi harus dikurangi agar efisien produksi optimum dapat dicapai ditinjau dari seluruh masyarakat.
MSC = PMC + MEC e PMC
Rp d H1
MEC MSB
H
0
Q1
Sumber : Mangkoesoebroto (1993)
Q2 2
Jumlah Produksi
Gambar 1. Kurva Eksternalitas Negatif 2.4.
Penelitian Terdahulu Banyak penelitian terdahulu yang telah membahas tentang masalah
pencemaran sungai, tetapi kurang menilai dari aspek lingkungan dan ekonominya. Dalam penelitian kali ini akan dibahas juga dampak kerugian ekonomi dan nilai
17
kompensasi (WTA) yang diinginkan oleh masyarakat atas pencemaran Sungai Musi oleh akibat kegiatan industri. Salah satu penelitian yang membahas tentang kesediaan menerima dana kompensasi yaitu Bahroin Idris Tampubolon dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Tampubolon (2011) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Willingness To Accept Masyarakat akibat Eksternalitas Negatif Kegiatan Penambangan Batu Gamping (Studi Kasus Desa Lulut, Kecamatan Klapanunggal, Kabupaten Bogor”. Tujuan penelitian tersebut adalah mengidentifikasi eksternalitas negatif yang dirasakan masyarakat akibat dari aktivitas penambangan batu gamping, mengkaji peluang kesediaan masyarakat dalam menerima dana kompensasi, mengkuantifikasi besarnya nilai kesediaan menerima dana kompensasi, serta mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya
nilai
dana kompensasi
masyarakat
sekitar
penambangan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan, sebagian besar masyarakat menyatakan eksternalitas negatif yang dirasakan adalah kebisingan dan getaran, perubahan kualitas udara serta perubahan kualitas dan kuantitas air. Hanya sebagian kecil responden yang menyatakan kehilangan keanekaragaman hayati. Mayoritas responden menyatakan bersedia menerima dana kompensasi atas eksternalitas negatif yang timbul. Nilai dugaan rataan WTA responden adalah sebesar Rp.137.500 per bulan per kepala keluarga dan nilai total WTA responden sebesar Rp.6.325.000 per bulan. Nilai total WTA masyarakat adalah sebesar Rp.447.975.000 per bulan. Faktor-faktor yang berpengaruh pada besarnya nilai
18
WTA responden adalah tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, dummy wiraswasta dan pegawai swasta. Antika (2011) dengan judul “Analisis Willingness to Accept Masyarakat terhadap Pembayaran Jasa Lingkungan DAS Brantas”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif, Contingen Valuation Method (CVM), dan analisis regresi. Analisis deskriptif kualitatif digunakan dalam menganalisis persepsi masyarakat terhadap program pembayaran jasa lingkungan. CVM digunakan untuk mengestimasi nilai WTA masyarakat terhadap program pembayaran jasa lingkungan, sedangkan analisis regresi digunakan untuk mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai WTA. Hasil analisis menunjukkan bahwa persepsi sebagian responden menilai baik terhadap program pembayaran jasa lingkungan yang pernah berjalan. Responden juga merasa puas dikarenakan perubahan kualitas lingkungan yang semakin baik. Udara yang lebih sejuk serta kuantitas air yang melimpah baik di musim kemarau maupun musim hujan. Berdasarkan hasil analisis CVM diperoleh nilai dugaan rataan WTA responden adalah Rp. 8.265,00 per pohon per tahun. Evaluasi CVM dilakukan dengan melihat nilai R2 analisis berganda yaitu sebesar 43,6%. Nilai R2 yang kecil ini disebabkan oleh pengambilan data primer cross section yang dilakukan pada waktu yang hampir bersamaan untuk populasi belum dapat menangkap keragaman yang ada secara keseluruhan. Sementara itu, faktorfaktor yang diduga mempengaruhi nilai WTA responden adalah jumlah pohon yang diikutkan dalam program PJL, tingkat pendapatan rumah tangga, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan, lama tinggal, kepuasan responden terhadap besarnya nilai kompensasi.
19
Widiastuty (2001) dari Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melakukan penelitian dengan judul “Dampak Pengolahan Limbah Cair PT. Pupuk Sriwidjaja terhadap Kualitas Sungai Musi Kotamadya Palembang”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui teknologi pengolahan limbah pabrik PT. Pupuk Sriwidjaja serta perubahan kualitas air baik dari segi fisik, kimia dan biologi (hewan makrobentos) akibat adanya kegiatan pabrik terhadap perairan Sungai Musi di Kotamadya Palembang, Provinsi Sumatera Selatan selaku pengambil kebijakan dalam pengelolaan lingkungan tentang kondisi kualitas air Sungai Musi. Hasil analisis menunjukkan secara umum kualitas fisik air Sungai Musi (suhu, DLH, muatan padatan tersuspensi dan kekeruhan) dari sembilan stasiun pengamatan yang dianalisa masih menunjukkan keadaan yang relatif baik untuk berbagai peruntukkan. Derajat keasaman dan kandungan oksigen terlarut pada sembilan stasiun pengamatan masih pada tingkat normal. Kandungan ammonia dan padatan tersuspensi di sembilan stasiun pengamatan masih tergolong rendah. Hasil analisis untuk parameter COD dan minyak di sembilan stasiun pengamatan ternyata telah melewati ambang batas seperti yang telah ditetapkan dalam PP No.20 tahun 1990. Tingginya nilai COD pada semua stasiun pengamatan di Sungai Musi, menunjukkan sungai ini telah mengalami pencemaran yang berasal dari bahan organik yang tidak dapat diuraikan secara biologi. Air Sungai Musi bagian hilir termasuk kategori tercemar sedang - berat (kisaran 0.48-1.557) berdasarkan nilai indeks keanekaragaman Shanon - Wiener. Penelitian tersebut pada intinya membahas hal yang sama dengan yang dilakukan oleh penulis. Namun peneliti tersebut lebih bersifat teknik, sedangkan penulis melakukan survei ke masyarakat, serta menganalisis pencemaran baik dari segi sosial dan ekonomi.
20
Penelitian mengenai kesediaan menerima dana kompensasi kepada masyarakat sudah cukup banyak dilakukan. Banyak kesamaan antara penelitianpenelitian tersebut dengan penelitian ini, namun terdapat juga beberapa perbedaan. Perbedaannya antara lain yaitu dari segi lokasi, tujuan, jenis kegiatan yang melatarbelakangi pencemaran, serta perbedaan persepsi masyarakat. Penelitian ini menganalisis dampak pencemaran dari aspek sosial dan ekonomi, dan fokus penelitian yaitu dampak atas pencemaran air sungai. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis untuk menentukan nilai kompensasi akibat pencemaran Sungai Musi adalah dengan tahapan Contingent Valuation Method (CVM).
21