II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi Dan Morfologi Tanaman Jeruk Besar Tanaman jeruk besar merupakan jenis jeruk yang memiliki tinggi tanaman sampai lebih dari 5 meter dengan cabang-cabangnya banyak dan letak daun tersebar (folia sparsa). Daunnya merupakan daun tunggal, dengan tangkai daun bersayap sempit. Letak bunga terdapat pada ketiak daun, memiliki bau yang harum,jumlah bunga untuk setiap tandannya antara 5-15 buah, serta tajuk bunga 5 sampai 7 lembar berwarna putih. Jenis buah buni, berbentuk bulat, dengan diameter 10-20 cm, berkulit tipis, berwarna hijau yang akan menjadi kuning jika matang, rasanya manis sedikit asam dan kelat. Bentuk bijinya agak pipih, bulat telur sungsang ( Niyomdham, 1992 ). 2.2. Klasifikasi Jeruk Bali Divisio
: Spermatophyta
Sub divisio
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Sapindales
Familia
: Rutaceae
Genus
: Citrus
Spesies
: C. grandis( Ahsofyan, 2013 )
5
6
2.3. Morfologi Tanaman Jeruk Besar ( Citrus grandis) 2.3.1. Daun Daun tanaman berbentuk bulat telur dan berukuran besar, dengan bagian puncak atau ujung tumpul dan bagian tepi hampir rata, serta bagian dekat ujung agak berombak. Letak daun terpencar dengan tangkai daun bersayap lebar, warna kekuningan, dan berbulu ( Ahsofyan, 2013 ). 2.3.2. Batang dan Akar Batang tanaman agak kuat, garis tengah 10-30 cm, berkulit agak tebal, kulit bagian luar berwarna coklat kekuningan, bagian dalam berwarna kuning.Pohon jeruk mempunyai banyak cabang yang terletak saling berjauhan dan merunduk pada bagian ujungnya.Cabang yang masih muda bersudut dan berwarna hijau, namun lama-lama menjadi berbentuk bulat dan berwarna hijau tua.Tanaman citrus memiliki batang yang tergolong dalam batang berkayu, yaitu batang yang biasanya keras dan kuat, karena sebagian besar terdiri dari kayu.Batangnya berbentuk bulat, berduri (spinosus) pendek, kaku dan juga tajam. Selain itu arah tumbuh batangnya mengangguk (nutans), dimana batangnya tumbuh tegak lurus ke atas tetapi ujungnya lalu membengkok kembali ke bawah.(Ahsofyan, 2013). Akar tanaman jeruk merupakan akar tunggang.( Ahsofyan, 2013 ).
7
2.3.3. Buah Buah berukuran besar dan berkulit tebal, Buahnya berbentuk bulat atau bola yang tampak tertekan.Warna daging buah merah muda atau merah jambu. Daging buah memiliki tekstur keras sampai lunak, rasa manis sampai sedikit asam, dan berbiji sedikit.( Ahsofyan, 2013 ). 2.3.4. Bunga Bunga jeruk besar adalah bunga majemuk (inflorescentia), tersusun dalam malai yang keluar dari ketiak daun, bunga berbentuk bintang, diameter 1.5 – 2.5 cm, bunga berwarna putih, dan baunya harum.( Ahsofyan, 2013 ). 2.4. Varietas jeruk besar (Citrus. grandis) Indonesia terdapat beberapa jenis / varietas tanaman jeruk besar atau varietas yang terdapat didaerah Indonesia yang banyak dikembang biakan dibeberapa daerah di Indonesia. 1. Jeruk Bali. Tanaman jeruk Bali mempunyai karakteristik sebagai berikut: daun dan bentuk buahnya berbulu banyak, buah berukuran sedang, dan tanaman tidak berbuah lebat. Bentuk buah bulat agak cekung dengan kulit tipis dan licin, daging buah jeruk bali berwarna merah muda, banyak mengandung air, dan berwarna merah. 2. Jeruk pandanwangi. Varietas ini mempunyai pohon yang kuat tidak mudah terserang penyakit. Bentuk buah bulat ,tetapi bagian pangkal dan ujungnya datar. Kulit buah tebal dan warna daging buahnya merah bertekstur kasar dan keras, kurang berair. 3. Jeruk delima. Jeruk dibedakan menjadi dua yaitu: delima warna putih sama delima warna merah. Tanaman jeruk delima sangat peka terhadap
8
penyakit getah (diploida). Buah berbentuk bundar dan cekung sedikit runcing pada tangkainya. kulit jeruk delima putih lebih tipis dan lebih licin dari pada delima warna merah. 4. Jeruk pangkep. Jeruk ini disebut jeruk pangkep karena berasal dari (Sulawesi Selatan). Buah jeruk pangkep berbentuk bulat atau bundar dengan bobot buah rata-rata 2,8 kg diameter buah adalah 23cm-25 cm . Warna kulit buah berwarna kuning kurang menarik daging buah berwarna putih bertekstur halus, berair, berbiji sedikit. 2.5. Penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) Penyakit CVPD adalah salah satu dari penyakit penting yang menyerang berbagai tanaman jeruk didunia. Nama lain dari penyakit CVPD adalah "Citrus Greening" atau Yellow Shoot (Huanglongbing) dan nama interasionalnya sering juga disebut " Huanglongbing" karena asal mula penyakit CVPD berasal dari negeri China (Dwiastuti,2001; Su,2001). Penyebaran penyakit CVPD dilapaorkan ada dibeberapa di negara dengan berbeda penyebutan nama penyakit CVPD, Taiwan (likubin atau decline), India (Citrus dieback), Filipina (leaf mottling), Afrika (blochy-mottle atau sering juga disebut mottling-desease untuk penyebutan penyakit di Indonesia adalah CVPD .Nama yang paling sering disebutkan didunia adalah penyakit "Greening". Penyakit CVPD atau Greening meyerang tanaman jeruk hampir semua negara didunia,yang menunjukkan serangan terbesar adalah Asia dan Afrika (Jagoueix,et. al.1997). Penyakit CVPD hampir menyerang semua kultivar jeruk dan menyebabkan produksi tanaman jeruk menurun serta kualitas vitamin yang juga menurun.
9
2.6. Gejala Serangan Penyakit CVPD Gejala yang ditimbulkan oleh serang penyakit CVPD pada tanaman jeruk besar yang terinfeksi penyakit dapat digolongkan menjadi 2 yaitu ada gejala luar dan gejala dalam. Untuk mengetahui seerangan penyakit CVPD pada tanaman jeruk besar yang terinfeksi penyakit CVPD maka perlu dilakukan indentifikasi yang mengalami infeksi atau yang menunjukan gejala CVPD pada bagian - bagian tanaman jeruk.Pengamatan secara visual di temukan gejala yang ditimbulkan oleh penyakit CVPD adalah daun tanaman jeruk menguning pada sebagian atau seluruh daun tajuk yang ditandai dengan tulang-tulang daun yang berwarna lebih gelap sehingga kontras dengan daging daun yang berwarna kuning (Semangun, 1994). Tanaman muda ,terinfeksi penyakit "Greening"atau CVPD mengakibatkan munculnya daun muda menjadi terhambat, pertumbuhan daun akan mengalami mencuat ke atas seperti sikat, lebih kecil dan berbecak seperti yang di sajikan pada Gambar 2.1.(A). Pada tanaman yang dewasa, gejala yang ditimbulkan sering berbeda, Blotching mulai berkembang pada ujung tanaman yang
dewasa.
Blotching berkembang pada bagan ujung daun tanaman dewasa (yelow shoot), hampir menyerupai gejala defisiensi mineral (Bove,1995), busuk akar atau cekaman lain (Korsten,et. al., 1996). Pada daun tanaman yang menunjukan gejala berat ,daun akan menjadi lebih kaku,kecil, menebal, tulang daun primer dan skunder mengeras (vein corking), dan menunjukan gejala menguning pada keseluruhan kanopi, tersebar dan daun yang rontok gejala ini di sajikan pada gambar 2.1.(B).Gejala penyakit CVPD ini mirip juga dengan gejala kekurangan Zn atau Mn (Conrado dan Gon Zales, 1987).
10
A
B
Gambar 2.1.(A)Gejala penyakit CVPD,(B) kanopi tanaman jeruk yang terserang penyakit CVPD(Mudita dan Natonis., 2010) Sering kali ditemukan ujung stylar tetap berwarna hijau atau keseluruhan buah tetap berwarna hijau pucat, oleh sebab itu dikatakannya penyakit greening (Gottwald dan Garnsey,1999). Pada sistem perakaran tanaman yang terinfeksi, ekosistemnya akan rusak, akar-akar serabut relatif lebih sedikit karena mungkin terjadi "kelaparan"(Aubert,1979 dalam da Graca,1991). Pertumbuhan akar baru sering mengalami pembusukan karena tertekan ,dimulai dari akar-akar yang kecil(rootlets) (Zhao,1981 dalam da Graca, 1991). Su dan Huang (1990) meyatakan bahwa pada bagian kloroplas,sel-sel parenkim xylem dan floem ditemukan akumulasi karbohidrat. Pada saat yang bersamaan, kambium akan lebih hiperaktif dan membentuk lebih banyak lagi elemen xylem dan floem. Sel-sel yang menjadi pengangkut akan menujukkan terjadinya penyimpangan,yang berjejalan, plasmolisis dan nekrosis. Xylem primer akan seingkali mengalami penonjolan ke epidrmis ,yang berkaitan dengan vein
11
corking.yang telah diamati terbentuknya membran-membran sitoplasma dan invaginasi plasma-lemma, penyimpang tilakoid, kloroplas dan rusaknya mitokondria (Graca, 1991). 2.7. Kerusakan Yang Disebabkan oleh Penyakit CVPD Serangan yang di timbulkan oleh penyakit CVPD pada tanaman dapat dilihat apabila tanaman sudah terinfeksi atau menguning dan daun tanaman sudah mulai berguguran satu demi satu sebelum waktunya serta pola pertumbuhan tanaman tidak teratur karena pada cabang-cabang yang terinfeksi akan muncul tunas dan bunga-bunga diluar musimnya (Sritamin, 2007). Pada tanaman yang terserang penyakit CVPD akan mengalami kerusakan anatomi pada jaringan floem yang bisa menyebabkan fungsi fisiologi tanaman dapat terganggu dan akhirnya tanamanmengalami kematian (Hewindati., 1998). Kerusakan yang diakibatkan oleh penyakit CVPD pada tanaman jeruk di India menyebabkan terjadinya penurunan produksi . Pada daerah Saudi Arabia, jeruk manis dan eruk mandarin mengalami kepunahan, sedangkan pada daerah Filipina mengalami kerugian yang lebih tinggi sebesar 65%, dan pada diThailand mengalami kerugian lebih dari 95% dan serangan terbesar terjadi pada daerah Afrika Selatan sebesar 30-100% (Graca, 1991). Di Indonesia penyakit CVPD mulai menyerang tanaman jeruk pada tahun 1940 (Semangun,1994) menyebutkan bahwa serangan yang ditimbulkan oleh penyakit CVPD pada tanaman jeruk keprok yang dulu bisa mencapai puluhan tahun untuk menghasilkan tetapi sekarang hanya bisa memberikan hasil 2-3 kali selama pertumbuhannya. Pertengahan tahun 80-an penyakit ganas ini telah menghancurkan pertanaman jeruk di sebagian besar entra penghasil jeruk diseluruh Indonesia
12
(Supryanto., 2004). Penyakit CVPD juga dapat mengakibatkan berkurangnya keragaman jeruk,seperti yang dinyatakan oleh ( Wirawan dkk., 1998 ) tanaman jeruk keprok tejakula di Bali Utara merupakan tanaman jeruk yang rasa buahnya manis dan aroma buahnya khas diantara jeruk yang lain serta warna orange yang bersih sehingga pernah menjadi keunggulan komuditas holtikurtura diBali Utara akan tetapi penyakit CVPD menyerang semua jenis tanaman jeruk di Bali maka, tanaman jeruk asli Tejakula menjadi lebih langka lagi dan susah untuk dicari (Sritamin., 2007). Sampai saat ini penyakit CVPD telah memusnahkan jutaan pohon jeruk yang ada di seluruh Indonesia. Semua jenis jeruk yang terdapat di Indonesia sebagian besar sudah terinfeksi serangan penyakit CVPD, tanaman yang kemungkinan tidak terkena serangan penyakit CVPD adalah tanaman jeruk kinkit (Triphasia trifolia) yang tidak bernilai ekonomis (Tjiptono., 1987). 2.7.1 Penyebab Penyakit CVPD Penyakit CVPD dilaporkan disebabkan oleh Virus (Tirtawijaya, 1983). Penyakit yang sering dikenal dengan nama "Citrus Greening"
atau
"Huanglongbing" (China) yang berasal dari China sejak tahun 1919 disebabkan oleh tristeza (Graca, 1991), Penyakit Huanglongbing ( HLB ) dapat ditularkan lewat “grafting” dan serangga vektor, sehingga disimpulkan bahwa penyebab HLB adalah virus (Tirtawidjaja, 1964; Capoor et al., 1967). Selanjutnya dilaporkan penemuan adanya Micoplasma-like Organism (MLO) di dalam sel-sel jaringan floem pada daun jeruk yang bergejala HLB (Lafleche & Bove, 1970). Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa struktur dinding sel MLO tersebut lebih tebal daripada membran sel mikoplasma pada umumnya, sehingga diragukan sebagai Mikoplasma, dan selanjutnya disebut Bacterial-like Organism
13
(BLO) (Garnier et al., 1976). Selanjutnya diketahui pula bahwa antibiotik Penicilin dapat menghambat timbulnya gejala HLB pada jeruk (Bove et al., 1980; Aubert & Bove, 1980)sehingga lebih memperkuat dugaan bahwa patogen HLB adalah bakteri. Garnier et al. (1984)membuktikan bahwa penyebab HLB adalah bakteri gram negatif dengan melakukan pengujian keberadaan dan hilangnya lapisan peptidoglikan (PG) sebagai lapisan di antara lapisan dinding dan membran sel dengan perlakuan papain untuk memperjelas keberadaan PG dan perlakuan lisozyme untuk mendegradasi PG. Selanjutnya Jagoueix et al. (1994) mempublikasikan bahwa bakteri tersebut termasuk anggota dari subdivisi á-Proteobacteria, dan namanya diusulkan sebagai Candidatus Liberobacter asiaticum untuk strain Asia dan ‘Candidatus Liberobacter africanum’ untuk strain Afrika (Jagoueix et al., 1997). Berdasarkan peraturan Kode Internasional Tata Nama Bakteri yang baru, maka ‘Candidatus Liberobacter asiaticum’ diubah namanya menjadi ‘Candidatus Liberibacter asiaticus’ (LAS). Demikian juga untuk ‘Candidatus Liberobacter africanum’ diubah namanya menjadi ‘Candidatus Liberibacter africanus’ (LAF) (Garnier et al., 2000). Pada awal tahun 2009, LAS dilaporkan sudah dapat dikulturkan pada medium buatan (Sechler et al. 2009) sehingga karakterisasi bakteri tersebut untuk keperluan identifikasi dan deteksi akan lebih baik perkembangannya. Pada awalnya, deteksi penyakit HLB menggunakan metode pengirisan ibu tulang daun jeruk untuk melihat kerusakan sel-sel jaringan floem dan pewarnaan yodium (Tirtawidjaja, 1964).Peneliti selanjutnya menggunakan mikroskop elektron untuk melihat organisme penyebab HLB di dalam sel-sel jaringan floem (Lafleche & Bove, 1970; Garnier & Bove, 1983; Garnier et al. 1984; Ariovich & Garnet,
14
1989).Deteksi menggunakan metode ELISA dan imunofluoresen memakai antibodi monoklonal dikembangkan oleh Garnier et al. (1987) dan Hsu et al. (1991). Deteksi yang dikembangkan selanjutnya adalah hibridisasi DNA menggunakan probe DNA spesifik organisme penyebab HLB (Villechanoux et al., 1992; Villechanoux et al., 1993). Metode deteksi secara molekuler menggunakan PCR untuk HLB dilakukan oleh Jagoueix et al. (1994); Planet et al. (1995); Jagoueix et al. (1997); Subandiyah et al. (2000); Hoy et al. (2001); Hung et al. (2004). Alat deteksi yang masih berdasarkan penggandaan fragment DNA seperti PCR namun disederhanakan hanya menggunakan water bath dengan satu siklus suhu tunggal saja dan teknik tersebut dikenal dengan LAMP (Loopmediated Isothermal Amplification) dilaporkan mampu mendeteksi LAS (Okuda et al., 2005). Kemajuan deteksi selanjutnya, yaitu menggunakan quantitative realtime PCR (Li et al., 2007)dalam buku ( Himawan A, Sumardiyono Y.B .,2010). Sedangkan pada daerah Afrika Selatan diketahui bahwa penyakit tristeza dan penyakit CVPD dapat dibedakan melalui vektornya yaitu vektor aphid Toxoptera citricidus yang menularkan triteza sedangkan vektor Diaphorina citri yang menularkan penyakit CVPD ( Graca., 1991).Sampai saat ini bakteri tersebut tidak bisa ditumbulkan secara in vitro akan tetapi bakteri tersebut bisa dapat dideteksi dengan menggunakan PCR (Polyamerase Chain Recation) pada 16 S rDNA yang diamati dengan mikroskop elektron. Bedasarkan pengaruh suhu, terdapat dua macam spesies bakteri Liberobacter yaitu spesies Afrika dan spesies Asia, masing-masing spesies menginduksi gejala serangan yang berbeda.Spesies Asia yang menunjukkan gejala yang berat pada suhu 27-320 C atau bentuk yang toleran panas (heat
15
tolerans) (Sritamin, 2007).Pada suhu berkisar 27-300C spesies dari daerah Afrika tidak menimbulkan gejala yang tidak berat dan tidak aktif pada suhu yang lebih tinggi dari 300C dalam waktu yang lebih lama (Graca, 1991). 2.8. Morfologi Bakteri CVPD Informasi yang diketahui tentang morfologi, fisiologi, biokimia dan genetik baketri CVPD sangat terbatas karena belum bisa untuk dikultur secara in vitro (Nakashima et al., 1996). Pengamatan yang dilakukan dengan cara mikroskop elektron terhadap irisan ultratipis secara serial dan konfigurasi tiga dimensi menunjukan bahwa bakteri penyakit CVPD bersifat pleomorfik, pada saat tumbuh berbentuk memanjang yang secara fleksibel 100-250 x 500-2500 µm dan untuk saat dewasa berbentuk batang kaku yang berukuran 350-550 x 600-1500 µm yang dikelilingi oleh dua lapisan yaitu dengan tebal µm (Wirawan dkk., 2004). Selubung bakteri memiliki tiga lapisan yang berbeda dengan masing-masing lapisan memiliki ketebalan lebih kurang dari 25 µm.(Wirawan, dkk., 2004).
Gambar 2.2 Morfologi bakteri Liberobacter (Aubert, 1989)
16
2.8.1 Infeksi Penyakit CVPD Penularan penyakit CVPD melalui teknik penempelan mata tunas (grafting),kecepatan untuk variasi perkembanganya disebabkan oleh distribusi bakteri yang tidak beraturan pada tanaman (Sdoodee et al ., 1999). Bakteri Liberobacter hanya terdapat pada jaringan floem tanaman yang terinfeksi oleh penyakit CVPD (Zubaidah., 2004). Liberobacter hanya dapat di ketahui pada tanaman yang memiliki gejala serangan penyakit CVPD yang dibawa oleh vektor D.citri yang berasosiasi dengan tanaman yang terinfeksi penyakit CVPD (Wirawan, 1997; Sulistyowati,2003). Penyakit CVPD bisa ditularkan oleh serangga D.citri yang menghisap tanaman yang terinfeksi penyakit CVPD lewat bibit yang telah terinfeksi CVPD. Pada bagian mulut vektor (stilet) terdapat bakteri CVPD, ketika vektor yang telah membawa bakteri atau virus CVPD menghinggap ke tanaman yang belum menimbulkan gejala penyakit CVPD ,dan serangga vektor yang telah membawa bakteri CVPD akan menghisap cairan selsel dari daun tanaman sehingga tanaman akan terinfeksi oleh bakteri CVPD melalui stiletnya vektornya (Wirawan dkk., 2000 dan Wijaya., 2003). Penularan yang melalui serangga vektor ,terjadi pada tanaman saat membentuk daun muda .Serangga vektor D.citri baru bisa menginfeksi penyakit ke tanaman yang sehat ,bila vektor telah membawa bakteri dari tanaman yang terserang penyakit CVPD, maka bakteri akan bisa bertahan selama 48 jam, dan kemudian vektor akan menginfeksi ke tanaman yang masih sehat ,bakteri akan bereaksi dengan sel-sel tanaman selama 360 jam (Sritamin, 2007). Ada beberapa tanaman yang toleran terhadap penyakit CVPD contohnya adalah tanamanjeruk kinkit.
17
2.8.2. Cara Pengendalian CVPD Penyakit CVPD adalah penyakit yang paling berbahaya untuk tanaman jeruk, umunya penyakit CVPD menyerang jeruk siam ,jeruk keprok dan yang lainnya ,tetapi untuk tanaman jeruk kinkit dan jeruk nipis tidak bisa terkena karena memiliki Gen yang menolak penyakit CVPD. Apabila ada tanaman jeruk yang terkena penyakit CVPD maka perlu dilakukan pengendalian penyakit CVPD, secara umumpengendalian dilakukan untuk mengurangi vektornya. Menurut Mahfud, 1987menyatakan cara pengendalian penyakit CVPD yaitu dengankarantina ,eradikasi tanaman, pengendalian serangga vektor D. citri dan pemberian tetramycin 26 SP. Selanjutnya menurut (Wigenasantana, 1994) menyatakan cara pengendalian penyakit CVPD adalah sebagai berikut: 1. Penanaman bibit bebas penyakit CVPD pada areal yang ingin ditanamani harus bersih dari penyakit CVPD. 2. Saat melakukan penempelan/grafting harus menggunakan mata tempel yang bebas dari penyakit CVPD. 3. Pengendalian VektorD.citri agar tidak menyebarkan penyakit CVPD lebih luas lagi. Agar tanaman jeruk terbebas dari serangan penyakit CVPD maka boleh diterapkan cara pengendalian CVPD seperti cara di atas, cara tersebut diterapkan untuk menghindari penyebaran penyakit CVPD kesemua wilayah Indonesia dan dapat menekanperkembangan dari L.asiacitum.
18
2.9. Teknik Polymerase Chain Reaction ( PCR ) PCR
merupakan teknik yang relatif mudah, cepat, efisien, dan lebih
senstif daripada dekteksi dengan DNA probe untuk deteksi CVPD ( Hocquellet et al., 1996 ; u dan Hung , 2001 ). Teknik PCR ini mempergunakan sepasang primer spesifik dari sekuens DNA bakteri CVPD yang telah dikloning (Hung et al., 2000) .PCR adalah suatu metode in vitro untuk menghasilkan sejumlah besar frgamen DNA spesifik dengan panjang dan sekuens yang telah ditentukan dari sejumlah kecil template kompleks. Teknik PCR sebenarnya mengeksploitasi berbagai sifat alami replikasi DNA. (Wirawan, dkk. 2004). Proses amplifikasi DNA total tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.3, polymerase DNA menggunakan DNA utas tunggal sebagai cetakan untuk mensintesis utas baru yang komplementer. Cetakan utas tunggal dapat diperoleh dengan mudah melalui pemanasan dari DNA cetakan utas ganda pada temperatur mendekati titik didih ( 92-95 oC). Polimarase DNA juga memerlukan suatu wilayah berserat ganda pendek untuk memulai proses sintesis. Pada PCR, posisi awal sintesi DNA dapat ditentukan dengan menyediakan suatu oligonukleotida sebagai primer yang menempel secara komplementer pada cetakan sesuai dengan yang diinginkan. ( Wirawan, dkk. 2004),dengan demikian, tempat ikatan primer baru akan dibuat pada utas DNA yang baru disintesis. Campuran reaksi kemudian dipanaskan lagi untuk untuk memisahkan utas awal dengan yang baru, yang kemudian berperan sebegai cetakan untuk siklus selanjutnya meliputi penempelan primer, sintesis DNA dan pemisahan utas. (Wirawan, dkk. 2004). Proses amplifikasi dengan PCR diperlukan kualitas DNA template yang baik dan program yang sesuai. Oleh karena bakteri CPVD belum bisa diukur,
19
sehingga tidak memungkinkan untuk mengisolassi DNAnya saja, maka dilakukan pendekatan dengan isolasi DNA total tanaman yang diinginkan untuk dideteksi. Tanaman jeruk mengandung banyak senyawa polifenol dan karbohidrat aktivitas Taq-polymerase dalam PCR. Oleh karena kandungan senyawa-senyawa tersebut berbeda pada setiap bagaian tanaman, maka perlu cara isolasi yang sesuai dengan DNA yang dapat diamplifikasi dengan PCR. (Wirawan dkk., 2004).
20
( A)
(B)
Gambar 2.3. Struktur DNA (Prentis Steve, 1990) dalam buku Kusuma. (2010 ) Keterangan: a. Struktur primer DNA b. Struktur sekunder DNA
Gambar 2.4. Proses amplifikasi DNA (Innis M., et al., 1990) dalam buku Kusuma.(2010)