II. TINJAUAN PUSTAKA A.
Tanaman Jagung
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang terpenting, selain gandum dan padi. Penduduk beberapa daerah di Indonesia (misalnya di Madura dan Nusa Tenggara) juga menggunakan jagung sebagai pangan pokok (Wikipedia Indonesia, 2010). Pembudidayaan tanaman jagung di Indonesia sudah berkembang sangat luas. Provinsi penghasil jagung di Indonesia dan hasil produksi tahun 2009 antara lain: Jawa Timur: 5 jt ton; Jawa Tengah: 3,3 jt ton; Lampung: 2 jt ton; Sulawesi Selatan: 1,3 jt ton; Sumatera Utara: 1,2 jt ton; Jawa Barat: 700 – 800 rb ton, sisa lainnya (NTT, NTB, Jambi dan Gorontalo) dengan rata-rata produksi jagung nasional 16 jt ton per tahun (Wikipedia Indonesia, 2010). Tanaman jagung (Zea mays L.), diklasifikasikan ke dalam divisi Angiospermae, kelas Monocotyledae, Ordo Poales, Famili Poaceae dan Genus Zea (Wikipedia Indonesia, 2010). Terdapat enam jenis jagung dibedakan berdasarkan bentuk kernel, yaitu: dent, flint, flour, pop, sweet, dan pop corn. Jagung jenis dent, dapat dicirikan dengan adanya selaput corneous, horny endosperm, pada bagian sisi dan belakang kernel, pada bagian tengah inti jagung lunak dan bertepung (Johnson, 1991). Menurut Johnson (1991), jagung jenis flint memiliki bentuk agak tebal, keras dan lapisan endospermnya seperti kaca, kecil, lunak, dengan granula tengah. Jagung jenis pop memiliki selaput endosperm yang sangat keras dan memiliki kernel kecil. Jagung jenis flour memiliki endosperm yang lunak dan menembus kernel, sangat mudah dihancurkan dan mudah ditumbuhi kapang jika ditanam di lahan basah. Jagung sweet merupakan jagung hasil mutasi. Jagung ini biasanya dicampur dalam sayuran dan memiliki kadar sakarida terlarut sebesar 12% berat kering yang nilainya lebih besar dari jagung jenis lainnya yang hanya 2-3 %. Sedangkan jagung pop corn merupakan jagung yang memiliki kernel yang tertutup. Jenis jagung dan sifat-sifatnya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Jenis jagung dan sifat-sifatnya Jenis jagung Jagung gigi kuda (Zea mays identata) Jagung mutiara (Zea mays indurata) Jagung bertepung (Zea mays amylacea) Jagung berondong (Zea mays evertia) Jagung manis (Zea mays saccharata) Sumber: Suprapto (1998)
Sifat-sifat Biji berbentuk gigi, pati yang keras menyelubungi pati yang lunak sepanjang tepi biji tetapi tidak sampai ujung Biji sangat keras, pati yang lunak sepenuhnya diselubungi pati yang keras, tahan terhadap serangan hama gudang. Biji mudah dibuat tepung karena semua endosperm berisi pati yang lunak, biji mudah kering tetapi permukaannya berkerut. Butir biji kecil, keras seperti jagung mutiara, pati lunak lebih sedikit Kandungan pati sedikit, kulit biji tipis, endosperm bening dan dimasak biji berkerut.
Bentuk biji jagung berbeda-beda bergantung pada varietasnya. Warna biji jagung juga bervariasi dari putih sampai kuning. Secara anatomi, jagung terdiri dari empat bagian pokok, yaitu kulit (perikarp), endosperma, lembaga, dan tudung pangkal biji (tipcap). Persentase bagian-bagian anatomi biji jagung disajikan pada Tabel 2.
3
Tabel 2. Bagian-bagian anatomi biji jagung Bagian Anatomi Pericarp Endosperma Lembaga Tipcap Sumber: Inglett, 1970
Jumlah (%) 5 82 12 1
Endosperma merupakan jaringan nutrisi triploid yang membentuk embrio di dalam biji jagung. Anatomi biji jagung disajikan pada Gambar 1. Bobot endosperma hampir 83% dari bobot biji keseluruhan (www.GeoChemBio.com, 2010). Lembaga tersusun atas dua bagian yaitu skutelum dan poros embrio. Skutelum berfungsi sebagai tempat penyimpanan zat-zat gizi selama perkecambahan biji (Muchtadi dan Sugiyono, 1989). Tudung pangkal biji (tip cap) merupakan bekas tempat melekatnya biji pada tongkol jagung. Tip cap terlepas dari biji selama proses pemipilan jagung (Hoseney, 1998).
Gambar 1. Anatomi biji jagung (http://www.geochembio.com)
Komposisi kimia jagung Komposisi kimia jagung bervariasi menurut varietas, cara menanam, iklim dan tingkat kematangan. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989), jagung mengandung lemak dan protein yang jumlahnya bergantung pada umur dan varietas jagung tersebut. Jagung muda memiliki kandungan lemak dan protein yang lebih rendah jika dibandingkan dengan jagung tua. Selain itu, jagung mengandung karbohidrat yang terdiri dari pati, serat kasar dan pentosan. Komposisi terbesar dalam jagung adalah pati, terutama terletak pada bagian endosperma. Sekitar 85% dari total pati terdapat pada bagian endosperma. Pati jagung terdiri atas amilosa dan amilopektin, sedangkan gulanya berupa sukrosa. Lemak jagung terutama terdapat dalam lembaga yaitu 85% dari total lemak jagung. Asam lemak penyusun terdiri dari asam lemak jenuh yang berupa palmitat dan stearat, sedangkan asam lemak tak jenuhnya seperti oleat dan linoleat. Protein terbanyak dalam jagung adalah zein dan glutelin. Zein merupakan protein yang tidak larut air (Lorenz dan Karel 1991). Zein memiliki dua jenis komponen, yaitu α-zein (larut pada 95% etanol) dan β-zein (larut dalam 60% etanol). Pada α-zein kandungan asam amino histidin, arginin, prolin dan metionin lebih banyak daripada yang terkandung pada β-zein (Laztity, 1986).
4
Glutelin merupakan protein yang larut dalam alkali. Fraksi glutelin merupakan protein endosperma yang tersisa setelah ekstraksi protein larut garam dan alkohol (zein). Glutelin memiliki jumlah asam amino lisin, arginin, histidin, dan triptofan yang lebih tinggi daripada zein tetapi kandungan asam glutamatnya lebih rendah (Laztity, 1986). Selain kedua protein utama tersebut, jagung juga mengandung protein sitoplasma yang berperan dalam metabolisme aktif. Protein tersebut adalah albumin, globulin, dan beberapa enzim. Selain pati, lemak dan protein, jagung juga mengandung vitamin-vitamin seperti tiamin, niasin, riboflavin dan piridoksin. Komposisi jagung disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi kimia dan gizi jagung dalam 100 gram Jenis Jagung Jagung Kuning Jagung Putih Jagung Muda Kalori 355 355 33 Protein (g) 9.2 9.2 2.2 Lemak (g) 3.9 3.9 0.1 Karbohidrat (g) 73.7 73.7 7.4 Kalsium (mg) 10 10 7 Fosfor (mg) 256 256 100 Besi (mg) 2.4 2.4 0.5 Vitamin A (SI) 510.0 200 Vitamin B1 (mg) 0.38 0.38 0.08 Vitamin C (mg) 0.08 Air (%) 12 12 89.5 Sumber : Daftar komposisi bahan makanan, Departemen Kesehatan RI (1996) Zat Kimia dan Gizi
B.
Pati Jagung
Pati merupakan suatu polisakarida yang berfungsi sebagai cadangan energi dan secara luas tersebar di berbagai macam tanaman. Pati tersusun dari unit-unit glukosa. Pati terdapat dalam bentuk granula dalam sebagian besar sel tanaman (Cheng, 2006). Pati merupakan karbohidrat fungsional tinggi dalam bentuk unmodified-nya. Pati juga merupakan karbohidrat yang memiliki sifat reaktif tinggi yang memungkinkannya untuk dimodifikasi secara fisik, kimia, maupun enzimatis untuk kebutuhan spesifik yang diinginkan (Corn Refiner Assosiation, 2006). Sifat pati jagung berbeda dengan tepung jagung yang komposisinya masih lengkap. Pati jagung atau yang dikenal dengan nama dagang maizena merupakan produk utama dari penggilingan jagung dengan teknik basah (wet mill). Perbedaan yang signifikan antara tepung jagung dan pati jagung terletak pada kandungan protein, lemak dan kadar abu. Tepung jagung memiliki kandungan kimia yang masih lengkap, sedangkan pada pati jagung sudah dipisahkan dan sebagian hilang pada proses pencucian. Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama, yaitu amilosa, amilopektin dan bahan antara, seperti lipid dan protein. Perbandingan sifat pati jagung dan tepung jagung disajikan pada Tabel 4. Pati jagung umumnya terdiri dari 75% amilopektin dan 25% amilosa (Muchtadi et al., 1988). Molekul amilosa dan amilopektin disajikan pada Gambar 2. Namun demikian, terdapat varietas jagung yang tersusun seluruhnya (100%) dari amilopektin yaitu jenis waxy/glutinous corn. Sebaliknya, terdapat pula varietas jagung yang mengandung amilosa dalam jumlah yang tinggi (7080%). Varietas tersebut dinamakan high-amylose corn (Corn Refiner Assosiation, 2006).
5
Tabel 4. Perbandingan sifat pati jagung dibandingkan dengan tepung jagung. Parameter Satuan Pati jagung * Kadar air % 10.21 Kadar protein (b/b) % 0.56 Kadar abu % 0.05 Kadar lemak (b/b) % 0.68 Karbohidrat by difference % 88.5 Kandungan pati % 98.01 PH (5% suspensi) 5.18 Residu SO2 Ppm 9.21 Lolos ayakan 100 mesh % 99.81 Viskositas Cps 900 Serat % Sumber: *) PT. Suba Indah Tbk (2004) di dalam Fadlillah (2005) **) Juniawati (2003)
1.
Tepung jagung** 10.9 5.8 0.4 0.9 82.0 68.2 7.8
Amilosa
Amilosa merupakan polimer linear dari α-D glukosa yang dihubungkan dengan ikatan α-(14)-D-glukosa. Amilosa umumnya dikatakan sebagai bagian linear dari pati, tetapi sebenarnya amilosa juga memiliki cabang. Titik cabang amilosa berada pada ikatan α-(1-4). Hanya saja derajat percabangannya sangat rendah. Dalam satu rantai linear, cabang-cabang amilosa berada pada titik yang sangat jauh dan sedikit (Hoseney, 1988).
Gambar 2. Molekul Amilosa (atas) dan Amilopektin (bawah) (Corn Refiner Association, 2006) Amilosa terdiri dari 50-300 unit glukosa. Berat molekul amilosa beragam tergantung pada sumber dan metode ekstrasi yang dipergunakan. Secara umum, amilosa yang diperoleh dari umbiumbian dan pati batang mempunyai berat molekul yang lebih tinggi dibandingkan dengan amilosa pada pati biji-bijian (Hoseney, 1998).
2.
Amilopektin
Amilopektin merupakan polimer yang memiliki ikatan α-(1-4) pada rantai lurusnya dan memiliki ikatan β-(1-6) pada titik percabangannya. Ikatan percabangan tersebut berjumlah 4-5% dari
6
keseluruhan ikatan yang ada pada amilopektin (Hodge dan Otsman, 1976; Fennema, 1999). Amilopektin biasanya mengandung 1000 atau lebih unit glukosa. Berat molekul amilopektin bervariasi tergantung sumbernya (Greenwood dan Munro, 1979). Amilopektin dalam produk pangan bersifat merangsang terjadinya proses puffing (penggembungan). Produk pangan yang berasal dari pati dengan kandungan amilopektin tinggi bersifat ringan, poros, garing dan renyah. Sebaliknya, pati yang mengandung amilosa tinggi cenderung menghasilkan produk yang keras dan pejal karena proses penggembungan terjadi secara terbatas (Muchtadi et al., 1987).
3.
Gelatinisasi Pati
Saat dipanaskan dalam air granula pati akan mengalami proses gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan kerusakan tatanan molekul di dalam granula pati. Kerusakan tersebut dibuktikan dengan pengembangan granula yang irreversible, kehilangan sifat birefringence, dan sifat kristalin (BeMiller and Whistler, 1996). Mekanisme gelatinisasi dapat dibedakan menjadi tiga fase. Pertama, air akan secara perlahan-lahan dan bolak balik berimbibisi ke dalam granula. Kemudian pada suhu gelatinisasi antara 60-850C granula akan mengembang dengan cepat dan akhirnya kehilangan sifat-sifat birefringence-nya. Ketiga, jika temperatur tetap naik terjadi pengembangan granula lebih lanjut, pengeluaran kompenen larut air (terutama amilosa) dan dengan pemberian pengadukan, granula rusak seluruhnya (BeMiller and Whistler, 1996). Pada proses gelatinisasi terjadi perusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan hidrogen ini berfungsi untuk mempertahankan struktur integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil yang bebas akan menyerap molekul air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati (Greenwood, 1979). Apabila campuran pati dengan air dipanaskan hingga di atas suhu kritis, ikatan hidrogen yang mengatur integritas pati akan melemah sehingga air masuk dan terjadi hidrasi terhadap amilosa dan amilopektin (Wurzburg, 1989). Menurut Wurzburg (1989), ketika granula mengembang dan pemanasan dilanjutkan, amilosa akan keluar dari granula. Suspensi menjadi bening dan viskositasnya akan meningkat terus hingga mencapai puncak dimana granula mengalami pecah dan terpotong-potong membentuk molekul polimer atau agregat dan viskositasnya menurun. Mekanisme gelatinisasi pati disajikan pada Gambar 3. Granula pati mentah yang terdiri atas amilosa (helix) dan amilopektin (bercabang-cabang)
Penambahan air akan memecahkan kristalinitas dan merusak keteraturan bentuk amilosa. Granula mengembang. Penambahan panas dan air yang berlebih menyebabkan pengembangan lebih lanjut. Amilosa berdifusi keluar granula Granula hampir hanya mengandung amilopektin saja dan terperangkap dalam struktur matriks amilosa, membentuk gel Gambar 3. Mekanisme gelatinisasi pati (Harper, 1981)
7
Suhu gelatinisasi dapat ditentukan dengan Brabender Viscoamilograph dan Differential Scanning Calorimetry (Be Miller et al., 1995). Suhu gelatinisasi pati dimulai dari suhu awal gelatinisasi saat viskositas mulai terbaca hingga pasting selesai. Istilah pasting merupakan sinonim dari proses gelatinisasi. Suhu gelatinisasi berbagai jenis pati disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Suhu gelatinisasi beberapa jenis pati Sumber pati Jagung Waxymaize High amilose maize Kentang Tapioka Gandum Sumber : Fennema (1996)
Suhu gelatinisasi pati (oC) 62-80 63-72 66-170* 58-65 52-65 52-85
*): di bawah kondisi pemasakan normal, saat suspensi pati dipanaskan hingga 95-1000C, high amilose maize tidak menghasilkan viskositas yang dapat terbaca. Pasting tidak terjadi hingga mencapai suhu 160-1700C.
C.
Tepung Jagung
Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling jagung (Zea mays L.) yang bersih dan baik. Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung merupakan suatu proses pemisahan kulit, endosperma, lembaga dan tip cap. Endosperma merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga kulit harus dipisahkan karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam lembaga dapat membuat tepung tengik. Tip cap merupakan tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap juga merupakan bagian yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Apabila pemisahan tip cap tidak sempurna maka akan terdapat butir-butir hitam pada tepung. Proses penepungan jagung dapat dilakukan melalui dua cara yaitu proses penggilingan basah dan proses penggilingan kering. Produk yang dihasilkan pada penggilingan basah adalah pati. Sedangkan produk yang dihasilkan dari penggilingan kering adalah grits, meal dan flour (Inglett, 1970). Menurut Juniawati (2003), pada pembuatan tepung jagung dilakukan penggilingan sebanyak dua kali. Penggilingan pertama (penggilingan kasar) dilakukan dengan menggunakan hammer mill. Hasil penggilingan kasar berupa grits, kulit, lembaga dan tip cap. Kemudian kulit, lembaga dan tip cap dipisahkan melalui pengayakan dan perendaman. Selanjutnya, grits jagung yang diperoleh dari penggilingan kasar dicuci dan direndam dalam air selama 3 jam. Penggilingan kedua yang merupakan penggilingan grits jagung menggunakan disc mill (penggiling halus) menghasilkan tepung jagung. Tepung jagung tersebut kemudian diayak dengan menggunakan pengayak 100 mesh. Komponen terbesar dalam tepung jagung adalah pati. Berdasarkan hasil penelitian Juniawati (2003), tepung jagung memiliki kadar pati sebesar 68,2%. Syarat mutu tepung jagung dapat dilihat pada Lampiran 1.
8
Tepung jagung pioneer 21 Menurut Suprapto dan Marzuki (2005) jagung hibrida Pioneer 21 termasuk jenis jagung setengah mutiara (semi flint). Jagung setengah mutiara atau semi mutiara lebih mudah dibuat tepung dibandingkan jagung mutiara. Hal ini disebabkan jagung semi mutiara mengandung endosperm lunak yang lebih banyak dibandingkan dengan endosperm kerasnya. Endosperm keras tersusun dari sel-sel yang lebih kecil dan tersusun rapat sedangkan endosperm lunak susunan sel-selnya tidak serapat bagian keras (Muchtadi dan Sugiyono, 1989). Jagung Pioneer 21 memiliki beberapa keunggulan antara lain memiliki ketahanan yang baik terhadap kekeringan, tongkol terisi penuh, dan memiliki potensi hasil tinggi mencapai 13,3 ton pipilan kering/Ha. Tepung jagung Pioneer 21 memiliki suhu awal gelatinisasi 73oC dan suhu gelatinisasi maksimum 92oC. Suhu awal gelatinisasi artinya suhu pada saat tepung jagung akan mulai tergelatinisasi dan terlihat kurva mulai naik. Sedangkan suhu gelatinisasi maksimum artinya suhu pada saat viskositas maksimum dicapai dan terlihat ketika mencapai puncak. Hasil pengukuran sifat amilografi tepung jagung Pioneer 21 disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Hasil uji amilografi tepung jagung Pioneer 21 Komponen Suhu awal gelatinisasi Suhu gelatinisasi maksimum Viskositas pada gelatinisasi maksimum Sumber: Muhandri (2006)
Hasil 73oC 92oC 800 BU
Tepung jagung Pioneer 21 memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi (86,18%) dan lemak yang rendah (1,73%). Kadar karbohidrat yang tinggi menjadikan tepung jagung Pioneer 21 cocok digunakan sebagai bahan pangan sumber energi. Kandungan lemak yang rendah disebabkan adanya proses degerminasi (pemisahan lembaga) pada saat proses penepungan. Hasil analisis proksimat tepung jagung Pioneer 21 disajikan pada Tabel 7. Berdasarkan pengukuran warna yang telah dilakukan oleh Etikawati (2007), tepung jagung Pioneer 21 memiliki derajat Hue 82.65 (yellow red). Warna kuning pada tepung jagung disebabkan oleh adanya pigmen xantofil yang terdapat pada biji jagung. Xantofil termasuk dalam pigmen karotenoid yang memiliki gugus hidroksil. Warna kuning tepung jagung tentunya akan berpengaruh terhadap mi yang dihasilkan dan menunjukkan karakteristik khas dari mi jagung. Tabel 7. Hasil analisis proksimat dan kadar pati tepung jagung P-21 Komponen Air Protein Lemak Abu Karbohidrat Amilosa Amilopektin Total pati Sumber : Etikawati (2007)
Kadar (%) 5,46 6,32 1,73 0,31 86,18 23,04 43,52 66,56
9
D.
Mi
1.
Mi Instant
Mi instan termasuk produk pasta atau ekstrusi. Kata pasta merupakan istilah umum untuk produk spaghetti, makaroni, dan mi (Donnelly, 1997). Definisi mi instan menurut SNI 01-3551-2000 adalah produk yang terbuat dari adonan terigu atau tepung lainnya sebagai bahan utama dengan atau tanpa penambahan bahan lainnya dan dapat diberi perlakuan alkali. Proses pregelatinisasi dilakukan sebelum mi dikeringkan dengan proses penggorengan atau proses dehidrasi lainnya. Mi instant dibuat dengan penambahan beberapa proses setelah diperoleh mi segar. Tahaptahap tersebut yaitu pengukusan, dan pengeringan. Berdasarkan proses pengeringannya, dikenal dua macam mi instan. Pengeringan yang dilakukan dengan cara menggoreng, menghasilkan mi instan goreng (instant fried noodle), sedangkan pengeringan dengan udara panas disebut mi instan kering (instant dried noodle). Mi instan goreng mampu menyerap minyak hingga 20 % selama penggorengan (Astawan, 2004). Keunggulan instant dried noodle adalah kadar air yang lebih rendah dan lebih tahan lama (tidak mudah tengik). Namun, instant dried noodle juga memiliki kekurangan dibandingkan dengan instant fried noodle yaitu rasa gurih yang rendah akibat kandungan lemak yang rendah. Syarat mutu mi instan dapat dilihat pada Lampiran 2.
2.
Mi Jagung
Mi jagung merupakan mi dengan bahan baku utama pati atau tepung jagung. Mi berbahan dasar pati sebagian besar merupakan produk ekstrusi. Seperti halnya mi yang terbuat dari pati kacang hijau (Fentiao atau Fensu di Cina), mi yang terbuat dari beras (Bifun di Jepang), dan mi yang terbuat dari pati ubi jalar dan jagung (Tangmyon di Korea) (Kim, 1996). Di Filipina mi yang terbuat dari pati jagung maupun tepung jagung dinamakan bijon. Karakteristik permukaannya buram, agak kasar dan berwarna putih karena terbuat dari jagung putih (Inglett, 1970). Berbagai teknik pembuatan mi jagung telah dikembangkan dan secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu: (1) teknik pembuatan mi jagung dengan calendering yang meliputi proses pembentukan lembaran (sheeting) dan pemotongan (sliting) atau modifikasi teknik mi terigu (Juniawati, 2003; Budiyah, 2004; Fadlillah, 2005; Kurniawati, 2006; Rianto, 2006; Soraya, 2006; Putra, 2008), (2) teknik pembuatan mi jagung dengan ekstrusi piston atau ram (Subarna et al, 1999), dan (3) pembuatan mi jagung teknik ekstrusi ulir dengan menggunakan ektruder tipe pemasak dan pencetak (Fahmi, 2007; Etikawati, 2007; Hatorangan, 2007; Susilawati 2007) dan (4) dengan menggunakan ekstruder tipe pencetak/pasta (Ekafitri, 2009; Zulkhair, 2009; Wijaya, 2010). Pada penelitian ini mi jagung akan dibuat menggunakan ekstruder tipe pencetak/pasta. Teknik pembuatan mi jagung dengan sistem ekstruder tipe pencetak lebih sederhana dan dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat. Pembuatan mi jagung ini juga dapat dilakukan secara kontinyu. Metode ini membutuhkan adonan yang sudah tergelatinisasi sebagian supaya adonan dapat dicetak di dalam ekstruder. Selama ini pembuatan mi jagung menggunakan teknik ekstrusi sampai pada tahap pembuatan mi basah dan mi kering. Justifikasi proses pembuatan mi basah jagung menurut Zulkhair (2009) dilakukan dengan menaikkan basis bahan baku menjadi dua kali lipat lebih banyak dari penelitian pendahulu oleh Pratama (2008), yaitu menjadi 200 g tepung, 2% garam dapur (4 g) dan jumlah air yang ditambah hingga kadar air tepung mencapai 70%. Proses pembuatan mi basah jagung ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu penimbangan bahan, pengadukan, pengukusan pertama, pencetakan adonan menggunakan ekstruder, dan pengukusan kedua. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan mi jagung terbagi dua yaitu bahan baku dan
10
bahan tambahan. Bahan baku yang digunakan adalah tepung jagung ukuran 100 mesh dan bahan tambahan yang digunakan adalah air dan garam. Menurut Astawan (2004), air berfungsi sebagai media reaksi yang penting untuk proses gelatinisasi. Selain itu, air juga berfungsi untuk melarutkan garam sebelum dicampur dengan tepung jagung. Dalam pembuatan mi, penambahan garam berfungsi untuk memberi rasa, memperkuat tekstur mi, meningkatkan fleksibilitas, elastisitas mi, dan mengikat air (Astawan, 2004). Menurut Wijaya (2010), penambahan air sebanyak 70% akan menghasilkan tepung semi basah. Pengukusan adonan selama 15 menit menghasilkan adonan semi basah dan setelah dikukus warna adonan terlihat seragam (kuning cerah). Bila air yang ditambahkan terlalu sedikit maka proses gelatinisasi kurang sempurna sehingga pati tergelatinisasi yang dihasilkan sedikit dan belum dapat mengikat adonan secara baik (adonan sulit dibentuk). Selain itu pengukusan pertama selama 15 menit menghasilkan mi dengan nilai persen elongasi terbesar (Wijaya, 2010). Adonan yang telah dikukus dimasukkan ke dalam ekstruder pencetak dan mengalami pencampuran di dalam ekstruder, adonan keluar melalui lubang (die) ekstruder khusus untuk mi. Mi yang dihasilkan lurus, tidak lengket, warna mi seragam, dan elastis. Selama proses ekstrusi, adonan mi harus diberikan tekanan secara manual. Pemberian tekanan perlu dilakukan karena diperkirakan tekanan yang diterima tidak sama oleh tiap bagian adonan. Menurut Zulkhair (2009), pemberian tekanan meningkatkan kekompakan antar partikel dalam untaian mi yang dihasilkan, adonan yang lebih kompak mampu meningkatkan persen elongasi dan menurunkan KPAP mi. Mi basah yang dihasilkan mendapatkan tekanan yang sama saat pertama kali keluar hingga adonan tepung habis di dalam ekstruder. Pada pengukusan kedua (mi) selama 15 menit, mi yang dihasilkan matang, lunak, elastis, dan warna mi kuning seragam (kuning cerah). Kematangan dapat dilihat dari ratanya tingkat kematangan mi sampai lapisan yang paling dalam, ditandai dengan tidak adanya warna khas tepung mentah pada diameter mi. Pada pengukusan kedua ini terjadi proses gelatinisasi yang sempurna (Moss et al., 1987 dalam Kruger et al. 1996). Mi jagung instan merupakan hasil dari proses pengeringan mi jagung basah setelah proses pengukusan mi. Proses pengeringan mi bertujuan agar produk dapat disimpan lebih lama dengan menghilangkan sebagian besar air. Diharapkan kadar air yang diperoleh sesuai dengan SNI 01-35512000 yaitu ≤10% bb. Pada penelitian ini metode pengeringan yang digunakan adalah pengeringan menggunakan proses penggorengan dalam deep fat fryer.
3.
Rheologi Mi
Reologi adalah ilmu tentang deformasi dan aliran bahan (Faridi, 1994). Pada bahan padat reologi merupakan hubungan antara gaya dengan perubahan bentuk, sedangkan pada bahan cair merupakan hubungan antara gaya dengan aliran. Sifat reologi merupakan salah satu penentu kualitas produk pasta seperti mi. Pada mi dengan bahan baku tepung jagung, sifat reologi dipengaruhi oleh kandungan amilosa dan amilopektin. Hal ini disebabkan karena tepung jagung tidak memiliki gluten seperti halnya terigu yang mampu membentuk adonan yang cohesive-elastic dengan penambahan air (Fadillah, 2005). Sifat reologi yang diamati pada mi antara lain kekerasan, daya kohesif (cohesiveness), dan kelengketan menggunakan texture analyzer, serta elongasi dan kekuatan tarik (tensile strength) menggunakan rheoner. Kekerasan (hardness) merupakan daya pada kompresi maksimum atau besarnya gaya yang dibutuhkan untuk menekan sampel hingga ketebalan tertentu (Hatorangan, 2007). Kekerasan pada produk mi didefinisikan sebagai kekuatan yang diperlukan untuk memotong mi dengan gigi (D’egidio, 1996). Menurut Etikawati (2007), amilosa terlarut akan mempengaruhi tingkat
11
kekerasan mi. Tingginya jumlah amilosa terlarut akan meningkatkan kekerasan mi karena amilosa terlarut akan berikatan satu sama lain dengan matriks pengikat. Selain itu amilosa juga akan mengalami retrogradasi yang dapat meningkatkan kekerasan mi. Daya kohesif (cohesiveness) atau konsistensi mi merupakan kekuatan dari ikatan internal untuk menahan struktur mi. Mi yang terlalu kohesif sulit untuk dikunyah dan dihancurkan dengan gigi (D’egidio, 1996). Daya kohesif atau konsistensi disebabkan oleh kompaknya tekstur mi akibat gelatinisasi pati. Pati yang tergelatinisasi akan mengeluarkan amilosa dari granula pati (leaching), mengisi rongga-rongga diantara amilopektin, dan memperkuat struktur mi (Hartorangan, 2007). Kelengketan (adhesiveness) merupakan gaya yang dimiliki oleh permukaan mi matang untuk menempel dengan materi lain (lidah, jari, gigi, dan langit-langit mulut) (D’egidio, 1996). Kelengketan pada produk mi diakibatkan oleh lepasnya pati selama proses pemasakan berlangsung dan rasio amilosa dan amilopektin (Etikawati, 2007). Pati jagung P-21 memiliki kandungan amilosa 23.04% dan amilopektin 43.52% dari total pati. Semakin tinggi kadar amilopektinnya, mi akan makin lengket. Persen elongasi adalah pertambahan panjang mi akibat gaya tarikan. Mi dengan persen elongasi tinggi menunjukkan karakteristik mi yang tidak mudah putus. Sifat ini penting karena kita tidak menginginkan mi yang putus-putus saat dimakan. Elliason dan Gudmunsson (1996) menyatakan bahwa tingginya amilosa terlarut dan tingginya kemampuan pengembangan granula mampu meningkatkan ekstensibilitas mi. Hal ini menunjukkan kecukupan gelatinisasi sangat menentukan sifat elongasi mi. Tensile strength merupakan gaya maksimum yang diperlukan untuk menarik untaian mi hingga putus. Tensile strength menunjukkan kekuatan resistensi terhadap peregangan. Rheoner merupakan alat yang digunakan untuk mengukur persen elongasi dan tensile strength dengan cara mengukur gaya yang diperlukan sampai bahan (mi) putus (Szczesniak dalam Peleg dan Bagley, 1983).
E.
Ekstrusi
Ekstrusi adalah proses pengolahan pangan yang mengkombinasikan beberapa proses secara berkesinambungan antara lain pencampuran, pemasakan, pengadonan, shearing, dan pembentukan. Bahan pangan dipaksa mengalir di bawah pengaruh kondisi operasi melalui suatu cetakan yang dirancang untuk membentuk hasil ekstrusi dalam waktu singkat (Fellows, 2000). Adonan bisa mengalir karena adanya pengaruh tekanan shear (σ). Tekanan ini tergantung pada kecepatan shear dan viskositas bahan. Pada aliran newtonian terjadi hubungan linear antara tekanan shear dan kecepatan shear. Aliran ini biasanya terdapat pada aliran gas. Bahan pangan yang mengandung senyawa-senyawa biopolimer seperti pati dan protein sifat alirannya mengikuti kaidah non-newtonian (Harper, 1981). Harper (1981) membagi aliran non-newtonian menjadi tiga jenis yaitu: aliran bingham plastic, pseudoplastic, dan dilatant. Bingham plastic adalah aliran yang memerlukan stress awal sebelum mengalir, biasanya terdapat pada saus tomat, jelly, dan keju. Pseudoplastic adalah aliran yang memiliki penurunan viskositas dengan semakin besarnya shear. Bahan pangan yang diekstrusi mempunyai tipe aliran pseudoplastic. Aliran dilatant merupakan kebalikan dari aliran pseudoplastic, kenaikan shear rate akan meningkatkan viskositas bahan yang mengalir seperti madu.
Ekstruder Ekstruder adalah alat untuk mencetak bahan melalui proses ekstrusi (Harper, 1981). Ekstruder dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat termodinamika, kadar air, sifat fungsional, dan jumlah ulir. Menurut Harper (1981), berdasarkan sifat fungsional, ekstruder terdiri atas pasta
12
ekstruder, high-pressure forming extruder, low-shear, cooking extruder, coolet extruder, dan highshear cooking extruder. Secara termodinamika, ekstruder terbagi atas tiga jenis yaitu : autogenous yaitu ekstruder yang menghasilkan panas dengan mengkonversi energi mekanik pada aliran proses; isotermal ekstruder; dan polythropic yaitu ekstruder yang prinsip kerjanya menggabungkkan antara autogenous ekstruder dan isotermal ekstruder. Berdasarkan kadar air, ektruder terbagi atas low moisture extruder, intermediate moisture extruder, high moisture extruder. Berdasarkan jumlah ulirnya, ektruder terbagi atas ektruder berulir tunggal dan ektruder berulir ganda. Menurut Smith (1981) ekstruder berulir tunggal dibagi atas tiga kelompok yaitu Low Shear, Medium Shear, dan High Shear. Ekstruder tunggal ini bisa memproses bahan-bahan baku yang mempunyai kadar airnya 10%-40%, tergantung pada campuran dari formula bahan. Jenis-jenis ekstruder tersebut disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Klasifikasi Ekstruder Ulir Tunggal Kategori Kadar Air Produk (%) Densitas produk (g/100ml) Suhu barrel maksimum (C) Tekanan barrel maksimum (kg /cm2) Kecepatan ulir (rpm) Produk khas
Low Shear 25 – 75 32 – 80 20 – 65
Medium Shear 15 – 30 16 – 51 55 – 145
High Shear 5–8 3.2 – 20 110 – 180
6 – 63
21 – 42
42 – 84
100
200
200
Produk pasta daging
Roti, makanan ternak
Snack, breakfast cereal
Sumber: Smith, 1981 Ekstruder pasta termasuk ke dalam ekstruder ulir tunggal tipe low shear extruder dengan tiga zona utama, yaitu mixing dan conditioning, plasticizing, dan extrusion (Ranken et al., 1997). Alat ini dipakai untuk membentuk makaroni dan produk serupa dari suatu adonan. Alat ini memiliki silinder yang licin, serta biasanya mempunyai bentuk ulir yang konstan. Menurut Ranken et al. (1997), ekstruder pasta umumnya memiliki sistem pendingin yang berfungsi untuk mengurangi panas yang ditimbulkan selama proses pengekstrusian. Ekstruder jenis ini memiliki deep-flight-screw yang beroperasi pada kecepatan rendah dalam barrel untuk menguleni dan mengekstrusi material dengan sedikit gesekan yang kemudian diarahkan seragam menuju die (Fellow, 2000). Proses pembuatan mi jagung pada penelitian ini dilakukan dengan proses ekstrusi. Tipe ekstruder yang digunakan adalah ekstruder pencetak (pasta) model MS9 (Gambar 4). Ekstruder pasta yang digunakan dalam penelitian ini tidak memiliki pengaturan suhu, waktu, dan kecepatan ulir. Namun memiliki kelebihan dari segi ukuran dye yang sesuai dengan produk mi pada umumnya. Pembuatan mi jagung dengan alat ini memerlukan proses gelatinisasi adonan tepung jagung yang dilakukan di luar ekstruder karena ekstruder tidak memiliki pemanas internal (Wijaya, 2010). Ekstruder pencetak model MS9, Multifunctional Noodle Modality Machine, dari Guandong Henglian Food Machine Co. Ltd., China ini memiliki spesifikasi yang disajikan pada Tabel 9.
13
Gambar 4. Ekstruder pencetak model MS9 Tabel 9. Spesifikasi ekstruder pencetak model MS9 Model Production capacity Rating Input Power Power Dimension Net weight Voltage Frequency Series no Date
F.
MS9 9 kg/h 1,5 Kw 1,1 Kw 600x330x430 mm 60 kg 220 V 50 Hz VA 5000 2005
Penggorengan
Menurut Hariyadi (2008), perbedaan mendasar antara penggorengan dan pengeringan adalah dalam medium pemanas yang digunakan. Penggorengan menggunakan minyak goreng, sedangkan pengeringan umumnya menggunakan udara panas. Penggorengan adalah suatu proses pemanasan bahan pangan menggunakan medium minyak goreng sebagai penghantar panas. Tujuan dari proses penggorengan diantaranya: (1) melakukan proses pemanasan pada bahan pangan; (2) pemasakan; (3) pengeringan pada bahan pangan yang digoreng (Dewi, 2009). Menurut Hariyadi (2008), berdasarkan suhu minyak goreng, proses penggorengan dibedakan menjadi dua, yaitu (i) penggorengan pada suhu rendah (suhu 130-1700C) dan (ii) penggorengan dengan suhu tinggi (suhu 180-2000C). Metode penggorengan suhu rendah biasanya dilakukan dengan teknik shallow frying. Teknik shallow frying digunakan untuk penggorengan produk dengan permukaan luas dan tidak memerlukan pemanasan yang intensif. Umumnya teknik ini banyak dilakukan di rumah tangga. Dengan teknik shallow frying proses pindah panas umumnya terjadi secara konduksi dari permukaan panas menembus lapisan minyak dan langsung ke bahan dalam satu arah. Pada shallow frying, lapisan minyak umumnya tidak terlalu tebal, ketebalan bervariasi tergantung pada ketidakteraturan permukaan (Hariyadi, 2008). Metode penggorengan suhu tinggi lebih popular dengan istilah deep fat frying. Sebagaimana namanya, proses ini dilakukan dengan cara merendamkan produk pangan pada minyak goreng bersuhu tinggi, dimana bahan menerima panas dari seluruh permukaan bahan, sehingga menghasilkan warna dan penampakan yang seragam. Deep fat frying cocok untuk semua bahan pangan, dan banyak digunakan di industri makanan ringan, mi instant, nugget, dan lainnya (Hariyadi, 2008). Proses pindah panas pada deep fat frying terjadi dari logam panas ke minyak dan akhirnya ke bahan yang digoreng sehingga suhu bahan meningkat dengan cepat dan akhirnya terjadi pengupan air. Uap air akan mengalami pindah massa ke minyak dan akhirnya ke udara. Dalam pengamatan,
14
terjadinya pindah massa uap air ini terlihat sebagai proses mendidih dimana terjadi gelembunggelembung uap air keluar dari minyak (bubbling). Proses ini terjadi pada titik didih air (1000C pada tekanan atmosfir), selama proses bubbling masih terjadi, suhu produk masih berkisar pada suhu 1000C (Hariyadi, 2008). Proses penggorengan sering dibagi menjadi empat tahapan proses yaitu (i) proses pemanasan awal; (ii) proses evaporasi (pendidihan air, khususnya di permukaan); (iii) proses evaporasi dengan laju menurun (falling rate), karena di permukaan telah terbentuk kerak yang menghalangi proses pindah massa uap air; dan (iv) berakhirnya proses evaporasi (bubble endpoint) (Hariyadi, 2008). Saat mi yang masih basah dimasukkan ke dalam minyak goreng (1500C), air menguap dengan cepat (keluar dari untaian mi) dan meninggalkan rongga yang akhirnya rongga ini diisi atau digantikan oleh minyak goreng. Waktu yang dibutuhkan pada proses penggorengan sangat cepat, tidak lebih dari dua menit. Rongga-rongga tersebut tidak tampak secara kasat mata, namun jika dilihat di bawah mikroskop akan nampak dengan jelas. Keberadaan rongga-rongga pada untaian mi tersebut pada saat pemasakan memudahkan penetrasi air ke dalam untaian mi, sehingga proses pemasakan lebih cepat, tidak lebih dari tiga menit (Sunoko, 2008). Menurut Fadlillah (2005), pengeringan dengan menggunakan deep fat frying meningkatkan kandungan lipid mi jagung instan yang berpengaruh terhadap keawetannya, sehingga dibutuhkan tambahan bahan pengawet, seperti TBHq. Selain itu, pengeringan dengan menggunakan deep fat frying meningkatkan KPAP mi instan selama penggorengan dan membuat tekstur permukaan mi menjadi kasar.
G.
Bahan Tambahan Pangan
1.
CMC (Carboxy Methyl Cellulose)
CMC merupakan salah satu bentuk hidrokolid modifikasi turunan selulose. Turunan selulose ini banyak dipakai dalam industri pangan untuk mendapatkan tekstur yang baik. CMC yang banyak dipakai dalam industri pangan adalah dalam bentuk garam Na-carboxymetthyl cellulose. Selain untuk memperbaiki tekstur, CMC juga sering digunakan untuk mencegah terjadinya retrogradasi (Winarno, 1997). CMC dapat dibuat dengan mereaksikan NaOH dengan selulosa murni disertai dengan penambahan Na-Khloroasetat. CMC mempunyai gugus karboksil sehingga viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan. CMC memiliki pH optimum sekitar 5 dan bila pH kurang dari 3 maka CMC akan mengendap (Winarno, 1997). CMC merupakan salah satu dari sekian banyak bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan produk pangan. Pada industri pangan, sifat dasar CMC yang meningkatkan nilai komersialnya adalah kemampuannya untuk mengentalkan cairan (thickening ability), bertindak sebagai bahan pengikat air, dan memperbaiki tekstur pada berbagai produk pangan. CMC banyak digunakan dalam produk pangan ekstrusi, emulsion dan frozzen dessert, dan produk pangan lainnya. Dalam pembuatan mi CMC berfungsi sebagai pengembang. Bahan ini dapat mempengaruhi sifat adonan, memperbaiki ketahanan terhadap air, dan mempertahankan keempukan selama penyimpanan. Jumlahnya yang ditambahkan berkisar 0.5-1.0% dari berat tepung terigu, tergantung dari jenis terigu. Penggunaannya yang berlebihan akan meyebabkan tekstur mi menjadi terlalu keras dan daya rehidrasi berkurang (Astawan, 2004). Beberapa penelitian membuktikan bahwa penggunaan CMC dapat meningkatkan mutu mi jagung. Merdiyanti (2008) mengatakan bahwa penambahan CMC pada mi jagung memberikan cooking loss yang rendah dan secara visual mi jagung dengan penambahan CMC memiliki warna yang lebih kuning dan penampakan yang lebih licin. Selain itu tingkat kekeruhan pada air rebusan mi jagung dengan penambahan CMC juga agak berkurang.
15
2.
Baking Powder
Menurut Matz (1992) baking powder merupakan bahan pengembang kimia yang digunakan untuk menigkatkan volume dan meringankan tekstur makanan yang dipanggang. Baking powder bekerja dengan melepaskan gas CO2 ke dalam adonan melalui reaksi asam-basa, menghasilkan gelembung pada adonan basah untuk mengembangkan adonan. Baking powder digunakan untuk menggantikan ragi dimana pada produk akhir flavor fermentasi tidak diinginkan atau saat adonan akan kehilangan struktur elastisnya untuk menahan gelembung udara lebih dari beberapa menit. Karena gas CO2 dilepaskan lebih cepat dengan reaksi asam basa dibandingkan fermentasi, roti yang terbuat dari pengembang kimia ini disebut quick bread (roti instant) Kebanyakan baking powder komersial terbuat dari komponen basa (biasanya baking soda atau sodium bikarbonat), satu atau lebih garam asam, dan pati inert (biasanya pati jagung atau pati kentang). Baking soda merupakan sumber CO2 dan reaksi asam-basa atau lebih tepat digambarkan sebagai aktivasi dekomposisi asam dari baking soda, memiliki persamaan umum: NaHCO3 + H+ → Na+ + CO2 + H2O Pati inert menjaga beberapa sifat fungsional baking powder. Pati terutama digunakan untuk menyerap kelembaban, dan memperpanjang umur simpan dengan menjaga bubuk basa dan komponen asam dari reaksi prematur. Bubuk kering baking powder mengalir dan lebih mudah dicampur. Asam pada baking powder dapat bekerja secara cepat atau lambat. Kerja asam cepat adalah baking soda akan bereaksi saat pencampuran basah pada suhu ruang, sementara kerja asam lambat adalah baking soda tidak akan bereaksi hingga dipanaskan dalam oven. Baking powder yang mengandung keduanya, reaksi asam cepat dan lambat disebut dengan kerja ganda, baking powder yang hanya memiliki satu kerja asam disebut kerja tunggal. Dengan menyediakan pengembangan kedua dalam oven, baking powder kerja ganda meningkatkan ketahanan produk roti terhadap pengaturan waktu antara pencampuran dan kurangnya pemanggangan. Menurut Czernohorsky and Hooker (2001) macammacam garam asam yang bereaksi pada suhu rendah antara lain cream of tartar dan monocalsium phosphate. Garam asam yang bereaksi pada suhu tinggi antara lain sodium aluminium sulfate, sodium aluminium phospate dan sodium acid pyrophosphate. Baking powder atau baking soda biasa ditambahkan ke dalam mi sebagai garam alkali yang dikenal dengan alkaline noodle (Miskelly, 1996). Menurut Miskelly (1996) penambahan garam karbonat (sodium carbonate atau bicarbonate) pada mi normal pada taraf 1% hingga 1,5%. Penambahan garam alkalin meningkatkan penyerapan air dan mengurangi kebutuhan pengadukan pada adonan terigu (Moss et al, 1986). Adonan menjadi lebih kuat dan kurang ekstensibel dengan penambahan garam karbonat (Terada et al., 1981: Moss et al., 1986). Penguatan adonan dengan kondisi alkalin merupakan hal yang penting. Selama proses produksi mi, adonan akan semakin lemah dan lebih ekstensibel dengan proses sheeting berturut-turut (Moss et al., 1986), sehingga garam alkalin memastikan kekuatan adonan awal (Miskelly, 1996).
16