II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Paving Block Paving block merupakan perkerasan block beton yang merupakan versi modern block granit. Paving block umumnya digunakan untuk jalan kecil atau jalan kendaraan dan apabila kegunaannya untuk pelayanan yang banyak, masalah
pecahan
atau
pemulihan
permukaan
dapat
diminimumkan
(Wignal,1999).
Paving block atau block beton terkunci menurut SK SNI 0819-88 adalah suatu komposisi bahan bangunan yang terbuat dari semen portland atau bahan perekat hidrolis lainnya, seperti air, dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya yang tidak mengurangi mutu beton tersebut.
Sedangkan menurut SK SNI T-04 1990-F, Paving block merupakan bagian dari segmen kecil yang terbuat dari beton dengan berbagai bentuk yang dipasang dengan sedemikian rupa sehingga saling mengunci.
B. Klasifikasi Paving Block Berdasarkan klasifikasinya paving block dibedakan menjadi beberapa klasifikasi diantaranya yaitu :
6
1. Klasifikasi Paving Block Berdasarkan Cara Pembuatannya Berdasarkan cara pembuatannya Paving block dapat digolongkan dalam beberapa jenis yaitu :
a) Paving Block Press Manual / Tangan Paving block Press Manual/ Tangan yang diproduksi secara manual dengan tangan. Paving block jenis ini termasuk jenis beton kelas D (K 50-100). Sesuai dengan mutunya yang rendah, paving jenis ini memiliki nilai jual rendah. Sedangkan untuk pemakaiannya, paving block press manual umumnya digunakan untuk perkerasaan non struktural, seperti halaman rumah, trotoar jalan, dan perkerasaan lingkungan dengan daya beban rendah.
b) Paving Block Press Mesin Vibrasi / Getar Paving block jenis ini diproduksi dengan mesin press sistem getar dan umumnya memiliki mutu beton kelas C-B (K150-250). Dalam pemakaiannya Paving Block Press Mesin Vibrasi ini banyak digunakan sebagai alternatif perkerasan di pelataran garasi rumah dan lahan parkiran.
c) Paving Block Press Mesin Hidrolik Paving jenis ini diproduksi dengan cara dipress menggunakan mesin press hidrolik dengan kuat tekan diatas 300 kg/cm². Paving block press hidrolik dapat dikategorikan sebagai paving block dengan mutu beton kelas B-A (K 300-450).
7
Pemakaian paving jenis ini dapat digunakan untuk keperluan non struktural maupun untuk keperluan struktural yang berfungsi untuk menahan beban yang berat yang dilalui diatasnya, seperti: areal jalan lingkungan hingga sebagai perkerasan lahan pelataran terminal peti kemas di pelabuhan (Wintoko, 2007).
2.
Klasifikasi Paving Block Berdasarkan Penggunaan
Paving block memiliki beragam kekuatan dan klasifikasi penggunaan bila diukur dengan standar SNI.
Tabel 2.1 Klasifikasi Paving Block Menurut Kuat Tekan SNI.
MUTU
Kekuatan (Mpa*)
Ketahanan Aus
Penyerapan air
Rata–rata
Minimal
Rata-rata
Minimal
A
40
35
0,090
0,103
3
B
20
17
0,130
0,149
6
C
15
12,5
0,160
0,184
8
D
10
8,5
0,219
0,251
10
(rata-rata maksimal)
Keterangan : *MPa = Mega Pascal (1 MPa = 10 kg/cm = K 10)
8
Berdasarkan SNI 03-0691-1996 klasifikasi paving block dibedakan menurut kelas penggunaannya sebagai berikut :
1. Paving block mutu A digunakan untuk jalan. 2. Paving block mutu B digunakan untuk pelataran parkir 3. Paving block mutu C digunakan untuk pejalan kaki. 4. Paving block mutu D digunakan untuk taman dan kegunaan lain.
Paving block yang diproduksi secara manual biasanya termasuk dalam mutu beton kelas D atau C yaitu untuk pemakaian non struktural seperti untuk taman dan penggunaan lain yang tidak diperlukan untuk menahan beban diatasnya. Mutu paving block yang pengerjaannya dengan menggunakan mesin pres dapat dikategorikan ke dalam mutu beton kelas C sampai A dengan kuat tekan diatas 125 Kg/cm2 bergantung pada perbandingan campuran bahan yang digunakan.
C. Semen Portland Semen portland adalah semen yang diperoleh dari hasil proses pabrik dan tergolong sebagai bahan pengikat hidroulis, yatu bila dicampur dengan air, maka akan terjadi proses pengerasan. Semen portland dicampur dengan pasir, kerikil, dan air membentuk suatu adukan beton, yang merupakan bahan bangunan penting dan banyak digunakan pada konstruksi bangunan besar (Gunawan, 1994).
9
Semen portland adalah semen yang diperoleh dengan mencampurkan bahanbahan yang mengandung kapur dan lempung, kemudian dibakar pada tempratur
yang mengakibatkan terbentuknya klinker dan kemudian
menghaluskan klinker dengan gips sebagai bahan tambahan. Dengan adanya air, silikat dan alumunium membentuk produk hidrasi yang berupa mikrokristal dan kapur mati (padam) yang kemudian membentuk massa yang kuat dan keras. Kapur mati merupakan bagian yang lemah pada beton/mortar setelah mengeras oleh sebab itu pada proses pembuatan semen perlu ditambahkan gips sebagai bahan additive (Sebayang, 2005).
Reaksi Hidrasi :
Untuk C3S 2 C3S + 6 H
C3S2H6 + 3Ca
Untuk C2S 2C2S + 4H
C3S2H6 + Ca (OH)2
Untuk C3A C3A + 6 H
C3AH6
H = H2 O
Semen portland adalah semen yang terbuat dari dari 60 % kapur, 25 % silika, dan 10 % alumina. Pengikat campuran ini terdiri atas besi oksida dan gipsum. Kapur, sebagai bahan campuran utama dapat berbentuk dari bahan lain seperti batu kapur, kulit kerang, kapur tulis, dan tanah liat tertentu. Silika dan alumina dapat ditemukan dalam kandungan batu tulis, tanah liat, pasir silika,
10
ataupun batu bara. Besi oksida berasal dari besi logam. Gipsum (yang berasal dari deposit alami kalsium sulfat) menetukan waktu pembentukan atau pengerasan semen.
Terdapat lima jenis atau tipe semen portland, perinciannya adalah sebagai berikut :
Tipe 1 :
Semen portland biasa (Ordinary Portland Cement) merupakan jenis yang paling sering digunakan dalam konstruksi normal.
Tipe 2 :
Semen
portland
modifikasi
(Modified
Sulfat
Resistance)
merupakan jenis semen yang dirancang untuk digunakan pada tempat dimana panas hidrasi atau penguapan harus dikontrol, misalnya dalam tempat yang lebar dan luas (bendungan, dermaga, dinding penahan besar, dll). Jenis ini digunakan dalam kondisi dimana dibutuhkan ketahanan terhadap serangan sulfat, misalnya dalam struktur pengairan atau jenis konstruksi yang langsung berhubungan dengan tanah yang mengandung sulfat cukup tinggi.
Tipe 3 :
Semen portland dengan kekuatan awal tinggi (High Early Strength). Jenis semen ini memberikan kekuatan lebih cepat dan lebih
kuat
untuk
digunakan
dalam
semua
proyek
yang
membutuhkan penyelesaian segera atau dapat berfungsi lebih cepat
11
untuk menekan biaya pemeliharaan yang dibutuhkan dalam konstruksi dengan udara dingin.
Tipe 4 :
Semen portland dengan hidrasi panas rendah (Low Heat Of Hydration). Jenis ini dapat mencapai kekuatan tinggi dengan lambat
dan membutuhkan pemeliharaan pengeringan lebih
panjang.
Tipe 5 :
Semen portland penahan Sulfat (Sulfat Resistance Cement) merupakan jenis semen yang dapat sangat kuat menahan serangan basa. Jenis ini adalah yang paling sering digunakan untuk jenisjenis proyek yang berhubungan langsung dengan tanah dan air berkandungan sulfat tinggi (Walker, 1996).
Ditinjau dari segi kekuatannya semen portland dibedakan menjadi empat jenis antara lain : a. Semen portland mutu S-400, yaitu semen portland dengan kuat tekan pada umur 28 hari sebesar 400 kg/cm2. b. Semen portland mutu S-475, yaitu semen portland dengan kuat tekan pada umur 28 hari sebesar 475 kg/cm2. c. Semen portland mutu S-550, yaitu semen portland dengan kuat tekan pada umur 28 hari sebesar 550 kg/cm2.
12
d. Semen portland mutu S-S, yaitu semen portland dengan kuat tekan pada umur 1 hari sebesar 225 kg/cm2, dan pada umur 7 hari sebesar 525 kg/cm2 (Samekto, 2001).
D. Tanah Tanah didefinisikan sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral padat yang tidak tersementasi (terikat secara kimia) satu sama lain dan dari bahan-bahan organik yang telah melapuk (yang berpartikel padat) disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang-ruang kosong di antara partikel-partikel padat tersebut. Tanah berguna sebagai bahan bangunan pada berbagai macam pekerjaan, disamping itu tanah berfungsi juga sebagai pendukung pondasi bangunan (Das, 1998).
Tanah adalah kumpulan dari bagian-bagian padat yang tidak terekat satu dengan yang lain (diantaranya mungkin material organik). Rongga-ronga di antara bagian-bagian tersebut bersisi udara dan air. Tanah terjadi sebagai produk pecahan dari batuan yang mengalami pelapukan kimiawi dan mekanis (kecuali tanah organik/gambut). Terutama sekali batuan yang mengalami pelapukan kimiawi.
Mineral yang peka terhadap pelapukan akan berubah menjadi mineral lempung yang berbutir sangat halus. Pelapukan mekanis, misalnya “desakan es” (frost wedging), atau kegiatan yang dilakukan oleh tumbuhan dan binatang, membantu proses pemecahan tersebut. (Verhoef, 1994).
13
E. Klasifikasi Tanah Sistem klasifikasi tanah digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi tanah dengan cara yang sistematis guna menentukan kesesuaiannya terhadap pemakaian tertentu yang didasarkan pada pengalaman terdahulu. Sistem klasifikasi juga berfungsi untuk menyampaikan informasi mengenai keadaan tanah dari suatu daerah kepada daerah geografis lainnya. Pemakaian sistem klasifikasi tanah tidak menghilangkan keperluan untuk studi yang lebih terinci mengenai tanah (Bowles, 1984). Pemilihan tanah-tanah ke dalam kelompok ataupun sub kelompok yang menunjukan sifat atau kekakuan yang sama akan sangat membantu. Pemilihan tanah ini disebut sebagai klasifikasi. Sistem klasifikasi tanah sendiri adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang sama kedalam kelompok-kelompok dan sub-sub kelompok berdasarkan pemakaian (Das, 1998).
Tanah dapat diklasifikasikan menurut sistem-sistem sebagai berikut :
1. Klasifikasi Menurut Ukuran Butiran Pada klasifikasi ini pemberian nama jenis tanah dapat diperluas dengan jalan memperkirakan jumlah relatif kelas ukuran butiran. Pada klasifikasi ini tanah dibagi menjadi tiga kelompok besar : 1. Tanah berbutir kasar (pasir dan kerikil). 2. Tanah berbutir halus (lanau dan lempung).
14
3. Tanah campuran.
Klasifikasi ukuran butiran tidak mencakup susunan mineralogis dari tanah. Pada umumnya volume mineral pun tidak ditentukan. Pada tanah yang sering menimbulkan masalah, sering kali perlu menentukan volume mineralnya (Verhoef, 1994).
Gambar 2.1. Diagram Klasifikasi Tanah Berdasarkan Ukuran Butiran.
15
2. Klasifikasi Berdasarkan Pemakaian. Sejumlah klasifikasi tanah banyak digunakan oleh berbagai kalangan. Tetapi, sistem klasifikasi baku yang paling sering dipakai adalah sistem klasifikasi tanah Unified Soil Classification (USC) dan sistem klasifikasi American Association Of State Highway and Transportation Officials (AASTHO).
1. Sistem Klasifikasi Tanah Unified Sistem klasifikasi ini banyak digunakan secara internasional untuk pekerjaan teknik pondasi seperti untuk bendungan, bangunan, dan konstruksi yang sejenis. Selain itu sistem ini banyak digunakan juga dalam pembuatan lapangan udara dan untuk spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan. Sistem ini mulanya dikembangkan untuk pembangunan lapangan terbang dan sudah terpakai sejak tahun 1942, tetapi kemudian dimodifikasi sedikit pada tahun 1952 agar dapat terpakai untuk bendungan dan konstruksi-konstruksi lainnya (Bowles, 1984). Sistem klasifikasi unified mendefinisikan tanah sebagai berikut: 1. Berbutir kasar apabila lebih dari 50 persen tertahan pada saringan nomor 200. 2. Berbutir halus apabila lebih dari 50 persen dapat lolos saringan nomor 200.
16
Tanah-tanah dengan kandungan organik sangat tinggi
Simbol
Nama Umum
GW
Kerikil bergradasi-baik dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
GP
Kerikil bergradasi-buruk dan campuran kerikil-pasir, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
GM
Kerikil berlanau, campuran kerikil-pasir-lanau
GC
Kerikil berlempung, campuran kerikil-pasir-lempung
SW
Pasir bergradasi-baik , pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
SP
Pasir bergradasi-buruk, pasir berkerikil, sedikit atau sama sekali tidak mengandung butiran halus
SM
Pasir berlanau, campuran pasirlanau
SC
Pasir berlempung, campuran pasir-lempung
ML
Lanau anorganik, pasir halus sekali, serbuk batuan, pasir halus berlanau atau berlempung
CL
Lempung anorganik dengan plastisitas rendah sampai dengan sedang lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung “kurus” (lean clays)
OL
Lanau-organik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah
MH
Lanau anorganik atau pasir halus diatomae, atau lanau diatomae, lanau yang elastis
CH
Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung “gemuk” (fat clays)
OH
Lempung organik dengan plastisitas sedang sampai dengan tinggi
PT
Peat (gambut), muck, dan tanahtanah lain dengan kandungan organik tinggi
Kriteria Klasifikasi Cu = D60> 4 D10 Cc =
(D30)2 Antara 1 dan 3 D10 x D60
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk GW Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI < 4 Batas-batas Atterberg di bawah garis A atau PI > 7 Cu = D60> 6 D10 Cc =
Bila batas Atterberg berada didaerah arsir dari diagram plastisitas, maka dipakai dobel simbol
(D30)2 Antara 1 dan 3 D10 x D60
Tidak memenuhi kedua kriteria untuk SW
Batas-batas Bila batas Atterberg di Atterberg berada bawah garis A didaerah arsir atau PI < 4 dari diagram Batas-batas plastisitas, maka Atterberg di dipakai dobel bawah garis A simbol atau PI > 7 Diagram Plastisitas: Untuk mengklasifikasi kadar butiran halus yang terkandung dalam tanah berbutir halus dan kasar. Batas Atterberg yang termasuk dalam daerah yang di arsir berarti batasan klasifikasinya menggunakan dua simbol. 60 50
CH
Batas Plastis (%)
Kerikil bersih (hanya kerikil) Kerikil dengan Butiran halus Pasir bersih (hanya pasir) Pasir Lanau dan lempung batas cair ≥ 50% Lanau dan lempung batas cair ≤ 50% dengan butiran halus
Pasir≥ 50% fraksi kasar lolos saringan No. 4
Tanah berbutir halus 50% atau lebih lolos ayakan No. 200
Tanah berbutir kasar≥ 50% butiran tertahan saringan No. 200
Kerikil 50%≥ fraksi kasar tertahan saringan No. 4
Divisi Utama
Klasifikasi berdasarkan prosentase butiran halus ; Kurang dari 5% lolos saringan no.200: GM, GP, SW, SP. Lebih dari 12% lolos saringan no.200 : GM, GC, SM, SC. 5% - 12% lolos saringan No.200 : Batasan klasifikasi yang mempunyai simbol dobel
Tabel 2.2 Sistem Klasifikasi Tanah Unified (USC).
40
CL
30
Garis A
CL-ML
20 4
ML
0
10
20
30
ML atau OH
40 50
60
70
Batas Cair (%) Garis A : PI = 0.73 (LL-20)
Manual untuk identifikasi secara visual dapat dilihat di ASTM Designation D-2488
80
17
2. Sistem Klasifikasi Tanah AASTHO Sistem klasifikasi ini dahulu disebut juga Bureau of Public Roads, sering dipakai secara ekslusif oleh beberapa departemen transportasi negara bagian di Amerika Serikat dan Administrasi Jalan Raya Federal
(Federal
Highway
Administration)
dalam
spesifikasi
pekerjaan tanah untuk lintas transportasi (Bowles, 1984).
Sistem klasifikasi ini telah direvisi beberapa kali sejak 1920-an. Sistem ini mengklasifikasikan tanah ke dalam delapan kelompok, A-1 sampai A-8, dan awalnya membutuhkan data-data sebagai berikut : 1. Analisis ukuran butiran. 2. Batas cair dan batas plastis dan Ip yang dihitung. 3. Batas susut. 4. Ekuivalen kelembaban lapangan, kadar lembab maksimum dimana satu tetes air yang dijatuhkan pada suatu permukaan yang kecil tidak segera diserap oleh permukaan tanah. 5. Ekuivalen kelembaban sentrifugal. Sebuah percobaan untuk mengukur kapasitas tanah dalam menahan air.
18
Tabel 2.3 Sistem Klasifikasi Tanah AASTHO.
Klasifikasi umum Klasifikasi kelompok Analisis ayakan (% lolos) No.10 No.40 No.200 Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI)
A-1 A-1-a
Maks 50 Maks 30 Maks 15
Tanah berbutir (35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200 A-2 A-3 A-1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7
Min 51 Maks 10
Maks 35
Maks 35
Maks 35
Maks 35
Maks 6
NP
Maks 40 Maks 10
Min 41 Maks 10
Maks 40 Min 11
Min 41 Min 41
Tipe material yang paling dominan
Batu pecah, kerikil dan pasir
Pasir halus
Penilaian sebagai bahan tanah dasar
Baik sekali sampai baik
Kerikil dan pasir yang berlanau atau berlempung
Tanah berbutir (Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200
Klasifikasi umum Klasifikasi kelompok
Maks 50 Maks 25
A-4
A-5
A-6
A-7
NNNNNN
Analisis ayakan (% lolos) No.10 No.40 No.200 Sifat fraksi yang lolos ayakan No.40 Batas Cair (LL) Indeks Plastisitas (PI)
Min 36
Min 36
Min 36
Min 36
Maks 40 Maks 10
Maks 41 Maks 10
Maks 40 Maks 11
Min 41 Min 11
Tipe material yang paling dominan
Tanah berlanau
Penilaian sebagai bahan tanah dasar
Biasa sampai jelek
Tanah Berlempung
F. Tanah Lempung Tanah Lempung adalah tanah dengan ukuran mikrokonis sampai dengan sub mikrokonis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering, dan tak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Permeabilitas lempung sangat rendah, bersifat plastis pada kadar air sedang. Di Amerika bagian barat, untuk
19
lempung yang keadaan plastisnya ditandai dengan wujudnya yang bersabun atau seperti terbuat dari lilin disebut “gumbo”. Sedangkan pada keadaan air yang lebih tinggi tanah lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak (Terzaghi, 1987).
Tanah Lempung adalah tanah yang sebagian besar penyusunnya terdiri dari partikel mikroskopis dan sub-mikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis biasa) yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari mika, mineral-mineral lempung (clay mineral), dan mineral-mineral yang sangat halus lain. Tanah lempung sangat keras dalam kondisi kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Namun pada kadar air yang lebih tinggi lempung akan bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. Kohesif menunjukan kenyataan bahwa partikelpertikel itu melekat satu sama lainnya sedangkan plastisitas merupakan sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu dirubah-rubah tanpa perubahan isi atau tanpa kembali ke bentuk aslinya dan tanpa terjadi retakan-retakan atau terpecah-pecah (Das, 1998).
Dalam terminologi ilmiah, lempung adalah mineral asli yang mempunyai sifat plastis saat basah, dengan ukuran butir yang sangat halus dan mempunyai komposisi berupa hydrous aluminium dan magnesium silikat dalam jumlah yang besar. Batas atas ukuran butir untuk lempung umumnya adalah kurang dari 2 μm (1μm = 0,000001m), meskipun ada klasifikasi yang menyatakan bahwa batas atas lempung adalah 0,005 m (ASTM). Satuan
20
struktur dasar dari mineral lempung.terdiri dari silika tetrahedron dan aluminium oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk struktur lembaran. Jenis-jenis mineral lempung tergantung dari komposisi susunan satuan struktur dasar atau tumpuan lembaran serta macam ikatan antara masing-masing lembaran. Umumnya partikel-partikel lempung mempunyai muatan negatif pada permukaannya. Hal ini disebabkan oleh adanya substitusi isomorf dan oleh karena pecahnya keping partikel pada tepi-tepinya. Muatan negatif yang lebih besar dijumpai pada partikel-partikel yang mempunyai spesifik yang lebih besar. Jika ditinjau dari mineraloginya, lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan mineral-mineral lain yang mempunyai ukuran sesuai dengan batasan yang ada (mika group, serpentinite group) (Das, 1998).
G. Agregat Agregat merupakan material yang menempati 70-75% dari total volume beton/block beton maka kualitas agregat sangat berpengaruh terhadap kualitas block beton. Dengan agregat yang baik, beton dapat dikerjakan (workable), kuat, tahan lama (durable) dan ekonomis. Mengingat agregat lebih murah daripada semen maka akan ekonomis bila agregat dimasukkan sebanyak mungkin selama secara teknis memungkinkan, dan kandungan semennya minimum. Meskipun dulu agregat dianggap sebagai material pasif, berperan sebagai pengisi saja, kini disadari adanya kontribusi positif agregat pada sifat
21
beton, seperti stabilitas volume, ketahanan abrasi, dan ketahanan umum (durability) diakui. Bahkan beberapa sifat fisik beton secara langsung tergantung pada sifat agregat, sepertu kepadatan, panas jenis, dan modulus elastis (Nugraha, 2007).
Tabel 2.4 Pengaruh Sifat Agregat Pada Sifat Block Beton.
Sifat Agregat
Pengaruh pada
Bentuk, Tekstur, Gradasi.
Block beton cair.
Sifat fisik, sifat kimia, sifat mineral.
Block Beton keras.
Sifat Beton Kelecakan. Pengikat dan Pengerasan. Kekuatan, kekerasan, ketahanan (durability).
Agregat atau granular material adalah material berbutir yang keras dan kompak. Istilah agregat mencakup antara lain batu bulat, batu pecah, abu batu, dan pasir. Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam dalam perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar oleh karakteristik agregat yang digunakan. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan.
Agregat yang diproses adalah batuan yang telah dipecah dan disaring sebelum digunakan. Pemecah agregat dilakukan karena tiga alasan yaitu :
1. Untuk merubah tekstur permukaan partikel dari licin ke kasar. 2. Untuk merubah bentuk partikel dari bulat ke angular.
22
3. Untuk mengurangi serta meningkatkan distribusi dan rentang ukuran partikel. 4. Khusus untuk batuan krakal yang besar, tujuan pemecahan batuan krakal ini adalah mendapatkan ukuran batu yang dapat dipakai (Litbang, 2004).
Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai pengisi dalam campuran mortar atau beton. Agregat dapat juga didefinisikan sebagai bahan yang digunakan sebagai pengisi yang dipakai bersama dengan bahan perekat, dan membentuk suatu massa yang keras, padat bersatu, yang disebut adukan beton/block beton. Di dalam beton, agregat halus dan kasar mengisi sebagian besar volume beton, yaitu antara 50% sampai 80%, sehingga sifat-sifat dan mutu agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat dan mutu beton.
Penggunaan agregat dalam pembuatan beton/block beton berfungsi untuk : 1. Menghemat penggunaan semen portland. 2. Menghasilkan kekuatan yang besar pada beton. 3. Mengurangi susut perkerasan beton. 4. Mencapai susunan yang padat pada beton. Dengan gradasi agregat yang baik, maka akan didapatkan beton yang padat. 5. Mengontrol workability dalam adukan beton. Dengan gradasi agregat yang baik, maka akan didapatkan beton yang mudah dikerjakan atau memiliki workability yang baik.
Semakin banyak bahan batuan (agregat) yang digunakan dalam pembuatan beton/block beton, maka akan semakin hemat dalam penggunaan semen
23
portland. Tetapi, dalam penggunaannya bahan batuan tersebut ada batasannya, sebab pasta semen diperlukan untuk pelekat butir-butir dalam pengisi rongga-rongga halus dalam adukan beton. Karena bahan batuan tidak susut, maka susut pengerasan hanya disebabkan oleh adanya pengerasan pasta semen. Semakin banyak agregat, semakin berkurang susut pengerasan betonnya. Gradasi yang baik pada agregat dapat menghasilkan beton yang padat, sehingga volume rongga berkurang dan penggunaan semen portland berkurang pula. Susunan beton yang padat dapat menghasilkan beton dengan kekuatan besar (Samekto, 2001).
H. Pasir Pasir merupakan agregat yang berasal dari penghancuran oleh alam dari batuan induknya, dan terdapat dekat atau sering kali jauh dari asalnya karena terbawa oleh arus air atau angin, dan mengendap di suatu tempat. Pasir yang terbawa oleh arus air umumnya berbentuk bulat dan bentuk ini dianggap baik sebagai agregat adukan. Dalam pemakaiannya untuk beton, agregat jenis ini memerlukan perhatian khusus, karena perubahan susunan butir agregat sangat berpengaruh
terhadap
sifat
beton
yang
dibuat
dari
agregat
itu
(Samekto,2001).
Pasir untuk paving block dapat berupa pasir alami hasil disintregasi alam dari batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat pemecah batu. Menurut SK-SNI-S-04-1989-F syarat untuk agregat halus, yaitu agregat halus
24
terdiri dari butir-butir tajam, keras, kekal dengan gradasi yang beraneka ragam. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat total agregat, bahan organik dan reaksi terhadap alkali harus negatif.
I.
Air Air merupakan bahan yang penting pada pembuatan beton/block beton. Air berfungsi untuk membuat terjadinya reaksi kimia dengan semen. Pada dasarnya air yang layak minum dapat dipakai untuk campuran beton. Apaabila terjadi keraguan akan kualitas air untuk campuran beton, sebaiknya dilakukan pengujian kualitas air atau diadakan trial mix untuk campuran dengan menggunakan air tersebut (Sebayang, 2005).
Persyaratan air sebagai bahan bangunan untuk campuran beton harus memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Air harus bersih. 2. Tidak mengandung lumpur, minyak dan benda-benda merusak lainnya yang dapat dilihat secara visual. 3. Tidak mengandung benda-benda tersuspensi lebih dari 2 gr/liter. 4. Tidak mengandung garam-garam yang dapat larut dan dapat merusak beton (zat asam, zat organik, dan sebagainya) lebih dari 15 gr/liter. Kandungan khlorida (Cl) tidak lebih dari p.p.m dan senyawa sulfat tidak lebih dari 1000 p.p.m.
25
5. Bila dibandingkan dengan kuat tekan beton yang memakai air suling, maka penurunan kekuatan kuat tekan beton yang memakai air yang diperiksa tidak boleh lebih dari 10 %. 6. Air yang mutunya diragukan dianalisa secara kimia dan dievaluasi mutunya.
J.
Bahan Tambahan (Admixtures) Penggunaan bahan tambah dapat dilakukan dengan maksud : 1. Untuk kemudahan pekerjaan (workability) yang lebih tinggi 2. Pengikat beton/block beton yang lebih cepat, agar penyelesaian akhir (finishing), pembukaan acuan dan pembukaan jalur lalu lintas dapat dipercepat. 3. Pengikat yang lebih lambat, misalnya pada pembetonan yang lebih jauh.
Setiap bahan tambah yang digunakan harus memenuhi spesifikasi sebagai berikut:
a.
SNI 03-2495-1991 Bahan tambah untuk beton (block beton).
b.
SNI 03-2496-1991 Spesifikasi bahan tambah pembentukan gelembung udara.
c.
ASTM C-618 Spesifikasi untuk fly ash atau Calcined Natural Pozzolan yang digunakan dalam beton semen portland.
d.
AASTHO M 144-78 Spesifikasi untuk Calcium Chloride.
Beberapa jenis tambahan dan kegunaannya seperti diperlihatkan pada tabel.
26
Tabel 2.5 Jenis dan Kegunaan Bahan Admixtures. NO
JENIS
KEGUNAAN
1
Air Entrainment
MAKSUD
Kemudahan pengerjaan kedap
Memasukkan gelembung
air dan keawetan.
udara (0,03-0,08 mm) secara merata ke dalam beton.
2
3
4
Water Reducer
Retarder
Accelerator
Mempertahankan slump dan Mengurangi Penggunaan kemudahan pengerjaan.
air dan Semen.
Menyesuaikan waktu pada saat
Memperlambat waktu
pelaksanaan pembetonan.
pengikatan.
- Kuat awal tinggi dalam waktu Mempercepat waktu relatif singkat.
pengikatan.
- Tidak boleh digunakan bersamaan dengan Air Entrainment. - Sering mengandung Calcium Chloride yang menimbulkan korosi. 5
Platicizer
Meningkatkan kemudahan dan Bila proporsi campuran mutu pengerjaan (workability).
dan bentuk agregat kurang baik
adukan
kurang
workable. 6
Pozollan,
Fly Mengendalikan
ash, Abu batu beton pecah, dll
dan
alkali-agregat.
suhu
dalam Beton masif (mutu dan
mecegah
reaksi cara uji semen pozzolan sesuai dengan SII 013275.
27
K. Serbuk Karang Karang (Fosil Karang) merupakan salah satu bahan mineral tambahan pembantu yang dapat digunakan sebagai campuran block beton. Mineral pembantu ini mengandung komponen aktif yang disebut dengan pozzolanik (disebut juga pozzolan) yaitu dapat bereaksi dengan kapur bebas (kalsium hidroksida) yang dilepas semen saat proses hidrasi dan membentuk senyawa yang bersifat mengikat pada temperatur normal dengan adanya air.
Reaksi Semen Portland
C3S + H
cepat
C-S-H + CH
Reaksi dengan Tambahan Material Pozzolan Pozzolan + CH + H
lambat
C-S-H
Berbeda dengan reaksi hidrasi dari semen dengan air yang berlangsung cepat dan kemudian membentuk gel kalsium silikat hidrat dan kalsium hidroksida, reaksi pozzolanik ini berlangsung dengan lambat sehingga pengaruhnya lebih kepada kekuatan akhir dari beton. Panas Hidrasi yang dihasilkan juga jauh lebih kecil daripada semen portland sehingga efektif untuk pembuatan beton pada cuaca panas.
Penambahan material pozzolan ini juga berpengaruh terhadap kelecakan block beton. Dengan bertambahnya partikel halus ini kemungkinan kemungkinan terjadinya bleeding pada beton segar akan berkurang karena kelebihan air akan terserap oleh partikel halus (Nugraha, 2007).
28
Tabel 2.6 Klasifikasi Material Pozzolan.
Kategori
Material Alami
Material Umum
Komponen Aktif
Abu vulkanis murni
Aluminosilicate glass
Abu vulkanis terkena cuaca (tuff, trass, dll)
Aluminosilicate glass zeolite
Batu apung (pumice)
Aluminosilicate
Fosil Kerang
Amorphous hydrated silica
(diatomaceus earth) Batu sedimen (Opaline chert dan shales)
Hydrated silica gel
Fly Ash – Tipe F
Aluminosilicate glass
Fly Ash – Tipe C
Calcium aluminosilicate glass
Material Sisa Industri Silika Fume
Amorphous silica
Abu sekam padi (Rice husk ask)
Amorphous silica
Calcined clay
Amorphous alumino silicate (metakaolin)
29
L. Berat Jenis Berat jenis didefinisikan sebagai rasio perbandingan dari berat isi bahan/material terhadap berat isi air. Sebagian butiran tanah (butiran-butiran individu yang terkumpul) mengandung banyak kuarsa dan felspar dan jumlah yang lebih kecil mika dan mineral-mineral berdasarkan besi (Bowles, 1984). Berat Spesifik atau berat jenis (spesifix gravity) tanah (Gs) adalah perbandingan antara berat volume butiran padat dengan berat volume air pada temperatur 4o.
Berat Jenis dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Gs =
(W 2 W 1) ................................................................. (1) (W 4 W 1) (W 3 W 2)
Keterangan : Gs : Berat Jenis. W1 = Berat Picnometer (gram). W2 = Berat Picnometer dan bahan kering (gram). W3 = Berat Picnometer bahan dan air (gram). W4 = Berat Picnometer dan air (gram).
M. Kebutuhan Campuran Mortar Untuk membuat 1 m3 mortar dihitung berdasarkan volume absolut, yaitu berat jenis semen dan agregat halus. Prinsip perhitungan ini adalah bahwa volume mortar padat sama dengan berat bahan-bahan dasarnya.
30
Adapun kebutuhan campuran mortar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
𝑆 𝑆. 𝑃 𝑆 . w/c + + . 1 + 𝑉𝑢 = 1 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . (2) 𝛾𝑠 γρ 𝛾𝛼
S
: Kebutuhan Semen (Kg).
P
: Kebutuhan Pasir Terhadap Semen (Kg).
(w/c)
: Perbandingan Berat Air Terhadap Berat Semen.
𝛾𝑠
: Berat Jenis Semen (Gram/Cm3).
𝛾𝑝
: Berat Jenis Pasir (Gram/Cm3).
𝛾𝑎
: Berat Jenis Air (Gram/Cm3).
Vu
: Persentase Udara Dalam Mortar.
N. Kuat Tekan Bila sepasang gaya aksial menekan suatu batang dan akibatnya cenderung untuk memperpendek atau menekan batang tersebut, gaya ini disebut gaya tekan dan menghasilkan tegangan-tegangan tekan dalam aksial batang di suatu bidang yang tegak lurus atau normal terhadap sumbunya (Jensen, 1991).
Kekuatan tekan adalah kemampuan block beton/beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Walaupun dalam block beton terdapat tegangan tarik yang
kecil,
diasumsikan
kekuatan
tekan
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan alat uji tekan dan benda uji berbentuk silinder dengan prosedur uji ATSM C-39 (Mulyono, 2004).
31
Tekan adalah kebalikan dari tarik. Apabila suatu bahan yang liner dengan potongan primatis tertekan, maka partikel-partikel akan memendek ke arah gaya tekan. Tetapi ke arah tegak lurus sumbu gaya, partikel akan mengembang. Perpendekan dari bahan tadi tergantung besarnya gaya luar yang menekan, luas potongan lntang bahan, panjang bahan dan modul elastisitas terhadap tekan. Bahan yang umumnya tidak mempunyai daya tahan terhadap gaya tarik pada umumnya dapat menerima gaya tekan yang besar, seperti batu alam, bata keras dan beton (Sutrisno, 1984).
Kekuatan tekan paving block dapat dihitung dengan rumus :
ƒc =
P .......................................................................................................(3) A
Keterangan : ƒc = Kuat Tekan (Mpa) P = Beban Maksimum (N) A = Luas Penampang Bidang Tampang (mm2)
O. Penyerapan Air Penyerapan air merupakan faktor utama yang mempengaruhi kekuatan dari material getas. Penyerapan air dipengaruhi oleh berbagai macam faktor diantaranya sifat material, pemakaian ukuran material, bentuk pori dan banyak hal lainnya (Nugraha, 2007).
32
Penyerapan air paving block dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: Penyerapan air
=
( A B) x100% ....................................................(4) B
Keterangan : A : Berat Basah Paving Block B : Berat Kering Paving Block
P. Analisa Data Setelah seluruh pengujian paving selesai dilakukan seluruh data hasil pengujian dimuat dalam bentuk tabel dan grafik secara keseluruhan. Penganalisisan data dilakukan dengan menghitung kuat tekan rata-rata, nilai kuat tekan karakteristik, dan hubungannya dengan standar deviasi.
1. Kuat Tekan Rata-Rata Untuk menghitung kuat tekan rata-rata benda uji dapat dihitung dengan rumus : ƒcr = =
𝑛 =1 𝑖=1
ƒc
.............................................................................. (5)
N Keterangan : ƒ'cr = Kuat tekan beton rata-rata (Mpa). ƒc
= Kuat tekan pada masing-masing benda uji (Mpa).
N
= Jumlah benda uji yang diperiksa.
33
2. Standar Deviasi Ukuran variasi yang paling banyak digunakan dalam analisis statistik ialah yang biasa dinamakan simpangan baku/standar deviasi dan dinyatakan dengan simbol (s). Dalam sebuah penelitian, biasanya dikenal dua kategori ukuran sampel, yakni ukuran sampel kecil dan besar. Dapat dikatakan suatu sampel berukuran kecil bila jumlah sampel berjumlah dibawah 30 buah sampel (n ≤ 30), dan berukuran besar untuk jumlah sampel diatas 30 buah sampel (n ≥ 30) (Sudjana, 1981).
Menurut SNI 03-2847-2002, nilai deviasi standar dapat diperoleh jika fasilitas produksi beton mempunyai catatan hasil uji. Standar deviasi dapat dihitung dengan rumus :
( ƒc ƒ' cr ) 2 s n 1
....................................................................(6)
Keterangan : S
= Standar deviasi (simpangan baku).
ƒc = Kuat tekan pada masing-masing benda uji (Mpa). n
= Jumlah benda uji yang diperiksa.
ƒ'cr = Kuat tekan beton rata-rata (Mpa).
Jika jumlah benda uji yang dibuat kurang dari 30 buah masih dapat diijinkan dengan memakai faktor pembesar untuk nilai standar deviasi :
34
Tabel 2.7 Faktor Modifikasi Untuk Standar Deviasi Jika Jumlah Pengujian Kurang Dari 30 Sampel.
Jumlah Pengujian
Faktor Untuk Modifikasi Untuk Standar Deviasi
15 Contoh
1,16
20 Contoh
1,08
25 Contoh
1,03
30 Contoh Atau Lebih
1,00
Catatan : Interpolasi untuk jumlah pengujian yang berada diantara nilai-nilai diatas
Evaluasi penerimaan Desain Mix dihitung dengan syarat penerimaan desain mix dalam SNI adalah nilai ƒcr' dari seluruh data yang diuji harus memenuhi nilai terbesar dari syarat di bawah ini :
ƒcr’ = ƒc’ + 1,34 Sd ................................................................................. (7) ƒcr’ = ƒc’ + 2,33 Sd – 3,5 ........................................................................(8)
Keterangan : fcr’ = Nilai kuat tekan rata-rata dari keseluruhan sample desain/trial mix yang diuji. fc’ = Nilai kuat tekan yang disyaratkan dari desain (Kuat Tekan Rencana). Sd = Nilai deviasi standar, setelah dikalikan faktor sesuai tabel 2.7.