II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Upsus Pajale Peraturan
Kementerian
03/Permentan/0T.140/2/2015
Pertanian
tentang
Republik
pedoman
upaya
Indonesia
nomor
khusus
(Upsus)
peningkatan produksi padi, jagung, dan kedelai melalui program perbaikan jaringan irigasi dan sarana pendukungnya tahun anggaran 2015 telah menetapkan upaya khusus pencapaian swasembada berkelanjutan padi, jagung, dan kedelai (Kementan, 2015). Kegiatan Upsus Pajale dilakukan melalui rehabilitasi jaringan irigasi tersier dan kegiatan pendukung lainnya, antara lain pengembangan jaringan irigasi, optimasi lahan, pengembangan System of Rice Intensification (SRI), Gerakan Penerapan Pengolahan Tanaman Terpadu (GP-PPT), Optimasi Perluasan Areal Tanam Kedelai melalui Peningkatan Indeksi Pertanaman (PAT-PIP Kedelai), Perluasan Areal Tanam jagung (PAT jagung), penyediaan sarana dan prasarana pertanian (bibit, pupuk, pestisida, alat, dan mesin pertanian), pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), dan dampak perubahan iklim, asuransi pertanian serta pengawalan atau pendampingan (Kementan, 2015). 2.1.1
Tujuan dan sasaran Tujuan dilaksanakannya program upaya khusus (Upsus) padi, jagung, dan
kedelai (Pajale) sebagai berikut (Kementan, 2015). 1.
Menyediakan kebutuhan prasarana dan sarana pertanian berupa air irigasi, benih, pupuk, alsintan dan sarana produksi lainnya.
2.
Meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) dan produktivitas pada lahan sawah, lahan tadah hujan, lahan kering, lahan rawa pasang surut, dan rawa
8
9
3.
lebak untuk mendukung pencapaian swasembada berkelanjutan padi, jagung dan kedelai. Sasaran dalam pelaksanaan program upaya khusus (Upsus) padi, jagung,
dan kedelai (Pajale) sebagai berikut (Kementan, 2015). 1.
Petugas pelaksana kegiatan Upsus peningkatan produksi padi, jagung, dan kedelai dalam pencapaian swasembada pangan berkelanjutan padi, jagung, dan kedelai di provinsi, kabupaten/kota, dan di tingkat lapangan.
2.
Seluruh kelompok tani yang berusaha tanaman pangan, kehutananperhutani, dan perkebunan.
3.
Lahan sawah, lahan tadah hujan, lahan kering, lahan rawa pasang surut, dan lahan rawa lebak.
4.
Adanya peningkatan Indeks Pertanaman (IP) minimal sebesar 0,5 dan produktivitas padi meningkat minimal sebesar 0,3 ton/hektar GKP (Gabah Kering Panen).
5.
Tercapainya produktivitas kedelai minimal sebesar 1,57 ton/hektar pada areal tanam baru dan meningkatnya produktivitas kedelai sebesar 0,2 ton/hektar pada areal existing.
6.
Tercapainya produktivitas jagung minimal sebesar 5 ton/hektar pada areal tanam baru dan adanya peningkatan produktivitas jagung sebesar satu ton/hektar pada areal existing.
2.1.2
Ruang lingkup dan indikator kinerja Ruang lingkup kegiatan Upsus peningkatan produksi padi, jagung, dan
kedelai dalam pencapaian swasembada pangan berkelanjutan padi, jagung, dan kedelai terdiri dari pengembangan jaringan irigasi, optimasi lahan, pengembangan
10
System of Rice Intensification (SRI), gerakan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GPPPT), optimasi Perluasan Areal Tanam kedelai melalui Peningkatan Indeks Pertanaman (PAT-PIP kedelai) Perluasan Areal Tanam jagung (PAT jagung), penyediaan bantuan benih, penyediaan bantuan pupuk, penyediaan bantuan alat dan mesin pertanian (Alsintan), pengendalian OPT dan dampak perubahan iklim, asuransi pertanian, dan pengawalan atau pendampingan (Kementan, 2015). Indikator
kinerja
yang
ditetapkan
untuk
mengukur
keberhasilan
pendampingan Upsus di lapangan meliputi (Kementan, 2015). 1.
Meningkatnya Indeks Pertanaman (IP) minimal sebesar 0,5.
2.
Meningkatnya produktivitas tanaman padi minimal sebesar 0,3 ton/hektar Gabah Kering Panen (GKP).
3.
Tercapainya produktivitas kedelai minimal sebesar 1,57 ton/hektar pada areal tanam baru dan meningkatnya produktivitas kedelai sebesar 0,2 ton/hektar pada areal existing.
4.
Tercapainya produktivitas jagung minimal sebesar lima ton/hektar pada areal tanam baru dan meningkatnya produktivitas kedelai sebesar satu ton/hektar pada areal existing.
2.2
Konsep Teori Produksi Teori produksi mengambarkan tentang keterkaitan diantara faktor-faktor
produksi dengan tingkat produksi yang diciptakan. Teori produksi dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi produksi dan tingkat produksi yang diciptakan. Faktor-faktor produksi dikenal dengan istilah input produksi, dan jumlah produksi disebut output. Dalam kaitannya dengan pertanian, produksi merupakan esensi dari suatu perekonomian. Untuk berproduksi diperlukan sejumlah faktor produksi
11
yang meliputi: kapital, tenaga kerja dan teknologi. Dengan demikian terdapat hubungan antara produksi dengan faktor produksi, yaitu output maksimal yang dihasilkan dengan faktor produksi tertentu atau disebut fungsi produksi (Sukirno, 2000 dalam Suryana, 2007). Hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk atau output. Dalam bidang pertanian, produk atau produksi itu bervariasi karena perbedaan kualitas pengukuran terhadap produksi. Untuk menghasilkan suatu hasil produksi (output) diperlukan bantuan kerjasama beberapa faktor produksi sekaligus. Kombinasi faktor produksi yang baik tentunya akan menghasilkan tingkat efisiensi yang tinggi baik secara fisik maupun secara ekonomis (Mubyarto, 1977). Menurut Soekartawi (2002), faktor produksi adalah faktor yang mutlak diperlukan dalam proses produksi terdiri dari empat komponen yaitu tanah, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Sedangkan sarana produksi adalah sarana yang dibutuhkan dalam proses produksi terdiri dari lahan, bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja. Menurut Downey dan Erickson (1989), faktor produksi hanya boleh ditambahkan pada proses produksi sampai pada titik di mana biayanya persis sama dengan tambahan pendapatan yang dihasilkan sebagai output. Menurut Soekartawi (1990), fungsi produksi adalah hubungan teknis antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasa disebut variabel output dan variabel yang menjelaskan biasa disebut variabel input. Penyebab Fungsi produksi sangat penting dalam teori produksi yaitu
12
1.
Dengan fungsi produksi, maka dapat diketahui hubungan antara faktor produksi dan hasil produksi (output) secara langsung dan hubungan tersebut dapat dengan mudah dimengerti.
2.
Dengan fungsi produksi maka dapat diketahui hubungan antara variabel yang dijelaskan (dependent variable) Y dan variabel yang menjelaskan (independent variable) X sekaligus juga untuk mengetahui hubungan antar variabel penjelas.
Menurut Soekartawi (2002), dalam istilah ekonomi faktor produksi kadang disebut dengan input produksi dimana macam input atau faktor produksi ini perlu diketahui oleh produsen. Antara produksi dengan faktor produksi terdapat hubungan fisik yang disebut dengan istilah factor relationship (FR). Secara matematis, hubungan FR tersebut dapat ditulis sebagai berikut. Y
= f (X1, X2,.......Xi, ......Xn)
Persamaan penambahan jumlah input untuk meningkatkan produksi yaitu Y
= f {(X1 + ∆X1), (X2 + ∆X2), .......(Xi + ∆Xi), ......(Xn + ∆Xn)}
∆X
= Tambahan faktor produksi dari X
2.2.1
Fungsi Produksi Cobb-Douglass Fungsi Produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang
melibatkan dua atau lebih variabel. Variabel yang satu disebut dengan variabel dependen yang dijelaskan oleh (Y) dan yang lainnya disebut variabel independent yang menjelaskan (X). Fungsi produksi Cobb-Douglas menjadi terkenal setelah diperkenalkan oleh Cobb, C.W. dan Douglas, P.H. pada tahun 1928 melalui artikelnya yang berjudul A Theory of Production. Penyelesaian hubungan antara Y dan X biasanya dengan cara regresi, yaitu variasi dari Y akan dipengaruhi oleh
13
variasi dari X. Kaidah-kaidah pada garis regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglass. Secara matematik persamaan fungsi produksi CobbDouglas dapat dituliskan sebagai berikut (Soekartawi, 2002). Y
= a X1b1X2b2..............Xibi.........Xnbneu = a ∏X1b1 eu
Bila fungsi Cobb-Douglas tersebut dinyatakan oleh hubungan Y dan X maka Y
= f (X1, X2, …. , Xi, …., Xn)
Dimana: Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan a, b = Besaran yang akan diduga u = Kesalahan (disturbance term), dan e = Logaritma natural, e = 2,718 Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan, maka perlu diubah menjadi bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. LnY = Lnβ0 + β1LnX1 + β2LnX2 + ……….βiLnXi +………… βnLnXn Menurut Soekartawi (2002) terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penggunaan penyelesaian fungsi produksi yang selalu dilogaritmakan dan diubah bentuk fungsinya menjadi fungsi linier, yaitu: 1.
Tidak ada pengamatan variabel penjelas (X) yang bernilai nol, sebab logaritma dari nol adalah bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).
2.
Dalam fungsi produksi, diasumsikan tidak terdapat perbedaan teknologi pada setiap pengamatan. Dalam arti bahwa kalau fungsi ini dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan dan bila diperlukan analisis yang memerlukan lebih dari satu model, maka perbedaan model tersebut terletak pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model fungsi produksi tersebut.
14
3.
Tiap variable X adalah perfect competition.
4.
Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan u. Menurut Soekartawi (2002) ada tiga alasan pokok mengapa fungsi Cobb-
Douglas lebih banyak dipakai oleh para peneliti, yaitu: 1.
Penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lainnya karena fungsi Cobb-Douglas dapat dengan mudah ditransfer ke dalam bentuk linier.
2.
Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan besaran elastisitas produksi.
3.
Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran returns to scale dalam usahatani. Menurut Soekartawi (2002) fungsi produksi Cobb-Douglas memiliki
beberapa kelemahan, yaitu: 1.
Spesifikasi variabel yang keliru, akan menghasilkan elastisitas produksi yang negatif atau nilainya terlalu besar atau terlalu kecil. Spesifikasi yang keliru juga sekaligus mendorong terjadinya multikolinearitas pada variabel independen yang dipergunakan.
2.
Kesalahan pengukuran variabel yang terletak pada validitas data sehingga menyebabkan besarnya elastisitas menjadi terlalu tinggi atau rendah.
3.
Sulitnya mengukur faktor manajemen karena faktor ini merupakan faktor yang penting juga dalam meningkatkan produksi sehingga data terhadap variabel manajemen menjadi bias.
4.
Terjadinya multikoliniearitas pada variabel yang menjelaskan (X).
15
2.2.2
Hubungan antara PM, PT, dan PR Produk Marginal (PM) merupakan tambahan satu-satuan faktor produksi
X yang dapat menyebabkan penambahan atau pengurangan satu-satuan output Y, dan PM dapat ditulis dengan ∆Y/∆X. Apabila nilai PM konstan maka dapat diartikan bahwa setiap tambahan unit faktor produksi X, menyebabkan tambahan satu-satuan unit output Q secara proposional (constans productivity). Apabila tambahan satu-satuan unit faktor produksi X menyebabkan satu-satuan unit output Y turun (decreasing productivity) maka PM akan menurun. Apabila penambahan satu-satuan unit faktor produksi X menyebabkan satu-satuan unit output Y meningkat secara tidak proposional maka peristiwa ini disebut produktivitas yang meningkat (increasing productivity) (Soekartawi, 2002).
Gambar 2.1 Tahapan dari Suatu Proses Produksi. Menurut Soekartawi (2002) dengan mengaitkan Produk Marginal (PM) atau Marginal Product (MP), Produk Rata-rata (PR) atau Average Product (AP), dan Total Produk (PT) atau Total Product (TP) maka dapat diketahui elastisitas produksi usaha dalam keadaan elastisitas produksi yang rendah atau tinggi.
16
Elastisitas produksi (Ep) merupakan persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan faktor produksi. Rumus Elastisitas produksi (Ep) yaitu (Soekartawi, 2002).
Karena ∆Y/∆X adalah PM, maka besarnya Ep tergantung dari besar kecilnya PM dari suatu faktor produksi, misalnya faktor produksi X. Hubungan antara PM dan PT dapat dilihat ketika PT naik maka nilai PM positif. Bila PT mencapai maksimum, maka nilai PM menjadi nol. Bila PT sudah mulai menurun, maka nilai PM menjadi negatif dan bila PT naik pada tahapan increasing rate, maka PM bertambah pada decreasing rate (Soekartawi, 2002). Hubungan antara PM dan PR dapat dilihat pada Gambar 2.1 PR merupakan perbandingan antara PT per jumlah faktor produksi. Adapun rumus mencari PR yaitu (Soekartawi, 2002). PR
= Y/X
Dengan demikian hubungan PM dan PR yaitu bila PM lebih besar dari pada PR, maka posisi PR masih dalam keadaan meningkat. Bila PM lebih kecil dari PR, maka posisi PR dalam keadaan turun. Bila terjadi PM sama dengan PR, maka PR dalam keadaan maksimum. Hubungan antara PM dan PT serta PM dan PR dengan besar kecilnya Ep yaitu (Soekartawi, 2002). 1.
Ep = 1 bila PR mencapai maksimum atau bila PR = PM.
2.
Ep = 0 bila PM = 0 dalam situasi PR sedang turun.
17
3.
Ep > 1 bila PT naik pada tahapan increasing rate dan PR naik di daerah I maka petani mampu memperoleh keuntungan ketika jumlah faktor produksi ditambah.
4.
1 > Ep > 0 menunjukkan tambahan sejumlah faktor produksi tidak diimbangi secara proporsional oleh tambahan output yang diperoleh. Peristiwa ini terjadi di daerah II, di mana pada sejumlah faktor produksi yang diberikan maka PT tetap naik pada tahapan decreasing rate.
5.
Ep < 0 yang berada di daerah III menunjukkan PT dalam keadaan turun, nilai PM menjadi negatif dan PR dalam keadaan turun. Setiap upaya penambahan faktor produksi tetap merugikan petani.
2.3
Teori Efektivitas Efektivitas merupakan ukuran yang menggambarkan sejauhmana sasaran
dapat dicapai (Atmosoeprapto, 2002 dalam Suwarthiani 2014). Hasil yang semakin mendekati sasaran berarti derajat efektivitasnya semakin tinggi. Sedangkan hasil yang semakin tidak mendekati sasaran berarti derajat efektivitasnya semakin rendah. Wisnu dan Siti (2005, dalam Suwarthiani 2014) mengungkapkan bahwa penilaian efektivitas dapat dilakukan dengan mengambil salah satu pendekatan dari tiga pendekatan yang ada. Tiga pendekatan tersebut meliputi pendekatan sumber daya eksternal (kontrol), pendekatan sistem-sistem internal (motivasi), dan pendekatan teknis (efisiensi). Gibson, dkk (1996, dalam Suwarthiani 2014) mengungkapkan faktor atau unsur yang dipakai sebagai indikator efektivitas adalah
produksi,
mutu,
efisiensi,
fleksibelitas,
kepuasan,
persaingan,
pengembangan, dan kelangsungan hidup. Gasperz (2008, dalam Suwarthiani
18
2014) mengungkapkan tingkat efektivitas dari sistem produksi merupakan rasio output aktual terhadap output yang direncanakan dan diukur dalam satuan persen. Rumus untuk mengukur tingkat efektivitas dalam pencapaian tujuan atau sasaran yaitu (Subagyo, 2000 dalam Budiani 2009). R Efektivitas Program =
x 100% T
Dimana: R = Realita T = Target Halim (2004, dalam Sangurjana 2016) menetapkan standar acuan untuk mengukur efektivitas. Adapun standar acuan untuk mengukur efektivitas dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Standar Acuan Pengukuran Efektivitas Rasio Efektivitas (%) < 40 ≥40 s.d. <60 ≥60 s.d. <80 ≥80 s.d. 100 Sumber: Halim (2004. dalam Sangurjana 2016). 2.4
Tingkat Capaian Sangat tidak efektif Tidak efektif Cukup efektif Efektif
Teori Efisiensi Menurut Soekartawi (2002) efisiensi merupakan upaya penggunaan faktor
produksi yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil produksi yang sebesarbesarnya. Soekartawi (2003, dalam Dewi 2007) menerangkan bahwa dalam terminologi ilmu ekonomi, pengertian efisiensi ini dapat dibedakan menjadi tiga yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif atau harga dan efisiensi ekonomis.
19
2.4.1
Efisiensi teknis Efisiensi teknis merupakan kemampuan maksimum yang dicapai oleh
faktor produksi. Suatu perusahaan efisien secara teknis bilamana produksi dengan output terbesar yang menggunakan set kombinasi beberapa faktor produksi saja. Efisiensi teknis (technical efficiency) mensyaratkan adanya proses produksi yang dapat memanfaatkan faktor produksi yang sedikit demi menghasilkan output produksi dalam jumlah yang sama. Analisis efisiensi teknis dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas karena koefisien regresi merupakan elastisitas produksi (Soekartawi, 2002). 2.4.2
Efisiensi harga atau allocative efficiency Efisiensi harga menujukkan hubungan biaya dan output. Efisiensi harga
tercapai jika perusahaan tersebut mampu memaksimalkan keuntungan yaitu menyamakan nilai produk marginal setiap faktor produksi dengan harganya. Bila peternak mendapatkan keuntungan yang besar dari usaha ternaknya, misalnya karena pengaruh harga, maka peternak tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor usaha ternaknya secara efisien. Efisiensi alokatif ini terjadi bila perusahaan memproduksi output yang paling disukai oleh konsumen. Produk Marginal (PM) menggambarkan perubahan penggunaan satusatuan faktor produksi yang digunakan (Soekartawi, 2002). Adapun nilainya dapat dicari dengan rumus sebagai berikut. PMxi = βi . PRxi Dimana: PRxi = Y/Xi Keterangan: βi = Elastisitas produksi faktor produksi ke i PRxi = Produk rata-rata faktor produksi ke i Y = Jumlah produksi Xi = Jumlah penggunaan faktor produksi yang digunakan
20
Nilai Produk Marginal (NPM) dapat dihitung dengan mengalikan produk marginal dengan harga satu-satuan unit produksi yang dihasilkan (Soekartawi, 2002). Adapun NPM dapat dicari dengan rumus sebagai berikut. NPMxi = PMxi . Py Dimana: NPMxi = Nilai Produk Marginal dari faktor Xi Py = Harga rata-rata satu-satuan unit produksi (Y) Tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi ditentukan dengan cara membandingkan NPM faktor produksi dengan harga faktor produksi yang digunakan. Adapun rumusnya yaitu (Soekartawi, 2002).
Keterangan: Ef = Indeks efisiensi faktor produksi (Xi) NPMxi = Nilai produk marjinal faktor produksi ke i Pxi = Harga per satuan faktor produksi ke i Alokasi penggunaan faktor produksi tidak efisien dapat terjadi karena dua kemungkinan yaitu: alokasi masukan faktor produksi masih terlampau rendah atau alokasi masukan faktor produksi sudah terlampau tinggi. Menurut Soekartawi (2003, dalam Dewi 2012) bahwa dalam kenyataan NPMxi tidak selalu sama dengan Pxi, yang sering terjadi adalah NPMxi/Pxi lebih besar dari satu artinya penggunaan faktor produksi X belum efisien, untuk mencapai efisiensi maka faktor produksi X perlu ditambah. NPMxi/Pxi kurang dari satu artinya penggunaan faktor produksi X tidak efisien, agar faktor produksi X menjadi efisien maka penggunaan faktor produksi X perlu dikurangi. 2.4.3
Efisiensi ekonomis Konsep dalam efisiensi ekonomis adalah meminimalkan biaya artinya
suatu proses produksi efisien secara ekonomis pada suatu tingkatan output apabila
21
tidak ada proses lain yang dapat menghasilkan output serupa dengan biaya yang lebih murah. Efisiensi ekonomis dapat tercapai bila kedua efisiensi yaitu efisiensi teknis dan efisiensi harga tercapai serta memenuhi dua kondisi, antara lain: (Soekartawi, 2003 dalam Suryana 2007). 1.
Syarat keperluan (necessary condition) menunjukkan hubungan fisik antara input dan output, bahwa proses produksi pada waktu elastisitas produksi antara nol dan satu. Hasil ini merupakan efisiensi teknis.
2.
Syarat kecukupan (sufficient condition) yang berhubungan dengan tujuannya yaitu kondisi keuntungan maksimum tercapai dengan syarat nilai produk marginal sama dengan biaya marginal.
2.5
Tinjauan Penelitian Terdahulu Pengkajian terhadap hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan para
peneliti sebelumnya sangat perlu dilakukan mengingat pentingnya bagi peneliti untuk menelaah masalah yang dihadapi peneliti dalam penelitiannya. Adapun penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti terdahulu yaitu: Suryana (2007) dalam penelitiannya yaitu analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi jagung di Kabupaten Blora mempergunakan variabel bebas yaitu luas lahan (X1), varietas bibit (X2), jarak dan jumlah tanam (X3), biaya tenaga kerja (X4), biaya pembelian pupuk (X5) dan hasil produksi jagung hibrida (Y). Sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak 170 orang dengan penentuan jumlah sampel mempergunakan rumus Slovin. Model yang dipergunakan yaitu analisis regresi linier berganda metode Ordinary Least Square (OLS) dengan melakukan uji asumsi klasik yang meliputi uji multikolinieritas, uji autokolerasi, uji heteroskedasitas dan uji model regresi dengan uji t, uji F, dan uji
22
koefisien determinasi (R2). Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas berpengaruh sangat nyata terhadap variabel terikat dan pengaruh dominan ditunjukkan oleh variabel bebas X3 yaitu jarak dan jumlah tanam karena nilai standar koefisien betanya paling besar jika dibandingkan dengan variabel bebas (X) lainnya. Dewi (2012) dalam penelitiannya yaitu analisis efisiensi usahatani padi sawah menggunakan metode regresi linier berganda dengan model fungsi produksi Cobb-douglas untuk menganalisis efisiensi teknis, efisiensi harga, dan efisiensi ekonomi usahatani padi sawah. Variabel yang dipergunakan dalam penelitiannya yaitu enam variabel bebas yang meliputi bibit (X1), pupuk urea (X2), pupuk NPK (X3), pupuk organik (X4), pestisida (X5), tenaga kerja (X6) dan variabel terikat (Y) yaitu jumlah produksi padi. Hasil analisis efisiensi teknis menunjukkan tidak adanya variabel bebas yang berada pada daerah elastisitas produksi I, variabel bebas X2, X3, dan X4 berada pada daerah elastisitas produksi II, sedangkan variabel bebas X1, X5, dan X6 berada pada daerah elastisitas produksi III. Hasil analisis efisiensi harga menunjukkan seluruh variabel bebas tidak efisien. Ditinjau dari efisiensi ekonomi, seluruh variabel bebas tidak efisien. Noor (2007) dalam penelitiannya yaitu analisis optimasi penggunaan tenaga kerja pada usahatani nanas di Kabupaten Simalungun menggunakan metode regresi linier dan non linier dengan model fungsi produksi Cobb-douglas untuk menganalisis tingkat optimasi melalui pendekatan efisiensi harga. Variabel yang dipergunakan dalam penelitian meliputi variabel bebas tenaga kerja (X1) dan variabel terikat jumlah produksi nanas (Y). Hasil analisis uji t regresi linier dan non linier menunjukkan pada usahatani nanas skala sempit dan skala luas variabel
23
bebas berpengaruh sangat nyata. Pada usahatani skala sempit dan skala luas, tingkat optimasi tenaga kerja belum optimal sehingga penggunaan tenaga kerja perlu ditambah. Penggunaan tenaga kerja pada usaha nanas skala luas lebih optimal jika dibandingkan dengan usaha nanas dengan skala usaha sempit. Persamaan peneliti terdahulu dengan penelitian ini adalah pada penelitian yang pertama juga digunakan metode regresi linier berganda untuk menganalisis data, pada penelitian yang kedua digunakan metode analisis regresi linier berganda dengan model fungsi produksi Cobb-Douglas, pada penelitian ketiga mempergunakan analisis regresi. Sedangkan perbedaan pada penelitian ini dengan penelitian pertama yaitu peneliti pertama mempergunakan metode Ordinary Least Square (OLS), variabel penelitian, lokasi, waktu, dan jumlah sampel yang digunakan. Pada penelitian kedua terdapat perbedaan pada variabel penelitian, lokasi, waktu, jumlah sampel, dan pendekatan metode analisis yaitu pada penelitian ini tidak mengkaji efisiensi ekonomis usahatani. Pada penelitian ketiga terdapat perbedaan pada variabel penelitian, lokasi, waktu, jumlah sampel, dan pendekatan metode analisis yaitu pada penelitian ini membahas efisiensi teknis sedangkan pada penelitian terdahulu tidak. 2.6
Kerangka Teoritis Kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang teori berhubungan
dengan berbagai faktor produksi yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting dan menggambarkan hubungan antara konsep atau variabel-variabel yang akan diteliti. Penelitian ini membahas tentang bagaimana efektivitas alokasi faktor produksi dari usahatani padi dalam program Upsus Pajale.
24
Petani padi di Subak Gadungan Delod Desa mempergunakan faktor produksi yang meliputi: jumlah bibit, pupuk urea, pupuk NPK, dan pestisida. Pada penelitian ini faktor produksi dianalisis mempergunakan analisis regresi linier berganda dengan kriteria uji ekonometrika dan uji statistika untuk mengetahui pengaruh antara faktor produksi terhadap hasil produksi. Penelitian ini mengunakan metode regresi linier berganda model fungsi produksi CobbDouglass untuk mengetahui pengaruh faktor produksi terhadap hasil produksi, efektivitas dan efisiensi penggunaan faktor produksi. Analisis efektivitas penggunaan faktor produksi dilakukan dengan melihat nilai Marginal Physical Product (MPP) dan Average Physical Product (APP). Efisiensi penggunaan faktor produksi dapat diketahui dengan membandingkan nilai produk marjinal faktor produksi (NPMxi) dengan harga faktor produksi (Pxi). Setelah seluruh hasil analisis yang meliputi analisis pengaruh faktor produksi terhadap hasil produksi, efektivitas alokasi input dan program Upsus Pajale dalam pencapaian target atau tujuan, dan efisiensi alokasi input, maka selanjutnya dibuat kesimpulan yang akan direkomendasikan kepada petani di lokasi penelitian agar petani mampu mengambil kebijakan yang tepat dalam memproduksi padi. Secara rinci kerangka penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut ini.
25
Petani Subak Gadungan Delod Desa Faktor Produksi Usahatani Padi Jumlah Bibit (X1) Hasil Produksi Padi (Y)
Jumlah Pupuk Urea (X2) Jumlah Pestisida (X4)
Jumlah Pupuk NPK (X3)
Fungsi Produksi Cobb-Douglas Y = a X1b1X2b2..............Xibi.........Xnbneu
Analisis Efektivitas Penggunaan Faktor Produksi MPP Ep = x 100% APP
Kriteria Ekonometrika: Uji Normalitas, Multikolinearitas, Heterokedasitas
Analisis Efektivitas Produktivitas Tanaman Padi R Efektivitas = x 100% T
Analisis Efisiensi Alokasi Input NPMxi Ef = =1 Pxi
Kriteria Statistika: Uji Koefisien Determinasi (R2), Uji F, Uji t
Kesimpulan
Rekomendasi Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis Keterangan: Dimana: Ep = Elastisitas produksi MPP = Marginal Physical Product APP = Average Physical Product R = Realitas produktivitas padi T = Target produktivitas padi NPMxi = Nilai Produk Marjinal faktor produksi ke i Pxi = Harga per satuan faktor produksi ke i
= Hubungan variabel = Jalur analisis regresi = Hasil analisis
26
2.6
Hipotesis Hipotesis merupakan pernyataan ilmiah yang dilandasi oleh kajian teoretik
dan empirik yang merupakan jawaban sementara dari tujuan penelitian yang dapat diuji kebenarannya secara empirik (Antara, 2014). Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini yaitu: 1.
Faktor produksi berpengaruh positif terhadap hasil produksi usahatani.
2.
Usahatani padi dalam program Upsus Pajale di Subak Gadungan Delod Desa sudah terlaksana secara efektif dalam penggunaan faktor produksi dan pencapaian target peningkatan produktivitas sebesar 0,3 ton/hektar.
3.
Alokasi input usahatani padi dalam program Upsus Pajale di Subak Gadungan Delod Desa sudah terlaksana secara efisien.