II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bahan Baku Kayu Gergajian Widarmana (1977)6 menyatakan bahwa bahan mentah atau kayu penghara yang masuk di penggergajian adalah produk alam yang berupa dolok (log) yang berkeragaman memiliki diameter besar. Selanjutnya dikatakan pula bahwa makin tinggi kualitas dolok, makin tinggi pula rendemen, volume dan kualitas kayu gergajian yang dapat diperoleh, Kebutuhan bahan baku merupakan faktor yang menentukan dalam suatu industri penggergajian, karena 50-70 persen dari biaya produksi adalah bahan baku, (Dirjen Kehutanan)7. Oleh karena itu terjaminnya kebutuhan bahan baku secara kontinu merupakan faktor yang menentukan untuk menjamin kelangsungan hidup industri tersebut. Bahan baku industri penggergajian semakin terbatas dan sulit diperoleh baik dalam jumlah maupun kualitas yang diinginkan, (Rachman, 2000)8. Selanjutnya dikatakan bahwa untuk menghadapi hal yang demikian, maka industri perkayuan dalam hal ini industri penggergajian kayu harus meningkatkan efisiensinya dengan jalan memaksimumkan pengolahan kayu gergajian. 2.1.1. Proses Produksi Kayu Gergajian Pengertian industri pengolahan menurut Biro Pusat Statistik (2000)9 adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah barang dasar secara mekanik, kimia atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau barang setengah jadi, dan atau mengubah barang dari yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dengan maksud mendekatkan produk tersebut kepada konsumen akhir.
6
Pengaruh rendemen kayu terhadap produk. google.com 3 September Upaya pemenuhan bahan baku www.dephut.go.id 5 September 2009 8 http://www.google.com// Tentang kayu oleh Rachman 7 Oktober 2009 9 www.bps.go.id 30 September 2009 7
Penggergajian merupakan suatu unit usaha yang menggunakan bahan baku kayu, alat utama gergaji, mesin penggerak, serta dilengkapi dengan berbagai alat atau mesin pembantu. Penggergajian merupakan proses pertama yang tarafnya masih sederhana (primary conversion), dalam rentetan industri pengolahan kayu, proses penggergajian merupakan proses terpenting dalam industri pengolahan kayu, karena setelah proses tersebut kayu akan lebih mudah untuk diproses selanjutnya. Industri penggergajian sering juga disebut dalam industri primer hasil hutan karena produk kayu gergajian merupakan produk pertama dalam industri kehutanan. Umunya bahan baku yang digunakan industri penggergajian berasal dari kayu bulat (log) dan balok.Gergaji berfungsi membelah dan memotong kayu. Penggergajian dapat pula berfungsi meningkatkan nilai atau kualita kayu dengan cara menghilangkan bagian yang cacat atau membuat sortimen tertentu yang nilainya lebih tinggi. 2.1.2. Hutan Rakyat Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh diatas tanah yang dihuni dengan ketentuan luas minimum 0,25 Ha dan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan lebih dari 50 persen dan atau pada tanaman tahuanan perhektar sebanyak minimal 500 tanaman (Departemen Kehutanan, 1998). Hutan rakyat adalah hutan buatan yang terletak di luar kawasan hutan Negara, dalam suatu hamparan dan seringkali disebut hutan milik. Hutan milik adalah hutan yang tumbuh diatas lahan yang dibebani hak milik, jadi hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat (Undang-Undang Pokok Kehutanan No. 41 Tahun 1999) Fungsi hutan rakyat untuk dapat memenuhi kebutuhan bahan baku industri pengolahan kayu dan kebutuhan kayu rakyat mutlak dibutuhkan mengingat permintaan terhadap bahan baku kayu sangat tinggi, sementara hutan milik pemerintah tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan tersebut secara keseluruhan. Peranan hutan rakyat dalam kehidupan social ekonomi masyarakat Indonesia, khususnya pulau Jawa cukup penting, mengingat 70 persen konsumsi kayu dipenuhi oleh kayu rakyat.
11
2.2. Pengelompokan Industri Skala usaha industri hilir dapat diukur dari banyaknya bahan baku yang diolah persatuan waktu, banyaknya tenaga kerja, besarnya omzet/penjualan, atau teknologi yang digunakan. Keberadaan industri-industri kecil pengolahan kayu rakyat sangat diperlukan guna memenuhi permintaan akan kayu dari masyarakat yang cukup tinggi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan batasan tentang industri kecil berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dimiliki. Penggolongan industri berdasarkan jumlah tenaga kerja menurut BPS dibagi dalam empat golongan yaitu: 1. Industri kerajinan rumah tangga, yaitu industri pengolahan yang mempunyai 1-4 orang 2. Industri kecil, yaitu industri pengolahan yang memiliki pekerja 5-19 orang 3. Industri sedang, yaitu industri pengolahan yang memiliki 20-99 orang 4. Industri besar, industri pengolahan yang memiliki 100 orang atau lebih Menurut Hayami (1987), corak industri di pedesaan Indonesia dapat dibedakan menurut tempat berlangsungnya pengolahan bahan baku, yaitu: a) dalam rumah tangga (home Processing) yang dilakukan oleh anggota rumah tangga petani penghasil bahan baku, b) dalam bangunan yang menempel atau terpisah dari rumah tempat tinggal tapi dalam masih dalam satu pekarangan, dengan bahan baku yang dibeli dari pasar dan terutama menggunakan tenaga kerja keluarga, c) dalam perusahaan kecil, sedang, atau besar yang menggunakan buruh dan modal yang lebih intensif dibandingkan industri rumah tangga.
2.3. Studi Empiris Mengenai Analisis Biaya dan Harga Pokok Produksi Kayu Gergajian Jenis Sengon (Paraserianthes falcataria) Penelitian mengenai kayu gergajian ini merujuk pada beberapa penelitian terdahulu mengenai struktur biaya produksi kayu gergajian. Beberapa judul penelitian yang pernah diteliti diantaranya adalah : Permata (2008) dalam analisis biaya dan harga pokok produksi kayu gergajian (sawn timber) hutan rakyat di CV. Sinar Kayu, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji struktur biaya dan landasan penetapan harga jual produk kayu gergajian
12
di CV. Sinar Kayu dan menganalisis perubahan biaya, selisish biaya dan perubahan harga jual terhadap keuntungan CV. Sinar Kayu. Struktur biaya CV. Sinar kayu terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik yang ditetapkan diawal proses sebagai standar dan yang dihitung berdasarkan sesungguhnya terjadi. Berdasarkan analisis selisih biaya ditemukan kondisi defisit biaya dimana biaya aktual untuk semua komponen biaya lebih besar dibandingkan dengan biaya standar yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil analisis selisih biaya ditemukan in-efisiensi terutama pada waktu dasar aktual per unit produk lebih lama dibandingkan dengan waktu dasar standar, sehingga produktifitas per periode waktu lebih rendah . hal lain yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produktifitas adalah dengan menggunakan bahan baku kayu yang berkualitas bagus. Dengan kualitas kayu yang bagus akan memperpendek waktu dasar per satuan dan menin gkatkan reindemen tersebut. Target keuntungan yang diharapkan oleh CV. Sinar Kayu berdasarkan biaya standar, untuk produk kaso 57 adalah sebesar 74 persen jika dijual secara eceran dan 39 persen jika dijual ke distributor. Sedangkan target keuntungan yang ingin diperoleh CV. Sinar Kayu untuk produk kaso 46 adalah 61 persen jika dijual secara eceran ke konsumen langsungdan sebesar 29 persen jika dijual ke distributor. Perbedaan keuntungan tersebut disebabkan oleh perkiraan biaya standar yang dijadikan sebagai dasar penetapan harga pokok produk lebih kecil dari harga aktual yang sebenarrnya dikeluarkan untuk memproduksi kedua jenis produk tersebut. Dari penelitian yang dilakukan permata, penulis menangkap pesan bahwa penelitian dengan menganalisis biaya dan harga pokok produksi ternyata biaya bahan baku lebih besar dibandingkan dengan struktur biaya lain. Selain itu produk yang dihasilkan bergantung pada kualitas bahan baku kayu bulat dan pengaruh dari keterampilan dan keahlian operator mesin. Meskipun penelitian yang dilakukan permata mengenai kayu gergajian jenis sengon dan berbeda dengan kerangka pemikiran dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis, dimana penulis menggunakan alat analisis nilai tambah dengan menggunakan bahan baku kayu balok.
13
2.4. Studi Empiris Mengenai Tataniaga Nugraha (2006) dalam analisis sistem tataniaga kayu jenis sengon (Paraserianthes falcataria) dan prospek pengembangannya di Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Tujuan penelitian yaitu menganalisis sistem tataniaga kayu gergajian jenis sengon (paraserianthes falcataria) dan prospek pengembangannya. Penelitian yang dilakukan berupa alat analisis kualitatif yaitu dengan menggunakan pengamatan langsung terhadap keadaan sistem tataniaga yang meliputi analisis marjin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan biaya. Lembaga tataniaga yang terlibat adalah; petani sengon, tengkulak kayu, pengolah kayu, industri penggergajian kayu (IPK), pedagang penampung dan material. Saluran yang tersedia sebanyak 7 saluran tataniaga yaitu; saluran I (petani, tengkulak, dan pedagang penampung). Saluran II (petani, tengkulak, industri penggergajian kayu, dan material). Saluran III (petani, pengolah, dan pedagang penampung). Saluran IV (petani, pengolah, dan material). Saluran V (petani, industri penggergajian kayu, dan material). Saluran Vi (petani, tengkulak, industri penggergajian kayu, pedagang penampung). Dan yang terakhir saluran VII (petani, tengkulak, dan industri luar daerah). Saluran yang paling banyak digunakan adalah saluran tataniaga I (petani, tengkulak, pedagang penampung) dengan demikian marjin tataniaga tengkulak sebesar 36.51 persen dan keuntungan sebesar 154.05 persen, sedangkan farmer’s share’ petani sebesar 63.40 persen dengan keuntungan sebesar 29.22 persen. Nilai rata-rata marjin keuntungan terbesar diperoleh pengolah sebesar Rp 46.488.10/m3, di ikuti oleh industri penggergajian kayu (IPK) sebesar 40.666.67/m3, kemudian tengkulak sebesar Rp. 36.916.67/m3 dan yang terendah petani sebesar Rp. 28.132.19/m3. Kesimpulan yang diperoleh bahwa sistem tataniaga kayu gergajian jenis sengon belum efisien karena tidak adanya pembagian keuntungan yang merata antara pelaku tataniaga yang terlibat. 2.5. Studi Empiris Mengenai Nilai Tambah Setyaningsih (2003) dalam analisis nilai tambah industri pengolahan ayam berbumbu di Kota Jakarta Timur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
14
gambaran dari usaha industri rumah tangga pengolahan ayam berbumbu dan mengetahui berapa besar nilai tambah dari produk olahan ayam berbumbu. Untuk analisis nilai tambah, sampel dikategorikan dalam tiga kelompok usaha berdasarkan penggunan alat transportasi yaitu tidak menggunakan sepeda dan sepeda motor (berjalan kaki) adalah skala kecil. Menggunakan sepeda adalah skala menengah. Menggunakan sepeda motor adalah skala besar. Hasil yang diperoleh menyatakan bahwa melaui pengolahan akan tercapai nilai tambah. Analisis nilai tambah terbesar diperoleh IRT skala besar Rp. 4.066,17 per kg bahan baku dan nilai tambah terkecil pada IRT skala kecil sebesar Rp. 3.239,91 per kg bahan baku. Kegiatan pengolahan ayam berbumbu pada skala kecil, menengah dan besar merupakan kegiatan pada modal, karena margin keuntungan yang diterima pedagang lebih besar dari pada margin yang didistribusikan untuk tenaga kerja. Berdasarkan beberapa hasil tinjauan terhadap penelitian terdahulu, penulis berpendapat bahwa kerangka berpikir paling layak dalam menganalisis nilai tambah dan pemasaran kayu sengon gergajian adalah kerangka yang terdapat dalam penelitian yang dilakukan permata, yaitu dengan
menganalisis kayu
sengon gergajian.
15