II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Efektifitas Pada dasarnya efektivitas merupakan tingkat keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Soejono Soekanto (1986:25) mengemukakan bahwa efektivitas berasal dari kata effektivies yang berarti taraf sampai atau sejauh mana suatu kelompok mencapai tujuan. Selanjutnya, menurut Emerson Handayaningrat (1985:38) bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Sementara itu, Audit Commision dalam Mahsun (2006:180) menyatakanbahwa efektivitas adalah menyediakan jasa-jasa yang
benar
sehingga
memungkinkan
pihak
yang
berwewenang
untuk
mengimplementasikan kebijakan dan tujuannya. Kemudian, Peter Drueker dalam Handoko (2001:7) mengemukakan efektivitas adalah melakukan pekerjaan yang benar (doing the right things). Mahsun (2006:182) menjelaskan bahwa efektivitas (hasil guna) merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Pengertian efektivitas ini pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan. Kebijakan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan tersebut mencapai tujuan dansasaran akhir kebijakan (spending
wisely).
Dunn
(2000:429)
menerangkan
bahwa
efektivitas
(effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang
diharapkan,
atau
mencapai
tujuan
dari
diadakannya
tindakan.
Efektivitas,yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas telaris, selalu diukur dari unit produksi atau layanan atau nilai moneternya. Selanjutnya, Dunn (2000:601) menambahkan bahwa efektivitas merupakan kreteria evaluasi yang mempertanyakan apakah hasil yang diinginkan telah tercapai. Sedangkan menurut
9
10
Richard M Steers (1985:208-209) efektivitas digolongkan dalam 3 (tiga) model, yaitu : 1.
Model optimasi tujuan, penggunaan model optimasi bertujuan terhadap efektivitas organisasi memungkinkan diakuinya bahwa organisasi yang berbeda mengejar tujuan yang berbeda pula. Dengan demikian nilai keberhasilan atau kegagalan relatif dari organisasi tertentu harus ditentukan dengan membandingkan hasil-hasil dengan tujuan organisasi.
2.
Prespektif sistem, memusatkan perhatiannya pada hubungan antara komponen-komponen baik yang berbeda didalam maupun yang berada diluar organisasi. Sementara komponen ini secara bersama-sama mempengaruhi keberhasilan atau keberhasilan organisasi. Jadi model ini memusatkan perhatiannya pada hubungan sosial organisasi lingkungan.
3.
Tekanan pada perilaku, dalam model ini, efektivitas organisasi dilihat dari hubungan antara apa yang diinginkan organisasi. Jika keduanya relatif homogen, kemungkinan untuk meningkatkan prestasi keseluruhan organisasi sangat besar. Berdasarkan pengertian-pengertian efektivitas yang telah dijelaskan diatas, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa efektifitas diartikan tercapainya sasaran, tujuan atau hasil kegiatan yang telah ditentukan
sebelumnya.
Dengan
kata
lain,
efektivitas
merupakan
perbandingan antara hasil dengan apa yang telah ditentukan sebelumnya. efektivitas terkait dengan pencapaian atau hasil dari pembinaan pedagang kaki lima.
11
2.1.1 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Berdasarkan pendekatan-pendekatan dalam efektivitas organisasi yang telah dikemukakan sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi adalah sebagai berikut: a. Adanya tujuan yang jelas, b. Struktur organisasi, c. Adanya dukungan atau partisipasi masyarakat, d. Adanya sistem nilai yang dianut. Organisasi akan berjalan terarah jika memiliki tujuan yang jelas. Adanya tujuan akan memberikan motivasi untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Tujuan organisasi adalah memberikan pengarahan dengan cara menggambarkan keadaan yang akan datang yang senantiasa dikejar dan diwujudkan oleh organisasi. Struktur dapat mempengaruhi efektifitas dikarenakan struktur yang menjalankan organisasi. Struktur yang baik adalah struktur yang kaya akan fungsi dan sederhana. Selanjutnya, tanpa ada dukungan dan partisipasi serta sistem nilai yang ada maka akan sulit untuk mewujudkan organisasi yang efektif. Faktor-faktor yang mempengaruhi organisasi harus mendapat perhatian yang seriuas apabila ingin mewujudkan suatu efektivitas. Richard M Steers (1985:209) menyebutkan empat faktor yang mempengaruhi efektivitas, yaitu : 1. Karakteristik Organisasi 2. Karakteristik Pekerja 3. Prestasi Kerja 4. Karakteristik Lingkungan 5. Kebijakan dan Praktek Manajemen
12
Kemudian,
empat
faktor
yang
mempengaruhi
efektivitas,
yang
dikemukakan oleh Richard M Steers (1985:8) peneliti uraikan sebagai berikut : 1. Karakteristik Organisasi adalah hubungan yang sifatnya relatif tetap seperti susunan sumber daya manusia yang terdapat dalam organisasi. Struktur merupakan cara yang unik menempatkan manusia dalam rangka menciptakan sebuah organisasi. Dalam struktur, manusia ditempatkan sebagai bagian dari suatu hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola interaksi dan tingkah laku yang berorientasi pada tugas. 2. Karakteristik Lingkungan mencakup dua aspek. Aspek pertama adalah lingkungan ekstern yaitu lingkungan yang berada di luar batas organisasi dan sangat berpengaruh terhadap organisasi, terutama dalam pembuatan keputusan dan pengambilan tindakan. Aspek kedua adalah lingkungan intern yang dikenal sebagai iklim organisasi yaitu lingkungan yang secara keseluruhan dalam lingkungan organisasi. 3. Karakteristik Pekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap efektivitas. Di dalam diri setiap individu akan ditemukan banyak perbedaan, akan tetapi kesadaran individu akan perbedaan itu sangat penting dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Jadi apabila suatu organisasi menginginkan keberhasilan, organisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu dengan tujuan organisasi. 4. Karakteristik Manajemen adalah strategi dan mekanisme kerja yang dirancang untuk mengkondisikan semua hal yang ada di dalam organisasi sehingga efektivitas tercapai. Kebijakan dan praktek manajemen merupakan alat bagi pimpinan untuk mengarahkan setiap kegiatan guna mencapai tujuan organisasi.
13
Dalam melaksanakan kebijakan dan praktek manajemen harus memperhatikan manusia, tidak hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja saja. Mekanisme ini meliputi penyusunan tujuan strategis, pencarian dan pemanfaatan atas sumber daya, penciptaan lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan keputusan, serta adaptasi terhadap perubahan lingkungan inovasi organisasi. Menurut pendapat di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa: a.
Organisasi terdiri atas berbagai unsur yang saling berkaitan, jika salah satu unsur memiliki kinerja yang buruk, maka akan mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan;
b.
Keefektifan membutuhkan kesadaran dan interaksi yang baik dengan lingkungan;
c.
Kelangsungan hidup organisasi membutuhkan pergantian sumber daya secara terus menerus. Suatu perusahaan yang tidak memperhatikan faktorfaktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi akan mengalami kesulitan dalam mencapai tujuannya, tetapi apabila suatu perusahaan memperhatikan faktor-faktor tersebut maka tujuan yang ingin dicapai dapat lebih mudah tercapai hal itu dikarenakan efektivitas akan selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor tersebut.
2.1.2 Pengukuran Efektifitas Efektifitas adalah pengukuran keberhasilan dalam pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Efektifitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya indikator yang telah ditetapkan yaitu tepat jumlah, waktu, sasaran, harga, administrasi dan kualitas. Jika kegiatan mendekati indikator berarti
14
makin tinggi efektifitasnya. Untuk peningkatan efektifitas ditingkat RTS pemerintah menerapkan sistem manajemen yang baik, manajemen waktu dan pengelolaan.
Dalam perhitungan persentase efektifitas, dikategorikan efektif
apabila mencapai minimal satu persen dan maksimal seratus persen. (Sugiyono, 2010). Selain itu skala dan klasifikasi pengukuran kinerja instansi pemerintah yang disajikan dalam Tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Skala dan Klasifikasi Pengukuran Efektifitas Kinerja Instansi Pemerintah Pengukuran Ketepatan (%)
Kriteria Keefektifan
≤ 20%
Sangat tidak efektif
21% - 40%
Tidak efektif
41% - 60%
Cukup efektif
61% - 80%
Efektif
81% - 100% Sumber: Depdagri, Permendagri, Tahun 2011
Sangat efektif
Berdasarkan Tabel 2.1 di atas, untuk pendistribusian Raskin yang dilakukan oleh BULOG kepada RTS apabila hasilnya menunjukkan persentase yang semakin besar dapat dikatakan bahwa pendistribusian Raskin semakin efektif. Demikian sebaliknya, semakin kecil hasilnya persentase maka menunjukkan pendistribusian Raskin semakin tidak efektif. 2.3
Program Raskin Program Raskin (Program Penyaluran Beras Untuk Keluarga Miskin)
adalah sebuah program dari pemerintah sebagai upaya untuk mengurangi beban pengeluaran dari rumah tangga miskin sebagai bentuk dukungan dalam
15
meningkatkan ketahanan pangan dengan memberikan perlindungan sosial beras murah dengan jumlah maksimal 15 kg/Rumah Tangga Miskin/bulan dengan masing-masing seharga Rp 1600,00 per kg (netto) di titik distribusi. Program ini mencakup di seluruh provinsi, sementara tanggung jawab dari distribusi beras dari gudang sampai ke titik distribusi di kelurahan dipegang oleh Perum Bulog (Badan Urusan Logistik). Menurut Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Program Raskin adalah salah satu program penanggulangan kemiskinan dan perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat berupa bantuan beras bersubsidi kepada rumah tangga berpendapatan rendah (rumah tangga miskin dan rentan miskin) (BULOG, 2012). Istilah-istilah yang digunakan dalam petunjuk teknis antara lain adalah: 1. Tim koordinasi program Raskin tingkat provinsi adalah tim koordinasi yang ditetapkan berdasarkan keputusan Gubernur dan terdiri dari unsur opemerintah daerah provinsi (Biro Sarana Perekonomian, Biro Bina Produksi, Bapperda, BPS (Badan Pusat Statistik), Perum Bulog, Kepolisisan, Kejaksaan serta stakeholders yang terkait. 2. Tim Koordinasi Divisi Regional (Divre) provinsi adalah satuan kerja Perum Bulog Divre provinsi yang dibentuk Kadivre yang bertugas dan bertanggung jawab mengkoordinasi dalam pelaksanaan program Raskin di Sub Divre. 3. Satuan kerja Raskin adalah satuan kerja perum Bulog Sub Divre ytang dibentuk kepala Sub Divre yang bertugas dan bertanggung jawab mengangkut beras dari gudang Perum Bulog sampai dengan titik distribusi dan menyerahkan kepada pelakana distribusi
16
4. Pelaksana Distribusi adalah kelompok kerja di titik distribusi yang dibentuk berdasarkan musyawarah desa/kelurahan yang ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa/Lurah, terdiri dari aparat desa/kelurahan, Lembaga Masyarakat, dan unsur-unsur masyarakat yang bertugas dan berwenang mendistribusikan Raskin kepada penerima manfaat Raskin. 5. Titik Distribusi adalah tempat atau lokasi penyerahan beras oleh Satuan Kerja Raskin Sub Divre kepada pelaksana distribusi di desa/kelurahan yang dapat dijangkau penerima Raskin atau lokasi lain yang ditetapkan atas dasar kesepakatan secara tertulis antara pemerintah daerah dan Sub Divre. 6. Rumah Tangga Miskin (RTM) adalah penerima manfaat Program Raskin di desa/kelurahan sesuai hasil pendataan BPS dengtan kategori sangat miskin, miskin, dan sebagian hampir miskin. 7. Musyawarah
desa/kelurahan
adalah
forum
komunikasi
di
tingkat
desa/kelurahan untuk menetapkan RTM yang berhak menerima Raskin. 8. Beras Standar Kualitas Bulog adalah beras kualitas medium, kondisi baik, dan tidak berhama. 9. Unit Pengaduan Masyarakat (UPM) adalah lembaga yang ditetapkan dengan keputusan Gubernur di provinsi dan keputusan Bupati/Walikota di Kabupaten/Kota yang berfungsi menerima dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung termasuk media cetak dan elektronik. 2.3.1 Tujuan Program Raskin Program Raskin bertujuan untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga sasaran dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras.
17
Lebih jauh, program raskin bertujuan untuk membantu kelompok miskin dan rentan miskin mendapat cukup pangan dan nutrisi karbohidrat tanpa kendala. Efektivitas Raskin sebagai perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan sangat bergantung pada kecukupan nilai transfer pendapatan dan ketepatan sasaran kepada kelompok miskin dan rentan. 2.3.2 Kebijakan Program Raskin Program Raskin telah mengalami beberapa kali penyesuian, namun efektifitasnya masih diperdebatkan. Oleh karena itu, Bappenas meminta lembaga penelitian SMERU untuk menjadi efektifitas program Raskin dan memperoleh pelajaran dalam rangka perbaikan program. Kajian ini menggunakan pendekatan tinjauan dokumen dan analisis data sekunder atau (metaevaluasi ) yang didukung dengan wawancara informan kunci di tingkat pusat dan studi lapangan. Berikut ini adalah temuan utama hasil kajian. Program Raskin adalah program pemerintah untuk memberikan bantuan beras dengan harga penjualan bersubsidi kepada masyarakat miskin. Melalui program ini pemerintah menyediakan beras kepada masyarakat miskin sebanyak 15 kg/KK/bulan. Beras diberikan tidak dengan cuma-cuma. Penerima bantuan Raskin harus membayar dengan harga Rp 1.600 per kg netto di titik distribusi. Sehingga selisih antara harga pasar yang seharusnya dibayar dengan harga yang sesungguhnya dibayar ( Rp 1.600/ kg ) oleh keluarga miskin menjadi besaran subsidi yang ditanggung oleh pemerintah per kilogramnya (Departemen Dalam Negeri dan Perum Bulog, 2006). 2.3.3 Indikator Program Raskin Keberhasilan Program Raskin diukur berdasarkan tingkat pencapaian indikator 6 (enam) T yaitu tepat: sasaran, jumlah, harga, waktu, kualitas, dan
18
administrasi. Bila kita anggap beras raskin ini sama kualitasnya dengan beras yang paling murah dijual di pasar, dan harganya di pasar local adalah Rp 5.060/ kg, maka untuk setiap kg, penerima Raskin mendapat subsidi per kg sebesar Rp 3.460. Bila mengacu pada jumlah normatif yang disalurkan per KK per bulan tersebut diatas, maka setiap bulan satu keluarga miskin akan mendapat subsidi pangan sebesar Rp 51.900. Hal ini dapat dipandang sebagai pendapatan suplementer bagi keluarga miskin. Efektivitas distribusi Raskin ditinjau dari beberapa indikator yaitu ketepatan sasaran bagi rumah tangga yang benar-benar miskin, ketepatan jumlah beras yang diterima rumah tangga miskin yaitu sebanyak 15 kg/KK, ketepatan harga yaitu Rp 1.600/kg di titik distribusi, ketepatan waktu pendistribusian serta terpenuhinya persyaratan administrasi dengan benar. Pendistribusian Raskin akan efektif jika keenam indikator tersebut terpenuhi
dan
mekanisme
pendistribusian
berjalan
dengan
lancar.
DistribusiRaskin dianggap efesien jika mampu menyampaikan beras untuk keluarga
miskin
ke
penerima
manfaat
dengan
biaya
distribusi
yang
serendahrendahnya dan dalam waktu yang sesingkatnya. Ada dua implikasi langsung dari pemberian Raskin ini bagi keluarga miskin yang menerimanya. Pertama, dengan mendapatkan jumlah Raskin seperti yang ditetapkan, maka diharapkan keluarga miskin akan dapat mempertahankan asupan kalori dan gizinya. Kedua pendapatan suplementer yang timbul diharapkan dapat digunakan oleh keluarga miskin dapat memenuhi kebutuhan lainnya. 2.4
Teori Distribusi (Penyaluran) Distribusi berakar dari bahasa inggris distribution yang berarti penyaluran.
Sedangkan kata dasarnya to distribute, berdasarkan Kamus Inggris Indonesia John
19
M, Echols dan Hassan Shadilly dalam Damsar (2009 : 93) bermakna membagikan, menyalurkan, menyebarkan, mendistribusikan, dan mengageni. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, distribusi dimaksudkan sebagai penyalur (pembagian, pengiriman) kepada beberapa orang atau beberapa tempat. Jadi berdasarkan rujukan di atas, distribusi dapat dimengerti sebagai proses penyaluran barang atau jasa kepada pihak lain. Dalam kegiatan distribusi diperlukan adanya sarana dan tujuan sehingga kegiatan distribusi dapat berjalan dan terlaksana dengan baik. Kegiatan distribusi merupakan salah satu fungsi pemasaran yang sangat penting dilakukan dalam pemasaran yaitu untuk mengembangkan dan memperluas arus barang atau jasa mulai dari produsen sampai ketangan konsumen sesuai dengan jumlah dan waktu yang telah ditentukan. Pemilihan proses distribusi merupakan suatu masalah yang sangat pentingsebab kesalahan dalam pemilihan proses distribusi dapat memperlambat prosespenyaluran
barang
atau
jasa
sampai
ketangan
konsumen
atau
pemakai.Untuk mengetahui lebih jelas mengenai pengertian distribusi, berikut inidikemukakan oleh Fandi Tjiptono (2002 : 73), distribusi diartikan sebagai kegiatan
pemasaran
yang
berusaha
memperlancar
dan
mempermudah
penyampaian barang dan jasa dari produsen ke konsumen atau pemakai. Ditinjau dari bagian-bagiannya, distribusi merupakan suatu sub sistemyang saling bekerja sama untuk membentuk suatu sistem yang sesuai dengantujuan tertentu. Sistem ini harus diawasi agar dapat berjalan sebagaimana mestinya. Secara sederhana sistem ini juga merupakan seperangkat elemen yangsaling bekerja sama untuk suatu tujuan tertentu.
20
2.4.1 Fungsi Saluran Distribusi Mengingat
saluran
distribusi
merupakan
suatu
struktur
yang
menggambarkan situasi pemasaran yang berbeda oleh berbagai macam lembaga usaha (seperti produsen, pedagang besar dan pengecer), maka kegiatan saluran distribusi harus dapat dipertimbangkan dan dilakukan secara efisien dan efektif. Saladin (2000 : 121), mengatakan bahwa saluran distribusi merupakan elemen penting dalam pemasaran yang merupakan salah satu proses pada perusahaan dalam penyetokan barang serta penawaran produk ke pasar. Swastha (2003 : 61), menjelaskan bahwa fungsi saluran distribusi meliputi delapan hal sebagai berikut: 1.
Menjembatani antara produsen dan konsumen.
2.
Saluran
distribusi
memberikan
fungsi-fungsi
tambahan
atas
fungsi
pemasaran, misalnya penjualan kredit. 3.
Saluran distribusi ikut serta dalam penetapan harga.
4.
Saluran distribusi aktif dalam promosi.
5.
Melalui sarana distribusi konsumen dapat membeli barang dan jasa yang dibutuhkan.
6.
Saluran distribusi dapat menurunkan dana dan biaya.
7.
Saluran distribusi sebagai komunikator antara produsen dan konsumen
8.
Saluran distribusi memberi jaminan atas barang atau jasa kepadakonsumen.
9.
Saluran distribusi memberikan pelayanan tambahan kepada konsumen. Dalam kegiatan distribusi suatu produk, kita juga mengenal istilah distribusi
fisik. Menurut Stanton, (2002 : 89) distribusi fisik adalah semua kegiatan yang dapat bertalian dengan memindahkan produk – produk yang tepat, dalam jumlah yang tepat ke tempat yang tepat pula. Kegiatan distribusi fisik (logistik
21
pemasaran) ini mempunyai beberapa tugas. Adapun beberapa tugas yang termasuk dalam kegiatan distribusi fisik tersebut diantaranya: 1. Perencanaan 2. Pengimplementasian, dan 3. Pengendalian arus material, barang jadi dan informasi yang berkaitan secara fisik dari tempat asalnya ke tempat konsumen untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Secara terperinci kegiatan-kegiatan yang ada pada distribusi fisik dapat dibagi dalam lima kelompok, yaitu : 1. Penentuan lokasi persediaan dan sistem penyimpanan 2. Penentuan sistem penanganan barang. 3. Penggunaan sistem pengawasan persediaan. 4. Penetapan prosedur untuk memproses pesanan 5. Pemilihan metode pengangkutan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa distribusi fisik merupakan aktifitas pendistribusian suatu produk yang sangat penting dalam setiap perusahaan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa tugas yang tercakup dalam pendistribusian fisik seperti perencanaan, pengimplementasian dan pengendalian arus material yang ada dalam perusahaan sehingga barang yang akan didistribusikan dapat didistribusikan sesuai dengan alur dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam proses penyalurannya. 2.4.2 Kebijakan Saluran Distribusi Kebijakan saluran distribusi lembaga-lembaga yang digunakan perusahaan untuk membantu memasarkan produk kepada pembeli ini biasa disebut perantara.
22
Dalam melakukan saluran distribusi, maka sebaiknya menetapkan tujuan dalammenggunakan saluran distribusi terlebih dahulu.Warren J. Keegan (2001 : 23), menerangkan bahwa saluran distribusi sebagai organisasi jaringan kerja yang terdiri dari agensi dan lembaga yang bersama-sama melakukan semua kegiatan yang diperlukan untuk menghubungkanprodusen dengan pemakai untuk menyelesaikan tugas pemasaran. Adapun menurut Philip Kotler (1999 : 98), yang menjadi tugas-tugaspenting dan harus dijalankan oleh para anggota saluran distribusi adalah : 1. Penelitian, mengumpulkan informasi-informasi penting untuk perencanaan dan melancarkan pertukaran. 2. Promosi, pengembangan dan penyebaran komunikasi yang persuasive mengenai penawaran. 3. Kontrak, pencapaian dan menjalin hubungan dengan calon pembeli. 4. Penyelaras, mempertemukan penawaran sesuai dengan permintaan pembeli 5. Negosiasi, usaha untuk mencapai persetujuan akhir mengenai harga danhal-hal lain sehubungan perpindahan hak pemilik atau penguasaan bisa dilakukan. 6. Distribusi fisik, transportasi dan penyimpanan barang. 7. Pembiayaan, permintaan dan penyebaran dana untuk menutup biaya dari saluran pemasaran tersebut. 8. Pengambilan resiko, perkiraan mengenai resiko sehubungan dengan pekerjaan saluran distribusi. 2.4.3 Standar Pelayanan Distribusi Standar pelayanan merupakan tujuan yang spesifik dan harus dapat diukur,yang ditetapkan perusahaan berkaitan dengan kegiatan distribusi fisik
23
mereka.Distribusi fisik diawali oleh suatu pertimbangan yaitu pemenuhan kebutuhan konsumen. (Gugup Kismono, 2001 : 364) Menurut Moenir (2000 : 16), Pelayanan adalah proses pemenuhankebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung.Kertajaya (2000 : 421), Pelayanan merupakan salah satu komponen nilaiyang akan diberikan pemerintah kepada masyarakat. Sebab pada dasarnya hanyaakan melakukan transaksi dengan perusahaan yang akan memberikan nilai terbaik baginya. Dalam setiap transaksi distribusi, banyak produsen maupun konsumen selalu menghendaki adanya ketentuan kualitas dan jenis barang yang akan diperjual belikan sehingga diperlukan pembakuan standar barang agar barang yangakan disalurkan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam hal ini standar pelayanan distribusi berisikan dasar hukum, persyaratan, prosedur pelayanan, waktu penyelesaian, biaya pelayanan, produk pelayanan, sarana dan prasarana, kompetensi petugas dalam memberi pelayanan, pengawasan intern,penanganan pengaduan serta jaminan pelayanan distribusi. 2.5
Pengertian Perum BULOG Perusahaan
Umum
Badan
Urusan
Logistik atau
disingkat Perum
Bulog adalah sebuah lembaga pangan di Indonesia yang mengurusi tata niaga beras. Bulog dibentuk pada tanggal 10 Mei 1967 berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Nomor 114/Kep/1967. Sejak tahun 2003, status Bulog menjadi BUMN. Perjalanan Perum BULOG dimulai pada saat dibentuknya BULOG pada tanggal 10 Mei 1967 berdasarkan keputusan presidium kabinet No.114/U/Kep/5/1967, dengan tujuan pokok untuk mengamankan penyediaan pangan dalam rangka menegakkan eksistensi Pemerintahan baru. Selanjutnya
24
direvisi melalui Keppres No. 39 tahun 1969 tanggal 21 Januari 1969 dengan tugas pokok melakukan stabilisasi harga beras, dan kemudian direvisi kembali melalui Keppres No 39 tahun 1987, yang dimaksudkan untuk menyongsong tugas BULOG dalam rangka mendukung pembangunan komoditas pangan yang multi komoditas. Perubahan berikutnya dilakukan melalui Keppres No. 103 tahun 1993 yang memperluas tanggung jawab BULOG mencakup koordinasi pembangunan pangan dan meningkatkan mutu gizi pangan, yaitu ketika Kepala BULOG dirangkap oleh Menteri Negara Urusan Pangan. Pada tahun 1995, keluar Keppres No 50, untuk menyempurnakan struktur organisasi BULOG yang pada dasarnya bertujuan untuk lebih mempertajam tugas pokok, fungsi serta peran BULOG. Oleh karena itu, tanggung jawab BULOG lebih difokuskan pada peningkatan stabilisasi dan pengelolaan persediaan bahan pokok dan pangan. Tugas pokok BULOG sesuai Keppres tersebut adalah mengendalikan harga dan mengelola persediaan beras, gula, gandum, terigu, kedelai, pakan dan bahan pangan lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam rangka menjaga kestabilan harga bahan pangan bagi produsen dan konsumen serta memenuhi kebutuhan pangan berdasarkan kebijaksanaan umum Pemerintah. Namun tugas tersebut berubah dengan keluarnya Keppres No. 45 tahun 1997, dimana komoditas yang dikelola BULOG dikurangi dan tinggal beras dan gula. Kemudian melalui Keppres No 19 tahun 1998 tanggal 21 Januari 1998, Pemerintah mengembalikan tugas BULOG seperti Keppres No 39 tahun 1968. Selanjutnya melalu Keppres No 19 tahun 1998, ruang lingkup komoditas yang ditangani BULOG kembali dipersempit seiring dengan kesepakatan yang diambil oleh Pemerintah dengan pihak IMF yang tertuang dalam Letter of Intent (LoI).
25
Dalam Keppres tersebut, tugas pokok BULOG dibatasi hanya untuk menangani komoditas beras. Sedangkan komoditas lain yang dikelola selama ini dilepaskan ke mekanisme pasar. Arah Pemerintah mendorong BULOG menuju suatu bentuk badan usaha mulai terlihat dengan terbitnya Keppres No. 29 tahun 2000, dimana didalamnya tersirat BULOG sebagai organisasi transisi (tahun 2003) menuju organisasi yang bergerak di bidang jasa logistik di samping masih menangani tugas tradisionalnya. Pada Keppres No. 29 tahun 2000 tersebut, tugas pokok BULOG adalah melaksanakan tugas Pemerintah di bidang manajemen logistik melalui pengelolaan persediaan, distribusi dan pengendalian harga beras (mempertahankan Harga Pembelian Pemerintah – HPP), serta usaha jasa logistik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Arah perubahan tesebut semakin kuat dengan keluarnya Keppres No 166 tahun 2000, yang selanjutnya diubah menjadi Keppres No. 103/2000. Kemudian diubah lagi dengan Keppres No. 03 tahun 2002 tanggal 7 Januari 2002 dimana tugas pokok BULOG masih sama dengan ketentuan dalam Keppers No 29 tahun 2000, tetapi dengan nomenklatur yang berbeda dan memberi waktu masa transisi sampai dengan tahun 2003. Akhirnya dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah RI no. 7 tahun 2003 BULOG resmi beralih status menjadi Perusahaan Umum (Perum) BULOG (Badan Urusan Logistik, 2011). 2.6
Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis pelaksanaan Raskin yaitu
Shin Auly Frida S (2011) yang menganalisis efektifitas pelaksanaan Raskin (Studi Kasus: Kelurahan VI Suku Kecamatan Lubuk Sikarah Kota Solo) dengan menggunakan indikator enam tepat penyaluran beras Raskin (Tepat harga, tepat
26
sasaran, tepat waktu, tepat jumlah, tepat kualitas, dantepat administrasi) dan metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif kulitatif dan untuktujuan kedua digunakan metode deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian diperoleh bahwa proses pelaksanaan program Raskin sudah berjalan dengan baik. Proses pelaksanaannya sesuai dengan proses pelaksanaan yang ada di Pedoman Umum Raskin. Secara umum efektifitas pelaksanaan Raskin sudah berjalandengan baik, dengan indikator keberhasilan tepat sasaran 57%, tepat harga 100%, tepat jumlah 100%, tepat waktu 69%, tepat administrasi 69%, dan tepat kualitas 33%. Agar proses pelaksanaan Program Raskin dapat berjalan dengan efektif sesuai dengan indikator keberhasilannya, maka disarankan agar pemerintah memverifikasi data menganai jumlah RTS-PM raskin, menambah jumlah pagu Raskin dengan menyediakan dana Raskin daerah, menyediakan dana talangan dan meningkatkan kualitas layanan. Pada penelitian Yossy Herman (2011) yang menganalisis evaluasi pelaksanaan
program
Raskin
di
Kota
Semarang
(Studi
Kasus
:Di
KelurahanPedurungan Kidul) dan variabel yang digunakan yaitu validitas data keluarga miskin, tanggapan sasaran program Raskin, ketepatan aturan, tujuan pelaksanaan program, metode yang digunakan adalah metode deskriptif komparatif dan wawancara terbuka serta dengan menggunakan rumus deskriptif persentase. Hasil penelitian diperoleh bahwa persentase untuk variabel validitas data RTM di Kelurahan Pedurungan Kidul termasuk dalam kriteria sedang karena terdapat kesesuaian antara data rumah tangga miskin di Kelurahan Pedurungan Kidul dengan keadaan riil rumah tangga miskin.
27
Beberapa penelitian terdahulu yang telah dijabarkan di atas merupakan referensi bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Secara umum untuk mengetahui efektifitas pelaksanaan program Raskin digunakan indikator keberhasilan keberhasilan tepat sasaran, tepat harga, tepat jumlah, tepat waktu, tepat administrasi, dan tepat kualitas. 2.7
Kerangka Pemikiran Efektifitas pelaksanaan penyaluran Raskin merupakan proses penilaian
keefektifan penyaluran beras kepada penduduk miskin yang telah terdata sebagai masyarakat yang berhak menerima beras Raskin. Harga Raskin yang telah ditetapkan pemerintah sebesar Rp 1600/kg namun, harga tersebut bisa berbeda diterima oleh rumah tangga penerima Raskin di titik distribusi, karena dibebankan biaya distribusi. Alur pelaksanaan pendistribusiaan Raskin dikatakan efektif jika keenam indikator tersebut terpenuhi sesuai standar ketetapan di BULOG serta mekanisme pelaksanaan pendistribusian berjalan sesuai ketentuan standar mekanisme pelaksanaan pendistribusian Raskin. Adapun tujuan dilaksanakannya pelaksanaan penyaluran program Raskin untuk meningkatkan akses pangan kepada keluargamiskin untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam rangka menguatkan kebutuhan pangan rumah tangga, mencegah penurunan konsumsi energi dan protein. Dalam memenuhi kebutuhan pangan tersebut, Program Raskin perlu dilaksanakan agar masyarakat miskin benar-benar bisa merasakan manfaatnya, yakni dapat membeli beras berkualitas baik dengan harga terjangkau. Pada penelitian ini akan membahas efektifitas pelaksanaan penyaluran program Raskin dikabupaten Tabanan terutama berkaitan dengan mekanisme
28
pelaksanaan penyaluran Raskin, masalah pelaksanaan penyaluran Raskin dan ketepatan pelaksanaan penyaluran Raskin. Kerangka pemikiran akan dijelaskan pada Gambar 2.1 berikut
Perum BULOG Divre Bali
Gudang Raskin BULOG Kabupaten Tabanan
Kantor kepala desa (Titik Distribusi)
Proses penyaluran Raskin
Masalah pada proses penyaluran Raskin
Efektifitas menggunakan indikator enam tepat
Kesimpulan
Rekomendasi Keterangan :
alur/ urutan/ mekanisme Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Pelaksanaan Penyaluran Program Raskin