II. TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Kelapa Sawit 1. Sistematika Tanaman Kelapa Sawit Menurut Setyamidjaja (2006), sistematika dari tanaman kelapa sawit adalah sebagai berikut: Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angioepermae
Classis
: Monocotyledone
Ordo
: Palmales
Familia
: Palmaceae
Genus
: Elaeis
Species
: E. Guineensis
Nama Ilmiah
: Elaeis guineensis Jacq.
2. Morfologi Tanaman Kelapa Sawit a. Akar Tanaman kelapa sawit mempunyai akar serabut. Kelapa sawit juga memiliki akar nafas yang timbul di atas permukaan tanah atau di dalam tanah dengan aerasi baik (Anonymous, 1997). Selanjutnya Risza (1994) menambahkan bahwa perakaran tanaman kelapa sawit terdiri dari akar primer, sekunder, tertier dan kuartier. Akar-akar primer pada umumnya tumbuh ke bawah, sedangkan akar sekunder, tertier dan kuartier arah
Universitas Sumatera Utara
tumbuhnya mendatar dan ke bawah. Akar kuartier berfungsi menyerap unsur hara dan air dari dalam tanah. Akar-akar kelapa sawit banyak berkembang di lapisan tanah atas sampai lebih kurang satu meter dan kebawah makin sedikit. b. Batang Menurut Sunarko (2008), sejak berkecambah pada tahun pertama tidak nampak pertumbuhan batang aktif. Mula -mula dibentuk poros batang, selanjutnya dibentuk daun yang bertambah besar yang saling tindih membentuk spiral. Poros batang diselubungi oleh pangkal-pangkal daun yang kelihatannya bertambah besar, karena jumlah daun yang bertambah banyak. Karena kelapa sawit termasuk tanaman monokotil, maka batangnya tidak memiliki kambium dan pada umumnya tidak bercabang. Batang berbentuk silinder dengan diameter antara 20-75 cm atau tergantung pada keadaan lingkungan. Selama beberapa tahun minimal 12 tahun, batang tertutup rapat oleh pelepah daun. Tinggi batang bertambah kira-kira 75 cm/tahun, tetapi dalam kondisi yang sesuai dapat mencapai 100 cm/tahun. Tinggi maksimum tanaman kelapa sawit yang ditanam di perkebunan adalah 15-18 m, sedangkan di alam mencapai 30 m. Batang berfungsi sebagai penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan (Risza, 1994).
Universitas Sumatera Utara
c. Daun Daun kelapa sawit bersirip genap dan bertulang daun sejajar. Pangkal pelepah mempunyai duri-duri dan bulu-bulu halus sampai kasar (Setyamidjaja, 2006). Daun yang pertama kali keluar 5-7 helai berbentuk lancet, yaitu melekat satu sama lain. Arah pertumbuhannya hampir tegak lurus ke atas. Pemisahan daun dimulai dari bahagian tengah dan kemudian menuju ke pinggir. Panjang daun dewasa kira-kira 3-5 m dengan jumlah anak daun 160-260 helai. Satu helai daun kelapa sawit terdiri dari pelepah daun, tangkai daun tempat melekatnya duri-duri dan helaian daun yang terdiri dari tulang daun induk (rachis) dan anak-anak daun (leaflets) (Sunarko, 2008). d. Bunga Pembungaan kelapa sawit termasuk monocius artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon tetapi tidak pada satu tandan yang sama. Namun kadang-kadang dijumpai juga dalam satu tandan bunga jantan dan bunga betina. Bunga seperti ini disebut bunga banci (hermaprodit). Tanaman kelapa sawit menyerbuk secara silang dan menyerbuk sendiri (Risza, 1994). e. Buah Lamanya pertumbuhan buah sejak bunga mulai diserbuki sampai di panen lebih kurang 6 bulan. Bunga yang mulai tumbuh, susunannya pada tandan masih longgar semakin lama semakin bertambah padat, saling berhimpitan dan menyebabkan bentuk buah pada sebelah pangkal terjepit
Universitas Sumatera Utara
serta sebelah ujung bulat. Besar maksimum buah tercapai pada umur 4-5 bulan, ukuran buah memiliki panjang 3-6 cm, tebal 2-4 cm dan berat 10-29 gram (Risza, 1994).
Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit. Pertumbuhan, perkembangan dan produksi kelapa sawit dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor dari luar maupun faktor dari tanaman itu sendiri. Faktor-faktor tersebut pada dasarnya dapat dibedakan menjadi faktor lingkungan, baik faktor genetis dan faktor teknis agronomis. Dalam menunjang pertumbuhan dan proses produksi kelapa sawit, faktor tersebut saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Untuk mencapai produksi kelapa sawit yang maksimal diharapkan ketiga faktor tersebut harus selalu ada dalam keadaan optimal. Faktor lingkungan tersebut meliputi iklim dan tanah (Anonymous, 1997). 1. Iklim Faktor iklim berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa sawit. Beberapa unsur iklim yang penting yaitu ketinggian tempat, curah hujan, penyinaran matahari, kelemababan udara dan angin. a. Ketinggian tempat Menurut Sunarko (2008),
daerah-daerah yang baik untuk
pertanaman kelapa sawit adalah mulai dari dekat pantai sampai ketinggian kira-kira 1000 meter dari atas permukaan laut. Walaupun tanaman kelapa sawit masih dapat tumbuh pada ketinggian lebih dari
Universitas Sumatera Utara
1000 meter dari atas permukaan laut, tetapi akan terlambat berbuah dan produksinya berkurang, dibandingkan dengan tempat-tempat yang lebih rendah. b. Curah Hujan Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis yang tumbuh baik diantara garis lintang 12 0LU – 120LS. Curah hujan yang dikehendaki antara 2000-2500 mm pertahunnya dengan pembagian yang merata sepanjang tahun (Risza, 1994). Curah hujan yang merata ini dapat menurunkan penguapan dari tanah dan tanaman kelapa sawit. Air merupakan pelarut unsur-unsur hara dalam tanah. Dengan bantuan air, unsur tersebut menjadi tersedia bagi tanaman. Bila tanaman dalam keadaan kering, akar tanaman sulit menyerap ion mineral dari dalam tanah (Penebar Swadaya, 1997). c. Penyinaran Matahari Lamanya penyinaran optimum yang diperlukan 5-7 jam/hari, dengan suhu optimum berkisar 290- 300 C. Sinar matahari dapat mendorong pembentukan bunga, pertumbuhan vegetatif dan produksi buah kelapa sawit. Berkurangnya lama sinar matahari akan mengurangi proses asimilasi untuk memproduksi karbohidrat dan membe ntuk bunga (Sunarko, 2008). d. Kelembaban Udara dan Angin Kelembaban udara dan angin adalah faktor yang sangat penting untuk menunjang
pertumbuhan
kelapa
sawit.
Kele mbaban
udara
dapat
Universitas Sumatera Utara
mempengaruhi penguapan, sedangkan angin akan membantu proses penyerbukan secara alamiah. Angin yang kencang menyebabkan penguapan lebih besar, mengurangi kelembaban dan dalam waktu yang lama mengakibatkan tanaman layu. Kelembaban optimum bagi tanaman kelapa sawit berkisar 80% - 90% (Penebar Swadaya, 1997). 2. Tanah Tanah merupakan faktor utama yang menentukan pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit disamping faktor iklim. Tanah dapat menyediakan unsur-unsur hara bagi tanaman dan sekaligus tempat berjangkarnya akar tanaman. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah antara lain podsolik, andosol dan alluvial. Meskipun demikian, kemampuan produksi kelapa sawit pada masing-masing tana h adalah tidak sama. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh sifat fisik dan kima tanah (Anonymous, 1997). Koedadiri (1990) menambahkan bahwa hampir semua jenis tanah dapat menjadi tempat tumbuh kelapa sawit dengan pH optimum 4,0 – 7,5. Adapun tanah yang kurang baik untuk ditanami kelapa sawit adalah tanah yang drainasenya buruk, tanah laterit (banyak mengandung besi), pasir dan tanah gambut yang dalam.
Universitas Sumatera Utara
Peranan Unsur Hara Bagi Tanaman.
Peranan utama unsur hara nitrogen bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan tanaman secara keseluruhan khususnya batang, cabang dan daun. Disamping itu nitrogen juga berperan untuk merangsang perkembangan anakan. Kekurangan nitrogen dapat mengakibatkan pertumbuhan lambat, tanaman kerdil, pertumbuhan akar terhambat dan daun-daun kering (Lingga, 1994). Menurut Rinsema (1986), nitrogen yang tersedia bagi tanaman akan mempengaruhi pembentukan protein, bagian vegetatif serta pembentukan berbagai bahan organik lainnya. Poerwowidodo (1992) menambahkan bahwa nitrogen merupakan bagian pokok tanaman hidup. Nitrogen hadir sebagai satuan fundamental dalam protein, asam nukleik, klorofil dan senyawa organik lainnya. Protein merupakan penyusun utama protoplasma. Fungsinya sebagai bahan vital berbagai enzim merupakan kepentingan sentralnya dalam seluruh proses metabolisme dalam tanaman. Unsur hara fosfor juga sangat penting untuk pertumbuhan dan produksi tanaman.
Terhadap
perkembangan
pertumbuhan
perakaran
tanaman.
tanaman,
fosfor
dapat
Terhadap
produksi
merangsang
tanaman,
fosfor
mempertinggi hasil serta bahan kering, bobot biji, memperbaiki kualitas hasil serta mempercepat kematangan (Nyakpa et al., 1988). Sedangkan menurut Poerwowidodo (1992), fosfor (P) termasuk anasir hara esensial bagi tanaman dengan fungsi sebagai pemindah energi sampai segi-segi gen yang tidak dapat digantikan dengan hara lain. Ketidakcukupan pasokan P menjadikan tanaman tidak tumbuh maksimal atau potensi hasilnya tidak maksimal atau tidak mampu melengkapi proses reproduksi normal.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Gardner et al. (1991), kalium berperan sebagai katalisator terutama dalam merubah protein menjadi asam amino serta dalam sintesis dan pembongkaran karbohidrat. Gejala kekurangan kalium akan memperlihatkan pertumbuhan terganggu dan daun nampak seperti terbakar. Poerwowidodo (1992) menambahkan bahwa kalium (K) merupakan anasir esensial bagi seluruh jasad hidup. Pada jaringan tanaman tinggi, kalium menyusun 1,7% - 2,7% bahan kering daun normal. Kebutuhan tanaman untuk K+ tidak dapat diganti secara lengkap oleh kation alkali lainnya. Tanpa kalium, tanaman tidak mampu mencapai pertumbuhan dan arah hasil maksimal. Selain unsur hara nitrogen, fosfor dan kalium, unsur hara magnesium merupakan salah satu hara makro yang dibutuhkan tanaman terutama peranannya untuk transportasi fosfat pa da tanaman. Kegunaan lain unsur ini adalah sebagai komponen pembentuk zat hijau daun (klorofil) dan pembentukan karbohidrat, lemak dan minyak-minyak (Lingga, 1994). Menurut Gardner et al. (1991), selain unsur hara makro yang dibutuhkan oleh tanaman, ada sekelompok unsur hara yang dibutuhkan tanaman hanya dalam jumlah kecil, sedangkan apabila dalam jumlah banyak akan merusak tanaman. Unsur hara yang dimaksud adalah unsur hara mikro, seperti Zn, Fe, Mn, Cu, Mo dan Bo.
Universitas Sumatera Utara
Efektifitas dan Mekanisme Penyerapan Hara Melalui daun. Pemupukan melalui daun merupakan salah satu aplikasi pemberian berbagai pupuk tertentu pada tanaman terutama jenis pupuk yang tidak merusak daun dan harus diberikan dengan konsentrasi rendah (Setyamidjaja, 1990). Menurut Soetedjo da n Kartasapoetra (1988), yang dimaksud dengan pupuk daun adalah bahan-bahan atau unsur-unsur yang diberikan melalui daun dengan cara penyiraman atau penyemprotan agar dapat langsung diserap, guna mencukupi kebutuhan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dalam pengaplikasian hara melalui daun hal yang perlu diperhatikan diantaranya
adalah
konsentrasi
pupuk
dan
waktu
yang
tepat
untuk
pengaplikasiannya. Menurut Lingga (1994), konsentrasi merupakan faktor yang sangat vital dan memiliki pengaruh yang besar terhadap keberhasilan pemupukan melalui daun. Interval waktu juga harus diperhatikan untuk memperoleh hasil pemupukan yang memuaskan. Menurut Lingga (1994), penyemprotan melalui daun harus dihentikan pada saat tunas baru muncul. Sebab tunas muda itu sangat peka terhadap pupuk, terlebih jika konsentrasinya melebihi konsentrasi anjuran. Penyemprotan dengan interval yang terlalu sering juga tidak baik karena dapat menyebabkan kerusakan bagi tanaman. Penyemprotan hara yang disemprotkan melalui daun akan efektif jika dilakukan waktu pagi dan sore hari di mana kelembaban udara relatif tinggi. Hal ini berkaitan dengan mekanisme membuka dan menutupnya stomata. Pada pagi hari tekanan turgor meningkat pada dinding sel penjaga, sehingga lubang stomata akan membuka secara perlahan dan akan
Universitas Sumatera Utara
menutup jika terik matahari pada siang hari dan selanjutnya pada sore hari karena penguapan telah menurun dan stomata membuka kembali (Lakitan, 1995). Sehubungan dengan hal tersebut, Sarief (1986) menyatakan bahwa unsur hara yang disemprotkan melalui daun, masuk melalui lubang stomata secara difusi bersamaan dengan air.
Deskripsi Pupuk Daun Gandasil D. Pupuk daun Gandasil D adalah salah satu dari berbagai jenis pupuk daun yang beredar saat ini. Pupuk ini dapat digunakan pada berbagai tanaman baik tanaman tahunan, sayur-sayuran maupun buah-buahan. Cara pemberiannya adalah dengan menyemprotkan melalui daun. Adapun kandungan unsur hara yang terdapat pada pupuk ini adalah nitrogen (N) 20%, Kalium bebas Chlor 15%, fosfor 15% dan Magnesium 1% dilengkapi dengan unsur -unsur Mangan (Mn), boron (B), Tembaga (Cu), Kobal (Co) dan Seng (Zn) serta vitamin-vitamin untuk pertumbuhan tanaman seperti Aneurin, Lactoflavin dan Nicotinic acid amide. Konsentrasi anjuran adalah 10-30 g/10 l air atau 1-3 g/l air dengan interval pemberian atau penyemprotan setiap tujuh hari sekali.
Potensi Tanah Salin Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang memiliki adaptasi luas . Tanaman kelapa sawit mampu tumbuh pada kisaran pH 4-7,0.
Universitas Sumatera Utara
Dengan melihat syarat tumbuh ini tanaman kelapa sawit masih mampu tumbuh pada tanah salin yang pada umumnya berada ditepi laut dimana intrusi air laut menyebabkan kandungan garam tanah menjadi tinggi. Rawa pasang surut adalah rawa yang genangannya dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Santun, 2004). Pemanfaatan lahan ini dalam upaya pengembangan pertanian berpeluang cukup besar. Lahan pasang surut terdapat disepanjang daerah pantai Sumatera, Kalimantan, Irian dan pulau-pulau lainnya yang terdiri dari berbagaii ekosistem yang dipengaruhi oleh pergerakan air pasang dan salinitas dengan tingkat yang bervariasi. Luas lahan rawa di Indonesia sebesar 33,4 juta hektar yang tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Sedangkan 20,1 juta hektar merupakan lahan pasang surut (H idayat, 2002). Potensi lainnya dari tanah salin ini adalah kandungan air laut yang terdiri dari bermacam-macam unsur baik yang berasal dari dasar laut sendiri maupun dari daratan. Kadar rata -rata garam-garam terpenting alam air laut disajikan pada Tabel 1 dibawah ini: Tabel 1. Kadar Rata-rata Garam-garam Terpenting dalam Air Laut. Jenis Garam Kepekatan (g.l-1 ) Jenis Ion ++ Kepekatan (nM) NaCl 28.14 Na+ 457.0 MgCl 3.81 Cl536. MgSO4 1.75 Mg 2+ 56.0 2CaSO4 1.28 SO 4 28.0 K 2SO4 0.82 K+ 9.7 CaCo3 0.12 Ca2+ 10 KBr 0.10 HCO32.3 Total garam Terlarut (g.l-1) 32.0 Potensial Osmotik (MPa) -2.4 Salinitas tanah akan menjadi masalah jika konsentrasi natrium klorida (NaCl), natrium karbonat (NaCO3), natrium sulfat (Na2SO 4) atau garam-garam
Universitas Sumatera Utara
dari magnesium (Mg) ada dalam jumlah yang berlebih (Poljakoff-Mayber dan Gale, 1975). Banyak faktor yang dapat menyebabkan tingginya tingkat salinitas pada suatu areal. Terjadinya evaporasi dalam keadaan murni biasanya meninggalkan garam -garam yang tertinggal dalam larutan tana h mencapai 4-10 kali lebih tinggi pada tanah-tanah beririgasi. Masalah utama lahan salin selain kandungan garam yang tinggi terutama Na+ dan Cl-, juga sistem drainase yang jelek (Adiwiganda, 1985). Drainase yang jelek akan menghalangi pembasuhan garam-garam lapisan tanah yang lebih bawah. Penggenangan yang berulang-ulang oleh air laut mengakibatkan penumpukan garam-garam pada zona perakaran dan secara berkala akan membuat tanah menjadi semi rawa di mana tertimbun sejumlah senyawa atau unsur beracun seperti gas-gas NO dan CO yang dapat menjadi toksik bagi tanaman (Manurung, 1987). Buruknya drainase dapat diatasi dengan perbaikan sistem irigasi (Adiwiganda, 1985). Namun air bergaram merupakan faktor yang paling bertanggung jawab terhadap peningkatan salinitas tanah. Upaya pendekatan lain untuk memanfaatkan lahan salin adalah dengan mencari tanaman yang toleran terhadap garam (Ichman et al., 1984).
Tingkat Salinitas Tanah Salinitas pada umumnya bersumber pada tanah dan air tanah. Salin atau tidaknya suatu tanah ataupun air diukur berdasarkan daya hantar listriknya yang
Universitas Sumatera Utara
tergantung pada kadar garam yang terlarut dalam air ataupun dalam larutan yang berhubungan dengan pertumbuhan tanaman (Sipayung, 2003). Follet et al (1981) dalam Sipayung (2003) menyatakan yang disebut tanah salin adalah yang memiliki daya hantar listrik > 4,0 mmhos/cm, pH < 8,5 dan Nadd < 15% dengan kondisi fisik normal. Kandungan garam larutan dalam tanah dapat menghambat perkecambahan, penyerapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman. Untuk air, salinitas berdasarkan USDA (1954) dalam Sipayung (2003) ditentukan dalam empat tingkat sebagai berikut : 1. Salinitas rendah dengan daya hantar listrik < 250 mmhos/cm. Dapat digunakan untuk mengairi semua tanaman. 2. Salinitas sedang dengan daya hantar listrik 250-750 mmhos/cm.Dapat digunakan untuk
mengairi tanaman yang taraf kepekaannya rendah sampai
sedang. 3. Salinitas tinggi dengan daya hantar listrik 750-2250 mmhos/cm.Dapat digunakan untuk mengairi tanaman yang toleran. 4) Salinitas sangat tinggi dengan daya hantar listrik > 2250 mmhos/cm. Pada umumnya tidak digunakan untuk mengairi tanaman. Sedangkan untuk salinitas air tanah akibat intrusi air laut, Todd (1959) dalam Sipayung (2003) mengkla sifikasikan air tanah atas enam tingkat instrusi air asin yaitu : 1) Tanpa intrusi. Nisbah Cl/(CO3+HCO3) < 0,5. Mutu air baik 2) Sedikit intrusi. Nisbah Cl/(CO3+HCO3) : 0,5 – 1,3. Mutu air cukup baik.
Universitas Sumatera Utara
3) Intrusi sedang. Nisbah Cl/(CO3+HCO3) : 1,3 - 2,8. Mutu air sedang. 4) Intrusi tinggi. Nisbah Cl/(CO3+HCO3) : 2,8 – 6,6. Mutu air buruk. 5) Intrusi sangat tinggi. Nisbah Cl/(CO3+HCO3) : 6,6 – 15,5. Mutu air sangat jelek. Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Tanaman yang tumbuh di tanah bergaram akan mengalami dua tekanan fisiologis yang berbeda. Pertama, pengaruh racun dari beberapa ion tertentu seperti sodium dan klorida, yang lazim terdapat dalam tanah bergaram, yang akan menghancurkan struktur enzim dan makromolekul lainnya, merusak organel sel, mengganggu fotosintesis dan respirasi, akan menghambat sintesis protein dan mendorong kekurangan ion (Marshner, 1995). Kedua, tanaman yang dihadapkan pada potensial osmotik yang rendah dari larutan bergaram akan terkena resiko ”physiological drought” karena tanamantanaman tersebut harus mempertahankan potensial internal osmotik yang lebih rendah dalam rangka untuk mencegah pergerakan air akibat osmosis dari akar ke tanah. Tanaman mungkin akan menyerap ion untuk mempertahankan potensial osmotik internal rendah, namun hal ini akan menyebabkan kelebihan io n yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya penurunan pertumbuhan pada beberapa tanaman (Delvian, 2004). Sebagai tambahan, tingginya konsentrasi garam akan menyebabkan penurunan permeabilitas akar terhadap air dan mengakibatkan penurunan laju masuknya air ke dalam tanaman (Marschner, 1995). Sopandi (2003) menyatakan bahwa secara umum terdapat 3 kendala utama dalam pertumbuhan tanaman sebagai akibat cekaman salinitas, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Defisit air/dehidrasi air yang disebabkan rendahnya potensial air dari media tumbuh. 2. Ketidakseimbangan hara yang disebabkan oleh pengaruh dari ion salin (Na+ dan Cl-) dengan hara esensial lain terutama kation Ca, NO3 dan fosfat baik dalam proses penyerapan maupun dalam traslokasi. 3. Toksisitas spesifik karena tingginya akumulasi Na+ dan Cl- di dalam sitoplasma. Pada umumnya pengaruh salinitas adalah terjadinya abnormalitas metabolisme karena menurunnya potensial air di daun sehingga kandungan air menurun. Kandungan ion-ion spesifik seperti Na, Cl, Ca, Fe, Mg, Cu dan Zn baik dijaringan daun maupun dijaringan batang telah dijumpai meningkat dengan meningkatnya NaCl (Yang, et al., 1980), tetapi kandungan P dan K dalam jaringan tanaman terutama daun menurun, sedangkan kandungan N cenderung meningkat (Sulaiman, 1991). Menurut Doorenbos dan Pruitt (1977), kemampuan tanaman menyerap air pada lingkungan bergaram akan berkurang sehingga gejala yang ditimbulkan mirip dengan gejala kekeringan. Gejala-gejala yang tampak seperti daun yang kecil, dan pada akhirnya tanaman akan mati kekeringan.
Mekanisme Toleransi Tanaman Dalam menghadapi pengaruh salinitas, berbagai tanaman melakukan berbagai bentuk adaptasi dengan mekanisme fisiologi dan mekanisme morfologi. Adaptasi terhadap salinitas diperlukan terutama untuk memperbaiki keseimbangan
Universitas Sumatera Utara
air guna mempertahankan potensial air dan turgor, serta seluruh proses biokimia untuk pertumbuhan dan berbagai aktivitas normal. 1. Mekanisme Fisiologi Tanaman yang toleran terhadap salinitas dapat melakukan penyesuaian dengan menurunkan potensial osmosis tanpa kehilangan turgor. Bentuk adaptasi dengan mekanisme fisiologi terdapat dalam beberapa bentuk, antara lain sebagai berikut : a. Osmoregulasi (pengaturan potensial osmosis ). Tanaman yang toleran terhadap salinitas dapat melakukan penyesuaian dengan menurunkan potensial osmotis tanpa kehilangan turgor. Laju penyesuaian
ini relatif tergantung pada spesies tanaman. Penyesuaian
dilakukan dengan penyerapan ataupun dengan pengakumulasian ion-ion dan sintetis solute-solute organik di dalam sel. Dua cara ini dapat bekerja secara bersamaan walaupun mekanisme yang lebih dominan dapat beragam diantara berbagai spesies tanaman (Maas dan Nieman, 1978). Osmoregulasi pada kebanyakan tanaman melibatkan sintetis dan akumulasi solute organik yang cukup untuk menurunkan potensial osmotik sel dan meningkatkan tekanan turgor yang diperlukan bagi pertumbuhan. Senyawa-senyawa organik berbobot molekul rendah yang sepadan dengan aktivitas metabolik dalam sitoplasma seperti asam-asam organik, asam-asam amino dan senyawa gula nampaknya disintesis sebagai respon langsung terhadap menurunnya potensial air eksternal. Senyawa-senyawa tersebut juga melindungi enzim-enzim terhadap penghambatan atau penonaktifan pada
Universitas Sumatera Utara
aktivitas air internal yang rendah. Osmotika organik yang utama dalam tanaman glikofita tingkat tinggi ternyata asam-asam organik dan senyawasenyawa gula. (Harjadi dan Yahya, 1988). b. Kompartementasi dan Sekresi Garam Proses-proses metabolisme dari halofita biasanya dapat toleran terhadap garam. Kemampuan mengatur konsentrasi garam dalam sitoplasma melalui transpor membran dan kompartementasi merupakan aspek terpenting bagi toleransi garam. Kondisi in vivo menjaga enzim terhadap penonaktifan oleh garam dengan memompakan garam ke luar dari sitoplasma. Garam dis impan dalam vakuola, diakumulasi dalam organel-organel atau diekskresi ke luar tanaman. Banyak halofita dan beberapa glikofita telah mengembangkan struktur yang disebut gland garam dari daun dan batang. Dengan mendesak ion-ion beracun
dalam
visicle
untuk
keperluan
penyesuaian
osmotik
tanpa
menghambat metabolisme, sel tanaman menjadi dapat toleran terhadap jumlah garam yang lebih besar. Dalam beberapa hal, daun halofita dan glikofita berkayu merupakan bentuk kompartementasi yang dapat digugurkan untuk mencegah translokasi garam ke dalam jaringan yang lebih sehat. Penyesuaian osmotik dan keseimbangan garam dalam tanaman terus menerus berubah responnya terhadap lingkungan, dan merupakan inang faktor-faktor internal yang mencakup potensial air, pertumbuhan dan differensiasi, metabolisme mineral dan hormon.
Universitas Sumatera Utara
2. Mekanisme Morfologi Bentuk adaptasi morfologi dan anatomi yang dapat diturunkan dan unik dapat ditemukan pada halofita yang mengalami evolusi melalui seleksi alami pada kawasan pantai dan rawa-rawa asin. Salinitas menyebabkan perubahan struktur yang memperbaiki keseimbangan air tanaman sehingga potensial air dalam tanaman dapat mempertahankan turgor dan seluruh proses biokimia untuk pertumbuhan dan aktivitas yang normal. Perubahan struktur mencakup ukuran daun yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas daun, peningkatan sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan lilin pada permukaan daun, serta lignifikansi akar yang lebih awal (Harjadi dan Yahya, 1988 dalam Sipayung 2003). Ukuran daun yang lebih kecil sangat penting untuk mempertahankan turgor. Sedangkan lignifikansi akar diperlukan untuk penyesuaian osmose yang sangat penting untuk memelihara turgor yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman dan aktivitas normal. Respon perubahan struktural dapat beragam pada berbagai jenis tanaman dan tipe salinitas. Salinitas klorida umumnya menambah sukulensi pada banyak spesies tanaman. Sukulensi terjadi dengan meningkatnya konsentrasi SO4. Dengan adaptasi struktural ini konduksi air akan berkurang dan mungkin akan menurunkan kehilangan air pada transpirasi. Namun pertumbuhan akar yang terekspos pada lingkungan salin biasanya kurang terpengaruh dibandingkan dengan pertumbuhan tajuk atau buah. Hal ini diduga terjadi akibat perbaikan keseimbangan dengan mempertahankan kemampuan menyerap air.
Universitas Sumatera Utara