II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Travel Pariwisata ini sekarang menjelma menjadi industri yang disebut industri pariwisata, menghasilkan produk-produk wisata untuk dipasarkan. Guna meningkatkan pariwisata di Indonesia khususnya, maka pemerintah berusaha
memperbaiki
dan
mengembangkan
segala
aspek
yang
membangkitkan selera wisatawan. Dalam hal ini, banyak jasa yang disediakan oleh perusahaan jasa tour & travel, mulai dari penjualan ataupun pemesanan tiket perjalanan, akomodasi, penyediaan kendaraan transportasi, sampai jasa pembuatan passport dan visa. Tetapi dari sekian banyak jasa yang ditawarkan, yang paling menonjol adalah penjualan jasa travel & tour. Bila dilihat dari segi etimologinya, kata pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua (2) suku kata, yaitu pari berarti berkeliling, berputar-putar, berkali-kali, dari dan ke. Kata wisata berarti berpergian, perjalanan, yang dalam hal ini bersinonim dengan kata travel. Dengan demikian pengertian pariwisata yaitu perjalanan berkeliling ataupun perjalanan yang dilakukan berkali-kali, berputar-putar dari suatu tempat ke tempat
lain
ataupun
suatu
perjalanan
yang
sempurna
(Munavizt,
pariwisatadanteknologi.blogspot.com,2010).
2.2. Jasa Jasa didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain dan pada dasarnya tidak berwujud, serta tidak mengakibatkan kepemilikan apapun, produksinya dapat dikaitkan dengan suatu produk fisik (Kotler, 2005). Menurut Lupiyoadi dan Hamdani (2008), jasa adalah semua aktivitas ekonomi yang hasilnya bukan merupakan produk fisik atau konstruksi yang dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan serta memberikan niai tambah konsumen, misalnya kenyamanan, hiburan, kesenangan atau kesehatan. Tawaran perusahaan ke pasar biasanya
5
mencakup beberapa jasa. Komponen jasa dapat merupakan bagian kecil, atau bagian utama dari total penawaran. Kotler dalam Nasution (2005) membedakan penawaran menjadi lima (5) kategori, yaitu : 1. Barang berwujud murni, yaitu penawaran hanya terdiri dari barang berwujud dan tidak ada jasa yang menyertainya. 2. Barang berwujud yang disertai jasa, yaitu penawaran yang terdiri dari barang berwujud yang disertai dengan satu (1), atau beberapa jasa untuk meningkatkan daya tarik konsumennya. 3. Campuran (Hybridal), yaitu penawaran terdiri dari barang dan jasa dengan proporsi yang sama. 4. Jasa utama yang disertai dengan barang atau jasa tambahan, yaitu penawaran yang terdiri dari satu (1) jasa utama disertai jasa tambahan dan atau barang pendukung. 5. Jasa murni, yaitu penawaran yang hanya terdiri dari jasa.
Kotler (2005) menyebutkan beberapa karakteristik jasa, yaitu : 1. Tidak berwujud (Intangibility) Sifat jasa tidak berwujud, artinya jasa tidak dapat dilihat, diraba, dicium, atau didengar sebelum dibeli. Untuk mengurangi ketidakpastian, pembeli mencari “tanda” dari mutu jasa. Konsumen menyimpulkan mengenai mutu dari “tanda”, berupa tempat, orang, harga, peralatan dan materi komunikasi yang dapat dilihat. 2. Tidak terpisahkan (Inseparability) Barang fisik biasanya diproduksi, disimpan, dijual dan selanjutnya dikonsumsi. Sebaliknya jasa dijual dulu, kemudian diproduksi dan dikonsumsi bersamaan. Jasa tak terpisahkan, yang berarti jasa tidak dapat dipisahkan dari penyedianya, baik itu manusia ataupun mesin. Interaksi antara penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Keduanya mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa tersebut.
6
3. Keanekaragaman (Variability) Jasa bersifat sangat beraneka ragam karena merupakan non standardized output, artinya banyak variasi bentuk, mutu, dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Ada tiga (3) faktor yang menyebabkan ragam mutu jasa menurut Bovee, et al dalam Nasution (2005), yaitu kerjasama atau partisipasi pelanggan dan beban kerja perusahaan. Pada industri jasa yang bersifat people-based, komponen manusia yang terlibat jauh lebih banyak daripada jasa yang bersifat equipment-based. 4. Tidak tahan lama (Perishability) Jasa memiliki sifat yang tidak tahan lama, dikarenakan jasa tidak dapat disimpan untuk dijual atau dipakai kemudian, karena akan habis manfaatnya/hilang ketika jasa tersebut telah terpakai.
2.3. Mutu Menurut beberapa tokoh manajemen mutu, definisi ataupun pengertian mutu dapat ditinjau dari beberapa aspek. Dari sekian banyak ahli, ada tiga (3) tokoh yang terkenal dalam perkembangan filosofi mutu, yaitu W. Edward Deming, Philip B. Crosby dan Joseph M. Juran. Perbandingan filosofi mutu masing-masing ahli dijelaskan pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan filosofi mutu No.
Keterangan Definisi mutu
Deming Crosby Keseragaman produk Kesesuaian yang dapat diprediksi dengan keperluan
Tanggungjawab manajemen senior
Perhatian untuk menciptakan sistem mutu secara menyeluruh
Menciptakan budaya mutu
Pendekatan strategik terhadap sistem mutu
Menciptakan struktur untuk perbaikan terusmenerus
Perbaikan mutu secara terstruktur
1
2
3
Juran Kesesuaian produk dengan penggunaan Manajemen mendukung perencanaan, pengendalian dan perbaikan mutu Dewan mutu memberikan petunjuk untuk proses perbaikan berkelanjutan
7
Lanjutan Tabel 2. No.
Keterangan
Deming
Crosby
Dasar perbaikan
Secara terus-menerus dan berkesinambungan untuk mengurangi penyimpangan Menghilangkan cacat dan menurunkan biaya mutu
Perbaikan proses, bukan program dengan sasaran pada perbaikan
4
5
Pengukuran mutu
6
Perbaikan proses terus-menerus
Continuous Quality Improvement dengan P-D-C-A (Plan-DoCheck-Action)
7
Pendidikan dan pelatihan
Mendukung pendidikan dan pelatihan dalam Deming’s 14 Points
8
Menghilangkan penyebab masalah
Memisahkan penyebab umum (tidak dapat dihilangkan) dan penyebab khusus (dapat dihilangkan), serta digunakan teknik-teknik statistika untuk identifikasi
9
Penyusunan tujuan atau sasaran
10
Rencana struktural
Menekankan pada Continuous Quality Improvement dan tidak melihatnya sebagai sasaran jangka pendek Deming’s 14 Points untuk Quality Improvement dan menekankan penggunaan alat statistik pada semua level
Menghilangkan cacat dan mutu adalah bebas cacat
Juran Pendekatan proyek
Mutu adalah mengukur berbagai penyimpangan Continuous Continuous Quality Quality Improvement Improvement dalam perencanaan dan perbaikan mutu Mendukung Mendukung pendidikan dan pelatihan dan pelatihan dalam 8 pendidikan (delapan) langkah secara implisit mengenai dan eksplisit pendidikan mutu dalam langkahlangkah Juran Harus diambil Memisahkan tindakan perbaikan penyebab bila ada kesalahan umum (tidak dapat dihilangkan) dan penyebab khusus (dapat dihilangkan), serta digunakan teknik-teknik statistika untuk identifikasi Sasaran baru dapat Pendekatan dicapai setelah 30, yang sesuai 60, atau 90 tahun dengan Management by Objective (MBO) Menekankan pada Menekankan perubahan budaya pada Quality Improvement dengan pendekatan proyek demi proyek
8
Lanjutan Tabel 2. No. 11
12
Keterangan
Deming
Crosby
Juran
Kerja tim
Partisipasi karyawan dalam pengambilan keputusan
Biaya mutu
Tidak ada yang optimum, perbaikan terus-menerus dan berkesinambungan
Quality Improvement Team dan dewan mutu Biaya ketidaksesuaian mutu adalah bebas
Pendekatan tim dan gugus kendali mutu (GKM) Mutu tidak bebas, bersifat ada suatu optimum
Sumber : Nasution, 2005
2.3.1
Pengendalian Mutu Definisi pengendalian mutu adalah alat bagi manajemen untuk memperbaiki mutu produk bila diperlukan, mempertahankan mutu yang sudah tinggi dan mengurangi jumlah bahan yang rusak. Pengendalian mutu merupakan upaya mengurangi kerugian-kerugian akibat produk rusak dan banyaknya sisa produk atau scrap (Handoko, 2000). Pengendalian mutu merupakan alat penting bagi manajemen produksi suatu perusahaan untuk dapat menjaga, memelihara, mutu agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pengendalian mutu harus dapat mengarahkan beberapa tujuan terpadu, sehingga konsumen puas menggunakan produk, baik barang ataupun jasa perusahaan.
2.3.2
Mutu Jasa Menurut Payne dalam Nasution (2005), mutu jasa berkaitan dengan kemampuan sebuah organisasi untuk memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Jika penyerahan jasa berada dalam zona toleransi, pelanggan akan merasa jasa ini memadai (Lovelock dan Wright, 2005). Kesenjangan jasa merupakan penilaian pelanggan secara keseluruhan terhadap apa yang diharapkan dibandingkan dengan apa yang diterima. Kesenjangan jasa didefinisikan sebagai perbedaan antara apa yang diharapkan pelanggan terhadap jasa yang benar-benar diserahkan (Lovelock dan Wright, 2005).
9
Menurut Zeithaml et al, dalam Supranto (2006), ada lima (5) kesenjangan (gap) yang menyebabkan kegagalan penyampaian jasa kepada pelanggan, yaitu : 1.
Kesenjangan tingkat harapan dan persepsi manajemen Manajemen tidak selalu memahami benar apa yang menjadi keinginan pelangan.
2.
Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi mutu jasa Manajemen
mungkin
benar
dalam
memahami
keinginan
pelanggan, tetapi tidak menetapkan standar pelaksanaan yang spesifik. 3.
Kesenjangan antara spesifikasi mutu dan penyampaian jasa Para personel mungkin tidak terlatih baik dan tidak mampu memenuhi standar.
4.
Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal Harapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat wakil-wakil dan iklan perusahaan.
5.
Kesenjangan antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan Kesenjangan
terjadi
apabila
pelanggan
mengukur
kinerja
perusahaan dengan cara yang berbeda dan pelanggan keliru mempersepsikan mutu jasa tersebut. Mendefinisikan mutu jasa sebagai evaluasi kognitif jangka panjang pelanggan terhadap penyerahan jasa suatu perusahaan. Untuk meningkatkan mutu pelayanan diperlukan jasa pelengkap berbeda, tetapi hampir semuanya dapat digolongkan menjadi delapan (8) kelompok (Lovelock dan Wright, 2005), yaitu: 1.
Informasi,
yaitu
mempermudah
sekelompok
pembelian
dan
jasa
pelengkap
penggunaan
jasa
yang dengan
memberitahukan kepada pelanggan tentang fitur dan kinerja jasa sebelum, selama dan sesudah penyerahan jasa.
10
2.
Penerimaan pesanan, yaitu sekelompok jasa pelengkap yang mempermudah pembelian dengan menciptakan prosedur yang cepat, akurat dan tanggap untuk menerima permohonan keanggotaan, melakukan pemesanan, atau melakukan reservasi.
3.
Penagihan, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang memudahkan pembelian dengan menyediakan dokumentasi yang jelas, tepat waktu, akurat dan relevan tentang apa yang harus dibayar pelanggan, ditambah dengan informasi tentang bagaimana membayarnya.
4.
Pembayaran,
yaitu
sekelompok
jasa
pelengkap
yang
memudahkan pembelian dengan menawarkan pilihan prosedur yang mudah untuk melakukan pembayaran dengan cepat. 5.
Konsultasi, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang menambah nilai dengan memberikan jawaban kepada pelanggan yang membutuhkan saran, konseling, atau pelatihan untuk membantu mendapatkan manfaat sebesar-besarnya dari pengalaman jasa tersebut.
6.
Keramahan adalah sekelompok jasa pelengkap yang menambah nilai dengan cara memperlakukan para pelanggan seperti tamu dan menyediakan perlengkapan kenyamanan yang mampu mengantisipasi
kebutuhannya
selama berinteraksi
dengan
penyedia jasa. 7.
Pengamanan, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang menambah nilai
dengan
membantu
pelanggan
menangani,
atau
mengamankan barang milik pribadinya yang dibawa ke tempat penyerahan jasa atau tempat membeli. 8.
Pengecualian, yaitu sekumpulan jasa pelengkap yang menambah nilai dengan menanggapi permintaan khusus, memecahkan masalah, menangani pengaduan dan saran, serta menyediakan kompensasi atau kegagalan jasa. Zeithhaml, et.al menemukan lima (5) penentu mutu jasa yang
disajikan menurut tingkat kepentingannya (Tjiptono, 2008), yaitu:
11
1. Benda berwujud (tangible): Penampilan fisik fasilitas layanan, peralatan/perlengkapan, sumber daya manusia (SDM) dan materi komunikasi perusahaan. 2. Keandalan (reliability): Kemampuan menyampaikan layanan yang dijanjikan secara akurat sejak pertama kali. 3. Ketanggapan
(responsiveness): Kesediaan dan kemampuan
penyedia layanan untuk membantu pelanggan memberikan jasa dengan segera. 4. Kepastian/jaminan (assurance): Pengetahuan dan kesopanan karyawan dan kemampuannya menyampaikan kepercayaan dan keyakinan. 5. Empati (empathy): Kesediaan memberikan perhatian yang mendalam dan khusus kepada masing-masing pelanggan.
2.3.3
Alat dan Teknik Pengendalian Mutu Ariani (2002) menyatakan bahwa teknik dan alat pengendalian mutu dapat berwujud dua jenis, yaitu menggunakan data verbal, atau kualitatif dan yang menggunakan data numerik atau kuantitatif. Teknik yang menggunakan data kualitatif adalah Flow chart, Brainstorming, Diagram sebab akibat, Affinity diagram dan diagram pohon. Sedangkan yang menggunakan data kuantitatif adalah Lembar periksa, Diagram Parreto, Histogram, Scatter diagram, Grafik kendali, dan Run chart. Rincian alat pengendalian mutu (Ariani, 2002) berikut : 1.
Flow Chart Flow chart skematik atau diagram skematik adalah yang menunjukkan seluruh langkah dalam suatu proses. Dalam diagram ini ditunjukkan bagaimana langkah itu saling berinteraksi satu sama lain. Flow chart digambarkan dengan simbol-simbol dan setiap orang yang bertanggungjawab untuk memperbaiki suatu proses harus mengetahui seluruh langkah dalam proses tersebut.
12
2.
Brainstorming Brainstorming adalah cara untuk memacu pemikiran kreatif guna mengumpulkan ide-ide dari suatu kelompok dalam waktu relatif singkat.
3.
Diagram Sebab Akibat (Cause and Effect Diagram) Diagram sebab akibat atau disebut juga Ishikawa diagram, karena dikembangkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa. Diagram tersebut disebut juga Fishbone diagram, karena bentuknya seperti kerangka ikan. Diagram sebab akibat digunakan untuk mengidentifikasi ketegori dan sub kategori sebab-sebab yang mempengaruhi suatu mutu tertentu.
4
Affinity Diagram Affinity diagram menggunakan hasil brainstorming untuk mengorganisasikan informasi, sehingga mudah dipahami untuk mengadakan perbaikan proses. Affinity diagram ini sangat berguna untuk menyaring data berjumlah besar dan menciptakan pola pikir baru.
5.
Diagram Pohon (Tree Diagram) Tree diagram atau diagram pohon adalah alat yang digunakan untuk menghubungkan tujuan yang harus ditempuh dengan tugas yang harus dilaksanakan dalam mencapai tujuan tersebut.
6.
Lembar Periksa (Checksheet) Checksheet adalah alat yang sering digunakan untuk menghitung seberapa sering sesuatu itu terjadi dan sering digunakan dalam pengumpulan dan pencatatan data. Data yang sudah terkumpul tersebut dimasukkan kedalam grafik, seperti diagram Pareto ataupun
Histogram,
terhadapnya. Selain
untuk
kemudian
dilakukan
analisis
Checksheet, pengumpulan data dapat
menggunakan datasheet. Pada datasheet, data khusus dicatat dalam rungan pada lembar kerja.
13
7.
Diagram Pareto (Pareto diagram) Diagram ini digunakan untuk menentukan pentingnya atau prioritas kategori kejadian yang disusun menurut ukurannya, atau sebab akibat yang akan dianalisis, sehingga dapat memusatkan perhatian pada sebab-sebab yang mempunyai dampat terbesar terhadap kejadian tersebut.
8.
Histogram Histogram adalah alat yang digunakan untuk menunjukkan variasi data pengukuran dan tiap proses. Berbeda dengan Pareto chart yang penyusunannya menurut urutan yang memiliki proporsi terbesar ke kiri hingga proporsi terkecil, maka Histogram dalam penyusunannya tidak menggunakan urutan apapun.
9.
Scatter Diagram Scatter
diagram
adalah
gambaran
yang
menunjukkan
kemungkinan hubungan (korelasi) antara pasangan dua macam peubah dan menunjukkan keeratan hubungan antara dua peubah tersebut yang sering diwujudkan dalam koefisien korelasi. Diagram ini berupa titik yang menghubungkan paling tidak dua (2) peubah X dan Y yang menunjukkan keeratannya, sehingga dapat dilihat apakah suatu kesalahan dapat disebut berhubungan, atau terkait dengan masalah atau kesalahan yang lain. 10. Run Chart Run chart adalah grafik yang menunjukkan variasi ukuran sepanjang waktu, kecenderungan, daur, pola-pola lain dalam suatu proses dan membandingkan kinerja beberapa kelompok, tetapi tanpa menyebutkan sebab-sebab terjadinya kecenderungan, daur, atau pola-pola tersebut. 11. Grafik Kendali Grafik kendali adalah grafik yang digunakan untuk menetukan apakah suatu proses berada dalam keadaan in control atau out control. Batas pengendalian yang meliputi batas atas (upper control limit) dan batas bawah (lower control limit) dapat
14
membantu untuk menggambarkan performansi yang diharapkan dari suatu proses konsistensi.
2.4 Kepuasan Pelanggan Pengertian kepuasan menurut Kotler dan Keller (2005) adalah perasaan
senang
atau
kecewa
seseorang
yang
muncul
setelah
membandingkan kinerja produk yang dipikirkan terhadap kinerja yang diharapkan. Jika kinerja berada dibawah harapan, pelanggan tidak puas, jika kinerja memenuhi harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang. Menurut Engel, Blackward dan Miniard (1994), kepuasan adalah evaluasi pasca konsumsi bahwa suatu alternatif yang dipilih setidaknya memenuhi atau melebihi harapan konsumen. Sedangkan ketidakpuasan adalah hasil dari harapan yang diteguhkan secara negatif. Tujuan melakukan pengukuran kepuasan pelanggan (Marknesis, 2009) adalah : 1. Mengidentifikasi tuntutan atau kebutuhan pelanggan, yakni aspek-aspek yang dinilai penting oleh pelanggan dan memengaruhi, apakah pelanggan puas atau tidak. 2. Menentukan tingkat kepuasan pelanggan terhadap kinerja organisasi pada aspek-aspek penting. 3. Membandingkan tingkat kepuasan pelanggan terhadap perusahaan dengan tingkat kepuasan pelanggan terhadap organisasi lain, baik pesaing langsung maupun tidak langsung. 4. Mengidentifikasi PFI (Priorities for Improvement) melalui analisis gap antara skor tingkat kepentingan dan kepuasan. 5. Mengukur indeks kepuasan pelanggan yang bias menjadi indikator andal dalam memantau kemajuan perkembangan dari waktu ke waktu. Menurut Kotler (2005), ada beberapa metode yang biasa digunakan setiap perusahaan untuk mengukur, memantau kepuasan pelanggannya dan para pelanggan pesaing, yaitu:
15
1. Sistem keluhan dan saran Pelanggan menyampaikan saran, kritik, pendapat dan keluhannya. Media yang digunakan berupa kotak saran yang diletakkan di lokasi-lokasi strategis (mudah dijangkau atau sering dilalui pelanggan), kartu komentar (yang biasa diisi langsung atau dikirimkan via pos kepada perusahaan), saluran khusus bebas pulsa, website dan lain-lain. Berdasarkan karakteristiknya, metode ini bersifat pasif, karena perusahaan menunggu inisiatif pelanggan untuk menyampaikan keluhan dan pendapatnya. 2. Ghost Shoping Dengan metode ini, perusahaan mempekerjakan beberapa orang ghost shopers untuk berperan atau berpura-pura sebagai pelanggan potensial produk perusahaan pesaing, jadi diminta berinteraksi dengan staf penyedia jasa dan menggunakan produk dan jasa perusahaan. Berdasarkan temuannya
pengalaman berkenaan
tersebut,
dengan
diminta
kekuatan
dan
melaporkan kelemahan
temuanproduk
perusahaan pesaing. 3. Lost Costumer Analysis Perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau yang telah pindah pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi dan supaya
dapat
mengambil
kebijakan perbaikan dan
penyempurnaan selanjutnya. Hanya saja kesulitan metode ini adalah pada mengidentifikasi atau mengontak pelanggan yang bersedia memberikan masukan terhadap kinerja perusahaan. 4. Survei kepuasan pelanggan Sebagian besar riset dilakukan dengan metode survei. Pengukuran kepuasan pelanggan dengan metode ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya : a. Directly Reported Satisfaction Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan item-item spesifik yang menanyakan langsung tingkat kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan.
16
b. Derived Satisfaction Pengukuran ini mirip dengan pengukuran mutu jasa SERVQUAL. Pertanyaan yang diajukan menyangkut dua (2) hal utama, yaitu tingkat harapan pelanggan terhadap kinerja produk, persepsi pelanggan terhadap kinerja aktual produk, alternatif lain tingkat kepentingan masing-masing atribut atau kinerja ideal juga bisa ditanyakan. c. Importance Performance Analysis (IPA) Dalam teknik ini, responden diminta untuk menilai tingkat kepentingan berbagai atribut yang relevan dan tingkat kinerja perusahaan pada masing-masing atribut itu. Kemudian nilai rataan tingkat kepentingan atribut dan kinerja perusahaan tersebut akan dianalisis pada matriks IPA. Matriks ini sangat bermanfaat sebagai pedoman dalam mengalokasikan sumber daya organisasi yang terbatas pada bidang spesifik, dimana perbaikan kinerja berdampak besar pada kepuasan total. Selain itu, matriks ini juga menunjukkan bidang-bidang atau atribut tertentu yang perlu dipertahankan dan aspek-aspek yang perlu dikurangi prioritasnya.
2.5 Penelitian Terdahulu yang Relevan Penelitian dengan masalah yang sama juga telah dilakukan oleh Fatmawati (2005) terhadap mutu pelayanan Travel Mambruk Anyer. Berdasarkan penelitian tersebut, atribut yang perlu mendapat prioritas utama (kuadran I), karena atribut-atribut ini dianggap sangat penting untuk tamu tetapi tingkat pelaksanaannya kurang baik, antara lain fasilitas rekreasi, mutu makanan dan minuman, kebersihan travel, kesigapan karyawan dalam melayani tamu, kecepatan penanganan atas keluhan, kenyamanan dan kebersihan kamar. Atribut yang harus dipertahankan kinerjanya, karena telah sesuai dengan harapan konsumen (kuadran II) adalah fasilitas keamanan, keramahan karyawan dalam melayani tamu, kemudahan dalam melakukan pemesanan kamar dan kemudahan cara pembayaran. Desain front office, acara khusus yang diadakan di travel, fasilitas olahraga dan harga/tarif per
17
kamar merupakan atribut-atribut yang termasuk ke dalam kuadran III, dimana atribut ini dianggap kurang penting, dan kinerja travel dinilai biasa. Atribut yang dinilai kurang penting oleh tamu, namun dilaksanakan dengan baik oleh perusahaan (kuadran IV), yaitu citra travel, desain bangunan travel, tempat parkir
luas,
kemampuan
karyawan
berkomunikasi
dan
kemudahan
memperoleh informasi. Hasil perhitungan tingkat kepuasan konsumen dengan menggunakan costumer satisfaction index dapat diketahui bahwa tamu travel yang menginap maupun yang tidak menginap merasa puas dengan pelayanan yang diberikan.