II. TINJAUAN PUSTAKA
A. BUDIDAYA TANAMAN JAGUNG Jagung adalah tanaman yang menghendaki keadaan hawa yang cukup panas dan lembab dari waktu tanam sampai periode mengakhiri pembuahan. Jagung tidak membutuhkan persyaratan tanah yang tajam karena tanaman ini dapat ditanam hampir di semua macam tanah (Effendi, 1979). Dalamnya penanaman benih jagung sangat tergantung kepada iklim, apabila keadaan tanah cukup lembab maka penanaman jagung dapat dilakukan sedalam 2,5 cm sedangkan untuk keadaan tanah yang agak kering dapat ditanam lebih dalam lagi sampai 5 cm (Effendi, 1979). 1. Tanah Tanaman jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus. Namun, beberapa persyaratan ideal yang dikehendaki tanaman jagung, diantaranya pH tanah 5,6 – 7,5 dan berdrainase baik. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung, antara lain andosol (berasal dari gunung berapi), latosol, glumosol, dan tanah berpasir. Tanah dengan lempung/liat (latosol) berdebu merupakan tanah terbaik untuk pertumbuhan jagung. Kemiringan tanah yang optimum untuk tanaman jagung maksimum 8% karena kemungkinan terjadinya erosi tanah sangat kecil (Purwono dan Purnamawati, 2007). 2. Penanaman dan Pemupukan Salah satu upaya untuk mendapatkan hasil optimum adalah mengatur populasi tanaman. Secara umum, kepadatan tanaman anjuran adalah 66.667 tanaman/ha. Ini dapat dicapai dengan jarak tanam antarbaris 75 cm, dan 20 cm dalam barisan dengan satu tanaman per rumpun, atau jarak antarbaris 40 cm dengan dua tanaman per rumpun. Bagi daerah yang kekurangan tenaga kerja, jarak tanam dalam barisan 40 cm dengan dua tanaman per lubang lebih memungkinkan (Akil dan Dahlan, 2007). Jenis pupuk yang diberikan pada jagung adalah pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik berupa pupuk kandang yang diberikan pada lahan yang kurang subur dengan dosis 15-20 ton/ha. Pupuk anorganik yang digunakan untuk jagung berupa urea, TSP atau SP-36 dan KCl. Dosis
3
pupuk untuk jagung hibrida sedikit berbeda dengan nonhibrida. Untuk jagung hibrida per hektarnya dibutuhkan urea 300 kg, TSP 100 kg, dan KCl 50 kg. Sementara untuk jagung nonhibrida, perhektarnya dibutuhkan urea 250 kg, TSP 75-100 kg, dan KCl 50 kg (Adisarwanto dan Widyastuti, 2002).
B. PENGOLAHAN TANAH Setiap kegiatan budidaya pertanian di lahan pasti membutuhkan pengkondisian lahan terlebih dahulu, karena tanaman salah satunya akan tumbuh dengan baik pada kondisi fisik tanah yang kondusif bagi pertumbuhan tanaman. Secara umum tanaman membutuhkan kondisi lahan yang siap untuk ditanam, di antaranya memiliki tingkat kegemburan tanah yang cukup untuk pertumbuhan akarnya dan kandungan hara tanah yang cukup untuk pertumbuhan tanaman. Menurut Oisat (2001) dalam budidaya tanaman, pengolahan tanah merupakan kegiatan yang paling banyak menyerap energi. Pengolahan tanah diperlukan untuk menciptakan lingkungan fisik tanah yang kondusif bagi pertumbuhan tanaman. Menurut Kepner et al. (1978) tujuan dari pengolahan tanah adalah sebagai berikut: 1. Menciptakan struktur tanah yang dibutuhkan untuk persemaian atau tempat tumbuh benih. Tanah yang padat di olah sampai gembur sehingga mempercepat infiltrasi air, berkemampuan baik menahan curah hujan, memperbaiki aerasi dan memudahkan perkembangan akar. 2. Peningkatan kecepatan infiltrasi akan menurunkan run off dan mengurangi bahaya erosi. 3. Menghambat atau mematikan tumbuhan pengganggu. 4. Membenamkan tumbuh-tumbuhan atau sampah-sampahyang ada di atas tanah ke dalam tanah, sehingga menambah kesuburan tanah. 5. Membunuh serangga, larva atau telur-telur serangga melalui perubahan tempat tinggal dan terik matahari. Menurut Daywin et al. (1993), pengolahan tanah dapat dibagi menjadi pengolahan tanah pertama dan pengolahan tanah kedua. Alat pengolahan tanah
4
pertama adalah alat yang pertama sekali digunakan, yaitu untuk memotong, memecah dan membalik tanah. Pengolahan tanah kedua dilakukan setelah pembajakan, dengan pengolaha tanah kedua tanah, menjadi gembur dan rata, taat air diperbaiki, sisa-sisa tanaman dan tumbuhan pengganggu dihancurkan dan dicampur dengan lapisan tanah atas, kadang-kadang diberikan kepadatan tertentu pada permukaan tanah, dan mungkin juga dibuat guludan atau alur untuk pertanaman. C. ALAT PEMBUAT GULUDAN Alat pembuat guludan (furrower) prinsip kerjanya adalah memindahkan tanah bagian bawah ke atas sehingga terbentuk suatu guludan (lihat Gambar 1). Menurut Boers (2003), fungsi furrower antara lain membuat alur, menutup benih dan membuat alur untuk irigasi. Furrower digunakan terutama di daerah tropis dan sub tropis untuk budidaya tanaman jagung, sorgum, kentang, tebu dan sayuran, yang dibudidayakan dalam suatu alur baris tanam. 75 cm B’
A’ B
A
Gambar 1. Bentuk guludan dan tanah yang dipindahkan furrower D. TRAKTOR RODA DUA Di bidang pertanian telah dikenal enam jenis sumber tenaga penggerak peralatan pertanian, yaitu manusia, ternak, angin, air, listrik dan motor bakar. Dari keenam sumber tenaga tersebut sampai saat ini, motor bakar memperlihatkan kemungkinan penggunaan yang lebih luas. Traktor adalah suatu sumber tenaga lain sebagai hasil pengembangan penggunaan motor bakar sebagai unit tenaga. Tenaga putar yang dihasilkan motor dimanfaatkan sedemikian rupa dengan menggunakan sistem penyaluran tenaga sehingga dapat menjadi sumber tenaga tarik atau tenaga dorong (Sembiring et al.,1991). Menurut Liljedahl et al. (1979), nama ”Power Tiller” adalah nama biasa yang digunakan untuk traktor tangan yaitu traktor roda dua yang ditutun dan ditopang oleh tangan. Pada daerah-daerah penanaman padi (Jepang dan
5
Asia Tenggara) traktor tangan digabungkan dengan bajak putar (Rotari Tiller) sehingga karena itulah namanya menjadi ”Power Tiller”. Biasanya tenaga dari traktor ini berkisar dari 2-12 kW (2.7 – 16.1 hp). Jones (1952), menyatakan bahwa sumber tenaga pada traktor dapat dibagi menjadi lima, yaitu : 1. Indicated Horse Power adalah tenaga yang timbul di ruang pembakaran akibat adanya ledakan bahan bakar yang efektif diterima oleh piston, 2. Brake/belt Horse Power adalah tenaga yang tersedia pada pulley dan siap untuk digunakan untuk kerja, 3. Friction Horse Power adalah tenaga yang digunakan untuk mengatasi gesekan-gesekan yang ada di dalam motor, 4. Power Take Off Horse Power adalah tenag yang tersedia pada PTO dapat digunakan dengan baik pada waktu traktor berjalan maupun dalam keadaan berhenti, 5. Drawbar Horse Power adalah tenaga yang tersedia pada titik gandeng yang siap untuk menarik beban. Selanjutnya Jones (1952), menyatakan bahwa penggunaan traktor tangan mempunyai beberapa keuntungan, yaitu : 1. Dapat bekerja terus-menerus, 2. Tidak terpengaruh udara panas, 3. Kecepatan kerjanya dapat diatur, 4. Perawatannya mudah, 5. Segera dapat dipergunakan jika dibutuhkan dalam keadaan terpaksa, dan 6. Membutuhkan ruangan kecil untuk menyimpannya.
E. ALAT PENANAM Pekerjaan penanaman dapat meliputi penempatan benih atau umbiumbian dalam tanah pada kedalaman tertentu, penyebaran benih secara acak atau
penyebaran
benih
pada
permukaan
tanah.
Mesin-mesin
yang
menempatkan benih dalam tanah dan menutupnya pada suatu pekerjaan yang sama akan menghasilkan barisan yang teratur (Kepner et al. 1978).
6
Prinsip kerja alat tanam mekanis pada dasarnya sama dengan alat tanam semi mekanis. Perbedaannya hanya terletak pada ukuran lebar kerja dan kebutuhan tenaga penggeraknya. Biasanya alat tanam mekanis mempunyai lebar kerja yang lebih besar atau mempunyai alur yang lebih banyak dan seringkali dioperasikan bersama-sama dengan alat pemupukan. Alat ini biasanya digerakkan oleh tenaga traktor atau hewan (Ananto dan Haryono, 1988). Menurut Kepner et al. (1978) fungsi yang utama dari setiap kegiatan penanaman adalah untuk mendapatkan pertumbuhan dan jarak tanam yang optimum, sehingga tujuan akhir dapat tercapai yaitu menghasilkan produksi bersih maksimum per satuan luas. Penanaman dapat dilakukan pada permukaan datar dari suatu lahan, dalam alur atau pada permukaan guludan (Gambar 2). Penanaman pada permukaan datar adalah yang paling banyak dilakukan pada daerah penanaman jagung karena adanya kelembaban tanah yang baik.
Forrow Planting
Bed Planting
Flat Planting
Gambar 2. Beberapa tipe profil permukaan tanah untuk penanaman sistem barisan/alur (Kepner et al. 1978). 1. Pola Penanaman dan Jenis Alat Tanam Menurut Daywin et al. (1955), dengan alat tanam yang tepat benih dapat ditanam menurut beberapa pola/metoda: a. Disebar atau broadcasting (menyebar biji di atas permukaan tanah secara acak). b. Drill Seeding (menjatuhkan biji secara acak dalam alur dan sekaligus menutup biji tersebut). c. Precission Drilling (menempatkan sebuah biji dengan jarak yang sama dalam barisan tanaman). d. Hill Dropping (menempatkan sekelompok biji di dalam tanah dengan jarak yang sama dalam barisan tanaman)
7
e. Checkrow Planting (menempatkan sekelompok biji dalam barisan tanaman sedemikian rupa sehingga barisan tanaman yang dihasilkan saling tegak lurus satu sama lain). Berdasarkan sumber tenaga penarik yang digunakan, macam dan jenis alat/mesin penanam dapat digolongkan menjadi tiga yaitu, alat penanam sumber tenaga manusia, alat penanam dengan sumber tenaga hewan dan alat penanam dengan sumber tenaga traktor (Pramoto dan Irwanto, 1983). Selanjutnya menurut Pramoto dan Irwanto (1983), berdasarkan cara penanaman, alat penanam dengan sumber tenaga tarik traktor dapat digolongkan menjadi tiga yaitu alat penanam system baris lebar, alat penanam sistem baris sempit dan alat penanam sistem sebar. 2. Bagian dan Fungsi Alat Tanam Menurut Kepner et al. (1978), fungsi alat penanam benih adalah membuka alur benih sampai kedalaman tertentu, mengatur pengeluaran benih, menempatkan benih dalam alur dengan pola (jarak) tertentu, menutup alur benih dan memadatkan secara ringan tanah penutup alur. Untuk melakukan fungsi tersebut menurut Pranoto dan Irawan (1983) pada alat penanam sistem baris sempit perlu bagian-bagian sebagai berikut: kerangka utama, roda-roda, kotak benih, pengatur pengeluaran benih (metering device), saluran benih, pembuka alur, pengatur kedalaman, penutup dan penekan tanah penutup alur benih. Pembuka alur berfungsi untuk membuka atau membuat alur tanam pada tanah sebagai tempat benih-benih yang dijatuhkan dari mekanisme alat penanam. Pembuka alur yang umum digunakan adalah tipe pacul, tipe alas lengkung, tipe alas datar, tipe dua piringan dan tipe satu piringan (Smith et al, 1977 dan Kepner et al, 1978). Menurut Kepner et al. (1978), macam-macam penutup alur adalah rantai yang diseret (drag chain), piring penutup (disk hillers), lempeng penutup dan penutup dengan tekanan roda. Mekanisme penjatuhan benih dapat dilakukan dengan lempeng penjatuh benih yang dapat diatur dalam tiga posisi yaitu datar, miring dan vertikal. Ketiga posisi tersebut dapat dilihat pada Gambar 3. 8
Gambar 3. Tiga macam posisi lempeng penjatah benih (a) vertikal (b) miring (c) datar (Kepner et al, 1978) Menurut Kepner et al. (1978), alat pengukur atau penjatuh benih umumnya dapat diklarifikasikan sebagai berikut: a. Tipe sel, di mana sel-sel tersebut dapat berputar dan mempunyai ukuran untuk menampung sebuah atau sekelompok benih pada masing-masing sel. b. Tipe ”Force Feed”, di mana bagian penggeraknya berfungsi untuk memindahkan benih dari penampung dan mengeluarkanya dalam jumlah sedikit atau banyak dan berlangsung secara terus menerus. c. Tipe ”Stationary
Opening Units”, di mana pada alat ini dilengkapi
sebuah pengaduk diatas permukaan terbuka. Pengatur pengeluaran benih ini akan menentukan jarak penempatan benih dalam barisan tanaman. Dalam prakteknya jarak ini tidak tepat seperti yang diharapkan. Adapun ketelitian penempatan benih tersebut dipengaruhi beberapa faktor seperti keseragaman benih, bentuk dan ukuran lempeng benih serta kesempurnaan corong pemasukan (Pramoto dan Irwanto, 1983).
9
F. ALAT PEMUPUK Menurut Smith (1977), pemupukan merupakan usaha memasukan zat hara kedalam tanah dengan maksud memberikan/menambahkan zat tersebut untuk pertumbuhan tanaman agar didapatkan hasil (produksi) yang diharapkan. 1. Jenis dan Karakteristik Alat Pemupuk Menurut Smith et al. (1977) berdasarkan pupuk yang digunakan, alat pemupukan dapat digolongkan menjadi tiga yaitu, alat penyebar pupuk kandang (Manure Spreader), alat penyebar pupuk butiran (Granuler Fertilizer Distributor) dan alat penyebar pupuk cair dan gas (Equipment for Applying Liquid and Gas Fertilizer). Selanjutnya menurut Kepner et al. (1978), peralatan penggunaan pupuk butiran kering dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, menjatuhkan pupuk dalam alur/baris (Band Aplicator) dan dengan cara disebar (Broadcast Aplicator). Selanjutnya Kepner et al. (1978) menyatakan beberapa sifat yang harus dimiliki sebuah alat pemupuk yaitu : a. Alat mudah mengalirkan pupuk, b. Laju pengeluaran pupuk tidak tergantung pada ketinggian pupuk di dalam kotak pupuk, c. Pengatur pengeluaran pupuk menghasilkan keluaran yang tepat, d. Perlengkapan untuk menentukan laju pengeluaran pupuk, e. Kotak pupuk dapat dipisahkan dari pengatur pengeluaran pupuk sehingga mudah dibersihkan, f. Bagian-bagian penting dibuat dari bahan anti karat.
2. Bagian dan Fungsi Alat Pemupuk Menurut Kepner et al. (1978) ada beberapa tipe pengatur pengeluaran pupuk (metering Device) dan metode pemberian pupuk, di antaranya : a. Menyebar di atas permukaan, b. Diletakkan pada dasar alur pemupukan kemudian ditutup, c. Diberikan bersamaan dengan benih ketika tanam, seperti menjatuhkan benih,
10
d. Diberikan saat tanam di sisi dekat benih, e. Diberikan ketika penyiangan, yaitu diletakan di bawah permukaan tanah dekat tanaman, f. Diberikan sebelum dilakukan penanaman, yaitu terlebih dahulu dibuat alur dengan sobsoiler/chissel. g. Diberikan bersamaan dengan air irigasi. Alat penyebar pupuk butiran kering terdiri atas beberapa bagian yaitu kotak pupuk, pengatur pengeluaran pupuk, saluran pengeluaran dan pembuka alur. Fungsi pengatur pengeluaran pupuk adalah mengatur jumlah pupuk yang dikeluarkan. Pembuka alur digunakan untuk membuat alur pupuk. Dan saluran pupuk berfungsi untuk menyalurkan pupuk dan memperoleh ketepatan penjatuhan pupuk di atas tanah (Kepner et al. (1978). Smith et al. (1977) menyatakan bagian-bagian yang penting dari dari sebuah alat pemupukan adalah : (a) kotak pupuk, yaitu berfungsi untuk menampung sementara pupuk sebelum didistribusikan lewat pengatur pengeluaran pupuk, (b) pengatur pengeluaran pupuk, yang berfungsi untuk mengatur jumlah pengaluaran pupuk dari kotak pupuk, (c) tabung pengeluaran dan saluran pupuk, yang berfungsi membawa atau menyalurkan pupuk yang keluar dari kotak pupuk melewati pengatur pengeluaran pupuk ke dalam tanah, (d) penutup alur, yang berfungsi untuk menutup alur yang telah diisi pupuk. Beberapa alat pengeluaran pupuk yang sering digunakan menurut Kepner (1978) adalah : a. ”Star Wheel Feed”, pada alat ini setiap roda bintang membawa pupuk dengan melewati suatu pintu pembuka menuju kedalam bagian aliran pupuk, dibawa dengan gigi-gigi roda dan dijatuhkan secara gravitasi kedalam pipa aliran (lihat Gambar 4). b. ”Revolving Bottom”, pengeluaran pupuk terjadi bila plat horizontal yang terpasang didasar hopper berputar. Besarnya keluaran pupuk dikontrol oleh pintu penyesuaian yang terletak diatas sisi pengeluaran (lihat Gambar 5). c. ”Auger”, alat pengeluaran pupuk berupa sekrup. Besar kecilnya pengeluaran pupuk diatur dengan mengubah rasio kecepatan antara sekrup dengan roda penggerak (lihat Gambar 5).
11
d. ”Belt Type”, alat ini dipergunakan untuk mengeluarkan pupuk dengan laju yang relatif tingi. Besarnya pengeluaran pupuk diatur oleh pintu penyesuaian diatas belt. Pengeluaran pupuk dapat dibagi menjadi beberapa aliran sesuaian dengan kebutuhan.
Gambar 4. Penjatah tipe Star Wheel Feed (Srivastava et al., 1993).
Gambar 5. Penjatah tipe piringan berputar (Srivastava et al., 1993).
Gambar 6. Penjatah tipe ulir rapat (close fitting auger) (Srivastava et al., 1993).
12
Sebuah edge-cell, positive-feed ditunjukkan pada Gambar 7. Roda penjatah dipasangkan pada jarak yang diperlukan sepanjang hoper dan diputar oleh poros penggerak (berpenampang segi empat). Lebar rotor antara 6 mm hingga 32 mm digunakan untuk pemberian dosis yang berbeda. Laju pengeluran pupuk untuk satu rotor diatur dengan merubah kecepatan putar porosnya (Srivastava et al., 1993)..
Gambar 7. Penjatah tipe rotor bercelah (edge-cell rotor) (Srivastava et al., 1993).
Mehring dan Cuming (1960) dalam Kepner (1978) mendapatkan bahwa salah satu faktor penting yang mempengaruhi besrnya keluaran pupuk adalah kemudahan pupuk untuk mengalir yang dipengaruhi oleh higroskopisitas (kecenderungan menyerap uap air dari udara), bentuk dan ukuran butiran pupuk, penggumpalan, berat spesifik pupuk kelembaban relatif tempat menyimpan, dan kerapatan benda. Perkembangan dalam sistem pertanian presisi (precission farming system) membutuhkan desain penjatah pupuk yang presisi dan dapat dikendalikan laju penjatahannya sesuai kebutuhan lokasi di lapangan. Satu hasil pengembangan desain penjatah pupuk disajikan pada Gambar 8. Pada sistem tersebut, penjatah tipe roll beralur diputar menggunakan motor listrik DC dan dikontrol kecepatan putarnya menggunakan sebuah unit controller. Dengan sistem tersebut, laju pengeluaran bahan dapat diatur sesuai kebutuhan
13
di lokasi. Degan bantuan komputer, data kebutuhan pupuk digunakan untuk memberikan masukan pada controller (Setiawan, 2001).
Gambar 8. Desain mekanisme penjatahan presisi untuk pemupukan (Setiawan, 2001).
14