II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Surimi Kata surimi berasal dari bahasa Jepang yang telah diterima secara internasional untuk menggambarkan hancuran daging ikan yang telah mengalami berbagai proses yang diperlukan untuk mengawetkannya. Keunggulan dari surimi diantaranya dapat diolah menjadi berbagai macam variasi produk-produk lanjutan dalam berbagai bentuk dan ukuran (Okada, 1992). Surimi merupakan daging lumat yang dicuci berulang-ulang sehingga sebagian besar bau, darah, pigmen dan lemak hilang, termasuk protein yang larut dalam air sebagian besar pun ikut hilang. Umumnya ke dalam surimi ditambahkan bahan untuk meningkatkan sifat elastisitas gel. Cara tersebut dilakukan untuk mendapatkan suatu bahan yang putih, mengurangi bau amis dan memiliki sifat elastis gel yang tinggi (Paranginangin et al., 1999). Pada dasarnya seluruh jenis ikan secara teknis dapat dibuat menjadi surimi, namun untuk ikan berdaging putih yang tidak berbau lumpur, umumnya tidak terlalu amis serta memiliki kemampuan pembentukan gel yang bagus dan memberikan hasil (surimi) yang baik. Sedangkan untuk ikan air tawar juga dapat menjadi bahan baku pembuatan surimi tetapi harus dilakukan pemberokan agar bau lumpur pada produk akhir dapat berkurang (Paranginangin et al., 1999). Pemberokan adalah pembersihan ikan di dalam kolam yang berisi air bersih. Ikan dipuasakan sehingga kotoran dalam tubuh ikan keluar melalui saluran sekresi dan kotoran yang menempel pada tubuh ikan ikut terlepas. Menurut Djazuli (2009), ikan by-catch yang tergolong dalam jenis-jenis ikan demersal memiliki rendemen yang berbeda untuk dijadikan surimi. Beberapa rendemen jenis ikan yang dapat dijadikan surimi seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rendemen Surimi Beberapa Jenis Ikan By-catch Jenis ikan Rendemen (%) Bambangan (Lutjanus sp) 30,56 Tigawaja (Johnius dussumieri) 30,23 Kurisi (Nemiptherus sp) 38,73 Beloso (Saurida sp) 34,47 Lecam (Lethrinus sp) 30,47 Biji Nangka (Upeneus sp) 32,13 Pisang-pisang (Caesio chrysozonus) 31,56 Swangi (Priacanthus tayenus) 30,73 Rata-rata Sumber: Djazuli (2009)
32,00
Kriteria paling penting untuk menentukan kualitas surimi adalah kekuatan gel yang dibentuknya. Kekuatan gel ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis ikan, tingkat kesegaran, pH dan kadar air, pencucian, umur tingkat kematangan gonad, konsentrasi dan jenis penambahan serta suhu dan waktu pemasakan (Suzuki, 1981). Menurut Paranginangin et al. (1999), beberapa keuntungan surimi antara lain adalah sebagai berikut : 1. Surimi dapat digunakan secara langsung untuk pengolahan produk-produk makanan seperti bakso, sosis, kamaboko dan burger. 2. Surimi tidak berbau, bebas tulang dan duri sehingga produk-produk olahan lebih mudah dikonsumsi oleh berbagai tingkat usia.
4
3. 4. 5. 6.
Pasokan dan harganya relatif stabil karena surimi dapat disimpan lama dan ini memudahkan perencanaan produksi olahannya. Biaya penyimpanan, distribusi dan transportasi lebih murah, karena surimi merupakan bagian ikan yang bermanfaat saja. Menghemat waktu dan tenaga kerja karena penanganannya lebih murah. Masalah pembuangan limbah lebih kecil.
Tahapan dalam pengolahan surimi adalah penyiangan diantaranya deheading (pembuangan kepala), gutting (pembuangan jeroan dan kotoran), deboning (pembuangan tulang) dan mincing (pelumatan atau pengecilan ukuran partikel) serta penghilangan komponen yang tidak diinginkan. Benjakul et al.(2001), menyatakan bahwa pencucian merupakan tahap kritis dalam proses pembuatan surimi. Pencucian dapat menghilangkan materi yang dapat larut air seperti darah, protein sarkoplasma, enzim pencernaan, garam non organik, dan senyawa organik bermolekul rendah seperti trimetilelamin oksida. Pencucian juga dapat meningkatkan kualitas warna dan aroma, serta meningkatkan kekuatan gel surimi. Komponen utama yang larut dalam air akan hilang dalam jumlah yang banyak pada siklus pencucian pertama kali. Agitasi selama lima menit dalam setiap kali pencucian untuk pencucian sebanyak dua kali dengan rasio air dan daging 3:1 telah dinilai cukup (Lee, 1986). Benjakul et al. (2001) melaporkan bahwa 27% dan 38% protein hilang berturut-turut pada pencucian sebanyak dua kali dan tiga kali dalam proses pengolahan surimi. Pembuatan surimi memerlukan bahan tambahan dengan tujuan tertentu, misalnya meningkatkan konsistensi nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan serta bentuk, tekstur, dan rupa produk (Winarno, 1980). Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan surimi tersebut pada dasarnya adalah untuk meningkatkan kualitas surimi. Bahan tambahan yang digunakan tersebut adalah hidrogen peroksida (H2O2) dan cryoprotectant yang berfungsi sebagai anti denaturan selama masa penyimpanan beku. Surimi beku dapat dibedakan menjadi dua yaitu mu-en surimi (surimi tanpa garam) dan ka-en (surimi dengan garam). Surimi mu-en dibuat dengan menggiling campuran daging ikan yang telah dicuci dengan air dan dicampur dengan gula dan polyphosphate. Surimi ka-en diolah dengan cara menggiling campuran daging ikan yang telah dicuci dan dicampur dengan gula dan garam (NaCl) dan telah mengalami proses pembekuan. Selain itu, juga terdapat tipe surimi yang tidak mengalami proses pembekuan yang disebut ”Surimi na-ma” (Surimi mentah) (Suzuki, 1981). Standarisasi syarat mutu surimi beku telah ditentukan oleh SNI 01-2694-1992. Di dalam SNI tersebut terdapat beberapa ketentuan seperti bahan baku surimi yang meliputi: a. Rupa dan warna : bersih, warna daging spesifik jenis ikan b. Aroma : segar spesifik jenis c. Daging : elastis, padat dan kompak d. Rasa : netral agak amis Untuk mempertahankan mutu surimi beku dilakukan dengan segera mengolah bahan baku, jika harus terpaksa menunggu proses lebih lanjut harus disimpan dengan es atau air dingin (0-5 oC), kondisi saniter dan higienis. Syarat mutu surimi beku tersebut disajikan pada Tabel 3.
5
Tabel 3. Syarat Mutu Surimi Beku Jenis Uji 1. Organoleptik - Nilai min
Satuan
Persyaratan Mutu 7
2. Cemaran Mikroba - ALT, maks Koloni/g 5 x 105 - Escherichia coli APM/g <3 - Coliform per 25 g 3 - Salmonella *) per 25 g Negarif - Vibrio cholerae *) Negatif 3. Cemaran kimia - Abu total, maks % b/b 1 - Lemak, maks % b/b 0,5 - Protein, min % b/b 15 4. Fisika o - Suhu pusat, maks C -18 oC - Uji lipat, min Grade A 2 - Elastisitas, min g/cm 300 *) jika diperlukan Keterangan : ALT = Alat Lempeng Total; APM = Angka Paling Memungkinkan Sumber : Standarisasi Nasional Indonesia (SNI 01-2694-1992)
2.2 Industri Pengolahan Surimi 2.2.1 Perkembangan Industri Surimi Sejak dimulainya industri pengolahan beku di Jepang tahun 1960, penelitian, teknologi pengolahan dan peralatan mulai dikembangkan (Noguchi, 1982). Proses pemisahan daging ikan dan tulangnya telah lama diperkenalkan sejak 1978 oleh beberapa ahli yang bergerak di bidang pengolahan hasil perikanan. Desain yang dikemukakan oleh Lanier (1992), dalam proses pemisahan antara daging ikan dan tulangnya, ikan dipres diantara sabuk dan berpori. Lumatan daging dan lemak ikan melalui lubang-lubang berpori pada drum sedangkan tulangnya akan menempel pada sabuk dan dinding drum berpori. Tekanan yang digunakan tidak begitu tinggi sehingga ukuran dari lubanglubang dapat diperbesar dari yang biasa digunakan berdiameter 3-5 mm. Hasil yang digunakan memiliki tekstur yang bermacam-macam tergantung dari diameter lubang pada drum (Purbayanto et al., 2004). Pengembangkan meat bone separator (alat pemisah daging ikan) yang cukup sederhana dan murah. Prinsip dasar yang dikembangkan terdiri dari sebuah silinder horizontal berongga, dua silinder berpori yang berhadapan dan memerlukan pompa hidrolik, katup, dan kontrol-kontrol pengoperasian. Proses pemisahan dilakukan dengan adanya tekanan pada silinder berpori dan silinder penekan. Daging ikan akan melalui pori-pori tersebut dan tulangnya akan lengket pada silinder tekan. Proses tersebut dilakukan secara kontinyu (Purbayanto et al, 2004)
6
PROSES IKAN SEGAR Pencucian
TUJUAN
Cuci dalam air es
Penyiangan
Pencucian
Cuci dalam air es
Pemisahan daging
Mendinginkan ikan
Rotary fish washer
Rotary fish washer
Membuang kepala dan isi perut
Pisau
Mesin
Menghilangkan sisik dan darah
Rotary fish washer
Rotary fish washer
Memisahkan daging dari tulang, duri, dan kulit
Meat-bone separator
Meat-bone separator
Tanki leaching
Tanki leaching
Rotary sieve, hidraulic press
Screw press
HANCURAN LUMATAN DAGING (MINCED MEAT) Leaching Air es (1:4) + 0,3% Menghilangkan garam (2 kali) protein larut air, darah, dan bau Pengepresan
Membuang air, mengepres kelebihan air
METODE SEMI MODERN MODERN
Membuang air cucian, mengatur kadar air sampai 8082%
LUMATAN DAGING YANG TELAH DICUCI (LEACHED MEAT) Straining Mengilangkan sisa kulit, duri, dan sisik
Strainer
Pencampuran
3-5% gula halus 0,2%poliposfat
Mengurangi freezedenaturation dan meningkatkan WHC
Mixer
Silent cutter
Pengepakan
Dalam plastik PE
Pengemasan
Manual
Fillling machine
-30oC
Suhu pusat -20oC dalam aktu 4-6 jam
Contact/air blast freezer
Kotak karton – (18oC-20oC)
Mengurangi dehidrasi selama penyimpanan beku
Cold strorage
Pembekuan
SURIMI BEKU
Gambar 1. Aliran Proses Pengolahan Surimi Beku (Tan et al., 1988)
7
Teknologi pengolahan surimi yang digunakan oleh industri saat ini paling banyak menggunakan metode rotary rinser/screw press. Secara umum alir proses pengolahan surimi terdiri dari persiapan bahan baku, penghilangan tulang, pencucian daging lumat, pengurangan kadar air (pengepresan), penapisan (straining), penambahan bahan tambahan dan pembekuan (Gambar 1). Pengolahan surimi memerlukan daging ikan bermutu tinggi. Berbagai cara ditempuh sebagai upaya untuk mempertahankan mutu daging ikan. Penggunaan suhu rendah merupakan sesuatu yang mutlak diperlukan, baik selama penyiangan, pembilasan, pelumatan hingga pengemasan. Pada penyimpanan jangka pendek, cukup di lakukan dalam peti berinsulasi dengan menyusun ikan secara berlapis yang ditambah hancuran es sampai penuh dengan perbandingan antara ikan dan es adalah 1 : 3. Dengan cara seperti ini suhu ikan dapat dipertahankan rendah (sekitar 0 oC) sehingga kesegaran ikan juga dapat dipertahankan hingga beberapa hari.
2.2.2
Perkembangan Industri Mesin Surimi di Indonesia
Perusahaan yang memproduksi mesin surimi di Indonesia tidaklah banyak. PT. Samudera Teknik Mandiri merupakan perusahaan pertama yang memproduksi mesin surimi di Indonesia. Inovasi teknologi yang dilakukan oleh Tim peneliti Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB ini berhasil menciptakan mesin Suritech TM generasi ke-1 pada tahun 2006. Mesin hasil penelitian yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc, Teknologi ini terus mengalami penyempurnaan untuk meningkatkan efektivitas dan performa mesin. Hingga saat ini perusahaan telah menghasilkan mesin Suritech generasi ke-7 yang telah memiliki performa teknis yang tinggi serta telah diuji oleh Balai Pengujian Mutu Alat dan Mesin Pertanian, Direktorat Mutu dan Standardisasi, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian. Gambar perkembangan mesin SuritechTM dari generasi 1 – 7 dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Perkembangan Mesin Surimi di PT. Samudera Teknik Mandiri Gambar Mesin Keterangan Generasi 1 Dibuat pada tahun 2005 dan telah digunakan di Papua Spesifikasi: - Dimensi 1x1x1,5 - Kapasitas 130 kg - Daya 2 HP - Lebar belt 30 cm, tebal 6 ml - Menggunakan pisau pengumpan di dekat corong (pemotong) - Bodi mesin menggunakan kanal - Posisi daging dan tulang bersebelahan - Posisi motor diluar sebelah kanan - Sistem roda gigi dan rantai
8
Tabel 4. Perkembangan Mesin Surimi di PT. Samudera Teknik Mandiri (Lanjutan) Gambar Mesin Keterangan Generasi ke 3 Dibuat pada bulan Februari - Maret tahun 2007 dan digunakan oleh BIC-BPPT untuk Pilot Project di Jambi Perbedaan dari G-2: - Tenaga 1 Hp - Motor mesin terletak di sebelah kiri atas - Bodi mesin menggunakan plat besi 6 ml - Posisi corong pengeluaran daging dan tulang terpisah
Generasi 4
Dibuat pada bulan April dan Juni 2007 dan telah digunakan di Aceh atas kerjasama dengan PKSPL dan IPTEKDA LIPI Perbedaan dari G-3: - Posisi motor berada disebelah kanan atas - Terdapat skrap mika untuk membersihkan tulang - Skrap terbuat dari plastik mika setebal 4-6 ml - Tidak ada penutur motor (gear box) dihilangkan
Generasi 5
Dibuat pada Agustus 2007 dan digunakan oleh PT Xaputra Multicon untuk industri pengolahan surimi, Aceh. Perbedaan dari G-4: - Motor yang digunakan 2 HP - Corong pengeluaran daging lebih lebar - Terdapat pintu (celah) untuk membersihkan dari atas
9
Tabel 4. Perkembangan Mesin Surimi di PT. Samudera Teknik Mandiri (Lanjutan) Gambar Mesin Keterangan Generasi 6 G-6 telah dipasarkan secara luas. - Motor yang digunakan ½ HP - Tidak menggunakan pisau pengumpan - Menggunakan rol penekan - Kabel input listrik di depan mesin
Generasi 7
A
B
Dipasarkan secara masal. Perbedaan dari G-6: - Casing kanan dihilangkan - Corong pemasukan ikan dihilangkan - Kabel terletak di belakang mesin - Skraper terbuat dari stainless steel setebal 1 cm - Terdapat 2 tipe untuk darat (A) dan di atas kapal (B). - Ukuran lebih lebar untuk penggunaan di atas kapal.
Prinsip kerja mesin SuritechTM adalah memanfaatkan tekanan antara belt dan silinder berpori. Ikan yang telah dibersihkan isi perut dan dipotong kepalanya dimasukkan ke dalam corong input, selanjutnya mengalami tekanan antara belt dan silinder berpori. Daging ikan yang masuk ke dalam silinder berpori akan dikeluarkan ke corong output. Spesifikasi mesin SuritechTM generasi ke 7 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Spesfikasi Mesin SuritechTM Keterangan Spesifikasi Dimensi, berat 720 x 730 x 950 mm, 200 kg Bahan - Stainless steel (sistem proses) - Plat besi (body mesin) Penggerak Motor listrik ½ HP, 1420 rpm Daya listrik 400 - 600 watt, 220 V Transmisi Sistem roda gigi Kapasitas 80 kg/jam bahan baku ikan segar Efektivitas 94,18% (susut hasil 3,40%) (Hasil uji ALSINTAN, 2009) Dibandingkan dengan mesin produk luar negeri (impor), mesin SuritechTM memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut: 1. Teknologi tepat guna sehingga sangat sesuai bagi UMKM
10
2. 3. 4. 5.
Bentuk kompak untuk digunakan di darat maupun di atas kapal ikan Kinerja mesin dengan efektivitas pemisahan yang tinggi Harga lebih murah dibandingkan produk yang ada (mesin impor) Mudah dan aman dalam pengoperasian serta perawatan.
2.3
Studi Kelayakan Industri
Studi kelayakan proyek merupakan suatu analisis perencanaan yang sistematis dan mendalam atas setiap faktor yang memiliki pengaruh terhadap kemungkinan proyek mencapai sukses. Semua data, fakta, dan berbagai pendapat yang dikemukakan dalam studi kelayakan tersebut akan menjadi dasar dalam pengambilan keputusan apakah proyek yang bersangkutan akan direalisasikan, dibatalkan atau direvisi. Proyek terdiri dari tahapan pra-konstruksi dan secara teoritis merupakan penentuan perlu tidaknya proyek dilanjutkan (Soeharto, 2002). Sedangkan menurut Husnan dan Suwarsono (2000), studi kelayakan proyek merupakan penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek investasi dilakukan terhadap aspek-aspek pasar, teknis, keuangan, hukum, dan ekonomi nasional. Studi kelayakan proyek perlu dilakukan untuk membantu pengambilan keputusan dalam menentukan pemilihan investasi di dalam suatu proyek yang tepat, dari berbagai alternatif yang bisa dilaksanakan. Menurut Gray (1993), studi kelayakan proyek juga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi dalam suatu proyek. Terdapat beberapa aspek penting yang perlu dikaji dalam suatu studi kalayakan proyek, antara lain: aspek pasar, aspek teknis, aspek institusional – manajemen – organisasi -, aspek finansial, dan aspek sosial ekonomi. 2.3.1 Aspek Pasar dan Pemasaran Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), aspek pasar menempati prioritas pertama dan utama dalam suatu studi kelayakan proyek. Banyak dijumpai kegagalan proyek karena tidak tersedianya pangsa pasar yang cukup potensial. Sistematika proses pengkajian pasar berturut-turut adalah penilaian (assessment) situasi, penyusunan strategi, pengumpulan data dan informasi serta analisis dan peramalan. Lingkup menyusun startegi termasuk mendefinisikan masalah (problem definition) yang dikaji. Dalam hal ini agar suatu pengkajian aspek pasar dapat efektif harus dilakukan pada jadwal yang tepat, memilih metode yang dapat memberikan hasil akurat, dan memiliki relevansi erat dengan subjek yang dikaji (Soeharto, 2002). Soeharto (2002) menambahkan bahwa studi kelayakan suatu usulan proyek dengan tujuan menghasilkan produk tertentu umumnya membatasi penekanan pada analisa masalah-masalah berikut: 1. Prakiraan penawaran dan permintaan, yang meliputi perincian permintaan, permintaan saat ini dan masa depan, penawaran, konsumen, dan kebijakan, peraturan dan perencanaan pemerintah. 2. Pangsa pasar dan persaingan, yang meliputi pangsa pasar, persaingan dan harga. 3. Strategi pemasaran, yang meliputi segmentasi, targetting, positioning, dan bauran pemasaran. Sutojo (2002), menyatakan bahwa dalam mengkaji aspek-aspek pasar dan pemasaran hal yang perlu diperhatikan adalah kedudukan produk dalam pasar saat ini, komposisi dan perkembangan permintaan produk di masa yang akan datang, kemungkinan adanya persaingan dan peranan pemerintah dalam menunjang perkembangan produk dan pemasaran. 2.3.2
Aspek Teknis dan Teknologi Aspek teknis dan teknologi merupakan aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan industri secara teknis dan operasi setelah industri selesai dibangun (Husnan dan Suwarsono, 2000). Tujuan aspek ini adalah apakah secara teknis dan pilihan teknologi serta rencana pelaksanaan proyek
11
telah layak atau tidak layak, baik pada saat pembangunan proyek atau operasional secara rutin (Umar, 2003). Teknologi yang dipilih berdasarkan patokan umum yang dapat dipakai, yaitu dengan mengetahui seberapa jauh penggunaan mesin yang diinginkan, manfaat ekonomi yang diharapkan, kesesuaian dengan bahan mentah yang dipakai, keberhasilan pemakaian teknologi di tempat lain, kemampuan tenaga kerja dalam mengoperasikan teknologi, kemampuan antisipasi terhadap teknologi lanjut (Umar, 2003). Soeharto (2002), mengungkapkan bahwa pemilihan teknologi juga dilakukan untuk menentukan teknologi proses produksi yang digunakan, berarti memilih proses dalam menghasilkan produk, menentukan denah, fasilitas penunjang dan desain engineering yang diperlukan. Pada dasarnya dikenal dua macam teknologi proses produksi, yaitu: 1) Proses kontinyu, di mana proses ini umumnya dimaksudkan untuk menghasilkan volume output yang besar dan sifat operasinya berulang-ulang (repetitif). 2) Proses intermitten atau batch, yaitu proses yang menangani bermacam-macam proses yang berbeda. Menurut Umar (2003), hal-hal pokok yang harus dianalisis dalam aspek teknis dan teknologi meliputi rencana kapasitas produksi yang diharapkan dan pemilihan teknologi yang paling sesuai dengan kemampuan perusahaan, menentukan desain produk yang akan dipilih, penentuan lokasi pabrik, tata letak pabrik yang optimal, berapa luas/skala produksi yang direncanakan serta bagaimana ketersediaan bahan baku yang aman selalu dapat dipergunakan jika dibutuhkan dalam proses. 1) Bahan baku, bahan pembantu, dan bahan pendukung Bahan baku, bahan pembantu, dan bahan tambahan dibutuhkan agar operasi produksi dalam proyek dapat berjalan lancar. Bahan-bahan tersebut harus memenuhi standar syarat teknis produksi yang ditentukan, misalnya standar mutu, serta ketersediaannya dalam jumlah yang mencukupi setiap saat apabila dibutuhkan. Biaya pemenuhan bahan baku tersebut tidak boleh melampaui batas maksimal yang dapat ditolerir agar tidak mempengaruhi kemampuan proyek memasarkan produk yang dihasilkan serta memperoleh keuntungan yang wajar (Sutojo, 2002). Sutojo (2002), menambahkan tersediaan bahan baku dan bahan pembantu secara kontinyu dengan tingkat harga yang wajar, merupakan salah satu syarat agar proyek dapat beroperasi secara sehat di bidang teknis dan komersial. Bahan baku dan bahan pembantu yang dibutuhkan dalam proyek dapat berupa bahan yang belum diproses atau bahan setengah jadi. Pengadaannya dapat dilakukan dari dalam negeri atau dengan mengimpor. Jika bahan baku dan bahan pembantu dapat diperoleh dari dalam negeri hendaknya diperkirakan dari daerah mana saja bahan tersebut diperoleh, apakah bahan tersebut terpusat pada suatu daerah tertentu atau tersebar di berbagai tempat. Perlu diperhatikan bahwa untuk beberapa jenis industri yang direncakan beroperasi dalam skala besar, ada kemungkinan ketersediaan bahan baku tidak dapat terpenuhi seluruh kebutuhan dalam industri tersebut. 2) Kapasitas Produksi Kapasitas produksi didefinisikan sebagai suatu kemampuan pembatas dari unit beroperasi dalam waktu tertentu, yang biasanya dinyatakan dalam bentuk keluaran per satuan waktu. Proses dalam persencanaan kapasitas adalah sebagai berikut: 1. Memperkirakan permintaan di masa depan, termasuk dampak dari perkembangan teknologi, persaingan dan lainnya. 2. Menjabarkan perkiraan itu dalam kebutuhan kapasitas fisik. 3. Menyusun pilihan rencana kapasitas. 4. Menganalisis pengaruh ekonomi pada pilihan rencana.
12
5. 6.
Meninjau resiko dan pengaruh strategi atas pilihan rencana. Memutuskan rencana pelaksanaan
3) Penentuan Lokasi Lokasi berdirinya suatu proyek merupakan suatu hal penting bagi perusahaan karena akan mempengaruhi kedudukan perusahaan dalam persaingan dan menentukan kelangsungan hidup perusahaan tersebut. Perusahaan yang didirikan tanpa pertimbangan lokasi yang ekonomis dapat mengalami kesulitan dalam menjamin kelangsungan hidupnya. Penentuan lokasi yang kurang tepat merupakan salah satu penyebab mengapa perusahaan beroperasi secara tidak efisien dan efektif, sehingga biaya produksi menjadi tinggi. Oleh karena itu, dalam penentuan lokasi industri diperlukan suatu pengkajian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas dari industri tersebut. Menurut Sutojo (2002), lokasi suatu industri sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah, letak sumber bahan baku, daerah pemasaran, serta faktor lingkungan. Menurut Behrens (1991), faktor-faktor yang mempengaruhi analisis lokasi suatu industri dapat digolongkan menjadi dua, yaitu faktor utama dan faktor sekunder. Faktor utama akan mempengaruhi secara langsung terhadap kegiatan produksi dan distribusi dari industri yang akan didirikan. Faktor tersebut meliputi letak pasar, sumber bahan baku, tingkat biaya dan ketersediaan fasilitas pengangkutan, biaya dan ketersediaan tenaga kerja serta adanya pembangkit listrik. Sedangkan faktor sekunder merupakan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan selain faktor utama dalam analisis lokasi. Faktor tersebut antara lain rencana masa depan, biaya tanah dan bangunan, kemungkinan perluasan, ketersediaan air, sikap masyarakat didaerah lokasi, dan kondisi iklim. 4) Perencanaan Tata Letak Mesin dan Ruangan Perencanaan tata letak fasilitas merupakan proses perancangan (design) dan pengaturan fasilitas fisik (mesin, peralatan, lahan, bangunan/ruang) untuk mengoptimalkan keterkaitan antara pekerja, aliran bahan, aliran informasi dan metode yang dibutuhkan dalam rangkan mencapai tujuan perusahaan secara efisien, ekonomis dan aman (Apple, 1990). 2.3.3
Aspek Manajemen dan Organisasi Aspek manajemen dan organisasi dapat dikelompokkan menjadi dua yakni manajemen proyek, yaitu pengelolaan kegiatan yang terkait dengan mewujudkan gagasan sampai menjadi hasil proyek berbentuk fisik, manajemen operasi atau produksi fasilitas hasil proyek. Cakupan manajemen organisasi meliputi pengelolaan kegiatan yang langsung berhubungan dengan memproduksi barang atau memberikan pelayanan. Mulai dari usaha mendapatkan sumber daya, mengkonversi masukan menjadi produk atau pelayanan yang diinginkan. Masukan tersebut dapat terdiri dari bahan mentah, tenaga kerja, material, energy, dan waktu (Soeharto, 2000). Ariyoto (1990) menyatakan bahwa manajemen merupakan cara mencapai tujuan dari sumbersumber yang ada. Sumber-sumber ini adalah uang (modal), mesin dan peralatan, personil (tenaga kerja) dan material. Umar (2003) menambahkan bahwa aspek manajemen adalah suatu fungsi atau kegiatan manajemen yang meliputi perencanaan organisasi, staffing, koordinasi, pengarahan, dan pengawasan perusahaan tujuan dari kajian aspek manajemen adalah mengetahui apakah pembangunan dan implementasi bisnis dapat direncanakan, dilaksanakan, dan dikendalikan sehingga rencana bisnis dapat dinyatakan layak atau sebaliknya. Manajemen meliputi bentuk organisasi atau badan usaha yang dipilih, struktur organisasi, deskripsi dan spesifikasi jabatan, jumlah tenaga kerja yang digunakan, anggota direksi, dan tenagatenaga lainnya (Husnan dan Suwarsono, 2000). Analisis dari aspek ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai struktur organisasi perusahaan. dari gambaran tersebut akan
13
diketahui tenaga manajemen apa dan berapa yang diperlukan untuk mengelola proyek secara berhasil (Sutojo, 2002). 2.3.4
Aspek Legalitas Aspek legalitas penting karena menyangkut hukum yang mengatur tingkah laku badan usaha untuk menampung aspirasi dalam mencapai tujuan usaha diperlukan suatu wadah untuk melegalkan kegiatan. Dalam evaluasi yuridis, salah satu pokok pengamatan yang merupakan kekuatan yang menunjang gagasan usaha adalah tentang izin-izin yang harus dimiliki karena dapat dikatakan bahwa izin usaha merupakan syarat legalisasi usaha (Ariyoto, 1990). Aspek legalitas atau yuridis berguna untuk kelangsungan hidup proyek dalam rangka meyakinkan kreditur dan investor bahwa proyek yang akan diuat sesuai dengan peraturan yang berlaku (Umar, 2005). Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), dalam pengkajian aspek yuridis atau hukum, hal yang perlu diperhatikan meliputi bentuk badan usaha yang akan digunakan dan berbagai akte, sertifikat, serta izin yang diperlukan. Mengacu pada undang-undang wajib daftar perusahaan, perusahaan didefinisikan sebagai setiap bentuk usaha yang menjalankan jenis usaha yang bersifat tetap, terus-menerus, dan didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia dengan tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) pengertian perusahaan tdak diberikan penjelasan resmi, tetapi istilah perusahaan mendung istilah ekonomi yang banyak dipakai dalam KUHD. Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dalam Pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa “Badan Hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta Peraturan pelaksanaannya” Perusahana Terbatas merupakan Perusahaan yang oleh Undang-Undang dinyatakan sebagai Perusahaan yang berbadan Hukum. Dengan status yang demikian maka PT menjadi subyek hukum yang menjadi pendukung hak dan kewajiban, sebagai Badan Hukum, PT memiliki kedudukan mandiri (persona standi in judicio) yang tidak tergantung kepada pemegang sahamnya. Dalam PT hanya orang yang dapat mewakili PT atau Perseroan yangd dapat menjalankan Perusahaan. Hal ini berarti PT dapat melakukan perbuatan-perbuatan hukum yang seperti seorang manusia dan dapat pula mempunyai kekayaan atau hutang (Kholil.staff.uns.ac.id). 2.3.5
Aspek Lingkungan Pembangunan suatu industri hendaknya tetap memperhatikan kepentingan manusia dan lingkungannya. Industri yang baik adalah industri yang berwawasan lingkungan. Pembangunan tersebut dapat terwujud apabila semua komponen dalam perusahaan dapat mengerti pentingnya menjaga keseimbangan lingkungan dalam setiap tahapan proses produksinya. Peningkatan kesadaran terhadap masalah lingkungan mengharuskan setiap proyek/industri untuk melakukan analisis dampak lingkungan. Masalah yang timbul dari suatu proyek industri ke lingkungan diantaranya adalah adanya polusi baik polusi udara, air, dan tanah serta suara. Polusi yang dihasilkan dapat berupa limbah, baik limbah padat maupun cair. Umar (2003) menyebutkan bahwa kajian aspek lingkungan hidup bertujuan menentukan dapat dilaksanakannya industri secara layak atau tidak dari segi lingkungan hidup. Hal-hal yang berkaitan dengan aspek lingkungan antara lain peraturan dan perundang-undangan AMDAL dan kegunaannya dalam kajian pendirian industri dan pelaksanaan proses pengelolaan dampak lingkungan. Proyek yang diperkirakan dapat merusak lingkungan atau menyebarkan polusi jelas tidak layak untuk direalisasikan karena berdampak negatif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar.
14
2.3.6
Aspek Finansial Analisis finansial perlu dilakukan untuk memperkirakan jumlah dana yang diperlukan. Selain itu dipelajari struktur pembiayaan serta sumber dana yang menguntungkan (Djamin, 1984). Proses pengkajian kelayakan atau investasi dari aspek finansial memerlukan pendekatan konvensional yang dilakukan dengan menganalisis perkiraan arus kas keluar dan masuk selama umur proyek (Soeharto, 1998). Analisis finansial merupakan perbandingan antara pengeluaran dan pemasukan suatu proyek dengan melihat dari sudut badan atau orang yang menanamkan modalnya dalam proyek tersebut memberikan sumbangan atau rencana yang positif dalam pembangunan ekonomi nasional (Kadariyah et al., 1999). Menurut Edris (1993), kelayakan finansial harus mengungkapkan secara terperinci apakah proyek akan menguntungkan dalam suasana persaingan yang ada dan dalam perekonomian yang tidak menguntungkan keadaannya. Analisis finansial dilakukan untuk kepentingan individu atau lembaga yang menanamkan modalnya dalam proyek tersebut, misalnya petani, wiraswastawan atau perusahaan. Nilai barang yang digunakan (misal: upah, harga barang) menggunakan nilai yang berlaku di pasar (market price). Tujuan analisis finansial yang dilakukan suatu industri adalah untuk mengetahui besarnya biaya yang diperlukan untuk memproduksi persatuan output dari suatu produk. Gambaran tentang struktur permodalan perusahan yang mencakup seluruh kebutuhan modal untuk dapat melaksanakan aktivitas mulai dari perencanaan sampai pabrik beroperasi dapat diperoleh dengan melakukan analisis finansial. Untuk memudahkan analisis ini maka perhitungan biaya dikelompokkan menjadi dua yakni biaya investasi dan biaya modal kerja. Biaya investasi meliputi pembiayaan kegiatan pra investasi, pengadaan tanah, bangunan, mesin dan peralatan, berbagai aset tetap, serta biaya-biaya lain yang bersangkutan dengan pembangunan proyek. Biaya modal kerja meliputi biaya produksi (bahan baku, tenaga kerja, overhead pabrik), biaya administrrasi, biaya pemasaran, penyusutan, dan angsuran bunga. Kemudian dilakukan penilaian aliran dana yang diperlukan dan kapan dana tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan jumlah waktu yang ditetapkan, serta apakah proyek tersebut menguntungkan atau tidak (Edris, 1993). Pengelompokkan biaya dalam studi kelayakan perlu dilakukan untuk dapat membantu manajemen mencapai tujuan. Pengelompokan ini dilakukan berdasarkan pada hubungan biaya dengan produk, volume produksi, departemen fabrikasi dan periode akuntansi. Untuk menghindari salah perhitungan karena timbulnya hal-hal yang tidak dapat diduga sebelumnya, maka ditambahkan biaya lain-lain atau biaya yang biasa disebut dengan biaya kontingensi. Nilai yang lazim digunakan dalam menghitung biaya kontingensi adalah sebesar 10 persen (Sutojo, 2002). Komponen biaya yang berpengaruh terhadap perhitungan kebutuhan biaya suatu industri yakni biaya pokok, biaya tetap yang terdiri dari biaya penyusutan, bunga modal, pajak dan asuransi, dan garasi/gudang, dan biaya tidak tetap yang meliputi bahan bakar, biaya perbaikan serta pemeliharaan. Menurut Pramudya dan Dewi (1992), biaya pokok merupakan biaya yang diperlukan suatu mesin untuk memproduksi satu unit produk. Pramudya dan Dewi (1992) menambahkan, penyusutan merupakan penurunan nilai suatu alat atau mesin akibat dari pertambahan umur pemakaian (waktu). Penyusutan dilakukan untuk mengalokasikan biaya investasi suatu proyek setiap tahun sepanjang umur proyek tersebut. Penyusutan atau penurunan nilai mesin ini dapat terjadi akibat dari adanya bagian mesin yang rusak atau aus, adanya peningktan biaya operasi, penurunan nilai mesin akibat adanya teknologi baru, dan adanya pengembangan perusahaan. Metode yang digunakan dalam perhitungan nilai penyusutan ada empat yakni metode garis lurus, penjumlahan angka tahun, keseimbangan menurun berganda, dan sinking fund.
15
Metode yang sering digunakan dalam perhitungan penyusutan adalah metode garis lurus (De Garmo et al., 1984). Menurut Pramudya dan Dewi (1992), metode garis lurus merupakan metode yang paling mudah dan cepat untuk menghitung biaya penyusutan karena biaya penyusutan dianggap sama setiap tahun atau penurunan nilai suatu alat tetap sampai pada akhir umur ekonomisnya. Cara menghiutngnya adalah harga awal (baru) dikurangi dengan harga akhir pada akhir umur ekonomisnya dibagi dengan umur ekonomisnya. Menurut Gray et al. (1993), kelayakan suatu usaha produksi sangat penting untuk dilihat agar keefektifan suatu proyek dapat direncanakan dan dianalisis. Untuk mencari ukuran yang menyeluruh sebagai dasar penerimaan atau penolakan suatu proyek telah dikembangkan berbagai cara yang dinamakan kriteria investasi. Ada tiga macam kriteria investasi yang umum digunakan dan dapat dipertanggung jawabkan, yaitu: 1. Net Present Value (nilai bersih sekarang) atau NPV merupakan selisih present value arus manfaat dan biaya dihitung berdasarkan discount rate. 2. Internal Rate of Return (tingkat hasil internal) atau IRR merupakan discount rate yang menjadi NPV suatu proyek = 0. 3. Net Benefit Cost (rasio manfaat biaya netto) atau Net B/C ratio merupakan angka perbandingan arus benefit bersih positif terhadap benefit bersih negatif. Ketiga kriteria investasi yang disebutkan di atas merupakan nilai waktu dan uang. Suatu proyek dapat dikatakan layak untuk dikembangkan jika dalam perhitungan diperoleh NPV > 0, IRR > discount rate, Net B/C ≥ 1. Kriteria investasi yang tidak memperhitungkan nilai waktu dan uang adalah payback period (periode pengembalian). Menurut Soeharto (1995), payback period merupakan jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal suatu investasi, dihitung dari aliran kas bersih (net). Aliran kas bersih adalah selisih pendapatan (revenue) terhadap pengeluaran (expenses) per tahun. Payback period biasanya dinyatakan dalam jangka waktu per tahun. Berdasarkan payback period pengembalian yang lebih cepat akan lebih disukai dan proyeknya layak untuk dikembangkan.
16