1
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Sistem Informasi Geografi Sistem dalam suatu lembaga/ organisasi sangatlah penting, karena sistem
sangatlah menunjang terhadap kinerja lembaga atau organisasi, baik yang berskala kecil maupun skala besar, sistem merupakan sekelompok elemen yang saling berhubungan dengan suatu maksud dan tujuan yang telah ditentukan. Adapun model umum suatu sistem adalah terdiri dari masukan (input), proses (process) dan keluaran (output). Informasi merupakan data yang telah diproses sehingga mempunyai arti tertentu bagi penerimanya. Sumber dari informasi adalah data, sedangkan data itu sendiri adalah kenyataan yang menggambarkan suatu kejadian, sedangkan kejadian itu merupakan suatu peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu. Dalam hal ini informasi dan data saling berkaitan. Perkembangan sistem informasi telah menyebabkan terjadinya perubahan yang cukup signifikan dalam pola pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajemen baik yang tingkat operasional. Perkembangan ini juga telah menyebabkan perubahan-perubahan peran dari para manajer dalam pengambilan keputusan, mereka dituntut untuk selalu dapat memperoleh infomrasi yang paling akurat dan terkini.. Pengertian Geographic Information System atau Sistem Informasi Geografi (SIG) sangatlah beragam. Hal ini terlihat dari banyaknya definisi SIG yang beredar di berbagai sumber pustaka. Definisi SIG kemungkinan besar masih berkembang, bertambah dan sedikit bervariasi, karena SIG merupakan suatu bidang kajian ilmu dan teknologi yang digunakan oleh berbagai bidang atau
7
8
disiplin ilmu, dan berkembang dengan cepat. SIG merupakan sebuah sistem atau teknologi berbasis komputer yang dibangun dengan tujuan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengolah dan menganalisa, serta menyajikan data dan informasi dari suatu objek atau fenomena yang berkaitan dengan letak keberadaannya di permukaan bumi (Prhasta, 2009). Menurut Prhasta (2009) data geografis pada dasarnya tersusun oleh dua komponen penting yaitu data spasial dan data atribut. Perbedaan antara dua jenis data tersebut adalah sebagai berikut : 1. Data Spasial Data spasial adalah data yang bereferensi geografis atas representasi objek di bumi. Data spasial pada umumnya berdasarkan peta yang berisikan interpretasi dan proyeksi seluruh fenomena yang berada di bumi. Sesuai dengan perkembangan, peta tidak hanya mempresentasikan objek-objek yang ada di muka bumi, tetapi berkembang menjadi representasi objek di atas muka bumi (di udara) dan di bawah permukaan bumi. Data spasial dapat diperoleh dari berbagai sumber dalam berbagai format. Sumber data spasial antara lain mencakup: data grafis peta analog, foto udara, citra satelit, survei lapangan, pengukuran theodolite, pengukuran dengan menggunakan global positioning system (GPS) dan lain-lain. Data spasial memiliki dua macam penyajian, yaitu : a. Model Vektor Menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik-titik, garis-garis, dan kurva atau poligon beserta atributatributnya. Bentuk dasar model vektor didefninisikan oleh sistem koordinat kartesius dua dimensi (x,y). dengan menggunakan model vektor, objek-objek
9
dan informasi di permukaan bumi dilambangkan sebagai titik, garis, atau poligon. Masing-masing mewakili tipe objek tertentu sebagaimana dijelaskan sebagai berikut: (a) Titik (point), mempresentasikan objek spasial yang tidak memiliki dimensi panjang dan/ atau luas. Fitur spasial dipresentasikan dalam satu pasangan koordinat x,y. contohnya stasiun curah hujan, titik ketinggian, observasi
lapangan,
titik-titik
sampel.
(b)
Garis
(line/segment),
mempresentasikan objek yang memiliki dimensi panjang namun tidak mempunyai dimensi area, misalnya jaringan jalan, pola aliran, garis kontur. (c) Poligon, Mempresentasikan fitur yang memiliki area, contohnya adalah unit administrasi, unit tanah, zona penggunaan lahan. b. Model data raster Menampikan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau piksel-piksel yang membentuk grid (bidang referensi horizontal dan vertikal yang terbagi menjadi kotak-kotak). Piksel adalah unit dasar yang digunakan untuk menyimpan informasi secara eksplisit. Setiap piksel memiliki atribut sendiri, termasuk koordinatnya yang unik. Akurasi model ini sangat tergantung pada resolusi atau ukuran piksel suatu gambar. Model raster memberikan informasi spasial apa saja yang terjadi di mana saja dalam bentuk gambaran yang digeneralisasi. Dengan model raster, data geografi ditandai oleh nilai-nlai elemen matriks dari suatu objek yang berbentuk titik, garis, maupun bidang. 2. Data Atribut Data Atribut adalah data yang mendeskripsikan karakteristik atau fenomena yang dikandung pada suatu objek data dalam peta dan tidak mempunyai hubungan dengan posisi geografi. Data atribut dapat berupa
10
numerik, foto, narasi, dan lain sebagainya, yang diperoleh dari data statistik, pengukuran lapangan, sensus, dan lain-lain. Atribut dapat dideskripsikan secara kualitatif dan kuantitatif. Pada pendeskripsian secara kualitatif, kita mendeskripsikan tipe, klasfikasi, label suatu objek agar dapat dikenal dan dibedakan dengan objek lain, misalnya sekolah, rumah sakit, hotel dan sebagainya. Bila dilakukan secara kuantitatif, data objek dapat diukur atau dinilai berdasarkan skala ordinat atau tingkatan, interbal atau selang, dan rasio atau perbandingan dari suatu titik tertentu, contohnya, populasi atau jumla siswa di suatu sekolah 500-600 siswa, berprestasi, jurusan, dan sebagainya. SIG merupakan suatu sistem yang cukup kompleks dan terdiri dari beberapa komponen. Komponen-komponen yang membangun SIG adalah: 1. Perangkat Lunak (software)
OS : DOS, Windows, Linux Software SIG : ArcInfo, ArcView, ArcGis, ENVI, ERDAS, Mapinfo, ILWIS, dan sebagainya. 2. Perangkat Keras (hardware)
Komputer (PC : desktop, notebook, desknote), stand alone/lan (procesr, memori/ram, video card, harddisk, display)
Peripheral : digitizer, scanner, printer, plotter, CD writer.
3. Data
Data : satu set informasi (numerik, alphabet, gambar) tentang sesuatu (barang, kejadian, kegiatan)
Metadata : informasi identitas data
11
4. Pengguna : operator ataupun pemakai yang sangat berpengaruh pada hasil akhir SIG 5. Aplikasi
Penentuan tata guna lahan
Mengetahui kawasan yang bernilai konservasi tinggi
Hidrologi hutan
Mengetahui tingkat bahaya erosi, dan sebagainya
2.2.
Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan suatu ilmu dan seni untuk memperoleh data
dan informasi dari suatu objek dipermukaan bumi dengan menggunakan alat yang tidak berhubungan langsung dengan objek yang dikajinya (Lillesand dan kiefer, 1979). Jadi penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk menganalisis permukaan bumi dari jarak yang jauh dimana perekaman dilakukan di udara atau di angkasa dengan menggunakan alat (sensor) dan wahana. Alat yang dimaksud adalah alat perekam yang tidak berhubungan langsung dengan objek yang dikajinya yaitu alat tersebut pada waktu perekaman tidak ada di permukaan bumi, tetapi di udara atau di angkasa. Karena itu dalam perekaman tersebut menggunakan wahana (platform) seperti satelit, pesawat udara, balon udara dan sebagainya. Sedangkan data yang merupakan hasil perekaman alat (sensor) masih merupakan data mentah yang perlu dianalisis. Untuk menjadi suatu informasi tentang permukaan bumi yang berguna bagi berbagai kepentingan bidang ilmu yang berkaitan perlu dianalisis dengan cara interpretasi.
12
2.3.
Citra Worldview-2 Satelit Worldview-2 diluncurkan pada 8 Oktober 2009 dari pangkalan
angkatan
udara
Vandenberg,
California,
USA.
Dengan
peningkatan
kelincahannya, Worldview-2 dapat bertindak bagai sebuah kuas, menyapu bolakbalik untuk mengambil area yang luas dengan sekali sapuan citra multispektral. Worldview-2 juga menyediakan detail citra dan akurasi geospasial yang belum pernah ada sebelumnya, lebih memperluas aplikasi citra satelit di pasar komersial dan pemerintahan. Dengan penambahan keragaman spektralnya menyediakan kemampuan untuk melakukan deteksi perubahan dan pemetaan yang tepat. Selain kemampuan
berbagai
perbaikaan
mengakomodasi
teknis,
permintaan
Worldview-2 perekaman
juga
memiliki
langsung,
yang
memungkinkan pelanggan diseluruh dunia memilih serta memuat profil pencitraan langsung pada wahana dan melaksanakan pengiriman data ke stasiun bumi sendiri Tabel 2.1. Karakteristik Citra Worldview-2 Mode Pencitraan Resolusi
Spasial
Pankromatik
Pada 0.46 m GSD pada nadir
Multispektral 1.84 m GSD pada nadir
Nadir Resolusi
Spasial
20 0.52 m GSD
2.4 m GSD
derajat dari Nadir Jangkauan Spektral
450-800 nm
Coastal (400-450 nm) Biru (450-510 nm) Hijau (510-585 nm) Kuning (585-625 nm)
13
Merah (625-705 nm) Red Edge (705-745 nm) IR Dekat 1 ( 745-860 nm) IR Dekat 2 (860-1040 nm) Lebar Sapuan
16,4 km pada nadir
Jangkauan Dinamik
11 bit per piksel
Masa Aktif Satelit
Perkiraan hingga lebih dari 10 tahun
Waktu Pengulangan
11 hari pada 1 meter GSD atau kurang 3.7 hari pada 20 derajat off nadir atau kurang (0.52 m GSD)
Ketinggian Orbit Waktu
770 km lintasan 10:30 A.M (descending mode)
Equatorial Orbit
95.6 derajat sinkron matahari
Waktu orbit
95.6 menit
Kecepatan pada orbit
7.5 km per detik
Level proses
Basic, Standar, Orthorectified
Harga 4band
5.16per km2 untuk arsip (lebih 90 hari) 5.25 per km2 untuk fres arsip (kurang dari 90 hari)
Harga 8 band
5.20 per km2 untuk arsip (lebih 90 hari) 5.31.5 per km2 untuk fresh arsip (kurang dari 90 hari)
Luas pemesanan
Minimum 25 km2 untuk data arsip Minimum 100 km2 untuk data pesan (tasking) (dengan jarak antarvertex minimum 5 km)
14
Akurasi metric
Mulai dan berhenti pada citra akurasi < 500 meter Mendukung akurasi geolokasi Mentarget ulang objek
Akurasi Geolokasi
Spesifikasi 12,2 m CE90, dengan kinerja diprediksi
(CE90)
pada kisaran 4,6 – 10,7 meter (15-35 kaki) CE90, belum termasuk efek dari kelerengan dan off-nadir. <2 meter akurasi dengan memasukkan GCP pada citra
Sumber : https://sellquickbird.wordpress.com/worldview/
2.4.
Interpretasi Citra Data yang diperoleh melalui perekaman tenaga elektromagnetik yang
dipantulkan atau dipancarkan objek berdasarkan sistem penginderaan jauh, maka hasilnya disebut dengan data penginderaan jauh. Data penginderaan jauh tersebut berupa data visual (citra) dan data citra(numerik). Data tersebut belum memberikan arti dan manfaat, meskipun data yang diperoleh akurat, datanya mutakhir, karena itu agar data tersebut mempunyai arti yang penting dan bermanfaat bagi bidang lain maupun pengguna data perlu adanya teknik analisis data penginderaan jauh. Analisis citra dalam penginderaan jauh merupakan langkah-langkah untuk interpretasi citra merupakan suatu perbuatan untuk mengkaji gambaran objek yang direkam. Sutanto (1992) mengatakan bahwa interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek dan menilai arti pentingnya objek tersebut. yang paling dasar dari prinsip-prinsip ini adalah unsur-unsur interpretasi citra diantaranya:
15
1.
Rona, merupakan tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra. Rona pada foto pankromatik merupakan atribut bagi obyek yang berinteraksi dengan seluruh spektrum tampak yang sering disebut sinar putih, yaitu spektrum dengan panjang gelombang (0,4-0,7) ɥm. berkaitan dengan penginderaan jauh, spektrum demikian disebut spektrum lebar, jadi rona merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya.
2.
Warna, merupakan wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak. Rona dan warna disebut unsur dasar. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya rona dan warna dalam pengenalan obyek.
3.
Bentuk, merupakan atribut yang jelas sehingga obyek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja.
4.
Ukuran, merupakan obyek berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume, karena ukuran obyek pada citra merupakan fungsi skala, maka di dalam memanfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra harus selalu diingat skalanya.
5.
Tekstur, merupakan frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand dan Kiefer, 1990) atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur sering dinyatakan dengan kasar, halus, dan belang-belang.
6.
Pola atau susunan keruangan, merupakan ciri yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah.
7.
Bayangan, bersifat menyembunyikan detail atau obyek yang berada di daerah gelap. Obyek atau gejala yang terletak di daerah bayangan pada umumnya tidak tampak sama sekali atau kadang-kadang tampak samar-samar. Meskipun
16
demikian, bayangan sering merupakan kunci pengenalan yang penting bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya. 8.
Situs juga disebut situs geografi, yang diartikan sebagai tempat kedudukan atau letak suatu daerah terhadap sekitarnya. Situs ini berupa unit terkecil dalam suatu wilayah morfologi
9.
Asosiasi, merupak keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek yang lainnya. Adanya keterkaitan ini maka terlihat suatu obyek pada citra sering merupakan petunjuk bagi adanya obyek lain.
2.5.
ArcView 3.3 ArcView merupakan salah satu perangkat lunak GIS yang populer dan paling
banyak digunakan untuk mengelola data spasial. Arcview dibuat oleh ESRI (Environmental System Research Institute). Dengan Arcview dengan mudah dapat mengelolah data, menganalisa dan membuat peta serta laporan yang berkaitan dengan data spasial bereferensi geografis. ArcView terdiri dari 6 modul utama yang disebut dokumen, yaitu : Project, View, Table, Chart, Layout, dan Script. Masing-masing dokumen tersebut mempunyai GUI
(Graphical User Interface) yang spesifik. GUI
adalah tempat pengguna berinteraksi dengan dokumen, misalnya melihat, memilih, memperbesar, mengisi table dsb. Untuk melakukan tujuan tersebut tiap GUI dari tiap dokumen mempunyai menu, botton, dan tools tersendiri. Modul utama dijelaskan
secara rinci sebagai berikut : 1.
Project, Merupakan kumpulan dari dokumen yang berasosiasi selama satu sesi Arcview, setiap project memiliki lima komponen pokok yaitu views, tables, charts, layouts dan scripts. Views digunakan untuk mengelola data grafis, sedangkan tables untuk manajemen data atribut, charts untuk mengelola grafik (bukan data grafis). Layouts untuk membuat komposisi peta
17
yang akan dicetak dan scripts dipakai untuk membuat modul yang berisikan kumpulan perintah Arcview yang ditulis menggunakan bahasan pemograman Avenue. 2.
Theme, Arcview mengendalikan sekelompok feature serta atribut di dalam sebuah theme dan mengelolanya di dalam sebuah views. Sedangakan theme menyajikan sekumpulan objek nyata sebagai feature peta yang berhubungan dengan atribut. Feature dapat berupa titik (points), garis (lines) maupun poligon, contoh feature yang berupa titik adalah sekolah, pos polisi, rumah sakit, untuk feature garis antara lain adalah jalan raya, jalan tol, sungai. Sedangkan sawah, danau, lahan parkir, wilayah administrasi pemerintahan merupakan sebuah fiture Poligon.
3.
View, merupakan sebuah peta interaktif yang dapat digunakan untuk menampilkan, memeriksa, memilih dan menganalisa data grafis. View tidak menyimpan data grafis yang sebenarnya, tetapi hanya membuat referensi tentang data grafis mana saja yang terlibat. Ini mengakibatkan view bersifat dinamis. View merupakan kumpulan dari theme
4.
Tabel, digunakan untuk menampilkan informasi tentang feature yang ada di dalam suatu view. Sebagai contoh menjelaskan tentang provinsi Bali disiapkan tabel yang berisi data-data item nama kabupaten, jumlah penduduk laki-laki, perempuan, total dan sebagainya.
5.
Chart, merupakan sebuah grafik yang menyajikan data tabular. Di dalam Arcview chart terintegrasi penuh dengan tabel dan view sehingga dapat dilakukan pemilihan record-record mana yang akan ditampilkan ke dalam
18
sebuah chart. Terdapat enam jenis chary yaitu area, bar, column, pie dan scatter. 6.
Layout, digunakan untuk mengintegrasikan dokumen (View, Table, Chart) dengan elemen-elemen grafik yang lain di dalam suatu window tunggal guna membuat peta yang akan dicetak. Dengan layout dapat dilakukan proses penataan peta serta merancang letak-letak property peta seperti : judul, legends, orientasi, label dan sebagainya (Budiyanto, 2002)
2.6. Subak 2.6.1. Defenisi Subak Subak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik sosio-agraris-religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di lahan sawah. pengertian subak seperti itu pada dasarnya dinyatakan dalam peraturan daerah pemerintah-daerah Provinsi Bali No.02/PD/DPRD/1972, Arif (1999) memperluas pengertian karakteristik sosio-agraris-religius dalam sistem irigasi subak, dengan menyatakan lebih tepat subak itu disebut berkarakteristik sosio-teknis-religius, karena pengertian teknis cakupannya menjadi lebih luas, termasuk diantaranya teknis pertanian dan teknis irigasi. Sutawan dkk (1986) melakukan kajian lebih lanjut tentang gatra religius dalam sistem irigasi subak. Kajian gatra religius tersebut ditunjukkan dengan adanya satu atau lebih Pura Bedugul (untuk memuja Dewi Sri sebagai manifestasi Tuhan selaku Dewi Kesuburan), disamping adanya sanggah pecatu (bangunan suci) yang ditempatkan sekitar bangunan sadap (intake) pada setiap blok/ komplek persawahan milik petani anggota subak. Gatra religius pada sistem irigasi subak
19
merupakan cerminan konsep THK yang pada hakekatnya terdiri dari parhyangan, palemahan, dan pawongan. Gatra parhyangan oleh Sutawan dkk (1986) ditunjukkan dengan adanya pura pada wilayah subak dan pada setiap komplek/ blok pemilikan sawa petani, gatra palemahan ditunjukkan dengan adanya kepemilikan wilayah untuk setiap subak, dan gatra pawongan ditunjukkan dengan adanya organisasi petani yang disesuaikan dengan kebutuhan setempat, adanya anggota subak, pengurus subak, dan pimpinan subak yang umumnya dipilih dari anggota yang memiliki kemampuan spiritual. Ketiga gatra dalam THK memiliki hubungan timbal balik. Pusposutardjo (1997) dan Arif (1999) yang meninjau subak sebagai sistem teknologi dari suatu sosio kultural masyarakat, menyimpulkan bahwa sistem irigasi (termasuk subak) merupakan suatu proses transformasi sistem kultural masyarakat yang pada dasarnya memiliki tiga subsistem yakni : (i) subsistem budaya (pola pikir, norma , dan nilai), (ii) Subsistem sosial (termasuk ekonomi), dan (iii) subsistem kebendaan (termasuk teknologi). Semua subsistem itu memiliki hubungan timbal balik, dan juga memiliki hubungan keseimbangan dengan lingkungannya. Dengan menyatunya antar ketiga subsistem dalam sistem irigasi subak, maka secara teoritis konflik antar anggota dalam organisasi subak maupun konflik antar subak yang terkait dalam satu sistem irigasi yang tergabung dalam satu wadah kordinasi akan dapat dihindari. Keterkaitan antar semua subsistem akan memungkinkan munculnya harmoni dan kebersamaan dalam pengelolaan air irigasi dalam sistem irigasi subak yang bersangkutan. Hal itu bisa terjadi karena kemungkinan adanya kebijakan untuk menerima simpangan tertentu sebagai toleransi oleh anggota subak (misalnya, adanya sistem perlampias, dan sistem saling pinjam air irigasi).
20
2.6.2. Alih Fungsi Lahan Sawah Subak di Denpasar Wicaksono (2007) mendefenisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsi semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Faktor yang mempengaruhi alih fungsi lahan tersebut ada tiga yaitu: 1.
Faktor Eksternal, merupakan faktor yang disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan, demografi maupun ekonomi.
2.
Faktor Internal, faktor ini lebih melihat sisi yang disebabkan oleh kondisi sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.
3.
Faktor Kebijakan, merupakan aspek regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian. Kelemahan pada aspek regulasi atau peraturan itu sendiri terutama terkait dengan masalah kekuatan hukum, sanksi pelanggaran, dan akurasi objek lahan yang dilarang dikonversi. Alih fungsi lahan sawah ke penggunaan nonpertanian dapat berdampak
terhadap turunnya produksi pertanian, serta akan berdampak pada dimensi yang lebih luas dimana berkaitan dengan aspek-aspek perubahan orientasi ekonomi, sosial, budaya, dan politik masyarakat. Berikut merupakan gambar dan tabel perubahan alih fungsi lahan dari tahun 1942-tahun 2013 dalam penelitian Lanya (2012).
21
Tabel 2.2. Luas Lahan Subak Tahun 1943- Tahun 2012 di Kota Denpasar No ID Subak 1
Nama Subak
Desa
1943
1976
1)
2)
1 2
2 51071010 51071010001 51071010002
3 4 Denpasar Selatan Renon Renon Sesetan Sesetan
5 219195 264.75 264.74
6 218458 184.35
3 4 5 6 7 7
51071010003 51071010004 51071010005 51071010006 51071010007 51071010008
Panjer Sidakarya Intaran Barat Intaran Timur Sanur Cuculan
Panjer Sidakarya Sanur Kauh Sanur Kauh Sanur Kaja Pemogan
234.67 161.15 195.68 161.15 234.67 333.81
235.88 223.13 167.75 104.48 159.19
9 10
51071010009 510710100010
Kepaon Kerdung
Pemogan Pedungan
341.33 320.00
249.35 290.00 326.47
1
51071020 51071020001
Denpasar Timur Anggabaya Penatih
1811.19 46.04
2 3 4 5 6 7 8
51071020002 51071020003 51071020004 51071020005 51071020006 51071020007 5107102000 8
Penatih Penatih Penatih Dangri Penatih Dangri Penatih Penatih Kertalangu
9 10
5107102000 9 510710300010
Umelayu Paang Poh Manis Taman Saba Temaga Padang Galak Biaung Yangbatu
11 12 13
510710200011 510710200012 510710200013
Kedaton Delod Sema Buaji
51071030
Denpasar Barat
51071030001 51071030002
Serogsogan Pagutan
1 2
1996
2000
Luas Subak 2002 2004 3)
8 1026 112 25
9 1038 129 24
235.88 228.23 160.21 97.35 124.13 238.58
105 97 120 22 69 111
102 97 122 22 64 118
264.90 307.79
120 245
120 240
1518.62 32.54
1344.15 3058
755 30
751
42.67 115.10 42.67 42.67 57.55 230.21 341.00
28.73 52.13 34.93 40.23 44.51 188.31 289.75
2792 5163 3339 4023 4010 184.45 281.70
27 50 32 39 37 164 112
30 27 50 32 39 37 164 112
Kertalangu Dauh Puri
103.59 172.66
16.65
10.66 142.40
11 9
11 9
Sumerta Kesiman Kesiman
168.12 172.66 276.25
267.66 135.45 245.33
267.33 139.86 236.30
24 56 164
Padangsambian Padangsambian
7 208493 184.55 243.98 243.31
142.40
24 56 160
3)
10
2005
2006
2007
2012
3)
3)
3)
3)
955 100 16
11 955 100 16
12
13 935 100 15
14 805 92 14
80 97 120 15 59
80 97 120 15 59
67 97 120 12 59
67 97 120 12 59 105
28 92 119 12 57 57
108 120 240
108 120 240
105 120 240
120 240
119 215
749 29
731 29
726 29
726 29
694 29
27 50 32 39 36 164 112
27 50 28 38 36 164 112
27 50 28 38 36 164 112
27 50 28 38 36 164 112
27 50 28 38 32 159 112
11 9
11 3
11 3
11 3
11 3
24 56 160
17 56 160
17 56 155
17 56 155
14 51 140
935 100 15
1230.96
1210.49
895.89
399
384
309
299
284
278
333.81 195.68
246.8 198.87
246.19 181.23
5 40
5 40
2 35
2 33
2 33
2 33
256 2 33
22
Tabel 2.2 lanjutan 3 4 5 6 7 9 8 10
51071030003 51071030004 51071030005 51071030006 51071030007 51071030008 51071030009 107103000010
Tegallantang Tegalbuah Lange Banyukuning Semila II Margaya Semila II Sanglah
Padangsambian Padangsambian Tegal Harum Tegal Harum Pemecutan Kelod Pemecutan Kelod Pemecutan Kelod Dauihpuri
11
107103000011
Tegal Injung
Pemecutan
12
107103000012
Buluh
Pemecutan
13
510710300013
Tunggulaji
Pemecutan kaja
108.09
1 2
51071020001 51071020002
3 4 5 6 7 8 9 10
51071030003 51071030004 51071030005 51071030006 51071030007 51071030008 51071030009 51071030010
5107103100
Total Denpasar Keterangan: 1) 2) 3)
Denpasar Utara Peraupan Barat Peraupan Timur Kedua Lungatad Petangan Pakel I Pakel II Sembung Dalem Ubung
115.11 184.17 64.70 76.34 161.15 176.22 46.04 195.68
115.21 60.195 68.63 76.22 124.93 182.95 93.23 176.48
97.71 60 45 59.03 39 39 44.70 55 55 74.34 58 58 192.69 34 34 176.22 108 108 Palemahan dan pawongan habis Palemahan dan pawongan habis
67.55
67.07
Palemahan dan pawongan habis
115.10
80.445
Palemahan dan pawongan habis
102.03
Palemahan dan pawongan habis
1976.53
1672.13
1454.37
870
40 36 35 31 30 100
844
37 36 33 28 30 100
788
37 36 29 25 25 97
772
772
30 36 30 25 25 97
772
30 36 25 15 25 90
722
Dangri Kaja Sumerta
161.15 195.68
264.47 105.00
156.91 90.63
5 23
5 23
5 23
5 15
5 15
5 15
5 15
Paguyangan Kangin Paguyangan Kangin Ubung Kaja Peguyangan Ubung Kaja Paguyangan Kaja Paguyangan Kaja Ubung
115.10 195.68 180.88 195.68 299.28 276.25 195.68 161.15
113.79 154.65 185.71 130.57 122.78 207.43 271.21 116.52
109.35 146.52 180.88 192.69 00.00 209.50 254.34 113.55
105 124 80 111 83 116 205 18
96 124 63 111 83 116 205 18
95 120 61 104 63 116 189 12
93 120 61 104 63 116 187 8
93 120 61 104 63 116 187 8
93 120 61 104 63 116 187 8
93 120 60 103 63 115 143 5
224213. 7
222859.2
2801
2757
2717
2717
2477
data hasil pengukuran peta Topografi Tahun 1943 data dari Dinas Kebudayaan Provinasi Bali. Lokakarya Subak 1976 data BPS Kota Denpasar 2002-2013
212187.4
3050
3017
23
Gambar 2.1. Grafik Luas Subak di Masing-masing Kecamatan Kota Denpasar Pada Tahun 1943-2012
Selanjutnya disampaikan oleh Lanya (2012) berdasarkan Gambar 2.1, dapat dijelaskan bahwa pola penurunan luas sawah (alih fungsi lahan) di Kota Denpasar tergolong sangat tinggi berada pada tahun 1997- tahun 2000.
Pada
tahun tersebut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Denpasar 1999-2004 dan sebelum RTRW Denpasar 2011-2031. Denpasar tidak mempunyai RTRW dari tahun 2005 – 2011 awal.
Pola penurunan lahan sawah di masing-masing
kecamatan mendatar setelah tahun 2000. Ini menunjukkan bahwa sebelum reformasi sampai dengan tahun 2000
terjadi alih fungsi lahan yang tinggi.
Adanya RTRW Kota Denpasar tahun 1999 – 2004 dapat mengendalikan alih fungsi lahan yang ditunjukkan oleh pola grafik mendatar sampai dengan 2007. Bom Bali sangat berpengaruh terhadap alih fungsi lahan; Pola penurunan terjadi lagi setelah tahun 2007. ini menunjukkan bahwa pariwisata
pulih kembali
setelah tahun 2007. Penurunan luas sawah tertinggi dialami oleh wilayah Kecamatan Denpasar Selatan dan Denpasar Barat sebelum adanya Denpasar Utara. Kedua wilayah ini
24
merupakan daerah yang berbatasan dengan pusat pariwisata Kuta (Denpasar Barat) dan Sanur (Denpasar Selatan).
Adanya RTRW Kota Denpasar 2011 –
2031 diharapkan dapat mengendalikan alih fungsi lahan. (Lanya,2012). 2.7. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Denpasar Pembangunan Kota Denpasar dilaksanakan secara nyata dan berencana. Untuk mendukung hal tersebut terutama dalam menciptakan dan kelancaran pelaksanaannya,
maka
pemerintah
Kota
Denpasar
mengusahakan
agar
pembangunan yang dilaksanakan dapat mewujudkan Kota Denpasar yang berwawasan budaya. Salah satu upaya yang harus ditempuh adalah melakukan kegiatan penataan ruang yang mencakup perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang, serta pelayanan perijinan tata ruang dan bangunan. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah kebijaksanaan pemerintah Kota Denpasar
yang diatur dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011-2031, menetapkan lokasi dari kawasan yang harus dilindungi, lokasi pengembangan kawasan budidaya termasuk kawasan produksi dan kawasan permukiman, pola jaringan prasarana dan utilitas Kota. Rencana Tata Ruang Wilayah bertujuan untuk : a. Mewujudkan pola pemanfaatan ruang yang lebih terarah dan lebih optimal dengan tidak mengorbankan aspek kelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungan hidup b. Menciptakan kemudahan bagi masing-masing instansi sektoral maupun dinas di lingkungan pemerintah Kota Denpasar yang terkait dalam pengembangan potensi Kota Denpasar, pengembangan kegiatan sosial ekonomi serta pengaturan sistem
25
pergerakan dan koordinasi
pengembangannya baik
penentuan program,
pendanaan maupun dalam penyiapan peraturannya c. Menetapkan lokasi investasi yang dilaksanakan pemerintah Kota Denpasar dan masyarakat d. Mencegah terjadinya benturan kepentingan antar sektor dalam usaha-usaha yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang e. Menyusun rencana rinci tata ruang di Kota Denpasar serta pelaksanaan pembangunan dalam pemanfaatan ruang bagi kegiatan pembangunan dan merupakan dasar dalam mengeluarkan perijinan pembangunan. Wilayah perencanaan mencakup keseluruhan wilayah di Kota Denpasar yang meliputi : Kecamatan Denpasar Barat, Kecamatan Denpasar Timur, dan Kecamatan Denpasar Selatan, dengan luas wilayah 12.778 ha.
2.8. Ruang Terbuka Hijau Kota (RTHK) Kota Denpasar Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian kawasan dari penataan ruang kota dengan tujuan menjaga ketersediaan lahan sebagai kawasan resapan air yang dapat menciptakan aspek planologis perkotaan melalui keseimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan binaan yang berguna untuk kepentingan masyarakat. Meningkatkan keserasian lingkungan perkotaan sebagai sarana pengaman lingkungan perkotaan yang aman, nyaman, segar, indah dan bersih. Ruang terbuka hijau kota (RTHK) adalah area memanjang atau jalur dana tau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Fungsi kawasan ruang terbuka hijau kota yaitu membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah), serta manfaat tidak langsung yaitu pemeliharaan akan kelangsungan persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala
26
isi flora dan fauna yang ada (Permen PU No.05/PRT/M/2008). RTHK Kota Denpasar diatur dalam Perda Kota Denpasar Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011-2031 Pasal 42. Penataan ruang kawasan perkotaan diselenggarakan untuk: 1.
Mencapai tata ruang kawasan perkotaan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang dalam pengembangan kehidupan manusia.
2.
Meningkatkan fungsi kawasan perkotaan secara serasi, selaras, dan seimbang antara perkembangan lingkungan dengan tata kehidupan masyarakat
3.
Mengatur pemanfaatan ruang guna meningkatkan kemakmuran rakyat dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan alam, lingkungan buatan, dan lingkungan sosial (UU Nomor 26 Tahun 2007).
2.9. Kesesuaian Lahan Menurut Djaenudin, dkk. (2003), kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu, sebagai contoh lahan sesuai untuk sawah irigasi, tambak, pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim. Macam klasifikasi kesesuaian lahan yaitu: 1.
Kesesuaian lahan kualitatif: kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu dinyatakan dalam istilah kualitatif tanpa perhitungan biaya dan pendapatan, terutama untuk studi tingkat tinjau
2.
Kesesuaian lahan kuantitatif : kesesuaian untuk penggunaan tertentu yang dinyatakan dalam istilah kuantitatif perhitungan ekonomi ratio biaya keuntungan dimungkinkan, utuk studi detil.
3.
Kesesuaian lahan aktual : klasifikasi didasarkan pada kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu pada kondisi saat ini sebelum dilakukan usaha perbaikan.
27
4.
Kesesuaian potensial : klasifikasi didasarkan pada kesesuaian lahan untuk penggunaan
tertentu
setelah
dilakukan
perbaikan
terhadap
faktor
pembatasnya. Menururt FAO (1976) struktur klasifikasi kesesuaian lahan dibagi menjadi empat kategori yaitu: Order Kesesuaian, Kelas Kesesuaian, Subkelas Kesesuaian, dan Unit Kesesuaian. Order Kesesuaian lahan dapat dibagi menjadi dua yaitu : Order sesuai (S) dan order tidak sesuai (N) bagi penggunaan yang dipertimbangkan. Order sesuai (S) dapat dibagi menjadi kelas-kelas. Jumlah kelas pada order sesuai tidak ditentukan, tetapi diusahakan sedikit mungkin untuk memudahkan interpretasi. Dalam hal ini terdapat tiga kelas dalam order sesuai yang didefenisikan secra kuantitatif adalah sebagai berikut (1). S1 (sangat sesuai) yaitu lahan yang tidak mempunyai pembatas yang tidak berarti yang secara nyata berpengaruh terhadap produksinya dan tidak menaikkan masukan melebih yang biasa diberikan. (2). S2 (cukup sesuai) yaitu lahan yang mempunyai pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas tersebut mengurangi produktivitas dan keuntungan, dan meningkatkan masukan yang diperlukan. Dan (3). S3 (sesuai marginal) yaitu lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan masukan yang diperlukan. Order N (tidak sesuai ) biasanya ada dua kelas yaitu : (1) kelas N1 (tidak sesuai saat ini) yaitu lahan yang mempunyai pembatas berat, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya yang rasional. (2) kelas N2 (tidak sesuai untuk selamanya) yaitu lahan yang mempunyai pembatas sangat berat, sehinga tidak mungkin untuk digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari.
28
Subkelas kesesuaian lahan mencerminkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam suatu kelas. Tiap kelas dapat dibagi menjadi satu atau lebih subkelas tergantung dari jenis pembatas yang ada. Untuk kelas S1 tidak ada faktor pembatas. Sebagai contoh kelas S2 yang mempunyai faktor pembatas kedalaman efektif (r) akan menurunkan sub kelas menjadi S2r.