II. TINJAUAN PUSTAKA
Pesut mahakam juga dikenal dengan istilah irrawady dolphin. Pesut mahakam tidak sama dengan mamalia air lain yakni lumba-lumba dan ikan paus yang hidup di laut, pesut mahakam hidup di sungai-sungai daerah tropis. Populasi satwa langka yang dilindungi Undang-Undang ini hanya terdapat di Indonesia, Myanmar, Kamboja dan Laos.
2.1 Taksonomi Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Pesut mahakam atau lumba-lumba air tawar diklasifikasikan sebagai berikut (Maryanto dan Soebekti 2001): Kelas Ordo Sub ordo Super famili Famili Sub famili Genus Spesies
: Mamalia : Cetaceae : Odontoceti : Delphinoidae : Delphinidae : Orcaellinae : Orcaella : Orcaella brevirostris (Gray, 1886)
2.2 Morfologi Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Seluruh tubuh abu-abu sampai wulung tua, lebih pucat di bagian bawah dan tidak ada pola khusus. Sirip punggung kecil dan membundar di belakang pertengahan punggung. Dahi tinggi dan membundar dan tidak ada paruh. Sirip dada lebar dan membundar (Payne et al. 2000). Moncong pesut sangat pendek, jika muncul ke permukaan kepala pesut mahakam terlihat membulat sangat jelas (Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam 1978). Pesut dewasa memiliki berat rata-rata antara 90-200 kg dengan panjang antara 2-2,7 m (Fawzi et al. 2008).
2.3 Habitat dan Penyebaran Habitat merupakan kawasan yang mendukung dan menjamin segala kebutuhan hidupnya seperti makan, air, garam mineral, udara bersih, tempat berlindung, berkembangbiak maupun tempat untuk mengasuh anaknya (Alikodra 2002). Habitat pesut mahakam memiliki karakteristik kualitas perairan yang khas, serta memberikan peranan yang berbeda terhadap keberadaan pesut mahakam. Berdasarkan hasil penelitian Priyono (1993) pesut mahakam tidak ditemukan di perairan Sungai Mahakam dan sekitarnya pada perairan yang mempunyai kedalaman dibawah 2,5 meter dan tertutup oleh vegetasi air (rumput dan gulma). Kondisi pH air di perairan Sungai Mahakam dan sekitarnya menjadi pembatas pergerakan dan penyebaran pesut mahakam. Menurut Priyono (1993), pesut mahakam tidak ditemukan pada pH air dibawah 4,5. Menurut Maradjo dan Fauzi (1985) dalam Sumardi (1998) pesut mahakam hidup pada suhu 220C dan pH 6,9. Pesut memilih lokasi-lokasi tertentu yang mempunyai potensi produktivitas ikan yang tinggi. Pesut mahakam lebih menyukai perairan di dekat pesisir dan muara, termasuk perairan yang sangat berlumpur dan perairan keruh, tetapi juga terdapat agak ke pedalaman di sungai-sungai besar, tenang dan tidak mencolok (Payne et al. 2000). Untuk jenis lumba-lumba yang hidup di sungai atau di air tawar hanya terdapat di tiga sungai besar, yakni Sungai Irawaddy (Myanmar), Sungai Mekong (Kamboja dan Laos) dan di Indonesia. Masyarakat awam hanya mengenal pesut mahakam yang hidup di Sungai Mahakam beserta anak-anak sungai dan danaudanaunya yakni Danau Semayang, Danau Melintang, dan Danau Jempang. Padahal beberapa catatan menyebutkan bahwa pesut mahakam pernah terlihat di Sungai Kapuas (Kalimantan Barat), Sungai Barito (Kalimantan Selatan), serta Sungai Kahayan (Kalimantan Tengah), Sungai Kumai (di sekitar Tanjung Puting) Kalimantan Tengah juga dilaporkan sebagai habitat satwa ini (Fawzi 2008). Wilayah pesisir Kalimantan Timur, khususnya Delta Mahakam disebut sebagai daerah sebaraan pesut mahakam (Yayasan Konservasi RASI 2005). Demikian pula perairan Sungai Riko, Sungai Sepaku, dan Pulau Balang di kawasan Teluk Balikpapan juga dianggap sebagai salah satu habitat pesut mahakam di Kalimantan Timur.
2.4 Perilaku Pesut mahakam termasuk mamalia yang hidup di peraiaran, hidup berkelompok antara 3-7 ekor, setiap satu atau dua menit muncul ke permukaan untuk bernapas. Aktivitas harian pesut mahakam yang menonjol adalah bermain dan makan, pesut mahakam memerlukan banyak ikan untuk kebutuhan hidupnya. Perilaku makan pesut mahakam adalah dengan menyemprotkan air dari dalam mulutnya, hal ini berguna untuk melemaskan ikan sebagai mangsanya. Sebagai alat petahanan utama tubuhnya adalah ekornya yang sangat kuat dan mampu memperdaya musuhnya. Musuhnya dikelabui terlebih dahulu dengan semprotan air, lalu ekornya diayun ke tubuh musuh dengan cepat dan keras (Sumardi 1998). Jenis pesut yang hidup di air tawar, tergolong tidak terlalu aktif dibanding dengan kebanyakan jenis lumba-lumba lainnya. Akan tetapi, pada keadaan tertentu terkadang melakukan lompatan-lompatan. Pesut umumnya bernafas tiga kali dalam interval berdekatan, kemudian menyelam selama satu sampai dua menit. Waktu menyelam akan lebih lama bila menyendiri atau mengalami ketakutan, namun maksimal 12 menit. Laju berenang maksimal 15 km/jam (normalnya 3-4 km/jam), berkelompok dalam jumlah kecil maksimal tujuh ekor dengan anak, namun pernah ditemukan 8-10 ekor dalam satu kelompok. Sebagian besar waktu bagi pesut, digunakan untuk makan dan mencari makan (Fawzi et al. 2008).
2.5 Reproduksi Perkembangbiakan pesut mahakam sangat lamban, hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan populasi pesut mahakam menurun. Pesut mahakam mencapai usia dewasa pada umur 12-14 tahun. Usia pesut mahakam paling lama 30 tahun. Seekor anak pesut mahakam akan dilahirkan oleh induknya sesudah dikandung 9 bulan. Pada waktu bayi lahir, anak pesut mahakam keluar dari rahim induknya dengan ekor terlerbih dahulu. Cara ini diperlukan oleh bayi sekerabat pesut mahakam dan membutuhkan waktu yang mencapai 2 jam lebih untuk keluar, bayi pesut mahakam yang dilahirkan akan mendapat kesukaran dalam pernapasan. Beberapa saat setelah dilahirkan, bayi pesut mahakam akan segera
mengambil nafas di permukaan air, kemudian mencari puting susu induknya yang terletak di depan lubang dubur (Lembaga Biologi Nasional-LIPI 1982). Aktivitas kawin pesut mahakam dimulai dengan perilaku pendekatan individu jantan kepada individu betina. Pesut mahakam jantan mula-mula bersiul dan pesut mahakam betina yang memberikan respon akan mendekatinya. Selanjutnya pesut mahakam jantan akan membawa berenang bersama, menggesekkan tubuh, menyembulkan kepala, saling berciuman dan mencium atau menggesek “genital slit” betina dengan ekornya. Bila perilaku seksual ini berhasil, akan diteruskan dengan proses kopulasi (Putri 1991).
2.6 Makanan Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) Pesut mahakam tergolong pemakan segala, mengambil makanan dari dalam sungai maupun dasar sungai. Walaupun pesut mahakam pemakan segala, namun ikan bertulang adalah favoritnya. Selain itu pesut mahakam juga memakan crustacean, chiphalopoda dan telur ikan. Kebutuhan makanan bagi seekor pesut dewasa mencapai 10-19 kg/hari atau sekitar 10% dari berat tubuhnya (Fawzi et al. 2008). Menurut Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam (1978), pesut mahakam memakan jenis udang-udangan, keong air tawar, larva kumbang air dan berbagai jenis ikan antara lain ikan brubung (Barbichthtys sp), ikan biawan (Helostoma temmincki) dan ikan repang (Ostychilus rupang).
2.7 Konservasi Pesut Mahakam dan Habitatnya (Orcaella brevirostris) Secara yuridis di Indonesia pesut mahakam dilindungi berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian tanggal 29 Januari 1975 No.35/Kpts/Um/I/1975 dan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.716/Kpts/Um/10/1980 dan dipertegas oleh Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1999 (Maryanto dan Soebekti 2001) IUCN dalam Red List of Threathned Animal mengelompokkan pesut mahakam kedalam kategori “Critically Endangared ” yaitu spesies yang sudah berada pada keadaan kritis terancam punah. Menurut CITES tahun 2003 pesut mahakam termasuk kedalam Apendiks II (Soehartono dan Mardiastuti 2003), dan saat ini pesut mahakam telah masuk kedalam Apendiks I (UNEP 2009).
Muara Kaman-Sedulang merupakan kawasan Cagar Alam (CA) yang bertujuan melindungi perairan tawar yang merupakan habitat alami khususnya pesut mahakam dan reservat bagi jenis-jenis ikan air tawar serta jenis-jenis flora dan fauna lain yang ada didalamnya. CA ini ditetapkan berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 598/Kpts-II/1995 tanggal 10 Mei 1976 dengan luas ± 62.500,70 Ha. CA Muara Kaman-Sedulang memiliki empat tipe ekosistem yaitu tipe ekosistem rawa, gambut, dataran rendah dan perairan tawar dengan berbagai macam jenis flora dan fauna. Selain CA Muara Kaman-Sedulang kawasan perairan Kecamatan Muara Pahu telah ditetapkan sebagai kawasan pelestarian alam habitat pesut mahakam dengan Surat Keputusan Bupati Kutai Barat No.522.5.51/K.471/2009. Batas kawasan pelestarian alam habitat pesut mahakam di wilayah Kecamatan Muara Pahu meliputi: a. Sungai Mahakam sepanjang 36 km antara Tepian Ulak hingga Rambayan, dengan zona penyangga 150 meter dari tepi sungai. b. Sungai Kedang Pahu sepanjang 22 km antara Muara Pahu hingga muara Sungai Jelau, dengan zona penyangga 150 meter dari tepi sungai. c. Sungai Baroh sepanjang 10 km antara Muara Pahu dan Danau Jempang, dengan zona penyangga 150 meter dari tepi sungai. d. Sungai Beloan sepanjang 13 km dari muara sungai hingga Kampung Beloan, dengan zona penyangga 500 meter dari tepi sungai. Pengelolaan yang baik diperlukan untuk memelihara kualitas dan kuantitas yang ingin dilindungi di dalam suatu kawasan, tetapi perlu ditekankan bahwa campur tangan terhadap proses alam perlu sangat hati-hati untuk menghindari resiko yang merugikan, karena proses ekologi sering tidak dapat diduga, mengingat adanya hubungan yang komplek antara satu dengan yang lainnya. Persepsi dan sikap masyarakat terhadap pesut mahakam perlu dipelajari untuk membuat suatu bentuk pengelolaan yang baik.
2.8 Persepsi Persepsi adalah proses pemahaman tentang objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan terhadap stimuls yang selanjutnya diperoses oleh otak (Rakhmat 2005). Menurut Walgito (2003) terjadinya persepsi didahului oleh proses penginderaan, oleh karena itu persepsi tidak terlepas dari proses penginderaan. Persepsi ialah pandangan, pengamatan, pengertian dan interpretasi seseorang atau individu terhadap suatu kesan objek yang diinformasikan kepada dirinya dari lingkungan tempat ia berada sehingga dapat menentukan tindakannya (Kartini 1979 dalam Murniastuti 1998). Menurut Widyawati (1998) persepsi seseorang diperkuat dengan adanya pengetahuan dan pengalaman. Faktor-faktor yang berpengaruh pada persepsi yaitu faktor internal (individu) dan fakor eksternal (stimuls dan lingkungan), stimuls, lingkungan dan individu saling berinteraksi dalam individu mengadakan persepsi. Menurut Mauludin (1994) pendidikan merupakan faktor yang paling baik dijadikan sebagai pendugaan persepsi. Faktor pendidikan dalam pengaruhnya terhadap persepsi juga telah dibuktikan melalui penelitian oleh Purwanto (1998) yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan menunjukkan hubungan yang cukup erat terhadap persepsi masyarakat. Hubungan tersebut menunjukkan semakin tinggi tingkat pendidikan persentasi nilai persepsi semakin besar. Menurut Surata (1993) persepsi individu dibatasi oleh perbedaan pengalaman, pendidikan, umur dan karakteristik jenis pekerjaan. Menurut Calhoun dan Acocella (1995) dalam Hutabarat (2008) persepsi memiliki tiga dimensi yaitu: 1. Pengetahuan: apa yang kita ketahui (kita anggap tahu) tentang pribadi lain (wujud lahiriah, perilaku, masa lalu, perasaan, motif dan lain sebagainya). 2. Penghargaan: gagasan kita tentang orang itu menjadi apa dan mau melakukan apa yang dipadukan dengan gagasan kita tentang seharusnya dia menjadi apa dan melakukan apa. 3. Evaluasi: kesimpulan kita tentang seseorang didasarkan pada bagaimana seseorang (menurut pengetahuan kita tentang mereka) memenuhi penghargaan kita tentang dia.
2.9 Sikap Sikap adalah organisasi yang relatif menetap dari perasaan-perasaan, keyakinan-keyakinan dan kecendrungan perilaku terhadap orang lain, kelompok, ide-ide, atau objek-objek tertentu (Faturochman 2006). Menurut Hutabarat (2008) sikap meliputi rasa suka dan tidak suka, penilaian serta reaksi menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap objek, orang, situasi, dan mungkin aspek-aspek lain dunia, termasuk ide abstrak dan kebijaksanaan sosial. Ciri khas dari sikap yaitu mempunyai objek (orang, perilaku, konsep, situasi, benda dan sebagainya) dan mendukung penilaian (suka-tidak suka, setuju-tidak setuju). Ada tiga hal penting yang terkandung dalam sikap (Faturrochman 2006) yaitu aspek afeksi (perasaan), aspek kognisi (keyakinan), dan aspek perilaku (dalam bentuk nyata ataupun kecendrungan). Aspek afeksi dari sikap terlihat dengan adanya penilaian dan perasaan terhadap suatu objek bila seseorang bersikap. Perasaan yang ditujukan pada obyek tertentu bisa positif ataupun negatif. Menurut Walgito (2003) ada lima ciri-ciri sikap seseorang yaitu: a. Sikap tidak dibawa sejak lahir: sikap yang terbentuk dalam perkembangan individu yang bersangkutan. b. Sikap berhubungan dengan objek sikap: terbentuk karena hubungannya dengan objek-objek tertentu, yaitu melalui proses persepsi terhadap objek tersebut. c. Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi juga dapat tertuju pada sekumpulan objek-objek. d. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar. e. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi.
2.10 Terbentuknya Sikap Sikap pada diri seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal (fisiologis dan psikologis) dan faktor eksternal. Reaksi yang diberikan individu terhadap objek sikap dapat bersifat positif tetapi dapat juga bersifat negatif. Objek sikap akan dipersepsi oleh individu, dan hasil persepsi akan dicerminkan dalam sikap yang diambil oleh individu yang bersangkutan. Mempersepsi objek sikap individu akan dipengaruhi oleh pengetahuan, pengalaman, cakrawala, keyakinan, proses
belajar, dan hasil proses persepsi ini merupakan pendapat atau keyakinan individu mengenai objek sikap, dan berkaitan dengan aspek kognisi. Afeksi akan mengiringi hasil kognisi terhadap objek sikap sebagai aspek evaluatif, yang dapat bersifat positif atau negatif. Hasil evaluasi aspek afeksi akan mengait aspek konasi, yaitu merupakan kesiapan untuk memberikan respon terhadap objek sikap, kesiapan untuk bertindak, kesiapan untuk berperilaku. Keadaan lingkungan akan memberikan pengaruh terhadap objek sikap maupun pada individu yang bersangkutan [dikutip dengan perubahan dari Walgito 2003, h. 115-116].