9
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penon Pemerintah dalam Perekonomian 2.1.1. Kegiatan Pemerintah Pemerintah merupakan salah satu peJaku ekonomi di dalam masyarakat. Dalam perekonomian, pemerintah memproduksi dan menawarlam borang dan jasa
yang diproduksinya dan membeli borang dan jasa yang diperlukaDnya. Seperti juga peJaku ekonomi 1ainnya, pemerintah harus harus melakukan kegiatannya secara efisien agar masyarakat sejahtera Pada rumah tangga dan perusahaan, efisiensi kegiatan produksi dan
konsumsi dilakukan dengan memaksimumkan keuntunganfmanfaat, sebagai pengukur manfaat dan keuntungan ada lab barga barga pasar. Berbeda dengan etSiensi pada kegiatan konsumsi dan produksi dati rumah tangga dan perusabaan, efisiensi kegiatan pemerintah tidak diukur dengan menggunakan barga-barga pasar karena barga-barga pasar dati barang yang diproduksi pemerintab, borang
publik, tidak ada. Jenis dan jum1ab borang publik yang diproduksi ditentukan oleh proses politik. Barong dan jasa yang diproduksi oleh pemerintah dalam ilmu ekonomi dikenal sebagai barong publik (public good). yang tercipta karena adanya kegagaJan pasar (market failure). SeJain karena adanya kegagalan pasar, borang publik diproduksi karena adanya sifat monopoli aJamiab dati borang tersebut dan adanya tujuan untuk pemerataan pendapatan.
Menurut Stiglitz (2000). kegiatan pemerintah dapat digolongkan ke dalam empat hal, yaitu: (I) produksi barang dan jasa, (2) reguiasi dan subsidi produksi sektor swastalprivat, (3) pembelian barang dan jasa, yang
\0
bervariasi dari peluru kendali sampai jasa pembersihan ruangan, dan (4) redistrihusi pendapatan (income).
Secara tradisional kegiatan pemerintab
biasanya di bidang pertahanan keamanan, pendidikan dan kesehalan. Sedangkan Musgrave (1973) merumuskan fungsi pemerinlah kedalam liga fungsi utama, yailu: (I) fungsi alokasi dimana pemerinlah berfungsi unluk menyediakan harang-harang sosial, (2) fungsi dislribusi, dimana pemerinlah berfungsi untuk menjamin kesejahteraan warganya dan adanya distribusi
kekayaan yang adil (da1am fungsi ini pemerintah dapat memungut pajak yang tinggi pada orang kaya dan mendistribusikanya pada orang yang miskin). dan (3) fimgsi stabilisasi, dimana pemerintah menggunakan kebijaksanaan anggaran untuk mempertahankan pencipataan peluang kerja yang tinggi, stabilitas harga, dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang
sesuai. Pemerintah yang merupakan institusi peiaksanan kegiatan produsen
barang publik berbeda dengan institusi swasta.
Perbedaan institusi
pemerinlah dan swasla adalah sebagai berikul: (I) individu yang bertanggungjawab terhadap berjalannya institusi puhlik dipilih secara langsung atau tidak langsung oleh proses pemilihan, sedangkan pada institusi swasta personal yang bertanggung jawab dipilih oleh pamegang
saharn, (2) pemerinlah mempunyai hak memaksa, seperti menarik pajak dan menggunakan lanah milik unluk kepenlingan publik dengan membayar kompensasi, membatasi hak individu untuk menjual dirinya sendiri kepada orang lain dan lain-lain.
Secara mendasar perbedaannya dengan institusi
lain dalam masyarakat adalah pemerintah mempunyai kekuatan dan
11
kemampuan untuk memaksa lembaga lain melakukan se.uatu yang tidak bisa dilakukan oleh iustitusi swasta (Stiglitz, 2000).
Dati uraian·uraian dimuka dapat
disimpulkan bahwa fungsi
pemerintah adalab memaksimumkuu kesejahteraan masyarakat (public
welfare). Kesejahteraan masyarakat ini misalnya berupa tersedianya barangbarang
publik~
pendatan yang lebih merata, tcrsedianya kesempatan kerja,
stabilitas barga, dan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
2.1.2.. Kegagalan Pemerintah Pemerintah juga seringkali gagal menjalankan fungsinya secara baik, sehingga aktivitasnya tidak efisien. Kegagalan pemerintah ini disebabkan
antara lain oleh: (1) terbatasnya informasi, (2) terbatasnya kontrol terbadap respon pasar privat, (3) terbatasnya kontrol terbadap
birokras~
dan (4) adaoya
tekauan oleh proses politik (Stiglitz, 2000). Dari kenyataan tersebut di alas, salah satu usaha untuk mengurangi kegagalan pemerinlah adalah dengao menyediakan infurmasi yang lebib baik pada pejabat pengamhil keputusan. Dalam hal alokasi auggarao, kegagahm pemerinlah dapst dikuraogi dengao menyediakan informasi mengenai dampak anggarao
terhadap sasarao-sasarao pembangunan. Keputusan dalam alokasi belaoja pemerinlah dilakukao melalui proses politik dalam raogka memaksimumkao tecapaioya prefereusi masyarakat secara msksimal. Prefereosi masyarakat akao kebutuhao baraog dan jasa publik ini akao
diketahui melalui debat publik para wakil rakyat dalam proses pengamhilau keputusan alokasi anggarao pemerintah. Oleh kareus itu para pejabat eksel.:utif
12
dan wakil rakyat perIu mengetahuI c1ampok cIari alolcasi
IIDgg8f8Il
pocIa
ten:apainya tujuan pembanguuan sehingga lreputusan yang dihasilkan akan sesuai dengan preferensi publik.
Karena setiap alokasi yang berbeda cIari belanja pemerintab akan memiliki cIampok yang berbeda, maka daIam penentuan anggaran tercIapat piliban alokasi yang lebih baik. Dalam ilmu ekonomi, ahematif alokasi belanja pemerintah yang memberikan cIampok pencapllian tujuan pembangunan yang besar cIari jumlab anggaran yang sama adalab alokasi belmlia yang lebih elisien. Pemahaman akan ahematif belanja pemerinIah dan clampaknya pacla tujuan pembangunan tersebut akan membantu pemerintah daIam memutuskan alokasi
IIDgg8f8Il
yang lebih
efisien.
2.1.3. Proses Penentuan Belanja Pemerintah
Masyarakat sebagai pemilik dana tidak secara Iangsung menentukan belanja barnng-barnng publik. Di negara demokratis, masyarakat diwakili oleh pejabat publik yang secara Iangsung alan ticIak langsung dipilihnya.
Dengan
demikian, lrepentingan mereka ditentukan oleh para wakilnya. Dengan asumsi babwa wakil mereka mempuoyai preferensi yang sama dengan pemilihnya maka
lrepentingan masyarakat akan terwakilL
Dengan proses demokrasi maka
kepentingan masyarakat banyak akan akan tercermin dalam belanja pemerintab
2.2. BelaDja Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Desentralisasi YlSkal 2.2.1. BelaDja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah BercIasarkan lokasi penggunaanya, barnng publik dibagi menjadi barnng
publik lokal (cIaerab), barnng publik nasional dan barnng publik intemasionaL
13
BanIIIg publik lokal """lah barang publik yang manfiwnya terbatas pada mereka yang hidup di lokalitas tertentu (lampu laIu liDIas, pemadam kebakanm). BanIIIg publik nasiooaI adalab barang publik yang manfaatnya dinikmati oleh setiap orang di suatu oegara (pertahanan dan keamanan).
Sedangkan barang publik
internasiooaI adaIah barang publik yang manfaatnya dinikmati secara natural o\eh seluruh peududuk dunia Penyediaan barang publik lebib baik dilakukan oleh pemerintah daerah dibaudingkan oleh pemerintah pusat karena pemerintah daerah lebib bertangungjawab akau kebutuhan dan preferensi masyarakat dan memiliki lebib besar insentifuntuk melakukau efisiensi. Dalam kaitannya dengan elisiensi penggunaan barang publik, hipotesis
Tiebout meuyatakan bahwa kompetisi antar komunitas menghasilkan penyediaan barang publik lokal yang \ebib efIsjen (Stiglitz, 2000). IDi suatu aIasan mengapa
interveusi dibutuhkan pemerintah pusat bila te!jadi kegagalan pasar (ekstemalitas, khususnya berkaitan dengan pilihan lokasi dan terbatasnya kompetisi) dan terbatasnya kemampuan redistribusi peudapatan di levellokal.
2.2..2.
Desentralisasi Fiskal dan PerekonoJDian Daerah Pada saat ini desentra\isasi menjadi trend di banyuk negara di dunia,
dimana banyak negara meudesentralisasikan kekuatan politik, sumberdaya flSkal dan kekllasaan pembuatan keputusan ekonomi kepada pemerintah daerah (Lin,
1991). DesentraIisasi telah dan sedang elilakukau baik di Amerika Latin, Eropa Tintur maupon di Asia dengan berbagai alasan seperti peningkatan efisiensi dan efektifitas pembangunan, peningkatan peudapatan, pertumbohan ekonomi, tuntutan demokmtisasi dan lain-lain. Bird dan Vaillaneourt (1999) meuyatakan
desentralisasi diterapkan eli banyak negara dengan aIasan untuk mengefektifkan
14
dan mengefisienkan pemerintah, menstabilkan makro elronomi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Di negara-negara paska komunis di Eropa Tengah dan Timur desentralisasi merupakan hasillangsung dari transisi dari sistim sosialis ke sistem pasar dan desentralisasi (Bird dan VaillanCOurt, 2000), di Amerika Latin, penyebab desentralisasi adalab tekanan politik dari rakyat untuk
demokras~
sedangkaD di Afrika desentralisasi untuk menjamin kesatuan nasional (Workl Bank, 1999). Di Indonesia, keinginan otonomi muncul disebabkan karena jeleknya performance kebijalcsaman pembangunan dibawah Rezim Orde Bam.
Rezim ini tidalc saja gagal dalam meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyaraIcat tetapi juga menyingkirkan masyarakat lokal dan pemerintaban daerab dalam proses pengambilan keputusan politik penting (Nombo, 2000).
Bird (2000) me\ibat desentralisasi dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan oleh daerah dapat dipandang dari tiga segi. PerIama, desentraJisasi berarti pelepasan tanggung jawab yang berada dalam lingkungan pemerintah pusat ke instansi vertika\ di daerab atau ke pemerintah daerab. Kedua, de!egasi yang berhubongan dengan suatu situas~ dimana daerah bertindak sebagoi
perwakilan pemerintah untuk melaksanskan fungsi-fungsi tertentu atas nama pemerintah. Ketiga, devosi (pe1impaban) berhubungan dengan situasi yang bukan
saja implementasi tetapi juga kewenangan untuk memutuskan apa yang dikerjakan berada di daerab.
Untuk meni1ai sejauh mana desentra1isisai telab
dilakukan tergantung apakah yang sudah di1akukan I.bib bersifat delronsentras~ delegasi atau devosi.
Pandangan dari atas (lop down) seringkali me\ibat
desentraJiasi sebagai proses
delegas~
sedangkan pandangan dari bawah (bottom-
up) seringkaIi me1ibat desentralisasi sebagai proses devosi Untuk dapat me\ibat
IS
proses deseDIraIiasi ini secara Icbih baik, ketiga sudut podang tersebut perlu
diguDakan kareua parvlangau dari satu sudut seringkali hanya melihat unsur baik atau unsur buruknya saja dari proses
desentra1ias~
padahal desentralisasi se1ain
mengandung aspek-aspek yang menguntungkan juga terdapat aspek yang
merugikan.
Di bidang fiska1, desentm1isasi terjadi jika suatu negara memindabkan kelruasaan pajak dan belanja dari pemerintah pusat ke pe_ intah daerah (World Dengan adanya desentm1isasi fiskal maka kebijaksaman dari
Bank, 2003).
pemerintah daerab diijinkan berbeda dalam rangka memenuhi preferensi penduduk. Menurut Sopebkcbai (2001) di Thailand terdapat beberapa aspek dalam densentm1isasi PerIama, Organisasi dan Administrasi. Pemerintah daerah mempunyai
kebebasan untuk mengatur
pembangunan dan menyediakan
pelayanan publik menurut kebutuhan konstituen dan komunitas lokal mereka. Administrasi daerah dapat memfurmulasi rencana pembangunan, kebijaksanaan persona1ia, dan kebijakan anggaran dan finansial. Konstitusi menjamin semua
penguasa lokal hams dipilih dan dapat bekerja selama empat tahun. Kedua, Tugas dan Tanggung jawab. Penguasa lokal bertanggungjawab untuk pembangunan dan
konservasi sumberdaya alam dan lingkungan komunitas lokal. Pemerintab pusat akan mentransfer fungsi yang diperlukan termasuk penyediaan pelayanan publik ke pemerintah daerab. Ketiga, Partisipasi Publik.
Konstitusi mengindikasikan
rakyat lokal dapat memonitor, mengontrol dan mengevaluasi basil dan
performance
dari
mempromosikan
administrasi
partisipasi
lokal.
masyarakat
Adalah
dalam
tugas
pemerintah
konservasi
dan
untuk proteksi
16
sumberdaya aIam dan ling1rungan. Rakyat dapat menggugat setiap pejaboIlokal
dan organjsasi yang gagal mencapai fungsi yang dirugaskan Ice mereka. Desentralisasi mempunyai pengaruh positif dan negatiL Roy BahI (2003)
mengidentifikasi kelebihan dan jnga kelemahan desentralisasi sebagai berikut. Kelebihan desentralisasi : 1. Kesejabteraan akan lebih tinggi karena penyediaan jasa dan barang publik akan lebih cocok dengan permintaan penduduk.
2. Pemerintah daerab lebih bertanggung jawab untuk kualitas barang dan jasa yang disediakan. 3. Penduduk memiliki keinginan untuk membayar yang lebih tinggi atas barang dan jasa publik karena preferensi merem lebih dihargai.
4. Pendapatan pemerintah akan lebih tinggi karena pemerintah daerah lebih mengenal objek pajak lebih baik sebingga pendapatan dari pajak lebih tinggi
Sedangkan kelemaban desentralisasi adalah: 1. Kontrol terhadap infIasi menjadi lebih sulit karena pengeluaran oleh
pemerintah daerah lebih sulit dikendalikan.
2. Usaha untuk mengoptimalkan sumber dana dalam pembangunan industri dan infrastruktur publik akan lebih sulit.
3. Ketimpangan antar daerab menjadi lebih tinggi. Sedangkan
Martinez
(2001)
menyatakan
bahwa
desentralisasi
berhubungan dengan efisiensi. distribusi sumberdaya regional dan stahilisasi
ekonomi makro. Pelaksa naan desentralisasi akan memperbaiki efisicnsi ekonomi dan distribusi sumberdaya regional tetapi akan
mempersulit stahilitas ekonomi
makro. Secara imernasional desentralisai akan teIjadi eli negara yang mempunyai
17
peududuk banyak dan luas wilayah yang 1uas, populasi yang beragam, dan mempunyai ekonomi yang tinggi sedangkan oegara yang sedang peraog atau .....ang menghadapi petaDg akan lebib lersentra1isasi
Kalau secara teori desetralisasi secara jelas telah menjeJaskan manfiurt dan
kerugian desentralisas~ demikian juga penelitian empiriIc mendukung aspek-aspelc posiill; waIaupun bssil penerapan desentraIisasi tidak semua sarna lergantung
pada faktor di masing-masing daerah tersebut. Di Tanzania, desentraIisasi meningkalkan partisipasi masyarakat daIam perencanaan pertanian dan kontruksi fasilitas sosiaI, serta meningkat1can akses masyarakat terbadap kesebatan, air bersib dan peudidikan dasar (Mara, 1990). Di China desentraIisasi mempunyai pengaruh ke pertumbuban ekonomi melalui dampak desentraIisasi fiskaI pada efisiensi
ekono~
desentraIisasi sumberdaya regional dan stabilitas makro
ekonomi (Martinez (2001). Peogaruh positif dati desentraIisasi ke pertumbuban ekonomi juga disebabkan karem pengaruhnya pada pembersntasan korupsi Peogaruh desentralisasi pada pembersntasan korupsi juga ditemukan eli Thailand Partispasi rakyat telab membual Pemerintab daerah mejadi lebib baik dan berlrurang level korupsinya
(Sophekc~
2001). Sedangkan Faquet (2000)
menemukan babwa desentraIisasi lelab merubab prioritas investasi dati infrastruktur ke pendidikan, sarana air dan sanitasi dan pertanian.
2.2.3.
Desentralisasi Fiskal di Indonesia Sistim fiskaI eli Indoensia yang dikembangkan pada deleade 70 an
merupakan sistim yang tersentraIisasi Pemerintab daerah mendapat dana dari
pemerintab pusat berupa dana DIP (Daflar lsian Proyek) dan dana Inpres. Terdapat berbagai jenis Inpres baik sebagai bantuan untuk level pemerintaban
18
yang khusus (misalnya: kabupateD, provinsi, dan desa) maupun sebogai baotuan program-program sektoral (pembangunan sekolah dasar, kIinik kesebatan, penghijauan, pasar, jalao, jembatan dan air minum). Dengan sistim yang demikian pemerintah daerah sangat tergantung pada pemerintah pusat. Selama 198411985
sampai densan 1990/91 konlribusi PAD (pendapatan Asli Daerah) banya 30"10 terbadap total pengeluaran daerah (Hirawan, 1993). Sistim iDi perlu direvisi
karena kemampuan kellangan pemerintah pusat yang menuruD dan pemerintah
daerah perlu didorong untuk mencukupi ke1l8ngaDDya dari sumber dayanya sendiri (Booth, 1988). Se1ain itu Indonesia sudah selayabya menetapkan deseDlralisasi karena beberapa faktor yang mendukungnya, yaitu jumlah penduduk yang banyak dan wilayah yang 1uas, adanya perbedaan antar daerah dan
sudah berkembangnya ekODOmi masyarakat. Secara funna!, deseDlralisasi di Indonesia sudah mulai di1aksanakan dengan adanya Undang-Undang No.5 Tabun 1975 tentang pemerintahan daerab, namun demikian aluran hukum ini tidal< diikuti oleh pembiayaan yang jelas sehiDgga deseDlralisasi tidal< terlaksana di 1apangan (Mahi. 2001). Demikian juga
perencanaan pembangunan dari bawah yang dimulai pada tahun 1980 kurang berja1an efektif ktuena pada pengambilan keputusan akhir di Bappenas, pemeriDtah daerah tidak terlibat.
Perencanaan yang dimulai dari tiDgkat
kecamatan, ke kabupaten, terus ke propinsi dan akhimya ke pusat dibawab
.
koordinasi Bappenas, pada tahap pengambilan keputusan akhir pemeriDtah daerah
tidak terhbat (Firtz, 2000). PernyataaD Firzt mungkiD tidal< sepenuhnya benar, karena IDSlaDsi Sektoral dan Bappeda terlibat dalam pengambilan keputusan di Bappenas,
namlln demikian mengiDgat
kuatnya peron Bappenas dalam
19
pengambilan keputusan lelsebut maka sentralisasi perencanaan pembangunan lebib terasa. Desentralisasi yang setwang diberlalrukan deogan landasan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 berbeda. Penyeraban sebagaian besar urusan pemerintahan dari pemerintah pusat Ire pemerintah daerah yang dilaIrukan melalui UU No. 22 Tahun 1999 diikuti oleh desentralisasi pembiayaan melalui UU No. 25 Tahun 1999. Dengan adanya konsistensi antara kewenangan dan keuangan te"",but, diperkirakan otonomi daerah akan dapat berjaJan secara lebib
efektif (Mahi, 2002). Pacla intinya UU No. 22 Tahun 1999 mendesentralisasikan kewenangan
pemerintah pusat ke pemerintah daerah dan memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengambil keputusan mengenai perencanaan dan pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan kepacla pemerintah daerah,
sedangkan UU No.25 Tahun 1999 merubah secara mendasar keseimbangan kenangan pusat dan pemerintah daerah mela1ui pembagian basil (revenue sharing)
baik dari pendapatan pajak maupun non pajak. Untuk mengetahui ketentuanlretentuan desentralisasi sebagaimana diatur dalam kedua undang-undang tersebut berikot ini akan diuraikan latar belakang, kewenangan dan sumber-sumber
keuangan daerah menurut kedua undang-nndang tersebut.
2.2.3.1. Latar Belakang Pelaksanaan DesentraJisasi Datam konsideran UU No. 22 Tahun 1999, disebutkan bahwa kecuali merupakan amana! UUD 45 desentralisasi dilaksanakan sebagaijawaban terhadap
keada3D baik kondisi dalam negeri maupun tantangan global Untuk menghadapi
20
perkembongan keadaan tersebut dipandang perin UDtuk memberikan kewenaDgan yang luas, nyata dan bertangguDgjawab kepoda daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengatunm, pembagian dan pemanfaalJm sumberdaya nasional serta perimbongan keuangan pusat dan daenIh. Desentraliasi
perlu
dilaksanakan
agar
pemerintah
pusat
dapat
berkonsentrasi pada hal-hal yang strategis, sementara pemerintab daerah dapat
menangani urusan pembangunan yang sifatnya rutin. Desentralisasi juga perin diberikan karena wilayah Indonesia demikian luasnya sehingga apabila
pengelolaan pemerintahan dan ekonomi dilaksanabn secara sentralisasi maka potensi daerah tidak bisa tergarap dengan baik dan pengelo1aannya menjadi tidak sesuai dengan keadaan.
Dengan demikian desentraliasi mengandung barapan
babwa dengan pemberian kewenangan yang luas kepoda daerah maka pusat dan
daerah akan secara bersama-sama dapat mengotasi masa1ah-masalah domestik dan internasional seperti tuntutan pembagian basil sumberdaya yang lebib adil, persaingan ekonomi internasional yang lebib ketat, dan perkembangan ekonomi serta kesejabteraan yang lebib tinggi. Kewenangan yang lebib besar pada daerah diharapkan juga akan memungkinkan daerah mengembangkan ekonominya sesuai dengan potensi yang dimiliki, peluang yang terbuka dan kendala yang dihadapi o1eh masing-masing daerah
Daerah diharapkan akan dapat mengembangkan
ekonominya sesuai dengan keunggnlan komparatif yang dimiliki dan kemudian terjadi sinergi antar daerah dalam perekonomian nasional
2.2.3.2. Kewenangan Pemerintah Daerah Pasal tujub UU No.22 Tahun 1999 menyeboikan babwa kewenangan daerah mencakup keweuangan dalam selurub bidang pemerintaban kecuali
21
kewenangan dalam bidang polilik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan liska!, agama serta kewenangan bidang lain.
Yang
dimaksud kewenangan bidang lain kemudian diterangkan dalam pasa1 delapan UU yang sama,
meliputi
kebijakan tentang perencanaan nasional
dan
pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara" pembinaan dan
pemberdayaan sumberdaya manusia, pendayagunaan sumberdaya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standarisasi nasional. Sedangkan kewenangan propinsi diatur dalam UU ini pada pasal sembilan, mencakup kewenangan daIam bidang pemerintah yang bersifat lintas kabupaten dan kola, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu lainoya.
Kewenangan
propinsi sebagai daerah otonom tennasuk kewenangan yang tidak atau belurn
dapat dilaksanakan daersh kabupaten dan daerab kola. Sedangkan kewenangan propinsi sebagai wilayah administrasi mencakup kewenangan dalam bidang
pemerintahan yang dilimpahkan kepada gubemur selaku waltH pemerintah. Dengan berla1runya UU No. 22 Tabun 1999 ini maka kedudukan pemerintah daerah kabupatenlkota menjadi sangat strategis, dimana pelaksanaan pembangunan sehari-hari yang berupa proyek-proyek pembangunan sebagian besar dilal<sanakan oleh pemerintah kabupatenlkota. Kewenangan pembangunan yang besar oleh pemerintah daersh ini ditunjang oleh pengaluran keuangan pusat dan daerah melalui UU No. 25 Tabun 1999. 2.2.3.3. Sumber-Sumber Keuangan Daerah
Sejalan dengan
desentraliasi daerah
maka pengaluran keuangan
pemerintah pusat dan dilakukan revisi melalui UU No. 25 Tabun 1999. Melalui
22
UU ini diatur perimbaugan keuaogan pusat dan daerah yang mencakup pembagian keuaogan antara pusat dan daerah serta pemerataan 8DI8r daerah secara proporsional, demokrstis, adil dan transparan dengan memperbatikan potens~ kondisi dan kebutuhan daerah. Sumber-sumber keuaogan daerah diatur dalam PasaI Tiga UU in~ meliputi:
Pendapatan Asli Daerab (pAD), yang terdiri dari: (I) Hasil Pajak
Daerah, (2) Hasil Retribusi Daerah, (3) Hasil perusahaan Daerah, (4) Hasil pengelo1aan Kekayaan Daerab yang dipisabkan, serta (5). Lain-1ain Pendapatan Asli Daerab yang sab. Sedangkan pembagian pajak antara pemerinrab daerah propinsi dan pemerinrab daerab kabupaten diatur pada pasal2 UU No. 18, Tabun 1997. Pajak Propinsi Daerab Tingkat I terdiri dari: (1) Pajak Kendaraan Bermotor, (2) Pajak Baban Bakar Kendaraan Bermotor, dan (3) Bea Balik Nama Kendaaraan Bermotor, sedangkan jeDis Pajak Daerab Tingkat II terdiri dari : (I) Pajak Hotel dan Restoran, (2) Pajak Hiburan, (3) Pajak Reklame, (4) Pajak Penerangan Jalan,
(5) Pajak Penggalian dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C, dan (6) Pajak Pemanfaatan Air Bawab Tanab dan Air Permnkaan. Restribusi Pengambilan dan Pengolahan
Melalui UU No. 18,
Golongan C dan Pengambilan dari
Bawah dan Permukaan Tanab diubab menjadi restribusi. Dana Perimbangan, meliputi: (I) Bagian Daerab dari Penerirnaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Peroleban Hak alas Tanab dan Bangunan, dan Penerimaan dari Pembagian Hasil Sumber Daya A1am, (2) Dana Alokasi Umum, (3) Dana Alokasi Kbusus, (4) Pinjaman Daerah, (5) Lain-1ain Penerimaan yang Sab.
23
Mengenai Pembagian Daerah dati Pajak Bumi dan 8anguDaD, Restribusi Pajak Bumi dan Bangunan serta Pembagian Hasil Sumber Daya Alam diatur sebagai tertera daIam Tabel 1.
Tabel I. Pembagian Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolebsn Hak Alas Tanah dan Bangunan serta Penerimaan dati Sumber Daya A1am, seperti Tercantumdalam UU No. 25 Tahun 1999
No
Pembagian
Bidang
Pusat(%)
Daerah(%)
1
Pajak Bumi dan Bangunan
10
90
2
Pero1ebsn Hak alas Tanah dan Bangunan
20
80
3
SDA Kehutanan
20
80
4
SDA Pertambangan Umum
20
80
5
SDA Perikanan
20
80
6
MiuyakBumi
85
15
70
30
7 GasAlam Sumber: Republik Indonesia, 1999
.
Sedangkan mengenai DAU (Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus) diatur daIam Pasal 8 UU ini. Dana Alokasi Khusus dapat dialokasikan dari APBN kepada daerah tertentu untuk membantu membiayai kebutubsn khusus, dengan memperhatikan tersedianya dana dalam APBN.
I. Kebutubsn Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (I) adalab·
a. Kebutubsn yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus alokasi umum, danlatau b. Kebutubsn yang merupakan komitmen atau prioritas nasionaL
24
2. Dana AIokasi Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (I) termasuk yang
berasaI dari Dana ReboisasL
3. Dana reboisasi dibagi dengan imbangon: a.
40"10 (empat puluh persen) dibogikan kepada Daerab pengbasiJ sebagai Dana AIokasi Khusus
b.
60% (enam puluh persen) untuk pemerintahan Pusat.
4. Kecu.li d.1am rangka reboisasi, daerab yang mendapatkan pembiayaan kebotuhan khusus sebagairnana dimaksud pada ayat (2) menyediakan dana pendamping dari APBD sesuai dengon kemampuan daerab yang bersangkutan. Mengenai pinjaman daerah, pengaturannya ada di pasal 81, yaim:
I. Pemerimab daerab dapat melakukan peminjaman dari sumber dalam negeri
danlatau dari sumber luar negeri untuk membiayai k.egiatan pemerintahan dengon persetujuan DPRD. 2. Pinjaman dari dalam negri diberitabukan kepada pemerintab daerab dan dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintab pusat. 3. Peminjaman dan sumber dana pinjaman yang berasal dari luar negeri,
sebagaimana dimaksud p.da ayat (I), barus mendapatkan persetujuan
pemerintah pusat, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 4. Tatacara peminjaman, sebagaimana dimaksud pada .y.t (I) dan .yat (2), ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sampai sekarang ketetapan pemerintah mengenai pinjaman luar negri oleh daerab belum keluar dan untuk sementara mengingat besomya dampak pinjaman Iuar negeri terbadap perekonomian nasional maka pinjaman daerab belum
diperbolehkan.
2S
Sumber penerimaan pemerioIah daerah laiDnya adalab peuerimaan dari BUMD. Sumber penerimaan daerah ini diatur dalam Pasa1 34, dimana daerah
dapat memiliki Bedan Usaha MiJik Daerah sesuai dengan peraturan pennvlang_ nndangan dan pembentukannya diatur dengan peraturan daerab.
2.3. Keterkaitan Seldor Ekonomi Analisis optimasi Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) yang dilakuk.an dalam penelitian ini me1ihat dampak alokasi anggaran tersebut palla output, penyerapan tenaga kerja, dan perolehan pajak, dimaoa ketiga faktor tersebut berkaitan dengan produksi dari masing-masing sektor ekonomi di dalam masyarakat. Sementara tiap-Iisp sektor ekonomi terkait sam sama lain karena produk dari satu sektor menjadi input bagi sektor 1aiDnya.
Analisis yang
dignnakan nntuk rnengetabui hubungan antar sektor ekonomi tersebut adalab Analisis Input-Output (1-0). Menurut suatu artikel pada Chainet (European Network on Chain Analysis
for Enviromental Decision Support) (2000), sebagai bagian dalam perhitungan pendapatan nasional, Analisis Input-Output lelab dikembangkan sejak tabun t 930
dan pertama diterapkan dalam tabun t 940 nntuk USA. Analisis ini ditemukan o1eh Wassily Leontief (1930) dalam pendekatannya untuk mendisagregasi pendapatan dengan fukus palla bagaimana sektor industri dan perdagangan terkait
dengan dengan sektor
lainn~
dan bagaimana perdagangan antar industri ini
mempengaruhi permintaan tonaga kerja dan modaI dalam ekonnmi. Dasar yang j.las yang dibuat dalam Analisis Input-Output adalah antara permintaan nntuk barang dan jasa yang dijuaI palla final demand (rumah tangga, pemerintab, ekspor, dan investasi), dan total demand dalam berbagai sektor,
26
sebagai basil dari dampak 10.'08 dari 6naI demand, dan dampak Iidak langsung
yang dihasilkan, dari perdagangan antar industri (IntenlWlime demand). Dengan
demikian maka: Total demand - intermediate demand + final demand Satu dari I<egunaan utama Analisis Input-Outpu! adaJab mengamborlam aliran dari barang dan jasa dalam ekonom~ socara simultan menggambarkan hubungan antara prodnsen dan konsnmen dan saling ketergantungan antar industri Tabel Input-Output memuat komponen ekonomi seperti Income, output
dan expenditure, yang dipresentasikan dalam framework yang konsisten merekonsiliasi ketidak cocokan antara estimasi
dari setiap
komponen.
Menggunakan a1jabar linier, Analisis Input-Output mengijinkan semua aktivitas ekonomi dihubungkan secara 1angsung dengan petmintaar akhir.
Tentu saja
permintaan akhir untuk berbagai se1ctor produksi dijumlah menjadi Gross
Domestic Product (GDP), yang merupakan salah satu dari ukuran fundamental perhitungan pendapatan nasionaL Tabel Input-Output ad-Iah penting terntama
untuk me08analisis penyusunan strukturaI dalam industri Sejak dikembangkannya sampai sekarang Analisis 1-0 sudah banyak sekaIi banyak diterapkan di banyak negara baik untuk menganalisis hubungan ekonomi antar negara, antar wilayah, manpun antar daerah di suatu negara. SaIah satu yang menonjol dari pt:nerapan AnaIisis 1-0 ini adalah The Washington State
Input-Output Model. Model ekonomi ini dikembangkan sejak tabun 1960 oleh pene1iti dari Universitas Washington dengan menggunakan data survey. Model dibangun aengan mensurvey seiuruh sektor industri di negara bagian mengenai
27
total pembelian dan penjualan. IDformasi ini kemudian dimasukkan daIam matrik
atau sejumlah label yang mengambarkan hubungan Output dari seluruh sektor industri (penjualan ke konsumen, ke u.IusIri dan ekspor) ke dari industri tersebut (seluruh barang, jasa, tenaga keIja dan lainnya dimana industri harus membeli
untuk mengbasilkan output). DaIam sistim keseimbengan, total Output sarna dengan total input. Model Input-Output Washington dipublikasikan pada tahun 1967, kemudian diperbaharui dengan survey bsru pada tahun 1972, 1982 dan 1987. Pada saat ini Model 1-0 masih banyak digunakan baik di negara-negara maju maupun di negara berkembang. Beberspa penelitian yang menggunakan Model 1-0 dan wriasi pengembsngannya yang bsru dipublikasikan anlara lain
Analysis of Javanese InteregionaJ Trade (Sonis, 2000), SIIUktur Tata Ruang Perekomian Indonesia (Muchd~ 2002), dan An Analysis for Indonesian Regional
Structure through the &sial Accounting Matrix (Isoichi Nidaira, 2000).
DaJam penelitian
in~
Model 1-0 akan digunakan terutama untuk
mengetahui hubungan antar sektor ekonomi dan mengetahui dampak dari perubshan-perubshan APBD dan ekspor dalam perkonomian khususnya pada penciptan Iapangan kerja, penerimaan pajak dan output pada perekonomian
daerah. Untuk mernberikan pemaharuan mengenai anaIisis ini berikut ini akan diuraikan Model 1-0 khususnya berkaitan dengan: (I) bentuk Tabel Input-Output, (2) Efek Pengganda (Multiplier) pada Model 1-0, (3) penurunan Tabel 1-0, (4) keterkaitan Tabel 1-0 dengan APBD, dan (5) pengaruh APBD terhadap
perekonomian daerah.
28
2.3.1. Benluk Tabellnput Output Menurut
Leonlie~
tujuan ulama dari penyusunan Model 1-0 adalah untuk
mencnngkan niIai transaksi antar sektor daIam ekonomi &tau menenmgkan
hubungan fungsiooal antara permintaan untuk output dari tiap-tiap selctor. Seperti juga dalam pendekatan analisis Iainnya, validitas dari IDOdel 1-0 tergantuug pada validitas dari asumsi dasamya (Mangkuprawira, 2000), yaitu: I. Homogeneity.
Setiap komoditi (grup komoditi) disupply oleh
industri tunggal atau satu sektor produksi 2. Proportionality.
Output yang dibeli digunakan untuk tiap-tiap
sektor berhubungan seeara linier dengan sektor output. 3. Additivity. Efek total dari banyakjenis produksi adalah penjumlahan efek dari tiap liap faletor secara terpisah.
Pada dasamya Model Leontief adalah tabel transaksi input-output, karena itu tidak deugan sendirinya mempunyai irnplikasi a10kasi optimal dari banyak faktor. Keterbatasan utama dari pendekatan 1-0 adalab bahwa ia menuntut teknologi produksi yaug konstan, sehingga berimplikasi pada tidak validnya basil anaIisis jika ditarik untuk periode setelab suatu struktur berubah, seperti setelab adanya Krisis Finansial Asia yang taJjadi pada tabun 1997. Dalam IDOdel 1-0, jumlah faklor yang dirnasukkan dalam tabel ditentukan oleh ketersedian data dan tujuan dari studi. Tabel 1-0 dapat
disusun terbuka atau tertutup tergantung pada tujuannya.
Suatu ilustrasi
Tabel 1-0 3 X 3 digambarkan pada Tabel2. Angka daIam koiom menyatakan permintaan baik untuk permintaan antara
(dari sektor supply) rnaupun input primer. Dari label diatas, dapat dilihat output
29
dari sektor ke i (X,) yang diaJokosikan k. daIam sektor X,. X, dan X, serta
kedalam F sebagai permintaan akhir. Total permiotaan dari output dari semua sektor supply ad.lah jumlah permint•• n output oleh sektor pembelian dan permintaan akhir.
Tabel 2. Ilustrasi Table 1-0 3X3 Struktur Input Sektor Supply (i) Total Input
Alokosi Output Sektor I Sektor 2 Sektor 3
Sektor Pembelian
Permintaan Akhir
Total Output
F, F, F,
X, X, X,
I
2
3
XII Xu Xu
XI2 X" X"
Xu x" X"
V,
V,
V,
-
V
X,
X,
X,
F
X
Primer
Total Input
Tiap baris dati tabel diatas ada lab melekat pada persamaan aljabar, dirnaM output umurn kemudian dapat ditulis sebagai berikut:
XJJ + X/2 + Xu + FJ =X/
Xli + X11 +XlJ + Fz =X2 XJI + X31 + X j3 + F j =X3
Dengan membagi elemen dari kolom transaksi dengan kolom total yang
berkaitan kita menemukan koefisien yang mewakili pola pembelian dari liap
sektor. Koefisien ini secara konvensional dicatat sebagai &t. Persamaan diatas selanjutnya ditulis kembali sebagai berikut:
30
a/lX/ + a/,xl + Q/,xl
+ FJ
=
Xl
02/X1
+ QZiXl + auX2 + F1 = Xl
Q3/XJ
+ QJ,l'J+ aJJXJ + FJ =
dimana a;; = X
X3
;;IXj dan menyatakan koefisien (tekoik) Jangsuug. Da1am bentuk
malrik. persamaan ter.;ebut diatas dapat dinyatakan sebagai berikut:
AX+F=X dimana : [aij
I
merupakan matrik koefisien, X menyatakan matrik total dan F
menyatakao matrik permintaan akhir. Persamaan tersebut diatas dapat dinyatakan sebagai berikut:
yang merupakan matrik identitas dengan sebuah dimensi yang sesuai Ilustrasi ter.;ebut di alas menggambarkan suatu interaksi hubungan inter.;ektor yang mengonf1fllUlSikan fukta bahwa output dipengaruhi oleh permintaan akhir, yang mempunyai komponen pengeluaran rumah tangg.. pengeluaran pemerintah, penyesuaian stok dan ekspor.
2.3.2. Efek Pengganda pada Model Input-Output
Kegunaan utama dari informasi input-output da1am format Model 1-0 od.l.h untuk mengetahui pengaruh perubahan da1am elemen-elemen eksogen terhadap perekonomian. Dengan menggunakan Model 1-0 yang bentuk umumny.
31
adalsh X = (I-Ar' F, dapat diperguDakan untuk analisis atau peramalan. X akan ditentukan oleh keakuratan dati (I-Ar' dan F. Ada tiga tipe umum efuk pengganda yang sering digunakan untuk mengestimasi efuk dati perubahan eksogen, yaitu: I. Efuk Pengganda Output dati tiap sektor ekonomi. 2. Efuk Pengganda Pendapatan yang diterima o1eh rumah tangga dati adanya output yang baru. 3. Efuk Pengganda Tenaga Kerja (dalam arti phisilc) yang diperkirakan diterima
karena adanya output yang bam tersebut. Multiplier dopat dibedakan antara initial effect dati perubahan exogen (permintaan akhir) dan total effects dati perubahan tersebut. Total erek dopat
didifinistkan daIam dua jalan, pertama sebagai direct and indirect effect (dampak langsung dan tidak Iangsung), yang berarti mereka akan didopatkan metalui elemen dati Leonlie! itrllerse dati model terbuka atau kedua, sebagai direct.
indirect, and induced effect, yang berarti mereka didapatkan lewat elemen Leontie! itrllerse dati model yang tertutup. Mndel tertutup adaIah model yang memasukkan rumah tangga sebagai salah satu sektor daIam perekonomian, sedangkan pada model terbuka, rumah tangga merupakan exogen, menjadi bagian
dati permintaan akhir. Multiplier yang didapatkan menggunakan direct and indirect effect juga dilcenal sebagai simple multiplier, sedangkan direct. indirect dan induced effect disebut sebagai total multiplier.
32
2.3.2.1. Erok PeaKgaada Output Suata multiplier output untuk sektor j didifmisikan sebagai total niJaj produksi daIam se1uruh sektor ekonomi yang perlu daIam rangka memenuhi satu
dollar dari permintaan akhir untuk output sektor j (Miller, 1985). Nilai ini
merupakan peujumlahan angka-angka daIam kolom ke j dari Matrik Leonlie! invers.
Ramus erek pengganda output adalab sebagai berikut «(Miller, 1985):
dimana: I
=
nomor baris
J
=
nomor kolom
OJ a
elek pengganda seletor j =
elemen dalam invers Matrik Leontief
2.3.2.2. Erok Poaggaada Poadapataa Efek pengganda pendapatan meagulrur perubahan pendapatan yang diterima oleh rumah tangga (penyedia tenaga kerja dalam perekonomian) yang diakibatkan oleh perubahan daIam pengeluaran permintaan akhir. Perubahan pendapatan ini didekati secara sederhana dengan mengkomersi setiap elemen
daIam suatu kolom khusus dari (l-Arl yang meaguirur nilai dari etek output langsung dam tidal< Iangsung ke dalam pendapatan rumah tangga melalui koefisien-koefisien input rumah tangga. Koefisien ini ad-Iah koefisien pada boris ke (n+ I), Pendapatan Ramah Tangg.. yang digunakan daIam model tertutup dan mengindikasikan ineome yang diterima per rupiah dari output sektoral. Dengan
33
demildan efek ~. sektor j meogukur efek IangsuDg dan tidak Jangsuug dati adanya tambahan satu dollar daIam permintaan akbir pada sektor j terbadap
pendapatan ruroab tangga yang diniJai daIam dollar (Miller, 1985).
Rumus daIam efek penggaDda pendapatan adalah «(MiIIer, 1985)
•
H,=LU_IJa. ,.1 dimana: =
efek pengganda peodapatan
u
=
koefisien pendapatan
a
=
elemen dari invers matrik Leontiet:
2.3.2.3. Efek PeDggaDda TeDaga Kerja Selain terhadap pendapatan, kita juga dapat meugestimasi hubllD8an
antara nilai output dari suatu sektor dengan tenaga kerja dari sektor tersebut. (dalam terminologi phisik, bukan nilai uang), jadi disini bisa dihitung efek
penggada tenaga kerja utuk tiap-tiap sektor. PerhitUDgannya parolel deugan perhitllD8an efek pendapatan dari rumah tangga seperti diatas. Perbedaaanya adalah pada perhituugan efek pengganda tenaga kerja maka koelisien dari input tenaga kerja digunakan untuk mengganti koefisien rumah tangga. Rumus dari multiplier tenaga kerja dengan demikian menjadi (Miller, 1985):
•
E/=LWIJ+la, dimana:
w
'-I
=
efek pengganda tenaga kerja
=
koefisien tonaga kerja
34
2.3.2.4. Efek Pen_cia Pajak Paralel dengan efek tenaga kerja seperti diatas, etek pengganda pajak juga dapat dihitung. Perbedaaanya adalah koefisien dari input tenaga kerja diganti dengan koefisien pajak. Rumus dari efek penggada pajak dengan
demikian menjadi:
•
T = Lt"la, '-1 j
dimana:
Tj
=
efek pengganda pajak
t
=
koefisien pajak
2.3.2.5. Daya Penyebaran dan Derajal Kepekaan Dalam berbagai analisis 1·0 pada Tabel 1-0 Indonesia dan propinsi ditarnpilakan analisis daya penyebaran dan derajat kepekaan. Daya penyebaran
(power of dispersion) sektor j merupakan istilah lain dari etek pengganda output (output multiplier). Untnk keper1uan perbandingan antar sektor, etek pengganda output ini
dinonnalkan dengan cara membagi rata-rata dampak suatu sektor
dengan rata-rata dari selnrub sektor . Ukuran yang dihasiIkan dari proses ini disebut sebagai indek daya penyebaran atau penyebaran ke belakang (bacward
spreod) dan indek daya penyebaran atau dikenal dengan indek kepekaan atau penyebaran ke depan (forwad spreod). Rumus dari daya penyebaron dan derajat kepekaan ini adalab (Mangiri, 1999):
3S
dimana: FS
=
BS
a
Forward Spread Ba<:kward Spread
=
elemen Matrik lovers Leontief
2.3.3. Penurunan Model 1-0 Kabupaten dari Model 1-0 PropiDsi
Metode RAS pertama kali dikembangkan oleh Prof Richard Stone dari Cambridge University, Inggris. Metode ini telah banyak digunakan, misalnya dalam penyusunan Tabel Input-Output Indonesia Update 1983, Tabel InputOutput Perhubungan 1986, Tabel Input-Output 1988 untuk menganaiisis APBN dalam beberapa Tabel luput-Output Propinsi.
Pada intinya metode RAS merupakan metode untuk memperkirakan matrik koefIsien suatu matrik 1-0 (1-0 Dasar) pada Tabel Input-Output yang
akan disusun dengan menggunakan informasi koefisien input, total permintaan barn dan total permintaan input antara pada tabel dasar (Mangiri, 2000).
Selanjutnya untuk memperoleh Tabel 1-0 yang lebib bagus, beberapa informasi penting yang dapat diperoleh perlu dimasukkan dalam beberapa elemen matrik
barn. Informasi ini misalnya adalah data pada seklor industri pengo1aban, sektor tanaman
ba.ban mahoan dan sebagainya Dengan memasukkan informasi barn
tersebut berarti kita tidak perlu lagi melakukan estimasi untuk elemen bersangkutan. Konsekuensinya jum1ah permintaan antara dan input antara yang
36
terkena pengaruh tersebut horus dikurangkan sebesar angka yang sudah dimasukkan daJam Matrik tersebut.
Beberapa data sekunder yang diperlukan untuk menyempurnakan Tabel 1-
o turunan adalah· \. PDRB Kabupaten menurut sektor 2. PDRB Kabupaten menurut penggunaan
3. Konsumsi Rumab Tangga (dari data Susenas)
4. Konsumsi Pemerintab dari APBD 5. PMfB dan Stok (dari survey BPS)
6. Ekspor dan Impor 2.3.4. Kaitan Model 1-0 dengan APBD Kegiatan pemerintah daerah merupakan faktor penting dalam ekonomi
daerah karena baik sisi penerimaan maupun sisi pengeluaran dari kegiatannya mempunyai dampak besar pada kegiatan ekonomi daerab. Untuk melihat dampak kegiatan pemerintab dalam ekonomi, maka aktivitas pemerintab tersebut perlu diintegrasikan ke dalam Tabel 1-0. Berikut ini akan diuraikan keterkaitan APBD dengan Tabel 1-0, meliputi uraian komponen APBD, keterkaitannya dengan model 1-0 dan teknik mengukur
dampak kegiatan pemerintab dengan mengunakan analisa 1-0.
2.3.4.1. Sisi Penerimaan APBD Da1am APBD terdapat dua komponen besar, yaitu penerimaan dan pengeluaran. Sisi penerimaan merupakan penerimaan dari kegiatan ekonomi
37
daerah berupa pajak dan penerimaan dari luar. Struktur peoetimaan APBD dapat diperinci sebagai berikut (Mangiri, 2000.b):
I. Penerimaan Pajak Tidak Langsung Pajak tidak 1angsung ada lab dana yang diIarik pemerinlah setelab produksi sudab terjadi tetapi belum sampai Ire konsumen. Pajak ini oleh produsen akan
dibebankan ke konsumelL
Pajak ini biasanya digllMkan untuk mengerem
konsumsi suatu baraog, misalnya minuman keras, rokok dan 1ain-1ain. DaJam praktekoya, pajak ini ditarik o1eh pemerintah dari produsen atau penjua1anya dan selanjutnya produsenlpenjual baraog akan membebankennya ke konsumen. Cootoh pajak seperti ini .d.lah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
2.
Penerimaan Pajak Langsung Pajak 1angsung adaIah pajak yang ditarik 1angsung dari badan atau
perorangan yang pendapatannya relatif tinggi
Tujuan pemungutan pajak ini
adaIah untuk pemerataan pendapatan. Contoh pajak ini adalab Pajak Pertambahan Hasil (PPh).
3. Penerimaan Pajak Iainnya Pajak ini merupakan restribusi yang ditarik dari kekayaan atau basil bumi. Pajak ini daIam perhitungan PDRB dimasukkaa sebagai pajak tidak 1angsung
4.
Penerimaan atas Keseimbangan Keuangan Pusat Daerah
menerima
dana lreseimbangan dari
pusat
daIam rangka
keseimbangan anggaran daerah untuk mengurangi ketidakmerataan antar daemh. Dana keseimbangan ini terdiri dari DAU dan DAK.
38
S. Pinjaman, bantuan dan penerimaan lainnya
2.3.4.2. Sisi Pengeluaran APBD Pengeluaran daIam APBD dikelompokkan menjadi pengeluaran rutin dan pengeluanm pembangunan.
Keterangan dari pengeluaran ini adaIah sebagai
beriIrut: I. Pengeluanm Rutin Pengeluran rutin merupakan pengeluaran yang digunakan untuk kegiatan rutin (secara tcrus menerus dilakukan) dan kegiatan pemelibaraan.
Yang
termasuk dalam pos penge1uaran ini misalnya adalab: gaji pegawai, pemelibaraan aset, tagihan listrik, telpon, air dan biaya administrasi.
2.
Pengeluaran Pembangunan Pengeluran pembangunan merupakan pengeluaran pemerintab daerah
yang sifatnya terbatas jangka waktunya atau dengan kala lain merupakan pengeluaran proyek. Pengeluaran ini dilakukan oleh dinas dan instansi pemerintab daerab lainoya.
2.3.4.3. Kaitan antara APBD dan Tabel 1-0 Seperti dikemukakan dimuka, dalam APBD terdapat dua komponen, yaitu pengeluaran dan pendapatan. Sisi pengeluaran APBD dapat dilibat pada T.bel 1-0 pada Sektor Ekonorni (Kwadaran I) dan Permintaan Akhir (Kwadran II). sedangkan sisi penerimaan APBD dapat dilihat pad. Nilai Tarnbab (Kwadran III).
39
Sisi pengelunm biasanya lidak secara ekplisit terdapat dalam Model 1-0 Standar, maka untuk mengetahuinya pengeluaran yang dimasukkan dalam Kwadran II ini perlu diperinci lebib lanjut ke dalam biaya rutin dan belonja pembangunan.
Belonja rutin yang jum1ahnya sarna dengan input Sektor
Pemerintah masuk dalam Kuadran Permintaan Akhir, sedangkan belonja pembangunan dalam Tabel 1-0 dikelompokkan dalam Perminlaan Akhir unluk Investasi (Kwadran II).
Pengeluaran pembangunan juga dapa! dimasukkan
dalam sektor lersendiri dalam Kwadaran I. Dengan demikian di dalam Kwadran I lerdapal sektor barn, yaitu Sektor Pemerintah.
2.3.5. Pengaruh APBD Tabell-O dapat digunakan untuk:
I. Memperkirakan penerimasn dari pajak dan keuntungan dari BUMO, yang bisa diperinci berdasarkan sektor-sektor ekonomi sehingga selain dapat berfungsi sebagai prediksi penerimasn juga dapal digunakan sebagai alai kontrol penerimaan.
2. Mengetahui dampak alas anggaran yang dicanangkan da1am APBD lerbadap pendapatan , penerimasn pajak, dan jumlah lenaga kerja yang diserap.
Teknis perhitungan dampak APBN terbadap penyerapan lenaga kerja, pendapatan dan penerimasn pemerintaa adalah sebagai berikul:
2.3.5.1. Dampak APBD terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Dampak APBD lerbadap tenaga kerja dapat diukur dengan rumus sebagai berikul (Mangiri, 2000b) :
40
L
(p, •• 6)
=
1 (P••,J) [I-A] -I F.. alau
L
(p •• ,b)
= 1 (p._,b) Xl
dimana: jumlah tenaga kerja mCDurut keahlian yang
Lfp,.,b)
akan diserap per tahun
I
=
koefisien tenaga kerja menurut keahlian~ dan
=
output setiap sektor atas harga konstan
(p,.,b)
Xl
2.3.5.2. Dampak Terbadap Pendapatan Masyarakat Dampak APBD terhadap pendapatan dapat diukur dengan rumus
sebagai berikut (Mangiri, 2000b): f(I, ..,I)
=
Yrg,II,f)
= Yfg,lI,lj
Y(g,II.I)
[I-A]-I Fb. alau
Xb.
dimana: f(g,II,I)
=
jumlah pendapatan masyarakat menurut perao kerja. gaji, laba usaha non formal, laba dibagikan dari
usaha formal tiap tahun. Y (g,_,I) =
koefisien pendapatan masyarakat serta pendapatan masyarakat lainya termasuk bunga masyarakat, dan
x,
=
output setiap sektor atas buga berlaku setiap tabun
2.3.5.3. Dampak terbadap Penerimaan Pemerintah Rasio pajak menurut sektor ekonomi dapat diperoleh dengan
menghitung data APBD dan PDRB. Dengan menggabungkan dengan model 1-0 diperoleh dampak APBD seperti berikut:
41
Rumuo untuk menghitung dampsk diata. adalab(Mangiri, 2000.b):
Try,v,.J)
=
(r., ..,.J) [I-A] -I Fh. alau
Try ,,,,3)
=
't.,V,3}
[I-A} -/ Xb
dimana: T(v.w.s) =
jumlab pendapstan penerimaan daerah menurut pajsk tsk langsung, pajsk Iangsung, psjsk pendapstan termasuk perseroan serta lainnya dan pengeluaran subsidi setiap
tabun. t
(V,W,s)
=
koefisien pendapatan pernerimaan daerah menurut koIDpanen penerimaan dan pengeluaran subsidi.
Besaran
koefisien ini sering disebut parameter pendapstan output setiap sektor atas barga ber1aku setiap tabun
2.4.
Optimasi Anggaran Pemerintah
2.4.1. Penerimaan dan Belanja Pemerintab Daerah
Pemerintab Daerab menerima dana pembangunan dari berbagai sumber serta rnemskainya untuk berbagai keperluan. Menurut klasifikasi dalam buku Statistik Keuangan Pemerintab KabupatenIKota dari BPS, penerimaan daerah dikelompokkan menjadi: (I) Sisa lebib Perhitungan Angaran Tabun yang Lain, (2) Pendapatan AsH Daerah, (3) Bagian Pendapatan dari Pemerintab dan atau Instansi yang Lebib Tinggi, (4) Pinjaman Pemerintab Daerah. Sedangkan pengeluaran pemerintab dikJasif!kasikan menjadi Pengeluran Rutin dan Penge1uran Pembangunan. Konsep dan rincian lebib lanjut dari penerimaan dan pengeluaran tersebut skan diterangkan berikut ini
42
2.4.1.1. Penerim.an Daerah Penerimaan daerah terrliri dari: I. Bagian Sisa Lebib Perhitungan Anggaran Tahun Yang Lalu lni merupakan sisa lebib perhitungan tahun yang lalu yang dignnakan pada anggaran Pendapalan dan Belanja tahun anggaran berilrutnya. 2. Bagian Pendapatan Asli Daerah lni merupakan penerimaan yang bersumber dari somber-sumber pendapatan daerah yang terdiri dari: (I) Pajak Daerah, (2) Restribusi Daerah, (3) Bagian Laba Usaba Daerah, dan (4) Penerimoan Lainnya. 3. Bagian Pendapalan dari Pemerintah dan Instansi yang Lebib Tinggi lni merupakan komponen yang diberikan kepada Pernerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan komposisi-komposisi tertentu, sebagai penerimaan
pemerintah untuk penyelenggaraan otonomi daerah. Penerimaan yang termasuk dalam golongan ini adalab: (I) Bagi Hasil Pajak, (2) Bagi Hasil Bukan Pajak. (3) Subsidi Daerah, (4) Bantuan Pembangunan, dan (5)
Penerimaan Lainnya. 4. Pinjaman Pemerintah Daerah lni merupakan penerimaan Daerah KabupateniKota yang berasa1 dari pinjarnan dan digunakan untuk belanja pembangunan, yang sekaligus juga dapat dipakai sebagai penyertoan modal kepada BUMD. Penerimaan tersebut dirinci menurut sumbemya terdiri dari Pinjarnan Pemerintah Pusat, Pinjarnan dari Lembaga Keuangan Dahun Negri maupun Luar Negri dan lain-lain.
43
1.4.1.1. Peng.laaran Da.rah Pengeluaran claerah dibagi menjadi dua golongon bosar, yaitu: Pengeluaran Rutin don Pengeluaran Pembangnnan. Pengeluran Rutin
Pengeluaran rutin dibagi menjadi: I. Belonja Pegawai 2. Belonja Barong 3. Biaya Pemeliharaan 4. Belanja Perjalanan Dinas s.
Belanja Lain-lain
6. Angsuran Pinjaman/Hutang dan Bunga 7. Gonjaran, Subsidi don Sumbangan kepacla Daerah Bawaban 8. Pengeluaran yang tidak masuk bagian lain 9. Pengeluaran Tidak Terduga
Pengeluaran Pembagunan
Pengeluaran Pembangunan adalah pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai proses perubahan, yang merupakan kemajuan dan perbaikan
menuju kearah yang ingin dicapai. Pada umumnya biaya pembangunan
tersebut sudah diprograrn dalarn Dallar isian Proyek Daerah (DlPDA). Pengeluaran Pembangunan semuanya diprograrn dalarn borbagai proyek di setiap sektorlsubsektor. Pada Statistik Keuangan Daerah, kalsif"lkasi sektor ini ada dua puluh satu, yaitu:
44
I. Industri
2. Pertanian dan Kehutanan 3. Swnherdaya air dan Irigasi 4. Tenaga Kerja 5. Perdagangan. Pengembangan Usaha Daerah, Keuangan Daerah dan
Koperasi 6. Transportasi 7. Pertambangan dan Energi 8. Pariwisata dan Telekomunikasi Daerah 9. Pembangunan Daerah dan Pemukiman 10. Lingkungan Hidup dan TataRuang II. Pendidikan. Kebudayaan Nasional, Kepereayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, Pemuda dan Olah Raga 12. Kependudukan dan Keluarga Sejahtera 13. Kesehatan, Kesejahteraan Sosia~ Peranan Wanita, Anak dan Remaja 14. Perumahan dan Pemukiroan 15. Agama
16. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 17.Hukum
18. Aparatur Pemerintah dan Pengawasan 19. Politik, Penerangan. Komuninikasi dan Media Massa 20. Keamanan dan Ketertiban Umum 21. Subsidi Pembangunan Kepada Daerah Bawahan
45
1.4.2. Optimasi Anggaran Pemerinlah Daerah 1.4.z.1. Optimasi Produksi Barang dan Jasa Publik
&rbeda dengan optimasi produksi barang privat yang ditentukan oleh mekanisme pasar, optimasi barang publik ditentukan oleh proses politi!<, dan secara langsung oleh wakil-wakil masyarakat (David, 1973). Proses peuentuan jeDis dan jumlab barang publik yang diproduksi di suatu pe!DOI illl.han
daerab melalui jalan yang cukup panjang, dati sejak penentuan
strategi pembangunan daerab sampai ke persetujuan anggaran oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerab alas rencana anggaran yang disusun oleh eksekutif. Proses penentnan ini adalah proses politi!<, namun demikian abematif-alternatif solusi keputusannya dapat lebih dahnlu dipersiapkan melalui proses perhitungan secara rasional ekonomis untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat. Kepentingan-kepentingan rakyat dapat didif"misikan sebagai tujuantujuan yang akan dicapai dan kemudian akan perhitungan optimasi dengan mempertimbangkan kendala yang dihadapi. Perhitungan rasional optimasi ini sudah selayakuya diterapkan dalam produksi barang dan jasa di daerab agar tujuan pembangunan daerab dapat tercapai secara maksimum. Bila tujuan pembangunan yang ditetapkan adalab penyerapan tonaga kerja, output dan penerimaan pajak maka dalam penentuan anggaran pemerintab daerab perlu didasari oleh perhitungan-perhitungan optimasi sumber dana untuk mencapai tujaan tersebut.
46
1.4.l.l. Optimasi Anggaran P.merintah Daerab Anggaran pemerintab daerab disusun untuk menjalankan fungoi pemerintahan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan daerah. DaIam bid_ ekonomi, tujuan pembangunan daerab soringkali berupa jumlab output, penerimaan daerah. Dengan
jumJah !onaga kerja, distribusi pendapatan dan
demikian maka alokasi anggaran diharapkan akan dapat mencapai tujuan-tujuan pembangunan tersebut secara maksimal. Karena setiap seldor memiliki kontribusi y_ berbeda terbadap Output, !onaga kerja, distribusi pendapatan dan pendapatan daerab maka perbedaan
alokasi anggaran pemerintah menurut soldor akan mempengarubi peneapaian nilai-nilai tersebut. pem~
S~alan
hal tersebut maka untuk mencapai tujuan-tujuan
tersebut, anggaran
pemb~
perlu dialokasikan sedemikian
rupa sebiogga tujuan pembangunan dapat dicapai secara optimal
DaIam rangka menyusun optimasi anggaran pembangunan daerab maka perlu diketabui lebib dabulu konstribusi masing-masing soldor ekonomi terbadap tujuan
~
dan pengarub anggaran pembangunan terbadap tingkat
produksi per soldor ekonomi Pada intinya, anggaran hams diaIokasikan pada seldor sektor
~
memberikan konstribusi besar pada tujuan pembangunan.
Nanum demikian karena terdapat banyak tujuan pembangunan yang akan dicapai
maka alokasinya menjadi lebib rumit. Untuk mengatasinya diperlukan program optimasi seperti Linier Programming. Sedangkan untuk mengetahui hubunganbubungan antara alokasi anggaran dengan produksi barang dan jasa diperlukan
Analisi. 1-0. Sehingga untuk mengetabui optimasi anggaran pemerintab diperlukan Ana1isis Gabungan antara 1-0 dengan LP.
47
1.4.3. LInear dan Goal Programming Modellnpul·Output hanya bersifat deskripsi dan bebas nilai (netntI) dari
pandangan kebijaksanaan. la mengatakan apa bukan bagaimana seharusnya. Lebih jauh, kenetIalannya tidak mengbaJangi Tabell·O diambil secara praktis
daIam studi pengaruh (impac/) ekonomi,
pendugaan ([orcas/ing), dan
pengunaan lainnya yang banya berarti jika asumsi restriksi dati mndel tidak diabaikan. Kekuatan Analisis 1·0 mendiskripsikab hubungan antar industri, aspek tekniknya dan karakteristiknya yang bebas
uiJa~
juga merupakan
kelemabannya ketika dilibat dari perpektif lain. Operasi Model 1-0 lemab ketika parameter berubah. Mereka tidak memasukkan mekanisme untuk menangkap efek substitusi baik daIam kernajuan teknologi maupun pola perdagangan. Mereka tidak meoyadari babwa peningkatan daJaro perminlaan akbir mungkin tidak terjadi jika kapasitas terhutas atau ada barobatan lain daIam sistim ekonomi Dengan demikian ketika dipertimbangkan sebagai aJat perencana, Model 1-0 kurang dopat mengakomodasi pereneanaan pemerintab yang seringkaJi berorientasi pada tujuan ("goal oreinled,. Korona itu sebagai aJat
perencana, Analisis 1-0 juga lemah karena tidak memasukkan eflSiemsi sumberdaya, suatu hal yang menjadi kepeduJian ilmu ekonomi Korona potensi kelemaban Mndell-O ini maka kita perlu mengkonversi Mndell·O ke daJarn benluk Linear Prograroming, suatu hal yang mungkin diJakukan karena I'() dan
Linier Programming sarna-sarna merupakan model ekonomi linier (O'Connor and Henry, 1975).
48
Kelebihan dari model Linear Programming versi 1-0 adalah model ini dapat mengefisienkan sumberdaya yang terbatas untuk meneapai tujuan. Kelebihan ini sangat penling leareno dalam perencanaan ekonomi, khususnya perencanaan regional selalu berhadapan dengan masalah kelangkaan sumberdayo. Linear Progranuning rnenyadari bahwa banyak produksi yang feasible tetapi
analis
memilih
satu
yang
memaksimumkan
manfaat
atao
meminimumkan hiaya. lni juga pendekatan yang sangat fleksible wena ada
banyak tujuan yang bisa dioptimisasikan. Fungsi tujuan (antara lain, fungsi
linier untuk memaksimumkan atau meminimumkan dengan kendala tertentu) dapat memaksimumkan GRP (Gross Regional Product), meminimumkan biaya transportasi regional, meminimumkan investasi pada sektor tertentu
dengan kendala pernenuhan permintaan yang akan datang dan lainnya. Struktur dari fungsi tujuan akan tergantung pada kegunaan dari
mode~
apakah untuk suatu peramalan ekonomi, alokasi sumberdaya dalam ruang
atao waktu, program optimasi investasi atau analisis penggunaan sumberdaya dan persyaratan mvestasi suatu industri tertentu. Menggunakan Teknik 1-0 dengan satu tujuan kebijakan dalarn kerangka Model Linier Progranuning adalah mengkombinasikan anaIisis hubungan teknik antar industri dan pengejaran tujuan. Sebagai contoh,
Model
Progranuning
Interegional
yang
diterapkan
dengan
tujuan
mengoptimalkan jumlah gross regional produk, dengan kendala persamaan spesifIk tertentu. Persamaan kendala dapat mengambi! bentuk permintaan akhir dalam region yang kayo. Sebagai contoh Mathur (1971) dalam
49
O'CODl1Or and Henry (1975) menyarankan bahwa fin31 demon
berikut ini akan tcrlebih dahulu prinsip dasar LP. Uraian akan meliputi
LP dengan tujuan tunggal dan LP dengan tujuan ganda. 2.4.3.1. Linear Programming Riset operasi merupakan suatu tcknik analisis yang bertujuan untuk menentukan kegiatan-kegiatan terbaik (optimum) dari suatu
masalah pengambilan keputusan dengan kendala sumberdaya. Bentuk umum model riset operasi terdiri dari sutau fungsi tujuan (objective function) dan beberapa pembatas (restriction) yang dinyatakan dalam
beberapa peubab-peubab pengambil keputusan (decision variable) dari suatu permasalaban (Tab., 1992) . Formulasi LP adalab sebagai berikut: Optimumkan Fungs; Tujuan:
Dengan /renda/a:
+ .......... +OII1X" D1/X} + Q 21 X2 + .......... + QlnX,r QIIX/+a I1 X2
5atau~bJ 5atau ~bl
0./X/+0Ill1X2+ .......... +o"'"X,. $alau;}!bm
Syarat non negatif:
X,. X~ ...... ~ > 0, untu/cj - 1,2.3...... n
50
Dalam bentuk ringkas sebagai berikut:
Optimumlwn: Z - EC,Xj, untulcJ -1,1, ....., n
Dengan syaral:
dan
dimana:
Z
-
nilai skaIar kriteria pengambilan keputusan; fungsi t1!iuan
C;
-
koefisien peubah pengambi1an keputusan
X
-
peubah pengambi1an kepuIusan atau kegiatan yang ingin dicari niJai. nilainya
a;j
-
koefisien input-output (teknologi) peubab pengambil keputusan datin kegiatan yang bersangkutan daIam kendala ke i
b,
-
sumberdaya yang terbalas, yang membatasi kegiatan atau usaba yang bersangkutau yaitu kendala ke i
Dalam program linier terdapat beberapa asumsi, Emesto P. Abarientos (1972) , yaitu: 1. Linieritas: perbandingan antara input yang satu dengan input yang lainnya, atau input dengan output besarnya tetap dan tidak tergautung pada tingkat produksi.
2. Addifitas : Kriteria optimasi dari fungsi tujuan adalab jumlah dari nilai parameter (C;) pada aktivitas yang teIpisah (X;). Disamping itu jumlah sumberdayo yang digunakan adalab soma dengan penjumJaban dari
51
sumberdaya yang dignnakan ada lab sarna deugan penjumJaban dati sumbenlaya untuk masing-masing aktivitas.
3. Divisibilitas: peubah pengambilan keputusan Xj, jika diperlukan dapat dibagi kedalam pecahan-pecahan.
4. Proporsionaiitas
:
jika peubah
pengambilan
keputusan
Xj,
maka
perubohannya akan menyebor dalam proporsi yang sarna terbadap fungsi tujuan CjXj dan juga pada kendalanya au Xj. Jika Xj dinaikkan dna kali maka
secara proporsional nilai-nilai aij x.; juga akan uaik dna kali lipat.
5. Finiteness: Proses pemrogramannya pada jumlah ahernatif aktivitas dan keodala sumberdaya yang terbatas. 6. Deterministik: pameter dalam peubah peugambilan keputusan C, a, dan b
ditentukan dan diketahui terlebih dahulu secara pasti Pemecaban Program Linier dapat mengguuakan teknik grafik, a1jabar, simplek dan beberapa teknik
khusus seperti teknik Vogel untuk masalah
transportasi. Teknik Simplek merupakan teknik yang paling banyak digunakan karena sederhana. Ada beberapa proses pemeeahan masalah yang perlu dipahami pada tahap optimal dan proses pemecahan masalah dengen perancangan linier, yaitu:
I. Aktivitas yang masuk dalam program optimal akan memiliki "reduce
eosin atau "opportunity cost" sama dengan nol. Ini berarti bahwa dalam struktur kendala yang ada, memperluas aktivitas yang masuk dalam program optimal sebesar satu unit, akan merubah nilai program optimal.
52
2. Untuk aktivitas yang masuk dalam progrann optimal "opportunity cost" aktivitas tersebut akan tidak soma dengan
no~
sehingga kalau satu unit
aktivitas ini dimasukkan ke daIam program optimal, akan menurunkan
nilai fungsi tujuan sebesar nilai opportunitasnya. 3. Kendala yang habis dipakai habis akan memiliki harga bayangan
(shadow price) yang positif dan tidak soma dengan nol Artinya penambahan satu unit faktor produksi yang terbatas
penyedianny~
akan
menambah nilai program optimal sebesar nilai bayangan sumberdaya yang tehatas itu. Dalam hal
in~
harga hayangan mempunyai makna yang
serupa dengan nilai produk marginal dalam teorl produksi. Pogram optimal menunjukkan adanya keseimbangan pasaran, sehingga nilai program optimal atau nilai per unit kegiatan aktivitas Dyata masuk daIam program optimal akan soma dengan biaya faktor-faktor produksi dinilai dengan harga bayangan yang bersangkutan 4. Faktor produksi yang tidak terpakai habis dan masih ada sisa, harga
bayangannya sarna dengan DoL Penambahan satu unit faktor produksi ini dalam program optimal akan merubah nilai progmm. 2.4.3.2. Goal Programming
Pada kenyataannya tujuan pengambilan keputusan dalam manajemen dan industri seringkali tidak satu, dan antar tujuan mempunyai konflik. Pengambilan secara demikisn umumnya dilakukan dengan membentuk model optimasi dengan tujuan ganda (Multi Objective Programming). Muhi Objective Programming merupakan optimasi simnltan dari beberapa
tujuan dengan suatu set keudala. Karena suatu solusi optimasi dari dua atau lebih
53
tujuan simu1tan tidal< dapat
ditentukan.
MOP mencari suatu set solusi yang
elision. juga disebut non dominated atau Pareto-Optimal Solutions. EIemenelemaot dari set efilien ini .dalah solusi feasibel dimana tidak ada solusi feasible lain yang dapat dicapai sarna atau \obib baik untuk semua tujuan dan jelas lebib baik (stricly be«",) untuk paling tidak satu tujuan (Romero, 1987).
Tiga jalan utama untuk menghasilkan atau paling tidak mendekati set
efisien ada1ab sebagai berikut: I. Metode Pembobotan (The Weighting Method), dimana tiap tiap tujuan dibobot
dan kemudian dijnmlabkan. 2. Metode Kendal. (The constrain method), dimana satu dari tujuan-tujuan dioptimasi sementara yang lain dispesifikasi sebagai kendala. Set yang eflSien didapatkan dengan menjadikan sisi sebelab kanan (nilai sebelab kanan dari tanda sarna dengan) dari nyuan sebagai kendala. 3. Metode Simplek Muhi Kriteria (The Multicriteria Simplex Method). Dimana semua titik ektrim elisien didapatkan dengan pergerakan dari satu Iitik ektrim
ke titik ektrim yang berdekatan. Pendekatan MOP menghasilkan suatau set solusi yang elision. Zeleny (1976) dalam Romero (1987) mengusu1kan metode ini disebut sebagai Metode
Compromise Programming (CP). Pada tabap petama CP mengeset Iitik ideal. Koordinat ini dipero\ob dari nilai optimal dari tujuan-tujuan yang berbeda yang didapatkan dari Program LP Tujuan Tunggai. Jika titik idea1 tersebut tidak feasible, solusi eflSien yang paling dekat dengan titik ideal tersebut yang ditetapkan o\ob CP sebagai nilai solusi optimum (atau best-compromise solution). Tergantung dari ukuran dari jarak yang dil!'makan, set solusi kompromise dapat ditetapkan.
54
Salah satu bentuk MOP ad.Jab Goal Programming. Goal Programming adaJ.h suatu modiflkasi Linear Programming Konvensional. Ia berbeda dengan teknik Linear Programing terutama daIam peISpektifuya. Model Linear Pmgramming memfokuskan diri pada problem penentuan aIokasi optimal dari sumberdaya yang terbalas pada tujuan tertentu. Sedangkan Goal Pmgramming
dengan format yang sama mencari pemecahan yang sedekat mungkin dengon tujaun-tujuan spesifik yang telab ditenIukan. Keduanya dibalasi oleb asumsi bahwa variabel-variabe model yan dopa! dibagi dan dihubungkan oleb bubungan
linier. SeJanjutnya, basil Goal Pmgra"''''ing merupakan spesifikasi ekpJisit dari tujuan kuantitatif dan suatu struktur preferens yang berkaitan dengon tujuan tersebut. lni merupakan hal yang disediakan unIuk menghindari kelernahan teknik Linear Pmgramming (David B Field, 1973). Solusi pada Goal Pmgramming didasarkan pada trade off antar tujuan.
Implementasi dari analisa trade off antar tujuan ini tergantung pada adanya preference pengambil keputusan. Salah satu cara
UlDum
untuk mendapatkan
dan menjelaskan preferensi pengambil keputusan adalah menetapkan nilai
target untuk tiap--tiap tujuan dan menentukan bobot relatif dari target tersebut. Cora komunikasi preferensi ini kbususnya berguna jika pengarnbil keputusan
tidak seeara langsung terlibat dalam analisis trade-off komputerisasi atau grup dari pengambil keputusan dalam menentukan solusi yang
kompromise.
Sebagai salab satu teknik optimasi paling populer, Goal Programming menyediakan jaJan pragmatis dan tleksibel untuk memenuhi preferensi di atas. DaJam bentuk standar Goal Pmgramming adalab spesial kasus dari Linear Programming dengan minimisasi deviasi dari tujuan atau atau target
55
dispesifikasikan, dimaDa dibatasi oleh kendala sumherdaya, operasi dan sebagainya. Untuk pendekstan problem Linear Programming dalarn multi tqjuan kedalam hentuk Goal Programming, target level barus didefinisiksn untuk masing-masing variahel tujuan p. Jiks level target dinotasikan sebagai gk
dan
berhubungan
dengan
pembobot
Wk,
mska
pembedaan
tujuan
tertimbangnya, dirumuskan sebagai herikut:
L-Ew,/g,-z,/ Untuk tujuan ana1isis L dilinearksn melalui kurang atau lebihnya pencapaian dari variasi d. dan dt + ,yakni:
d. d"
= gl-Zj
-0
Jimgj> Z,t jika gk~Zk
-0 = g1-Z1
jika gx
- 0
jikagk< Z1
sebingga fungsi tujaun Goal Programming dapat dituliskan sebagai beri1cut:
dimaDa L ada1ah sama dengan jurnlah tertimbang (pinalty) dari deviasi di atas atau di bawah level target untuk masing-masing nilai k. Jiks fungsi tujuan zt diasumsikan ada1ah fungsi linier dari variabel keputusan x, minimisasi dari L pada daerah feasible dapat diurumuskan sebagai:
dimaDa c'k adalah kolom ke k dari matrik C yang berordo p x n yang sarna menghut.mgkan tujuan-tujuan dengan variabel keputusan. Dalarn pembobot ksrdina1 goal programing dapat dirumuskan sebagai berikut:
56
Minimkan L ~ Wd- + wd'
Kendala CX+d-+d+" g AX"b
x,a+d'"
0
Dimana:
tf + tf
~
vektor deviasi dari dibawah dan diatas target
W
~
veldor pembobot
X
~
vektor aitemalif aktivitas
e
~
matrik koefisien yang menunjukkan kontnbusi pada setiap aktivitas X nntuk setiap tnjuan
g
~
""Idor dari level-level target dari tnjuan P
A
~
matrik dari koefisien kendala pada setiap aktivitas X
Fungsi tujuan dalam hal ini dicerminkan melalui mjnimisasi deviasi dari sekumpulan tnjuan yang ditetapkan sebelumnya. Masing-masing tnjuan bisa melibatkan rnioirnisasi deviasi positif atau negatif (atau keduanya) tergantnng dari level tnjuan yang telab dispesifikasikan. Didalam Goal Programing, deviasi dari tnjuan-tnjuan yang yang berbeda dapat dibobot secara kardinal dan dirnioirnkan dengan cara yang serupa dengan Linear Programming. Namunjuga, tnjuan-tujuan yang dicerminkan dalam deviasi dapat pula menggunakan prioritas secara ordinal, yang berbeda dengan Linier Programing. Disamping ito model ini dopat pula melibatkan perangkingan secara ordinal untnk targetnya. Sebingga bentnk Model Goal Programming mejadi: Minimkan L ~ PdWtf +
KentkJla
ex + tf + tf
wtfJ Sg
57
AXsb
x,a+d'?O dimana: P = prioritas
Umumnya pembobot kardinal maupun ordinal daIam Goal Programming digllnakan untuk menemukan strategi yang diinginkan secara langsung. Jika pem_ keputusan mempunyai preferensi yang benar, struktur daIam muhi objective dapa! diekspresikan daIam rangking prioritas. WaIaupun Goal
ProgIBlliming memperhituDgkan efisiensi namum hanya membantu seleksi yang elisien pada sebuab solusi kompromi yang bersililt satisficing.
DaIam struktur Goal Programming interpretasi dual adaIah su1it. Tidak seperti pada kasus LP dimana interpretasinya didasarkan pada aktivitas dual atau nilai marginalnyam, interpreasinya pada Goal Programming hanya mungkin
dilakukan apabila ada transformasi deviasi kedaIam bentuk satuan uang yang sarna. Tetapi manfilat
intepretasi marginal dapa! diperoleh jika Linier
Progrannning dan Goal Programming digunakan secara bersama sebagai alat aIanaIisis yang bersifat komplernenter.
Prosedur untuk menggunakan LP dan OP secara komplementer adaIah sebagai berikut: 1. Fonnulasi problem perencanan sebagai model LP. Spesifikasi meh1>atkan
spesifikasi problem parameter, variabel keputusan, aktivitas, kendaIa dan tujuan yang diinginkan. 2. Optimasikan masing-masing fungsi tujuan secara seri dengan menggunakan kendaIa yang ada Jika model agak besar dan boros daIam pemecahannya, kurangi dengan beberapa aktivitas ahernatif dan gunakan reduce model.
58
Lanjutkan dengan menggllnakan reduce nrotkl untuk memperoleb initiaJ basis
untuk memecahkan model penuh. Jika mllngkin buat perubahan-perubahan dalam model untuk menghilangkan konskekwensi yang tidak diinginkan.
3. Bandingkan semua solusi dengan strateginya. Catat trade off antara indek performans tertentu sebagai tujuan dan perubahan kendala. Observasi nilai-
ni\ai dari varibel dual dan reduce cost dari variabel-variabel non basis dan buat interprctasi marginal yang tepat. Carl kebeJadaan dari &hematif yang
optimum. KeJjakan ana1isis post optimal untuk menguji solusi aktraktif dan strategis untuk mengubah parameter dan respon data. Reduce model mungkin untuk pengujisn ini. Jika rencana yang diduIrung oleb solusi utama adaIah memuaskan secara lengkap, lengkapi dengan strategi yang unik. 4. Fonnulasikan kembali problem sebagai Model Goal Programing yang dibobot secara kardina\. Isikan level-level goal optimal dari berbagai tujuan tunggal
dati solusi LP secara individual Hal ini akan memberi jaminan bimpunan goal yang konsisten secara internal dan mengantarkan pada solusi noninferior. Berikan pembobot yang besar pada goal yang paling diinginkan untuk memastikan level pencapaian yang lebib tinggi Pembobot lainoya umumnya merelleksikan prefurensi pembuat keputusan. 5. Pelajari semua solusi dan strategi dan bandingkan dengan solusi dari LP untuk mengukur penambahannya, jika tujuan yang nonoptima1 digunakan untuk
menentukan solusi noninferior. Jika kondisi ini masih belurn memuaskan maka horus kembali pada tahap 2 dan funnulasikan kembali model secam lengkap.
59
6. Seleksi solusi yang dUnginkan untukk dignnakan sebegai basis pada
perencanaan implementasi