II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Agribisnis Peternakan Sapi Perah Salah satu bidang usaha agribisnis peternakan yang memiliki potensi
cukup besar dalam meningkatkan kesejahtraan dan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia adalah usaha ternak sapi perah dengan produk utamanya adalah susu. Hal ini didukung terus dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan protein hewani serta masih tersedianya sumberdaya alam dan sumberdaya manusia di Indonesia. Tingkat konsumsi masyarakat terhadap produk susu yang diperkirakan terus meningkat merupakan suatu peluang bagi usaha ternak sapi perah. Para peternak dapat memanfaatkan peluang tersebut untuk meningkatkan profit usaha dan secara tidak langsung dapat menciptakan lapangan kerja. Menurut Soehadji dalam Saragih (2000), tipologi Usaha peternakan dibagi berdasarkan sakala usaha dan tingkat pendapatan peternak, dan dklasifikasikan ke dalam kelompok berikut : 1) Peternakan sebagai usaha sambilan, dimana ternak sebagai usaha sambilan untuk mencukupi kebutuhan sendiri (subsistance). Dengan tingkat pendapatan dari usaha ternak kurang dari 30 persen. 2) Peternakan sebagai cabang usaha, dimana petani peternak mengusahakan pertanian campuran (mixed farming) dengan ternak sebagai cabang usaha. Dengan tingkat pendapatan dari usaha ternak 30-70 persen (semi komersial atau usaha terpadu). 3) Peternak sebagai usaha pokok, dimana peternak mengusahakan ternak sebagai usaha pokok dan komoditi pertanian lainnya sebagai usaha sambilan (single komodity). Dengan tingkat pendapatan usaha ternak 100 persen (komoditi pilihan). Menurut Williamson dan Payne (1993), setidaknya ada tiga tipe peternakan sapi di daerah torpis yaitu peternak rakyat atau subsisten, peternak spesialis, dan produsen skala besar. Prawirokusumo (1990) menyatakan bahwa berdasarkan tingkat produksi, macam teknologi yang digunakan, dan bayknya hasil yang dipasarkan, maka usaha peternakan di Indonesia dapat digolongkan ke dalam tiga bentuk, yaitu :
7
1) Usaha yang bersifat tradisional, yang diwakili oleh petani dengan lahan sempit, yang mempunyai 1-2 ekor ternak, baik ternak,= ruminansia besar, ruminansia kecil bahkan ayam kampung. 2) Usaha backyard yang diwakili peternak ayam ras dan sapi perah yang telah memakai teknologi seperti kandang, manajemen, pakan komersial, bibit unggul, dan lain-lain. 3) Usaha komersial adalah usaha yang benar-benar menerpakan prinsipprinsip ekonomi antara lain untuk tujuan keuntungan maksimum. 2.2
Pakan Hewan Ternak Sapi Perah Pakan yang diberikan kepada ternak sapi terdiri dari dua jenis pakan,
untuk sapi dewasa diberikan pakan hijauan dan pakan konsentrat, sedangkan untuk pedet diberikan kolostrum dan susu sapi. Pemberian pakan kepada ternak harus sesuai dan tepat waktu agar kesehatan ternak terjaga dan hasil produksi tetap stabil jumlah dan kualitasnya. Deskripsi pemberian pakan pada sapi perah sebagai berikut : a) Pakan Hijauan Pakan hijauan merupakan pakan utama sapi perah untuk dapat hidup, berproduksi dan berkembangbiak. Pakan hijauan (makanan kasar) ialah semua bahan makanan yang berasal dari tumbuh–tumbuhan atau tanaman dalam bentuk dedaunan, ranting, bunga dan batang. Bahan ini pada umumnya dalam keadaan tebal, besar dan kasar yang kandungan energinya relatif rendah, tetapi merupakan sumber vitamin dan mineral yang bagus karena mengandung kadar air 70-80 persen. Pakan hijauan yang diberikan berupa rumput gajah, klobot jagung, daun pisang dan rumput liar. Jenis yang paling baik diberikan kepada sapi adalah rumput kinggrass (rumput raja), rumput gajah dan klobot jagung. Adapun kandungan yang terdapat dalam rumput gajah adalah serat kasar yang baik bagi sapi. Klobot jagung berperan untuk meningkatkan lemak yang ada dalam susu, membuat susu akan terasa lebih enak dan kental serta baunya akan tercium wangi. b) Pakan Konsentrat Pakan konsentrat merupakan makanan penguat bagi sapi karena mengandung kadar energi dan protein tinggi serta serat kasar yang rendah. Pakan 8
konsentrat sapi perah terdiri dari campuran bahan–bahan berupa biji–bijian dari tumbuh–tumbuhan, umbi–umbian dan hasil sampingan dari produk olahan pertanian. Bahan makanan konsentrat ini terdiri dari : wheat pollard, dedak padi, bungkil kelapa, kacang hijau, molasses (tetesan tebu), garam, mineral, kapur, jagung popcorn, dan gaplek. Kegiatan produksi pakan konsentrat yang dilakukan berdasarkan Standart Operational Procedur (SOP). Pada unit usaha pakan konsentrat terdapat satu orang supervisor dan tiga orang tenaga kerja yang melakukan kegiatan produksi. Kegiatan proses produksi pakan konsentrat dilakukan pukul 07.00–12.00 WIB dan pukul 13.00-16.00 WIB. Secara garis besar terdiri beberapa tahapan, tahapan tersebut meliputi meliputi proses penimbangan bahan baku, proses pembuatan formula pakan konsentrat, proses pencampuran bahan baku dalam mixer, penimbangan hasil keluaran akhir dan pengemasan. 2.3 Hasil Penelitian Terdahulu Bangun Tri Hermanto (2009), meneliti tentang kelayakan usaha sapi perah pada Kelompok Ternak Barusireum, Desa Cibeureum, Kecamatan Cisarua Bogor. Metode yang digunakan dalam mengkaji kelayakan finansial usaha budidaya sapi perah pada Kelompok Ternak Barusireum berdasarkan kelayakan investasi yaitu NPV, IRR, Net B/C Ratio, Payback Period. dengan menggunakan 3 skenario yaitu skenario I terdiri dari peternak usaha skala kecil dengan kepemilikan sapi sebanyak tiga ekor, skenario II terdiri dari peternak usaha skala menengah dengan kepemilikan sapi sebanyak tujuh ekor, dan skenario III terdiri dari peternak usaha skala besar dengan kepemilikan sapi sebanyak dua puluh ekor. Hasil analisis kelayakan usaha budidaya sapi perah skenario I diperoleh hasil NPV sebesar Rp 9.749.415, Net B/C sebesar 1,21 IRR sebesar 11 persen, dan Payback Period sebesar 13,5 tahun. Hasil analisis financial menunjukkan bahwa usaha budidaya sapi perah layak untuk dilaksanakan karena nilai NPV lebih besar dari nol, Net B/C lebih besar dari satu, nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga meskipun payback period melebihi umur proyek yaitu 10 tahun. Skenario II dengan NPV sebesar Rp 143.061.052, IRR sebesar 42 persen.
9
Sedangkan untuk skenario III NPV sebesar Rp 904.982.084, IRR sebesar 74 persen, Net B/C sebesar 5,07 dan payback period selama 2,5 tahun. Hasil analisis financial skenario II dan III menunjukkan bahwa usaha budidaya ternak sapi perah layak untuk dilaksanakan karena nilai NPV lebih besar dari nol, Net B/C lebih besar dari satu, nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga, dan waktu pengembalian investasi yang dibawah umur bisnis. Arief Rivai (2009), meneliti tentang kelayakan usaha penggemukkan sapi potong (fattening) pada PT. Zagrotech Internasional (ZDI), Ciampea Bogor. Metode yang digunakan dalam mengkaji kelayakan finansial usaha fattening sapi potong pada PT. ZDI berdasarkan kelayakan investasi yaitu NPV, IRR, Net B/C Ratio, Payback Period, dan analisis sensitivitas dengan menggunakan 2 skenario yaitu skenario I modal sendiri dan skenario II modal pinjaman. Hasil analisis kelayakan usaha pengembangan penggemukkan sapi potong (fattening) skenario I pada tingkat diskonto 7 persen ini diperoleh hasil NPV sebesar Rp 4.473.018.300, Net B/C sebesar 2,92, IRR sebesar 37 persen, dan Payback Period sebesar 3,5 tahun. Hasil analisis financial menunjukkan bahwa usaha penggemukkan sapi potong (fattening) layak untuk dilaksanakan karena nilai NPV lebih besar dari nol, Net B/C lebih besar dari satu, nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga, dan waktu pengembalian investasi yang dibawah umur bisnis. Sedangkan hasil analisis kelayakan usaha pengembangan penggemukkan sapi potong (fattening) skenario II ini pada tingkat diskonto 13 persen diperoleh hasil NPV sebesar Rp 186.799.039, Net B/C sebesar 1,07, IRR sebesar 15 persen, dan Payback Period sebesar 8,2 tahun. Hasil analisis financial menunjukkan bahwa usaha penggemukkan sapi potong (fattening) layak untuk dilaksanakan karena nilai NPV lebih besar dari nol, Net B/C lebih besar dari satu, nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga, dan waktu pengembalian investasi yang dibawah umur bisnis. Analisis senitivitas dengan dua variabel parameter yaitu penurunan penjualan sapi potong serta peningkatan biaya pembelian bakalan sapi. Hasil analisis sensitivitas untuk skenario I menunjukkan persentase maksimum
10
penurunan penjualan sapi potong sebesar 5,26 persen. Sedangkan persentase maksimum peningkatan biaya bakalan sapi sebesar 7,88 persen. Pada skenario II hasil analisis senitivitas menunjukkan persentase maksimum penurunan penjualan sapi potong sebesar 2,98 persen. Sedangkan persentase maksimum peningkatan biaya bakalan sapi sebesar 4,26 persen. Putria
(2008),
meneliti
tentang
kelayakan
usaha
pengembangan
pembibitan (breeding) sapi potong pada PT. Lembu Jantan Perkasa (LJP), Serang, Provinsi Banten. Metode yang digunakan dalam mengkaji kelayakan financial usaha breeding sapi potong pada PT. LJP berdasarkan kelayakan financial usaha breeding sapi potong pada PT. LJP berdasarkan kelayakan investasi yaitu NPV, IRR, Net B/C Ratio, Payback Period, dan analisis sensitivitas. Hasil analisis kelayakan usaha pengembangan pembibitan sapi potong ini diperoleh hasil NPV sebesar Rp 1.929.172.324, Net B/C sebesar !,48, IRR sebesar 10,65 persen, dan Payback Period sebesar 3,56 tahun. Hasil analisis financial menunjukkan bahwa usaha pengembangan pembibitan sapi potong layak untuk dilaksanakan karena nilai NPV lebih besar dari nol, Net B/C lebih besar dari satu, nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga, dan waktu pengembalian investasi yang dibawah umur bisnis. Analisis senitivitas dengan dua variabel parameter yaitu nilai tukar Rupiah terhadap Dollar yang berfluktuatif dan penurunan produksi sapi potong. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan penurunan volume produksi sapi bunting muda dan sapi bunting tua sebesar 5 persen paling peka diantara dua variabel penurunan volume produksi anak sapi dengan berat 170-250 Kg. Dekayanti (2008) meneliti tentang potensi pengembangan usaha penggemukan sapi potong di Kota Tanggerang. Metode yang digunakan yaitu analisis KPPTR (Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia) dan peramalan permintaan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa sumberdaya peternakan yang mendukung upaya pengembangan usaha penggemukkan sapi potong adalah populasi ternak, peternak dan kelembagaan. Berdasarkan perhitungan KPPTR kota Tanggerang memiliki nilai KPPTR 169,7 ST (Satuan Ternak) sedangkan potensi pasar daging sapi yang dilihat dari 11
segi permintaan memberikan peluang dan prospek yang cerah untuk pengembangan usaha penggemukkan sapi potong di Kota Tanggerang. Hal ini tercermin dari permintaan daging sapi di kota tanggerang yang akan terus meningkat setiap tahunnya. Dari penelitian-penelitian tersebut memiliki beberapa persamaan yang terdapat pada dua penelitian sebelumnya yaitu Arief Rivai (2009) dan Putria (2008), yaitu analisis kelayakan usaha pada perusahaan peternakan sapi dengan menggunakan kriteria kelayakan investasi yang sama yaitu NPV, IRR, Net B/C Ratio, Payback Period, dan analisis sensitivitas. Sedangkan perbedaan dengan penelitian sebelumnya terletak pada lokasi perusahaan dan jenis hewan ternak sapi yang akan diteliti. Lokasi dimana penelitian sekarang dilakukan di daerah Cisarua Bogor dan jenis hewan ternak sapi yang akan diteliti adalah sapi perah.
12