II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Kemitraan Sub-bab ini menjelaskan mengenai pengertian kemitraan,tujuan kemitraan,
kelebihan dan kelemahan pola kemitraan, jenis-jenis pola kemitraan dan syarat – syarat kemitraan. 2.1.1
Pengertian kemitraan Kemitraan pada esensinya dikenal dengan istilah gotong royong atau
kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individuindividu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Pengertian kemitraan secara umum (Promkes Depkes RI, 2004) meliputi 1.
Kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan mitra atau partner.
2.
Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kebersamaan yang saling menguntungkan dan saling mendidik secara sukarela untuk mencapai kepentingan bersama.
3.
Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor, kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk bekerja sama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip, dan peran masing-masing.
11
12
4.
Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau organisasi
untuk
bekerjasama
mencapai
tujuan,
mengambil
dan
melaksanakan serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang hubungan masing-masing secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila diperlukan. 2.1.2
Prinsip kemitraan Terdapat tiga prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun suatu
kemitraan oleh masing-masing anggota kemitraan yaitu 1. Prinsip kesetaraan (Equity) Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan harus merasa sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang disepakati. 2. Prinsip keterbukaan Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota serta berbagai sumber daya yang dimiliki. Semua itu harus diketahui oleh anggota lain. Keterbukaan ada sejak awal dijalinnya kemitraan sampai berakhirnya kegiatan, keterbukaan ini menimbulkan rasa saling melengkapi dan saling membantu diantara golongan (mitra). 3. Prinsip azas manfaat bersama (mutual benefit) Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh manfaat dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi masing-masing. Kegiatan atau pekerjaan menjadi efisien dan efektif bila dilakukan bersama.
13
2.1.3
Tujuan kemitraan Maksud dan tujuan kemitraan pada dasarnya yaitu untuk membantu para
pelaku kemitraan dan pihak-pihak tertentu dalam mengadakan kerjasama kemitraan yang saling menguntungkan (win-win solution) dan bertanggung jawab. Ciri dari kemitraan usaha terhadap hubungan timbal balik bukan sebagai buruhmajikan atau atasan-bawahan sebagai adanya pembagian risiko dan keuntungan yang proporsional, di sinilah kekuatan dan karakter kemitraan usaha. Menurut Hafsah (1999), tujuan ideal kemitraan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan secara lebih konkret yaitu (1) meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat, (2) meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan, (3) meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil, (4) meningkatkan pertumbuhan ekonomi perdesaan, wilayah dan nasional, (5) memperluas kesempatan kerja dan (6) meningkatkan ketahanan ekonomi nasional. Sasaran kemitraan agribisnis adalah terlaksananya kemitraan usaha dengan baik dan benar bagi pelaku-pelaku agribisnis terkait di lapangan sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Manfaat yang dapat dicapai dari usaha kemitraan (Hafsah, 1999) antara lain 1.
Produktivitas Bagi perusahaan yang lebih besar, dengan model kemitraan, perusahaan besar dapat mengoperasionalkan kapasitas pabriknya secara full capacity tanpa perlu memiliki lahan dan pekerja lapangan sendiri, karena biaya untuk keperluan tersebut ditanggung oleh petani. Peningkatan produktivitas bagi petani biasanya dicapai secara simultan yaitu dengan cara menambah unsur
14
input Win-win solution (solusi menang-menang): Proses negosiasi yang mendorong prospek keuntungan bagi kedua belah pihak, dikenal juga sebagai proses integratif (Stoner 1995). Baik kualitas maupun kuantitasnya dalam jumlah tertentu akan diperoleh output dalam jumlah dan kualitas yang berlipat. Melalui model kemitraan petani dapat memperoleh tambahan input, kredit dan penyuluhan yang disediakan oleh perusahaan inti. 2.
Efisiensi Erat kaitannya dengan sistem kemitraan, perusahaan dapat mencapai efisiensi dengan menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh petani. Sebaliknya bagi petani yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi dan sarana produksi, dengan bermitra dapat menghemat waktu produksi melalui teknologi dan sarana produksi yang disediakan oleh perusahaan.
3.
Jaminan kualitas, kuantitas dan kontinuitas Kualitas, kuantitas dan kontinuitas sangat erat kaitannya dengan efisiensi dan produktivitas di pihak petani yang menentukan terjaminnya pasokan pasar dan pada gilirannya menjamin keuntungan perusahaan. Ketiganya juga merupakan pendorong kemitraan, apabila berhasil dapat melanggengkan kelangsungan kemitraan ke arah penyempurnaan.
4.
Risiko suatu hubungan kemitraan idealnya dilakukan untuk mengurangi risiko yang dihadapi oleh kedua belah pihak. Kontrak dapat mengurangi risiko yang dihadapi oleh pihak perusahaan mitra jika mengandakan pengadaan bahan baku sepenuhnya dari pasar terbuka. Perusahaan mitra juga dapat memperoleh keuntungan lain karena mereka tidak harus
15
menanamkan investasi atas tanah dan mengelola pertanian yang sangat luas. Risiko yang dialihkan perusahaan perusahaan inti ke petani adalah (1) risiko kegagalan produksi, (2) risiko kegagalan memenuhi kapasitas produksi, (3) risiko investasi atas tanah, (4) risiko akibat pengelolaan lahan usaha luas, dan (5) risiko konflik perburuhan. Risiko lain yang dialihkan petani ke perusahaan mitra antara lain: (1) risiko kegagalan pemasaran produk hasil pertanian, (2) risiko fluktuasi harga produk, dan (3) risiko kesulitan memperoleh input/sumberdaya produksi yang penting. 5. Sosial Kemitraan dapat memberikan dampak sosial (social benefit) yang cukup tinggi. Ini berarti negara terhindar dari kecemburuan sosial. Kemitraan dapat pula menghasilkan persaudaraan antar pelaku ekonomi yang berbeda status. Ketahanan ekonomi nasional Usaha kemitraan berarti suatu upaya pemberdayaan yang lemah (petani/usaha kecil). Peningkatan pendapatan yang diikuti tingkat kesejahteraan dan sekaligus terciptanya pemerataan yang lebih baik, sehingga dapat mengurangi timbulnya kesenjangan ekonomi antar pelaku yang terlibat dalam kemitraan yang mampu meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional (Hafsah, 1999). 2.1.4
Kelebihan dan kelemahan kemitraan Melalui kemitraan akan diperoleh keuntungan diantara kedua belah pihak
pelaku kemitraan. Kelebihan yang dapat dicapai dengan adanya kemitraan antara lain
dapat
meningkatkan
produktivitas,
meningkatkan
pangsa
pasar,
meningkatkan keuntungan, sama-sama menanggung risiko, menjamin pasokan bahan baku, dan menjamin distribusi pemasaran.
16
Oktaviani (2003) menyatakan terdapat beberapa keuntungan yang bisa diperoleh perusahaan dengan melakukan kemitraan atau kontrak pertanian dengan petani mitra, yaitu (1) terjaminnya ketersediaan bahan baku, (2) dapat melakukan pengontrolan terhadap proses produksi dan penanganan pasca panen, (3) dapat mengontrol kualitas produksi, (4) dapat menjaga kestabilan harga, (4) dapat memperkenalkan dan mengembangkan suatu jenis/varietas tanaman baru, (5) memungkinkan dapat diidentifikasi kebutuhan pelanggan yang khusus, (6) implikasi pengotrolan logistik yang lebih baik, dan (7) hubungan yang baik dengan konsumen atau pembeli. Keuntungan yang bisa diperoleh petani atau pembudidaya yakni (1) dengan adanya kestabilan harga, dapat menjamin penghasilan yang tetap, (2) menghambat dominasi tengkulak, (3) pengembangan benih baru, (4) penggunaan teknologi dan keterampilan baru, (5) hubungan didasarkan pada kepercayaan yang saling menguntungkan, (6) pembayaran hasil terjamin, (7) penyuluhan tentang teknis disediakan oleh perusahaan mitra, (8) praktek jual beli yang adil, (9) dapat memperoleh fasilitas kredit, dan (10) skema asuransi alam dapat diterapkan. Konsep
ini
juga
mempunyai
kekurangan-kekurangan,
disamping
keuntungan yang diperoleh. Kekurangan-kekurangan yang ada biasanya tidak terlepas
dari
permasalahan-permasalahan
yang
muncul
seiring
dengan
peningkatan hubungan yang terjalin diantara pelaku-pelaku kemitraan. Beberapa permasalahan yang timbul antara lain (1) petani tidak memenuhi kualitas produk yang diinginkan perusahaan; (2) petani dapat terjebak kredit macet; (3) petani melanggar kontrak dengan menjual produk pertanian ke pihak lain atau
17
perusahaan saingan lain; (4) faktor alam yang dapat mengakibatkan kegagalan panen, seperti perubahan cuaca dan bencana alam. Permasalahan dapat juga muncul dari perusahaan mitra, selain permasalahan yang seringkali muncul dari petani. Penyalahgunaan posisi seringkali membawa perusahaan menjadi aktor dominan dalam hubungan kemitraan dan tidak jarang membawa ketergantungan bagi kelompok/usaha mitra kepada perusahaan besar. Dominasi perusahaan juga dapat mengakibatkan perusahaan tidak menepati perjanjian yang dibuat bersama. Permasalahan dapat pula timbul dari ketidakjelasan dan ketidaktegasan dalam pembuatan perjanjian. Ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian yang tidak dijabarkan dengan jelas seringkali menjadi potensi bagi kedua belah pihak untuk melakukan pelanggaran. Perjanjian yang dibuat jika tidak memiliki dasar hukum yang jelas, penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dapat terus berlarut dan membawa perpecahan kedua pihak. 2.1.5
Kendala-kendala dalam kemitraan Faktor-faktor yang menjadi kendala pencapaian hubungan kontrak yang
ideal antara perusahaan mitra dan kelompok/usaha mitra dapat dipilah ke dalam kendala pihak perusahaan mitra dan kendala di pihak kelompok/usaha mitra. Kendala-kendala yang dihadapi perusahaan maupun kelompok/usaha mitra dalam menjalankan kemitraan berbeda tergantung dari kasus yang terjadi. Pelaksanaan kemitraan dihadapkan pada kendala-kendala sebagai berikut. (1) berdasarkan rasa belas kasihan dan mengandung unsur sloganisme/seremonial, (2) adanya ”jurang” kemampuan baik dalam penguasaan teknis, konsistensi dalam pemenuhan janji, dan rendahnya kemampuan dengan pengusaha besar, dan (3)
18
pihak pengusaha tidak menyadari hakekat kemitraan justru untuk memajukan usaha sendiri. Konsep kemitraan, perusahaan mitra memiliki peran dan tanggung jawab yang strategis, karena menggantikan peranan pertukaran di pasar terbuka. Kelangsungan hubungan kontrak akan terancam apabila perusahaan mitra tidak dapat menjamin pemasaran produk kelompok/usaha mitra. Dominasi peranan perusahaan mitra dalam kemitraan bisa mengarah pada ketergantungan dan subordinasi. Ketentuan yang tegas dalam hubungan kontrak dan kesadaran yang tinggi dari perusahaan mitra untuk menepati ketentuan merupakan solusi untuk permasalahan ini. Kegagalan
implikasi
sistem
kemitraan
dapat
terjadi
karena
ketidakdisiplinan manajemen perusahaan mitra, termasuk krisis keuangan yang dihadapi oleh pihak-pihak yang bermitra. Demikian pula apabila terjadi penyimpangan dari ketentuan-ketentuan yang disepakati dengan kenyataan yang menyangkut keahlian para petugas lapangan. Padahal dalam kemitraan standar kualitas yang dituntut berbeda dengan pasar lokal/tradisional, sehingga asistensi teknis untuk meningkatkan kualitas produk sangat penting. Perusahaan mitra sebagai investor harus memiliki ketersediaan dana yang cukup besar untuk bertahan sebelum memperoleh keuntungan. Kalau tidak ada fleksibilitas dalam ketersediaan dana, maka dapat mengancam keberlangsungan kegiatan usaha di tengah jalan. Kendala yang memiliki peluang besar muncul di pihak kelompok/usaha mitra (petani) meliputi permasalahan yang berkaitan dengan aspek produksi. Kemampuan mengadopsi teknologi baru dalam produksi berkaitan dengan kultur
19
produksi serta etos kerja kelompok/usaha mitra yang masih tradisional dapat menjadi kendala yang menentukan keberhasilan hubungan kemitraan. Bagi usaha/petani kecil, memasuki hubungan kontrak bisa jadi kurang proporsional seperti yang ditentukan di dalam kontrak bisnis. Kemampuan negosiasi dibutuhkan untuk menjaga agar hubungan kontrak bisnis dapat memberikan keuntungan proporsional bagi kelompok/usaha mitra. Kemampuan negosiasi di pihak kelompok/usaha mitra dapat dilakukan apabila mereka bersama atau kolektif membentuk suatu kekuatan dalam suatu sarana, misalnya melalui kelompok tani. 2.1.6
Bentuk-bentuk pola kemitraan Hubungan yang ingin dicapai dalam pembinaan kemitraan yakni (1)
Saling
membutuhkan dalam arti para pengusaha memerlukan pasokan bahan
baku dan petani memerlukan penampungan hasil dan bimbingan, (2) Saling menguntungkan yaitu baik petani maupun pengusaha memperoleh peningkatan pendapatan/keuntungan disamping adanya kesinambungan usaha, (3) Saling memperkuat dalam arti baik petani maupun pengusaha sama-sama melaksanakan etika bisnis, sama-sama mempunyai persamaan hak dan saling membina, sehingga memperkuat kesinambungan bermitra. Bentuk-bentuk pola kemitraan yang banyak dilaksanakan (Departemen Pertanian, 2002), yakni. 1. Inti-plasma Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang di dalamnya perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan kelompok mitra sebagai plasma. Syarat-syarat untuk kelompok mitra: (1) berperan sebagai
20
plasma, (2) mengelola seluruh usaha budidaya sampai dengan panen, (3) menjual hasil produksi kepada perusahaan mitra, (4) memenuhi kebutuhan perusahan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Syarat-syarat perusahaan mitra, yaitu: (1) berperan sebagai perusahaan inti, (2) menampung hasil produksi, (3) membeli hasil produksi, (4) memberi bimbingan teknis dan pembinaan manajemen kepada kelompok mitra, (5) memberi pelayanan kepada kelompok mitra berupa permodalan/kredit, saprodi, dan teknologi, (6) mempunyai usaha budidaya pertanian/memproduksi kebutuhan perusahaan, (7) menyediakan lahan. 2. Subkontrak Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang di dalamnya kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Syarat-syarat kelompok mitra dintaranya: (1) memproduksi kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari komponen produksinya, (2) menyediakan tenaga kerja, (3) membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga, dan waktu. Syarat-syarat perusahaan mitra disisi lain yaitu: (1) menampung dan membeli komponen produksi perusahaan yang dihasilkan oleh kelompok mitra, (2) menyediakan bahan baku/modal kerja, (3) melakukan kontrol kualitas produksi. 3. Dagang umum Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra dengan perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra. Syaratsyarat kelompok mitra yaitu memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan
21
mitra. Syarat-syarat perusahaan mitra yakni memasarkan hasil produksi kelompok mitra. 4. Keagenan Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang di dalamnya kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang atau jasa usaha perusahaan mitra. Syarat-syarat kelompok mitra yaitu mendapatkan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha perusahaan mitra, namun perusahaan mitra tidak mempunyai syarat. 5. Kerjasama operasional agribisnis (KOA) Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga. Perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian. Syarat kelompok mitra pada pola ini yakni menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan syarat perusahaan mitra yaitu menyediakan biaya, modal, dan teknologi untuk mengusahakan/membudidayakan pertanian.
2.2
Agrowisata Menurut Maruti (2009), sebuah agrowisata adalah bisnis berbasis
usahatani yang terbuka untuk umum. Tavare dalam Maruti (2009) mendefinisikan agrowisata sebagai aktivitas agribisnis dimana petani setempat menawarkan tur pada usahataninya dan mengijinkan seseorang pengunjung menyaksikan pertumbuhan, pemanenan, pengolahan pangan lokal yang tidak akan ditemukan di
22
daerah asalnya. Sering petani tersebut menyediakan kesempatan kepada pengunjung untuk tinggal sementara dirumahnya dalam program pendidikan. 2.2.1
Persyaratan pengembangan pusat agrowisata Agrowisata dapat dikembangkan oleh individu petani yang memiliki
minimal dua hektar lahan, rumah petani, sumberdaya air dan berminat untuk menjamu wisatawan (turis). Selain individu petani atau sekelompok petani, koperasi pertanian, organisasi non-pemerintah (NGO), perguruan tinggi pertanian dapat mengembangkan pusat agrowisata (Maruti, 2009). Untuk mengembangkan pusat agrowisata tersebut, infrastruktur dan fasilitas dasar yang perlu disediakan oleh petani atau kelompok tani pada usahataninya, seperti rumah petani yang dilengkapi fasilitas akomodasi yang memenuhi persyaratan minimal hotel, sumberdaya air, green house dan koleksi tanaman yang diusahakan petani, peralatan memasak untuk memasak makanan yang diinginkan oleh wisatawan, kotak obat untuk memenuhi kebutuhan kesehatan yang bersifat darurat, sumur atau kolam untuk aktivitas memancing atau berenang, dan fasilitas telepon. Lokasi adalah faktor terpenting untuk keberhasilan pengembangan pusat agrowisata. Lokasi tersebut harus secara mudah diakses dan memiliki keunikan dan latar belakang fanorama yang indah. Lebih baik lagi kalau lokasi agrowisata itu dekat dengan tempat-tempat bersejarah, dam/danau, atau pun tempat berziarah. Petani atau kelompok tani seharusnya mendisain pusat agrowisatanya hanya dalam lingkungan yang alami perdesaan dengan latar belakang panorama alam yang indah untuk menangkap minat wisatawan perkotaan datang ke agrowisata tersebut, sehingga wisatawan yang berasal dari daerah perkotaan dapat
23
menikmati panorama alam dan kehidupan perdesaan. Hasil penelitian Carpio (dalam Budiasa, 2011) tentang permintaan terhadap agrowisata di Amerika Serikat mengindikasikan adanya korelasi negatif antara biaya perjalanan dan junlah trip dan terdapat korelasi positif antara pendapatan wisatawan dan jumlah trip. Biaya perjalanan meningkat 1% mengakibatkan penurunan jumlah trip (kunjungan usahatani) sebesar 0,13%, sedangkan peningkatan pendapatan wisatawan sebesar 1% dapat meningkatkan jumlah kunjungan usahatani menjadi sebesar 0,06%. Penentuan target pasar sangat penting dalam menentukan keberhasilan usaha agrowisata, untuk meningkatkan jumlah kunjungan ke obyek agrowisata, pihak manajer marketing dapat menjalin kerjasama dengan berbagai instansi, misalnya dengan berbagai pihak travel agent dan yang paling potensial dengan lembaga pendidikan dari tingkat taman kanak-kanak (TK) hingga perguruan tinggi. Promosi dan penyediaan paket produk agroturistik yang menarik diyakini dapat meningkatkan pendapatan usahatani, dengan demikian pengembangan agrowisata pada gilirannya akan menciptakan lapangan pekerjaan, karena usaha ini dapat menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar, sehingga dapat menahan atau mengurangi arus urbanisasi yang semakin meningkat belakangan ini. Pengembangan agrowisata dapat diarahkan dalam bentuk ruangan tertutup (seperti museum), ruangan terbuka (taman atau lansekap), atau kombinasi antara keduanya. Tampilan agrowisata ruangan tertutup dapat berupa koleksi alat-alat pertanian yang khas dan bernilai sejarah atau naskah dan visualisasi sejarah penggunaan lahan maupun proses pengolahan hasil pertanian. Agrowisata ruangan terbuka dapat berupa penataan lahan yang khas dan sesuai dengan
24
kapabilitas dan tipologi lahan untuk mendukung suatu sistem usahatani yang efektif dan berkelanjutan. Komponen utama pengembangan agrowisata ruangan terbuka dapat berupa flora dan fauna yang dibudidayakan maupun liar, teknologi budi daya dan pascapanen komoditas pertanian yang khas dan bernilai sejarah, atraksi budaya pertanian setempat, dan pemandangan alam berlatar belakang pertanian dengan kenyamanan yang dapat dirasakan. Agrowisata ruangan terbuka dapat dilakukan dalam dua versi/pola, yaitu alami dan buatan. Agrowisata ruangan terbuka dapat dikembangkan dalam dua versi/pola, yaitu alami dan buatan, yang dapat dirinci sebagai berikut. 1. Agrowisata Ruang Terbuka Alami Objek agrowisata ruangan terbuka alami ini berada pada areal di mana kegiatan tersebut dilakukan langsung oleh masyarakat petani setempat sesuai dengan kehidupan keseharian mereka. Masyarakat melakukan kegiatannya sesuai dengan apa yang biasa mereka lakukan tanpa ada pengaturan dari pihak lain. Untuk memberikan tambahan kenikmatan kepada wisatawan, atraksi-atraksi spesifik yang dilakukan oleh masyarakat dapat lebih ditonjolkan, namun tetap menjaga nilai estetika alaminya. Sementara fasilitas pendukung untuk kenyamanan wisatawan tetap disediakan sejauh tidak bertentangan dengan kultur dan estetika asli yang ada, seperti sarana transportasi, tempat berteduh, sanitasi, dan keamanan dari binatang buas. Contoh agrowisata terbuka alami adalah kawasan Suku Baduy di Pandeglang dan Suku Naga di Tasikmalaya, Suku Tengger di Jawa Timur, Bali dengan teknologi subaknya dan Papua dengan berbagai pola atraksi pengelolaan lahan untuk budi daya umbi-umbian.
25
2.
Agrowisata Ruang Terbuka Buatan Kawasan agrowisata ruang terbuka buatan ini dapat didesain pada kawasankawasan yang spesifik, namun belum dikuasai atau disentuh oleh masyarakat adat. Tata ruang peruntukan lahan diatur sesuai dengan daya dukungnya dan 16 komoditas pertanian yang dikembangkan memiliki nilai jual untuk wisatawan. Demikian pula teknologi yang diterapkan diambil dari budaya masyarakat lokal yang ada, diramu sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan produk atraksi agrowisata yang menarik. Fasilitas pendukung untuk akomodasi wisatawan dapat disediakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern, namun tidak mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Kegiatan wisata ini dapat dikelola oleh suatu badan usaha, sedang pelaksana atraksi parsialnya tetap dilakukan oleh petani lokal yang memiliki teknologi yang diterapkan.
2.3
Usaha Ternak Sub-bab ini menjelaskan mengenai konsepsi usaha ternak, biaya usaha
ternak, penerimaan dan pendapatan usaha ternak. 2.3.1
Konsepsi usaha ternak Usaha ternak (livestock) adalah kegiatan ekonomi, karena ilmu ekonomi
berperan dalam membantu mengembangkannya. Ilmu ekonomi ialah ilmu yang mempelajari alokasi sumber yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan dan kehenndak manusia yang tidak terbatas, menurut Rivai (1980). Usaha ternak adalah sebagai organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian ataupun peternakan. Organisasi ini sendiri dan
26
sengaja di usahakan oleh sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis maupun tertorial sebagai pengelolaannya. Usaha Peternakan tertera Pada Undang-Undang Pokok kehewanan, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967, tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan, pada Bab I Pasal 1, dikemukakan beberapa Istilah diantaranya 1. Ternak adalah hewan piaraan yang kehidupannya mengenai tempat, perkembang biakan serta manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia dan dipelihara khusus sebagai penghasil bahan-bahan dan jasa-jasa yang berguna bagi kepentingan hidup manusia. 2. Peternak adalah orang atau badan hukum dan atau buruh peternakan yang mata pencaharian nya sebagian atau seluruhnya bersumber kepada peternakan. 3. Peternakan atau usaha peternakan adalah pembudidayaan atau pemeliharaan ternak dengan segala fasilitas penunjang bagi kehidupan ternak. 4. Peternakan murni adalah cara peternakan dimana perkembangbiakan ternakternaknya dilakukan dengan jalan pemacekan antara ternak/hewan yang termasuk dalam satu rumpun. 5. Perusahaan peternakan adalah usaha peternakan yang dilakukan pada tempat tertentu serta perkembang biakannya dan manfaatnya diatur dan diawasi oleh peternak-peternak. 6.
Kelas Ternak adalah sekumpulan atau sekelompok bangsa-bangsa ternak yang dibentuk dan dikembangkan mula-mula disuatu daerah tertentu.
7.
Bangsa Ternak (Breed) adalah Suatu kelompok dari ternak yang memiliki persamaan dalam bentuk morphologis, sifat-sifat fisiologis ddan bentuk
27
anatomis yang karakteristik untuk tiap-tiap bangsa dan sifat-sifat persamaan ini dapat diturunkan pada generasi selanjutnya. 2.3.2
Biaya usaha ternak Biaya usaha ternak, biaya (cost) adalah nilai-nilai dari semua korbanan
ekonomis yang tidak dapat dihindari atau diperlukan, yang dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk. Biaya dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya Tetap (fixed cost) adalah biaya yang besarnya tidak bergantung pada besarnya produksi. Misalnya, tanah, bangunan, alat produksi tahan lama, tenaga kerja tetap. Biaya Variabel (variable cost) adalah biaya yang berubah-ubah besarnya sesuai dengan besarnya produksi. Pupuk, bibit, obat-obatan, makanan, dan lain-lain misalnya, (Departemen Pertanian, 1999). Biaya usaha ternak dapat dikenal dua macam biaya, yaitu biaya tunai atau biaya yang dibayarkan dan biaya tidak tunai atau biaya yang tidak dibayarkan. Biaya yang dibayarkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, biaya untuk pembelian input produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan, dan hasil panen. Termasuk biaya untuk iuran pemakaian air dan irigasi, dan sebagainya. Biaya yang tidak dibayarkan adalah biaya yang tidak secara langsung dibayarkan tetapi dalam konteksnya biaya itu tetap dibayarkan salah satu dari biaya itu adalah biaya tenaga kerja keluarga. Hanafie (2010) dalam analisis ekonomi, biaya diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan sesuai dengan tujuan spesifik dari analisis yang dikerjakan, yaitu sebagai berikut. 1) Biaya-biaya yang berupa uang tunai (misalnya, untuk upah kerja, persiapan atau penggarapan lahan, serta biaya-biaya untuk membeli
28
pupuk dan obat-obatan), serta biaya-biaya yang dibayarkan in-natura (misalnya, biaya-biaya panen, bagi hasil, sumbangan-sumbangan, dan pajak). Biaya produksi dapat pula dikelompokkan menjadi biaya tetap dan biaya tidak tetap atau biaya variabel. 2) Biaya tetap adalah semua jenis biaya yang besar-kecilnya tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi, yang termasuk dalam kelompok biaya tetap, misalnya sewa tanah yang berupa uang atau pajak, yang penentuanya berdasarkan luas lahan. Biaya tersebut, hampir semua biaya termasuk dalam kelompok biaya tidak tetap karena besar-kecilnya berhubungan langsung dengan besar-kecilnya produksi, yang termasuk dalam kelompok biaya tidak tetap, misalnya biaya-biaya untuk bibit, persiapan, serta pengolahan lahan, 3) Biaya rata-rata adalah biaya produksi total dibagi dengan jumlah produksi, biaya total adalah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produksi. Biaya total ini pun seringkali belum memasukkan nilai tenaga kerja keluarga dan biaya lain-lain dari dalam keluarga sendiri yang juga dimasukkan ke dalam proses produksi, yang sukar ditaksir nilainya. Biaya produksi pada usaha ternak dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. TC Keterangan : TC TVC TFC
= TVC + TFC = Total Biaya = Total Biaya Variabel = Total Biaya Tetap
29
2.3.3
Penerimaan dan pendapatan usaha ternak
1.
Penerimaan usaha ternak Menurut Suratiyah (2006) penerimaan (revenue) usaha ternak adalah
seluruh pendapatan yang diperoleh dari usaha ternak selama satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan atau penaksiran kembali. Menurut Rahim dan Hastuti (2007) penerimaan usaha ternak adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Soekartawi, (1995) menjelaskan penerimaan usaha ternak (livestock) didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usaha ternak tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usaha ternak, dan mencakup yang berbentuk benda. Nilai produk usaha ternak yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usaha ternak. Menurut Soekartawi (1995), penerimaan usaha ternak merupakan perkalian antara total produksi dan harga jual produk. Besarnya keuntungan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut. TR = Y.Py Keterangan TR = Total penerimaan Y = Total Produksi Py = Harga 2.
Pendapatan usaha ternak Pendapatan usaha ternak adalah selisih antara penerimaan dan semua
biaya, atau dengan kata lain pendapatan meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor dibagi penerimaan total adalah nilai produksi peternakan secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi (Rahim dan Hastuti, 2007).
30
Pendapatan atau keuntungan merupakan selisih antara penerimaan total dan biaya-biaya. Penerimaan total merupakan hasil kali produksi total dengan harganya. Biaya yang di maksud dalam pengertian ini adalah biaya keseluruhan, baik itu biaya tetap (misalnya, sewa tanah, pembelian alat-alat peternakan, dan lain-lain) maupun biaya tidak tetap (misalnya, biaya yang diperlukan untuk membeli bibit, pupuk, obat-obatan, dan lain-lain). Masing-masing input produksi tersebut dikalikan dengan harganya. pendapatan dalam usaha ternak tidak selamanya harus dinyatakan dengan rupiah atau dalam bentuk uang, usaha ternak subsistem lebih mementingkan keuntungan dalam bentuk maksimisasi produk (Hanafie, 2010). Menurut Soekartawi (1995) pendapatan usaha ternak adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Rumus dari pendapatan usaha ternak Pd= TR-TC Keterangan : Pd : Keuntungan TR : Total Penerimaan TC : Total Biaya
2.4
Analisis Usaha Ternak Menurut Rahim dan Hastuti (2007), analisis R/C (revenue cost ratio)
merupakan perbandingan (ratio/nisbah) antara penerimaan (revenue) dan biaya (cost). Menurut Soekartawi (1995) dalam Abas, (2012), komponen biaya dapat dianalisis keuntungan usaha ternak dengan menggunakan analisis R/C Ratio. R/C adalah singkatan dari (revenue/cost ratio) atau dikenal sebagai perbandingan antara penerimaan dan biaya.
31
Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah usaha ternak itu menguntungkan atau tidak dan layak untuk dikembangkan. Jika hasil R/C Ratio lebih dari satu maka usaha ternak tersebut menguntungkan, sedangkan jika hasil R/C Ratio sama dengan satu maka usaha ternak tersebut dikatakan impas atau tidak mengalami untung dan rugi dan apabila hasil R/C Ratio kurang dari satu maka usaha ternak tersebut mengalami kerugian.
2.5
Kopi Kopi adalah minuman yang diekstrasi dari penyangraian biji kopi, yang
berasal dari biji pohon kopi. Kopi merupakan salah satu komiditas di dunia yang dibudidayakan lebih dari 50 negara. Dua varietas pohon kopi yang dikenal secara umum yaitu Kopi Robusta (coffea canephora) dan Kopi Arabika (coffea arabica). Pemrosesan kopi sebelum dapat diminum melalui proses panjang yaitu dari pemanenan biji kopi yang telah matang baik dengan cara mesin maupun dengan tangan kemudian dilakukan pemrosesan biji kopi dan pengeringan sebelum menjadi kopi gelondong. Proses selanjutnya yaitu penyangraian dengan tingkat derajat yang bervariasi. Setelah penyangraian biji kopi digiling atau dihaluskan menjadi bubuk kopi sebelum kopi dapat diminum. Sejarah mencatat bahwa penemuan kopi sebagai minuman berkhasiat dan berenergi pertama kali ditemukan oleh Bangsa Ethiopia di benua Afrika sekitar 3000 tahun (1000 SM) yang lalu. Kopi kemudian terus berkembang hingga saat ini menjadi salah satu minuman paling populer di dunia yang dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat. Indonesia sendiri telah mampu memproduksi lebih dari 400 ribu ton kopi per tahunnya. Di samping rasa dan aromanya yang menarik,
32
kopi juga dapat menurunkan risiko terkena penyakit kanker, diabetes, batu empedu, dan berbagai penyakit jantung (kardiovaskuler). 2.5.1
Kopi arabika Kopi Arabika (Coffea arabica) tumbuh di daerah dengan ketinggian 700-
1700 mdpl, suhu 16-20 °C, beriklim kering tiga bulan secara berturut-turut. Kopi arabika peka terhadap penyakit karat daun Hemileia vastatrix (HV), terutama bila ditanam di daerah dengan elevasi kurang dari 700 mdpl. Kopi yang berasal dari Brasil dan Etiopia ini menguasai 70% pasar kopi dunia. Kopi arabika memiliki banyak varietas, tergantung negara, iklim, dan tanah tempat kopi ditanam, diantaranya kopi toraja, mandailing, kolumbia dan brasilia. Berikut ciri-ciri pohon kopi arabika 1. Aromanya wangi sedap mirip percampuran bunga dan buah. Hidup di daerah yang sejuk dan dingin. 2. Memiliki rasa asam yang tidak dimiliki oleh kopi jenis robusta. 3. Memiliki bodi atau rasa kental saat disesap di mulut. 4. Rasa kopi arabika lebih mild atau halus. 5. Kopi arabika juga terkenal pahit. Ciri-ciri pohon kopi arabika 1. Cenderung tumbuh di daratan tinggi (1000m – 2000m). 2. Jumlah biji kopi yang dihasilkan lebih rendah. 3. Butuh waktu 9 bulan untuk proses bunga menjadi buah. 4. Berbuah di suhu yang lebih dingin.
33
2.5.2
Kopi robusta Kopi
Robusta
merupakan
keturunan
beberapa
spesies
kopi,
terutama Coffea canephora. Tumbuh baik di ketinggian 400-700 mdpl, temperatur 21-24° C dengan bulan kering 3-4 bulan secara berturut-turut dan 3-4 kali hujan kiriman. Kualitas buah lebih rendah dari Arabika dan Liberika. Menguasai 30% pasar dunia. Kopi ini tersebar di luar Kolumbia, seperti di Indonesia dan Filipina. Kopi robusta sama seperti arabika, kondisi tanah, iklim, dan proses pengemasan kopi ini berbeda untuk setiap negara dan menghasilkan rasa yang sedikit banyak juga berbeda. Berikut ciri-ciri kopi robusta. 1. Memiliki rasa yang lebih seperti cokelat. 2. Bau yang dihasilkan khas dan manis. 3. Warnanya bervariasi sesuai dengan cara pengolahan. 4. Memiliki tekstur yang lebih kasar dari arabika. Ciri – ciri pohon kopi robusta 1. Lebih rentan diserang serangga. 2. Tumbuh di daratan rendah (700 m dpl). 3. Jumlah biji kopi yang dihasilkan lebih tinggi. 4. Butuh waktu 10-11 bulan untuk proses bunga menjadi buah. 5. Berbuah di suhu udara yang lebih hangat 2.5.3
Kopi luwak Asal mula kopi luwak terkait erat dengan sejarah pembudidayaan tanaman
kopi di Indonesia. Pada awal abad ke-18, Belanda membuka perkebunan tanaman komersial di koloninya di Hindia Belanda terutama di pulau Jawa dan Sumatera. Salah satunya adalah bibit kopi arabika yang didatangkan dari Yaman, pada era
34
"Tanam Paksa" atau Cultuurstelsel (1830—1870), Belanda melarang pekerja perkebunan pribumi memetik buah kopi untuk konsumsi pribadi, akan tetapi penduduk lokal ingin mencoba minuman kopi yang terkenal itu. Pekerja perkebunan akhirnya menemukan bahwa ada sejenis musang yang gemar memakan buah kopi, tetapi hanya daging buahnya yang tercerna, kulit ari dan biji kopinya masih utuh dan tidak tercerna. Biji kopi dalam kotoran luwak ini kemudian dipunguti, dicuci, disangrai, ditumbuk, kemudian diseduh dengan air panas, maka terciptalah kopi luwak. Kabar mengenai kenikmatan kopi aromatik ini akhirnya tercium oleh warga Belanda pemilik perkebunan, maka kemudian kopi ini menjadi kegemaran orang kaya Belanda. Karena kelangkaannya serta proses pembuatannya yang tidak lazim,maka kopi luwak menjadi kopi yang mahal sejak zaman kolonial. Luwak, atau lengkapnya musang luwak, senang sekali mencari buahbuahan yang cukup baik dan masak termasuk buah kopi sebagai makanannya. Indera penciumannya yang peka, luwak memilih buah kopi yang betul-betul matang optimal sebagai makanannya, dan setelahnya, biji kopi yang masih dilindungi kulit keras dan tidak tercerna keluar bersama kotoran luwak. Hal ini terjadi karena luwak memiliki sistem pencernaan yang sederhana, sehingga makanan yang keras seperti biji kopi tidak tercerna. Biji kopi luwak seperti ini, pada masa lalu hingga kini sering diburu para petani kopi, karena diyakini berasal dari biji kopi terbaik dan telah difermentasikan secara alami di dalam sistem pencernaan luwak.
35
2.6
Luwak Luwak adalah hewan menyusu (mamalia) yang termasuk suku musang dan
garangan (viverridae). Nama ilmiahnya adalah Paradoxurus hermaphroditus dan di Malaysia dikenal sebagai musang pulut. Hewan ini juga dipanggil dengan berbagai
sebutan
bulan (bahasa
lain
seperti
musang
sunda), luak atau luwak (bahasa
(nama jawa),
umum, Betawi), careuh serta common
palm
civet, common musang, house musang atau toddy cat dalam bahasa Inggris. Musang bertubuh sedang, dengan panjang total sekitar 90 cm (termasuk ekor, sekitar 40 cm atau kurang). Abu-abu kecoklatan dengan ekor hitam-coklat mulus. Sisi atas tubuh abu-abu kecoklatan, dengan variasi dari warna tengguli (coklat merah tua) sampai kehijauan. Jalur di punggung lebih gelap, biasanya berupa tiga atau lima garis gelap yang tidak begitu jelas dan terputus-putus, atau membentuk deretan bintik-bintik besar. Sisi samping dan bagian perut lebih pucat. Terdapat beberapa bintik samar di sebelah tubuhnya. Wajah, kaki dan ekor coklat gelap sampai hitam. Dahi dan sisi samping wajah hingga di bawah telinga berwarna keputih-putihan, seperti beruban. Satu garis hitam samar-samar lewat di tengah dahi, dari arah hidung ke atas kepala.
2.7
Tinjauan Penelitian Terdahulu Pengkajian terhadap hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan mengingat
pentingnya bagi peneliti untuk menelaah masalah yang dihadapi peneliti dalam penelitiannya. Adapun penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti terdahulu, yaitu
36
Fikri Hardiansyah (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Pola Kemitraan antara Petani Tebu dengan PT. Pabrik Gula Candi Baru di Kecamatan Candi, Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini lebih menjelaskan tentang bentuk pola kemitraan yang terjadi antara petani tebu dan PT. Pabrik Gula Candi Baru. Metode analisis data yang digunakan adalah efisiensi usahatani R/C ratio. Hasil dari penelitian menunjukan petani tebu menerapkan pola kemitraan berdasarkan alasan modal (100%), selain itu juga pembinaan modal (32%) dan kepastian pasar (26%) pembagian hasil dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama yaitu 66% untuk petani mitra dan 34% untuk pabrik gula. Petani mitra memperoleh pinjaman dan bantuan modal kerja
serta
kepastian pasar, kendala utama yang dihadapi petani dalam menjalankan kemitraan adalah jarangnya dan jadwal tebang yang tidak teratur, sementara opabrik gula mengalami kendala di dalam menjalankan kemitraan adalah umur mesin yang sudah tua sehingga menghambat proses produksi. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian saat ini adalah sama-sama melihat pola kemitraan yang terjadi, menghitung efisiensi yang terjadi dalam kemitraan, dan kendala-kendala yang dihadapi dalam bermitra. Perbedaanya adalah komoditi yang diteliti, waktu penelitian, dan pada penelitian ini juga melihat tentang apa saja hak dan kewajiban di dalam bermitra. Tegar Prabawa (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Pola Kemitraan Analisis Kopi Luwak di Desa Demulih, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli. Penelitian ini lebih menjelaskan tentang efisiensi yang terjadi antara pegiat luwak dengan CV. Sari Alam Pegunungan di dalam bermitra. Hasil penelitian menunjukan bahwa pola kemitraan agribisnis kopi luwak ini menggunakan pola
37
kemitraan Inti-plasma dimana CV Sari Alam Pegunungan sebagai inti dan pegiat luwak sebagai plasma. Hak darp CV Sari Alam Pegunungan adalah berhak mendapatkan senua hasil kopi luwak yang diproduksi oleh pegiat luwak, kewajibannya adalah mematuhi segala ketentuan yang diberlakukan, sedangkan hak pegiat luwak adalah berhak mendapatkan kepastian pasar, berhak mendapatkan upah, dan berhak mendapatkan bahan baku, kewajiban yaitu menjual semua hasil produksi kepada perusahaan, wajib menjaga kualitas produksi, dan wajib menyediakan peralatan dalam berproduksi. Kemitraan yang terjadi sudah efisien dengan R/C ratio sebesar 1,40 yang berarti kegiatan produksi layak untuk dilanjutkan. Kendala-kendala yang dihadapi CV Sari Alam Pegunungan adalah kualitas kopi yang dihasilkan oleh pegiat luwak kurang baik, sedangkan kendala yang dihadapi oleh pegiat luwak sering lepasnya luwak, karena kandang tempat luwak banyak yang sudah tdak layak. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian saat ini adalah sama-sama menganalisis pola kemitraan yang terjadi, hak dan kewajiban antara kedua belah pihak, dan kendala-kendala yang dihadapi di dalam bermitra. Perbedaannya adalah penelitian sebelumnya hanya menganalisa efisiensi dari sisi pegiat luwak saja, sedangkan penelitian saat ini menganalisa efisiensi dari kedua belah pihak yang bermitra, selain itu perbedaan lainnya adalah pada lokasi penelitian dan waktu penelitian. Putra Astrawan (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Kemitraan antara Peternak Ayam Pedaging dengan UD. Unggas Sari Utama di Desa Demulih, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli analisis kopi luwak di Desa Demulih, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli. Penelitian ini lebih menjelaskan
38
tentang efisiensi yang terjadi antara peternak ayam pedaging dengan ud unggas sari utama. Hasil penelitian menunjukan bahwa pola kemitraan agribisnis kopi luwak ini menggunakan pola kemitraan Inti-plasma dimana ud unggas sari utama sebagai inti dan peternak ayam pedaging sebagai plasma. Hak dari UD unggas Sari Utama mendapatkan seluruh hasil produksi dan melakukan pengontrolan ke lokasi pemeliharaan ayam, hak dari peternak yaitu mendapatkan kepastian pasar menerima sapronak berkualitas, sedangkan kewajiban inti adalah menyediakan sapronak bagi mitra, memberikan penyuluhan bagi peternak, menaggung biaya dan sarana transportasi serta membeli semua hasil produksi peternak, kewajiban peternak adalah menyerahkan seluruh hasil produksi, memperhatikan dan mejaga kualitas produksi ayam dan mengikuti petunjuk yang diberikan oleh perusahaan. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian saat ini adalah sama-sama menganalisis pola kemitraan yang terjadi, hak-hak dan kewajiban dalam bermitra, menghitung efisiensi yang terjadi antara pihak yang bermitra dan menganalisis kendala-kendala yang dihadapi. Perbedaanya adalah lokasi penelitian, objek yang diteliti dan waktu penelitian.
2.8
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran adalah suatu diagram yang menjelaskan secara garis
besar alur logika berjalannya sebuah penelitian. Kerangka pemikiran dibuat berdasarkan pertanyaan penelitian (research question), dan merepresentasikan suatu himpunan dari beberapa konsep serta hubungan diantara konsep-konsep tersebut. Gianyar merupakan salah satu penghasil kopi luwak di Bali, kopi luwak sendiri sudah sangat berkembang di Kabupaten Gianyar hal ini dapat dibuktikan
39
dengan banyaknya agrowisata-agrowisata yang menyediakan atau menjual kopi luwak. Desa yang paling dominan dalam memproduksi kopi luwak adalah desa Manukaya, Kecamatan Tampak Siring, karena suhu dan iklimnya sangat sesuai untuk budidaya tanaman kopi. Banyaknya permintaan kopi luwak menimbulkan pola kemitraan yang terjadi antara pegiat luwak dengan agrowisata kopi tentunya, dan salah satu perusahaan yang menjalin kemitraan dengan pegiat luwak adalah Satria Agrowisata. Kemitraan yang terjadi antara Satria Agrowisata dengan pegiat luwak perlu dibahas mengenai bagaimana pola kemitraan yang terjadi, apa saja hak dan kewajiban diantara pemilik Agrowisata dan pegiat luwak itu sendiri, bagaimana efisiensi yang terjadi antara Satria Agrowisata dengan pegiat luwak dalam bermitra dan apa saja kendala-kendala yang dihadapi oleh Satria Agrowisata dan pegiat luwak. Analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menjelaskan bagaimana pola dan mekanisme kemitraan yang terjadi, apa saja hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak yang bermitra, dan apa saja kendala yang dihadapi di dalam bermitra. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis efisiensi kemitraan yang terjadi di dalam bermitra dilihat sisi pihak pegiat luwak. Secara sistematis, kerangka pemikiran agribisnis kopi luwak di Desa Manukaya, Kecamatan Tampak siring, Kabupaten Gianyar disajaikan seperti pada Gambar 2.1
40
Kemitraan Kopi Luwak
Pegiat luwak
Satria Agrowisata
Kemitraan Usaha Metode Analisis Data
Metode Deskriptif Kualitatif
Pola Kemitraa n
Hak dan Kewajiban
Metode Kuantitatif
Kendala
Kesimpulan
Rekomendasi Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran.
Analisis Efisiensi