17
II. TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep Kebijakan Publik
Kebijakan merupakan pilihan alternatif yang diambil dalam rangka menjawab persoalan yang ada. Biasanya alternatif yang dipilih sebagai kebijakan merupakan alternatif yang telah diperhitungkan dan dianggap lebih tepat dibanding dengan alternatif yang lain. Akan tetapi hal ini tidak menjamin suatu kebijakan menjadi dapat dilaksanakan dengan sempurna dan diterima oleh seluruh stakeholders.
Menurut Thomas R. Dye dan James Anderson terdapat tiga alasan kebijakan publik menjadi suatu hal yang menarik untuk diperhatikan. Ketiga alasan tersebut adalah1: “Pertama, pertimbangan atau alasan ilmiah (scientific reason) yaitu kebijakan publik dipelajari dalam rangka menambah pengetahuan yang lebih mendalam. Mulai dari alasannya, prosesnya, perkembangannya, serta akibat-akibat yang ditimbulkannya bagi masyarakat. Kedua, pertimbangan atau alasan profesional (professional reasons), alasan ini menjadikan studi kebijakan sebagai alas untuk menerapkan pengetahuan ilmiah dalam rangka memecahkan atau menyelesaian masalah sehari-hari. Ketiga, alasan politis (political reasons), kebijakan publik dipelajari pada dasarnya agar setiap perundangan dan regulasi yang dihasilkan dapat tepat guna mencapai tujuan yang sesuai target.” 1
Leo Agustino, 2012, Konsep Dasar Kebijakan Publik, Bandung, Penerbit Alfabeta, hal 4.
18 Selanjutnya James Anderson mendefinisikan kebijakan publik sebagai serangkaian kegiatan yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan.2 Lebih lanjut James menyatakan bahwa kebijakan tidak pernah terlepas dari keterkaitan kepentingan antar kelompok baik ditingkat pemerintahan maupun dalam masyarakat umum.3
Sementara itu, Thomas R Dye menyebutkan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dikerjakan ataupun tidak dikerjakan. Public policy is whatever government choose, to do or not to do4. Definisi ini menjelaskan bahwa kebijakan publik tidaklah harus dipandang sebagai hal yang dilakukan oleh pemerintah dalam merespon kepentingan publik,
tetapi sikap diam pemerintah pun
terhadap persoalan yang ada dianggap sebagai kebijakan pemerintah. Hal ini dikarenakan pemerintah dianggap telah mempunyai perhitungan tersendiri dalam merespon suatu persoalan publik untuk ditindaklanjuti atau “didiamkan”.
2
Ibid, hal 7. Dwiyanto Indiahono, 2009, Kebijakan Publik Berbasis Dynamic Policy, Yogyakarta, Gava Media, hal 17. 4 Inu Kencana Syafei, 2011, Manajemen Pemerintahan, Bandung, Pustaka Rineka Cipta, hal 115. 3
19 Selanjutnya, Thomas R. Dye menyebutkan proses kebijakan publik meliputi hal-hal berikut5:
a)
b)
c)
d)
e)
f)
Identifikasi masalah kebijakan, proses ini dapat dilakukan melalui identifikasi apa yang menjadi tuntutan (demands) tindakan pemerintah. Penyusunan agenda, merupakan aktivitas memfokuskan perhatian pada pejabat publik dan media masa atas keputusan apa yang akan diputuskan terhadap masalah publik tertentu. Perumusan kebijakan, merupakan tahapan pengusulan rumusan kebijakan melalui inisiasi dan penyusunan usulan kebijakan melalui organisasi perencanaan kebijakan, kelompok kepentingan, birokrasi pemerintah, presiden, dan lembaga legislatif. Pengesahan kebijakan, dilakukan melalui tindakan politik oleh partai politik, kelompok penekan, presiden, dan kongres. Implementasi kebijakan, dilakukan melalui birokrat, anggaran publik, dan aktivitas agen eksekutif yang terorganisasi. Evaluasi kebijakan, dilakukan oleh lembaga pemerintah sendiri, konsultan di luar pemerintah, pers, dan masyarakat (publik).
Leslie A. Pal yang dikutip oleh Joko Widodo dalam bukunya Analisis Kebijakan Publik, mengatakan sebagai berikut6 : “As a course of action or inaction chosen by public authorities to address a given problem or interrelated set of problems.” (Kebijakan merupakan sebuah perjalan dari aksi ataupun tanpa aksi yang dipilih oleh ahli publik untuk memberikan sebuah inti permasalahan atau untuk memberikan penghubung kedua belah pihak dalam menyelesaikan duduk permasalahan).
5
Joko Widodo, 2006, Analisis Kebijakan Publik, Sidoarjo, Bayumedia Publishing, hal 16-17.
6
Ibid, Hal 10
20 Secara luas kebijakan dapat didefinisikan sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya.7 Definisi tersebut menggambarkan bahwa kebijakan publik berhubungan dengan banyak hal (lingkungan pemerintah).
Artinya,
kebijakan publik merupakan wujud interaksi
pemerintah terhadap kondisi di sekitarnya,
baik dalam hal politik,
ekonomi, sosial, maupun lainnya.
Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt mengatakan bahwa kebijakan sebagai keputusan tetap yang dicirikan dengan konsistensi dan pengulangan tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi keputusan tersebut.8 Sementara itu, Carl Federich9 menawarkan definisi kebijakan yang menyatakan bahwa kebijakan adalah serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitankesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Untuk maksud dari kebijakan sebagai bagian dari kegiatan,
Frederich menambahkan ketentuannya
bahwa kebijakan tersebut berhubungan dengan penyelesaian beberapa maksud dan tujuan.
7
Budi Winarno, 2002, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo, Yogyakarta, hal 15. Leo Agustino, Konsep Dasar Kebijakan Publik, Penerbit Alfabeta, Bandung, 2012, hal 6. 9 Ibid, hal 7. 8
21 Meskipun maksud atau tujuan dari kegiatan pemerintah tidak selalu mudah untuk dilihat, tetapi ide bahwa kebijakan melibatkan perilaku yang mempunyai maksud,
merupakan bagian penting dari definisi
kebijakan. Bagaimanapun juga, kebijakan harus menunjukkan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.
David Easton memandang kebijakan publik sebagai perwujudan dari otoritas dalam sebuah sistem politik.
Secara lengkap David Easton
mengatakan kebijakan publik merupakan keputusan politik yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah, sehingga pada perkembangannya
menjadi
dikenal
dengan
sebutan
kebijakan
pemerintah. Oleh karena itu, karakteristik khusus dari kebijakan publik adalah bahwa keputusan politik tersebut dirumuskan sebagai otoritas dalam sistem politik, yaitu: para senior, kepala tertinggi, eksekutif, legislatif, sebagainya.
para hakim,
administrator,
penasehat,
para raja,
dan
Ia mengatakan bahwa mereka-mereka yang berotoritas
dalam sistem politik dalam rangka formulasi kebijakan publik itu adalah orang-orang yang terlibat dalam urusan sistem politik sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab dalam suatu masalah tertentu dimana pada satu titik mereka diminta untuk mengambil keputusan dikemudian hari kelak diterima serta mengikat sebagian besar anggota masyarakat selama kurun waktu tertentu.10
10
Ibid, hal 8.
22 Kebijakan merupakan upaya untuk memahami dan mengartikan (1) apa yang dilakukan (atau tidak dilakukan) oleh pemerintah mengenai suatu masalah, (2) apa yang menyebabkan atau yang mempengaruhinya, dan (3) apa pengaruh dan dampak dari kebijakan publik tersebut.11
Maksud dan tujuan kebijakan publik dibuat adalah untuk memecahkan masalah publik yang berkembang di masyarakat. Masalah dalam masyarakat tersebut tentunya sangat banyak dan terus berubah dari waktu ke waktu. Kondisi tersebut menjadikan tidak semua persoalan publik bisa melahirkan suatu kebijakan mengingat keterbatasan kemampuan pemerintah dalam menghadapi variasi masalah publik tersebut. Hanya masalah publik yang dapat menggerakkan orang banyak untuk ikut memikirkanya dan mencari solusi yang bisa menghasilkan sebuah kebijakan publik (only those that move people to action become policy problem).
Berbagai definisi di atas setidaknya mengandung lima hal pokok dari sebuah kebijakan publik, yaitu: a) Pada umumnya kebijakan publik perhatiannya ditujukan pada tindakan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu daripada perilaku yang berubah atau acak. b) Kebijakan publik pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daripada keputusan yang terpisah-pisah. 11
Kartasasmita dalam Joko Widodo, 2006, Analisis Kebijakan Publik, Sidoarjo, Bayumedia Publishing, hal 13.
23 c) Kebijakan publik merupakan apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengontrol inflasi, atau menawarkan perumahan rakyat, bukan apa maksud yang dikerjakan atau yang akan dikerjakan. d) Kebijakan publik dapat berbentuk positif maupun negatif. Secara positif, kebijakan melibatkan beberapa tindakan pemerintah
yang
jelas
dalam
menangani
suatu
permasalahan. Secara negatif, kebijakan publik dapat melibatkan suatu keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan suatu tindakan atau tidak mengerjakan apapun padahal dalam konteks tersebut keterlibatan pemerintah sangat diperlukan. e) Kebijakan publik, paling tidak secara positif didasarkan pada hukum dan merupakan tindakan yang bersifat memerintah. Kebijakan publik yang bersifat memerintah kemungkinan besar mempunyai sifat memaksa secara sah, yang mana hal ini tidak dimiliki oleh kebijakan-kebijakan organisasi swasta.
24 Dari definisi-definisi diatas juga dapat dipahami bahwa kata/istilah publik dapat berarti pemerintah, umum, negara, dan masyarakat. Pada proses pembuatan maupun pelaksanaannya kebijakan publik tidak terlepas dari interaksi berbagai aktor serta lingkungan suatu kebijakan publik. individu,
Aktor dan lingkungan kebijakan tersebut baik dalam bentuk kelompok,
maupun eksternal,
maupun organiasi,
baik lingkungan internal
terbuka maupun tertutup,
tentunya akan dapat
merasakan dampak baik positif maupun negatif.
1. Analisis Kebijakan
Analisis kebijakan merupakan suatu proses mencermati sebuah kebijakan yang bisa dilakukan mulai dari tahapan pembuatan, implementasi,
hingga evaluasi untuk mengetahui dampak yang
ditimbulkan oleh sebuah kebijakan. Kebijakan merupakan suatu hal yang dipengaruhi, dan memengaruhi multi aktor dan multi aspek. Hal ini menjadikan kebijakan tidak dapat dipisahkan dari kepentingan-kepentingan, ideologi-ideologi, bahkan konflik.
Analisis kebijakan publik menurut Thomas R Dye yaitu suatu upaya untuk mengetahui apa sesungguhnya yang dilakukan pemerintah-pemerintah, kenapa mereka melakukan itu, dan apa yang menyebabkan mereka melakukan secara berbeda-beda.12 Analisa kebijakan publik menjelaskan tentang hal apa yang dipilih oleh pemerintah untuk menjawab fenomena yang ada lengkap 12
Syarief Makhya, 2004, Ilmu Pemerintahan: Telaahan Awal (Buku Ajar), Bandar Lampung, Universitas Lampung, hal 49.
25 beserta alasan pemilihan tindakan tersebut.
Apa sesungguhnya
yang menjadi tujuan dari analisis kebijakan publik ini tidak lain adalah untuk memperbaiki kualitas dan efektivitas tindakantindakan kebijakan. (....the purpose of policy analysis is to improve the quality and effectiveness of policy measures, UN, 1979: 3).13
Analisis kebijakan dapat dilakukan pada setiap policy proces, apakah pada tataran formulasi, implementasi, maupun pada tataran evaluasi kebijakan. Pada analisis evaluasi kebijakan, bertujuan untuk menganalisa atau mengukur akibat suatu kebijakan bagi stakeholders yang terlibat. Hasil analisis kebijakan merupakan informasi yang relevan dan siap disuguhkan kepada pihak yang berwenang membuat keputusan. Dengan demikian, tugas pokok seorang analis kebijakan adalah memberikan informasi yang relevan bagi pihak pembuat kebijakan. Persoalan dipakai atau tidak informasi yang disajikan oleh analis bukanlah tanggung jawab seorang analis.
Terdapat dua pandangan mengenai analisis kebijakan. Pandangan pertama (subyektivis) menyebutkan bahwa realitas sosial yang dianalisis mau tidak mau adalah ekspresi subyektivitas seseorang, termasuk subyektivitas analis.
13
Ibid, hal 50.
26 Bagi paham ini mustahil realitas hasil analisa bersifat obyektif. Implikasinya, baik buruknya hasil analisis bukan ditentukan dari obyektivitasnya melainkan justru dari inter subyektivitasnya.
Pandangan kedua meyakini bahwa kualitas analisis ditentukan oleh obyektivitas analis, analisis yang ideal dibayangkan bersifat netral dan tidak memihak. Pembuktian secara empiris di lapangan sangat membantu seorang
analis untuk menjelaskan dan mengungkap
kenyataan yang sebenarnya terjadi di balik suatu kebijakan. Perbedaan pandangan tersebut dapat diihat pada tabel berikut:
Tabel 1. Perbandingan Analisis Sebagai Kegiatan Objektif dan Subjektif Point Perbandingan Asumsi tentang posisi analisis dengan realitas yang dianalisis Tipe analisis Tipikal analis
Peran yang dijalankan Analis Output yang diharapkan
Analisis Sebagai Kegiatan Objektif Analis merasa berada di luar realita yang dianalisis
Analisis Sebagai Kegiatan Subjektif Analis merasa menjadi bagian dari realitas yang dianalisis
Analisis terhadap kebijakan Ilmuwan, komentator, wartawan Memproduksi pengetahuan tentang kebijakan Pengetahuan, teori, serta penyempurnaan metode analisis kebijakan, orientasi pemerintah
Analisis untuk kebijakan Politisi, policy maker, teknokrat
Sumber: Purwo Santoso (2010:43)
Memproduksi kebijakan Basis informasi untuk pembuatan kebijakan, tawaran rumusan kebijakan tertentu
27 Tabel di atas merupakan tabel Perbedaan Analisis Sebagai Kegiatan Obyektif dan Analisis Sebagai Kegiatan Subyektif.14
Jadi,
analisis kebijakan merupakan suatu upaya yang dapat
dilakukan oleh siapapun termasuk akademisi untuk menilai suatu kebijakan baik dari segi efektifitas dan efisiensi,
maupun dari
aspek kinerja dan dampak suatu kebijakan. Analis harus mampu memposisikan diri dalam melakukan analisis terhadap kebijakan, agar hasil analisis yang didapatkan benar-benar dapat menjadi bahan rujukan yang objektif untuk masukan kebijakan berikutnya. Pada penelitian ini, peneliti memposisikan diri sebagai analis yang melakukan
analisis
terhadap
dampak
kebijakan
penetapan
sekretaris desa sebagai pegawai negeri sipil sebagai suatu kegiatan yang objektif.
2. Dampak Kebijakan
Dampak merupakan hal yang ditimbulkan setelah adanya suatu tindakan. Dampak dapat berupa dampak positif maupun dampak negatif.
Artinya,
dampak dapat berupa hal yang diharapkan
maupun tidak diharapkan dari suatu tindakan. Dampak juga dapat berarti ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi, lingkungan, atau kepentingan umum lainnya yang dinilai oleh pencapaian kinerja setiap indikator dalam suatu kegiatan.
14
Purwo Santoso, 2010, Modul Pembelajaran Analisis Kebijakan publik, Yogyakarta, JPP UGM, hal 43.
28 Gorys Keraf mengatakan, dampak kebijakan merupakan pengaruh yang kuat dari seseorang atau sekelompok orang di dalam menjalankan tugas dan kedudukannya sesuai dengan statusnya dalam masyarakat, sehingga akan membawa akibat terhadap perubahan positif ataupun negatif. Dampak kebijakan adalah perubahan kondisi fisik maupun sosial sebagai akibat dari output kebijakan.
Dampak kebijakan juga dapat dimaknai sebagai akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada kelompok sasaran (baik akibat yang diharapkan atau tidak diharapkan), dan sejauh mana akibat tersebut mampu menimbulkan pola perilaku baru pada kelompok sasaran (impact).
Akibat yang dihasilkan oleh suatu
intervensi program pada kelompok sasaran,
baik yang sesuai
dengan yang diharapkan ataupun tidak dan apakah akibat tersebut tidak mampu menimbulkan perilaku baru pada kelompok sasaran (effects). “Pada tahap kebijakan, studi mengenai dampak kebijakan sering disebut sebagai evaluasi dampak atau evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif umumnya dilakukan untuk memperoleh informasi terkait dengan efektifitas sebuah kebijakan/program terhadap permasalahan yang dihadapi. Evaluasi dampak ini bertujuan untuk; (a) menilai apakah program telah membawa dampak yang diinginkan terhadap individu, rumah tangga dan lembaga. (b) menilai apakah dampak tersebut berkaitan dengan intervensi program. (c) mengeksplore apakah ada akibat yang tidak diperkirakan baik yang positif maupun yang negatif, (d) mengkaji bagaimana program mempengaruhi kelompok sasaran, dan apakah
29 perbaikan kondisi kelompok sasaran betul-betul disebabkan oleh adanya program tersebut ataukah karena faktor lain.15”
Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam memahami pengaruh dari suatu kebijakan,
yaitu policy output dan policy
outcomes16.
Policy output merupakan sesuatu (biasanya berupa benda) yang dikerjakan oleh pemerintah, seperti konstruksi jalan, program pemberdayaan masyarakat, dan lain-lain.
Aktifitas kegiatan
tersebut diukur dengan standardisasi yang jelas. Sedangkan policy outcomes lebih memfokuskan atau mencoba untuk menentukan (memahami dampak atau untuk menentukan) pengaruh dari kebijakan dalam kondisi kehidupan yang sesungguhnya. Dampak kebijakan memiliki beberapa dimensi antara lain17: a. b. c. d.
15
Pengaruhnya pada persoalan masyarakat yang berhubungan dan melibatkan masyarakat. Kebijakan dapat mempunyai dampak pada situasi dan kelompok lain (spillover effect). Kebijakan dapat mempunyai pengaruh dimasa yang akan datang seperti pengaruhnya pada kondisi saat ini. Kebijakan dapat mempunyai dampak tidak langsung yang merupakan pengalaman dari suatu komunitas atau beberapa anggota diantaranya.
http://rochyati-w-t-fisip.web.unair.ac.id/artikel_detail-69585-Umum EVALUASI%20KEBIJAKAN%20PUBLIK.html, diakses tanggal 31 Agustus 2013. 16 Leo Agustino, Konsep Dasar Kebijakan Publik, Penerbit Alfabeta, Bandung, 2012, hal 190-191. 17 Ibid, hal 191.
30 Dampak kebijakan akan diketahui melalui proses evaluasi kebijakan. Sebagian besar hasil evaluasi kebijakan berguna untuk memperoleh fakta yang sesungguhnya, selain itu juga evaluasi kebijakan publik berupaya untuk menentukan hubungan sebagian dan akibatnya, tepatnya untuk mengukur pengaruh kebijakan.18
Suharyadi dalam Purwosantoso menyebutkan bahwa dampak kebijakan adalah perbedaan antara indikator hasil dengan program dan indikator hasil tanpa program.
Dampak sebuah kebijakan
dapat berupa dampak individual, organisasional, dampak pada masyarakat, dan dampak pada lembaga dan sistem sosial. Pada dampak organisasional dapat berupa dampak yang mengakibatkan terganggunya atau terbantunya pencapaian tujuan organisasi maupun dampak terhadap perilaku individu dalam suatu organisasi seperti peningkatan semangat kerja,
perubahan pola perilaku,
peningkatan hasil kerja, dan lain-lain.
Sementara itu, Budi Winarno mendefinisikan dampak kebijakan sebagai suatu konsekuensi dan akibat atau hubungan yang sebenarnya dapat terjadi dari suatu tindakan atau kebijakan yang dilakukan sebelumnya.
18
Ibid, hal 194.
31 Menurut Brian H. Hogwood dalam Parson19 “untuk melihat pada bagian kebijakan sepanjang waktu jelas kita harus menggunakan pengukuran yang sudah tersedia. Akan tetapi, banyak dari isu kunci tentang kualitas dan isi kebijakan publik tidak dapat dipahami hanya dengan serangkaian data statistik. Ada bahaya bahwa pengukuran terhadap hal-hal yang sudah ada dan dapat dikuantifikasikan akan mengabaikan beberapa persoalan yang paling penting yang perlu dipertimbangkan. Pertimbangan semacam ini mungkin justru lebih mengaburkan ketimbang menjelaskan.”
Pendapat diatas menjelaskan bahwa pada dasarnya dampak kebijakan tidak hanya diukur menggunakan angka saja.
Tidak
hanya melihat seberapa besar perubahan yang terjadi akibat suatu kebijakan, tetapi lebih banyak hal yang sifatnya tidak terukur terbentuk pasca suatu kebijakan dipilih dan diimplementasikan. Penilaian pada dampak adalah untuk memperkirakan apakah intervensi menghasilkan efek yang diharapkan atau tidak. Perkiraan seperti ini tidak menghasilkan jawaban yang mungkin masuk akal. Tujuan dasar penilaian dampak adalah untuk memperkirakan “efek bersih” dari sebuah intervensi (yakni perkiraan dampak intervensi yang tidak dicampuri oleh pengaruh dari proses dan kejadian lain yang mungkin juga mempengaruhi perilaku atau kondisi yang menjadi sasaran suatu program yang sedang dievaluasi itu.
19 Wayne Parson, 2011, Public Policy Pengantar Teori dan Praktik AnalisaKebijakan, Jakarta, Kencana, hal 602.
32 Dampak merupakan salah satu isi dari suatu kebijakan. Menurut Jones dalam Syarief Makhya (2004), isi kebijakan terdiri dari; (1) Tujuan, yaitu suatu hal yang dikehendaki yang ingin dicapai, (2) Rencana, yaitu alat atau cara untuk mencapai tujuan, (3) Program, yaitu cara tertentu yang telah mendapat persetujuan dan pengesahan untuk mencapai tujuan yang dimaksud, (4) Keputusan, yaitu tindakan tertentu yang diambil untuk menentukan tujuan, menyesuaikan dan membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program, (5) Dampak, sebagai akibat yang ditimbulkan dari suatu program dalam masyarakat.
Otto Soemarto menyebutkan bahwa dampak kebijakan merupakan perubahan yang terjadi akibat suatu aktivitas. Artinya, dampak kebijakan merupakan hal baru yang terjadi yang berbeda dengan sebelum adanya kebijakan tersebut20. Jika sebelum adanya kebijakan penetapan sekretaris desa sebagai Pegawai Negeri Sipil hubungan antar aparatur desa terlihat harmonis, maka dampak dari kebijakan tersebut merupakan perbandingan
situasi tersebut
dengan keadaan sekarang.
Adapun metode penilaian dampak kebijakan menurut Rossi dan Freeman dalam Wayne Parson adalah sebagai berikut21:
1. 2.
Membandingkan problem atau situasi atau kondisi dengan apa yang terjadi sebelum intervensi. Melakukan eksperimen untuk menguji dampak suatu program terhadap suatu area atau kelompok dengan membandingkannya dengan apa yang terjadi di area atau kelompok lain yang belum menjadi sasaran intervensi.
20
Perubahan dimaknai sebagai pergeseran/pergantian situasi, seperti dari yang baik menjadi lebih baik atau memburuk atau sebaliknya. Perubahan semacam ini tidak semata-mata diukur menggunakan angka, tetapi dilihat dari perubahan interaksi sosial, pola perilaku, maupun hubungan antar aktor, pada masing-masing stakeholders suatu kebijakan. 21
Wayne Parson, 2011, Public Policy Pengantar Teori dan Praktik AnalisaKebijakan, Jakarta, Kencana, hal 604.
33 3. 4. 5. 6. 7.
Membandingkan biaya dan manfaat yang dicapai sebagai hasil dari intervensi Menggunakan model untuk memahami dan menjelaskan apa yang terjadi sebagai akibat dari kebijakan masa lalu Pendekatan kualitatif dan judgemental untuk mengevaluasi keberhasilan/kegagalan kebijakan dan program Membandingkan apa yang sudah terjadi dengan tujuan atau sasaran tertentu dari seluruh program atau kebijakan Menggunakan pengukuran kinerja untuk menilai apakah tujuan dan targetnya sudah terpenuhi.
Selanjutnya menurut Wayen Parson22 untuk mengetahui mengenai dampak dari kebijakan, kita memerlukan jawaban yang kompleks dan politis. Dengan kata lain, dampak kebijakan adalah sesuatu yang pada dasarnya adalah soal nilai, bukan fakta: arti dari angkaangka tergantung dari si pembuat kebijakan. Dengan demikian bentuk penelitian yang lebih kualitatif (observasi dan bekerja dengan orang dan problemnya) menjadi diperlukan untuk mengimbangi efek distorsi dan dehumanisasi dari fakta dan angka yang kelihatan objektif23.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa dampak kebijakan publik sangatlah luas cakupannya. Dalam konteks penilaian dampak kebijakan publik, ukuran sukses atau tidaknya sebuah kebijakan bisa ditinjau dari dua pendekatan, yaitu pendekatan yang menilai perilaku atau dikenal dengan pendekatan perilaku, dan pendekatan yang menilai hasil serta manfaat yang diberikan disebut pendekatan hasil. 22 Ibid, Hal 604. 23 Lincoln dan Guba, Ibid.
34 Pendekatan perilaku mempelajari perilaku yang relevan atau memiliki hubungan langsung dengan pelaksanaan tugas pekerjaan. Pendekatan ini menitikberatkan pada quality of task-oriented behavior. Pada analisis dampak kebijakan, pendekatan ini mengamati perubahan sikap atau perilaku stakeholders kebijakan, baik yang diharapkan maupun tidak diharapkan sebagai akibat dari pelaksanaan suatu kebijakan.
Sementara itu, pendekatan hasil atau yang lebih dikenal dengan result oriented criteria mempelajari apakah hasil yang diperoleh sesuai dengan tuntutan, dan pihak yang membutuhkan telah memperoleh hasil dengan kualitas terbaik atau didistribusikan secara adil kepada mereka yang membutuhkan. Pada pendekatan hasil,
kesesuaian antara nilai yang hendak dihasilkan dan
didistribusikan dengan nilai dan pihak yang membutuhkan, serta kualitas dan cara memberi atau mendistribusikan nilai tersebut, menjadi fokus perhatian utama.
Dampak kebijakan pada penelitian ini merupakan perubahan yang terjadi pada pola komunikasi dan kinerja pemerintah desa setelah diimplementasiannya kebijakan penetapan Sekretaris Desa sebagai Pegawai Negeri Sipil. Baik dampak yang bersifat positif maupun dampak yang bersifat negatif.
35 B.
Kebijakan Pemerintah tentang Penetapan Sekretaris Desa Sebagai Pegawai Negeri Sipil Perubahan status Sekretaris Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil telah diatur dalam berbagai kebijakan pemerintah. Upaya untuk menciptakan ketertiban administrasi desa dan pelayanan publik yang optimal menjadi salah satu alasan lahirnya kebijakan-kebijakan ini,
mengingat desa
sebagai suatu unsur pemerintahan yang paling dasar. Kebijakan pertama yang mengatur hal ini adalah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Pada pasal 202 ayat (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa: “Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan”. Dengan penjelasannya yang berbunyi “Sekretaris Desa yang selama ini, yang bukan Pegawai Negeri Sipil secara bertahap diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan perundang-undangan”.
Berikutnya, pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 pasal 25 juga disebutkan bahwa: “Sekretaris Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) diisi dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan.”
36 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 juga mengatur tentang persyaratan, mekanisme pengangkatan, tugas, fungsi perangkat desa termasuk Sekretaris Desa. Peraturan ini bahkan menyebutkan bahwa jika kepala desa diberhentikan atau habis masa jabatannya maka Sekretaris Desa menjalankan fungsi kepala desa hingga terpilih kepala desa yang baru.
Selanjutnya, kebijakan lain yang memuat tentang Sekretaris Desa adalah Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil. Peraturan ini dibuat berdasarkan pertimbangan Pasal 202 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Sekretaris Desa yang memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan, akan diangkat secara bertahap menjadi Pegawai Negeri Sipil. Kebijakan ini terdiri dari 17 pasal yang secara lengkap mengatur tentang persyaratan,
tata cara atau mekanisme pengangkatan Sekretaris Desa
menjadi Pegawai Negeri Sipil.
37 C.
Pemerintah dan Pemerintahan
Kata pemerintah berasal dari kata perintah yang artinya terdapat dua pihak atau lebih, kedua pihak tersebut saling memiliki hubungan, pihak yang memerintah memiliki wewenang dan pihak yang diperintah memiliki ketaatan24.
Secara etimologis,
menurut Makhya (2004:50) dalam Sanyoto25
pemerintah (government) berasal dari bahasa Yunani, kubernan atau nahkoda kapal,
artinya menatap ke depan. Sedangkan memerintah
berarti melihat ke depan, diselenggarakan
untuk
menentukan berbagai kebijakan yang mencapai
tujuan
masyarakat-negara,
memperkirakan arah perkembangan masyarakat pada masa yang akan datang,
dan mempersiapkan langkah-langkah kebijakan untuk
menyongsong perkembangan masyarakat,
serta mengelola dan
mengarahkan masyarakat ke tujuan yang ditetapkan.
Menurut W. S. Sayre; government is best as the organized agency of the state, expressing and exercing its authority. (Pemerintah dalam definisi terbaiknya adalah sebagai organisasi dari negara, yang memperlihatkan dan menjalankan kekuasaannya)26.
24
Inu Kencana Syafiie, 2001, Pengantar Ilmu Pemerintahan, Bandung, Refika Aditama, hal. 20.
25
Yahnu Wiguno Sanyoto, 20013, Persepsi Sekretaris Desa terhadap Kebijakan Sekdes PNS, Baturaja, hal 14. 26
Inu Kencana Syafiie, 2001, Pengantar Ilmu Pemerintahan, Bandung, Refika Aditama, hal 22.
38 Menurut Wilson dalam bukunya The State mengatakan: “Government in last analysis, is organized force, not necessarily or invariably organized armed force, but two of a few men, of many men, or of a community prepared by organization to realise its own purposes with reference to the common affairs or the community”27 (Pemerintah dalam akhir uraiannya,
adalah suatu pengorganisasian
kekuatan, tidak selalu berhubungan dengan organisasi kekuatan angkatan bersenjata, tetapi dua atau sekelompok orang dari sekian banyak kelompok orang yang dipersiapkan oleh suatu organisasi untuk mewujudkan maksud dan tujuan bersama mereka, dengan hal-hal yang memberikan keterangan bagi urusan-urusan umum kemasyarakatan).
Sementara pemerintahan menurut Surbakti adalah menyangkut tugas dan kewenangan, sedangkan pemerintah aparat yang menyelenggarakan tugas dan kewenangan negara. Dalam perspektif kybernology pemerintahan didefinisikan sebagai:
Proses pemenuhan kebutuhan manusia sebagai consumer produkproduk pemerintahan, akan pelayanan publik dan pelayanan sipil; badan yang berfungsi sebagai prosesor. Pengelola dan provider-nya disebut pemerintah; consumer yang memproduk-produk pemerintahan disebut yang diperintah; hubungan antara yang memerintah dengan diperintah disebut hubungan pemerintahan.28
27
Ibid, hal 23.
28
Taliziduhu Ndraha, 2003, Kybernology, Jakarta, Rineka Cipta, hal. xxxxv.
39 D.
Relasi Organisasi Pemerintahan Desa
Organisasi merupakan suatu wadah yang terdiri dari kumpulan orangorang yang dibentuk secara sengaja dan memiliki aturan yang mengikat anggotanya serta saling berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama. Organisasi adalah salah satu elemen yang dibutuhkan oleh manusia, dengan organisasi manusia dapat melaksanakan hal-hal yang tidak dapat dilakukan sendiri (secara individu). Melalui organisasi pula manusia dapat merasakan efektifitas,
kecanggihan,
serta memenuhi berbagai
kebutuhan manusia baik secara emosional,
spiritual,
intelektual,
ekonomi, politik, kultural, dan lain sebagainya. Chris Argyris (1964:35) dalam Winardi29 mengatakan bahwa organisasi adalah “.....organisasi-organisasi biasanya dibentuk orang guna mencapai sasaran-sasaran yang dapat dicapai terbaik secara kolektif.”
Jadi organisasi pada dasarnya terdapat berbagai hal yang menjadi sasaran atau target yang ingin dicapai manusia,
tetapi manusia tidak dapat
mencapainya secara individu, untuk itu manusia membentuk organisasi.
Selain Argyris, James L. Gibson menyatakan bahwa organisasiorganisasi merupakan entitas-entitas yang memungkinkan masyarakat mencapai hasil-hasil tertentu, yang tidak mungkin dilaksanakan oleh individu-individu yang bertindak secara sendiri.30 29
J. Winardi, 2003, Teori Organisasi dan Pengorganisasian, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hal
2. 30
Ibid hal 13.
40 Herbert G. Hicks menyatakan bahwa “...An organization is structured process in wich person interact for objectives.31”
Artinya,
organisasi merupakan suatu proses yang terstruktur dimana
terdapat interaksi manusia untuk mencapai sasaran. Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa ciri organisasi yaitu: (1) sebuah organisasi senantiasa mencakup sejumlah orang, (2) orang-orang tersebut terlibat satu sama lain dengan satu atau lain cara (melakukan interaksi),
(3) interaksi tersebut selalu diatur dengan jenis struktur
tertentu, (4) masing-masing orang di dalam suatu organisasi memiliki sasaran pribadi,
mereka mengekspektasikakan keterlibatannya dalam
organisasi akan membantunya mencapai sasaran tersebut.
Pada setiap organisasi terdapat struktur organisasi, yaitu kerangka dan susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan diantara fungsifungsi, bagian-bagian, atau posisi-posisi, maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukan, tugas wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi.
Dalam struktur mengandung
unsur-unsur spesialisasi kerja, standarisasi, koordinasi, sentralisasi atau desentralisasi dalam pembuatan keputusan dan besaran (ukuran) satuan kerja.
Pemerintahan
desa
sebagai
suatu
organisasi
penyelenggaraan
pemerintahan yang terdiri dari berbagai bagian yang terstruktur jelas yang memiliki tujuan yang sama yaitu menyelengarakan pemerintahan. 31
Ibid hal 15.
41 Organisasi Pemerintahan Desa merupakan penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah membawa dua perubahan paling mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Perubahan pertama, Badan Perwakilan Desa (BPD) berubah menjadi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang penetapannya dilakukan berdasarkan musyawarah dan mufakat. Perubahan tersebut diharapkan dapat mencegah konflik dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan lebih dapat mewujudkan demokratisasi di desa. Kedua, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengatur bahwa Sekretaris Desa diisi dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan. Perubahan ini tentunya diharapkan tidak akan merubah relasi dan pola kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
Secara struktur, berikut:
organisasi pemerintahan desa digambarkan sebagai
42
Gambar 1. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa 32
Berdasarkan struktur organisasi diatas dapat dijelaskan bahwa relasi pemerintah desa adalah; kepala desa memiliki hubungan koordinasi dengan Badan Permusyawaratan Desa,
serta memiliki hubungan
komando terhadap sekretariat desa yang terdiri dari sekretaris desa dan tata usaha. Selain itu, kepala desa juga memiliki hubungan komando dengan unsur pelaksana teknis lapangan dan unsur kewilayahan. Sedangkan sekretariat desa memiliki hubungan konsultatif dengan unsur pelaksana tekhnis lapangan dan unsur kewilayahan.
32
http://hendry-kamanjaya.blogspot.com/2011/04/sistem-pemerintahan-desa.html, diakses tanggal 16 Juli 2013.
43 Hal ini berarti dalam menjalankan tugas dan fungsinya Sekretaris Desa, Kepala Seksi dan Kepala Dusun bertanggung jawab kepada Kepala Desa sedangkan dalam menjalankan tugas dan fungsinya Kepala Urusan bertanggung jawab kepada Sekretaris Desa.
Hubungan kerja kepala desa dengan
perangkat desa terletak dalam
pelayanan seperti pelayanan administrasi, keuangan, kepegawaian dan tata surat menyurat bagi sekretaris desa. Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil, Sekretaris Desa adalah Perangkat Desa yang bertugas membantu Kepala Desa dalam bidang tertib administrasi pemerintahan dan pembangunan serta pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Artinya, walaupun sekretaris desa berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil, kedudukannya dalam struktur organisasi pemerintahan desa tetap berada di bawah kepala desa.
Hubungan kerja antara Kepala desa dengan Perangkat Desa dan Lembaga Kemasyarakatan pada dasarnya meliputi tiga hal yaitu; kemitraan, konsultatif dan koordinatif.
(a) Kemitraan: kerjasama yang saling
menguntungkan, saling percaya dan saling mengisi,
(b) Konsultatif:
dapat diartikan sebagai pemberian saran atau rekomendasi yang bisa dilakukan atas konsultasi suatu masalah yang didiskusikan, Koordinatif:
bersifat
Koordinasi,
artinya
bekerjasama,
(c) saling
menyampaikan informasi untuk mencapai penyelenggaraan pemerintahan yang optimal.
44 1. Kepala Desa
Pemerintah desa terdiri dari kepala desa dan perangkat desa. Kepala Desa mempunyai kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD,
serta
menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada masyarakat.
Kepala Desa merupakan pimpinan dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa. Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 (enam) tahun, dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Kepala Desa tidak bertanggung jawab kepada Camat ataupun Bupati, tetapi dikoordinasikan saja oleh Camat.
Sesuai pasal 14 ayat (2) Peraturan pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa,
Kepala Desa mempunyai wewenang
memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama BPD, mengajukan Rancangan Peraturan Desa, menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD, menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai APBDes untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD, membina kehidupan masyarakat Desa, membina perekonomian Desa, mengkordinasikan pembangunan desa secara partisipatif, mewakili desanya didalam dan diluar Pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan
45 peraturan perundang-undangan. Berdasarkan kewenangan tersebut dapat dilihat bahwa kepala desa memiliki posisi yang cukup kuat.
2. Sekretaris Desa
Sekretaris desa merupakan salah satu aparatur desa yang bertugas menyelenggarakan administrasi desa secara tepat sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Sebelum diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang menyebutkan bahwa sekretaris desa dijabat oleh seorang Pegawai Negeri Sipil, jabatan ini diisi oleh warga desa setempat yang memenuhi persyaratan yang ditunjuk oleh kepala desa. ketertiban
Sekretaris desa bertanggung jawab terhadap
administrasi
desa
baik
yang
berkaitan
dengan
kependudukan maupun lain-lain.
Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil, menyebutkan bahwa Sekretaris Desa adalah Perangkat Desa yang bertugas membantu Kepala Desa dalam bidang tertib administrasi pemerintahan dan pembangunan serta pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.
Pada pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007 Tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan Sekretaris Desa Menjadi Pegawai Negeri Sipil disebutkan bahwa:
46 “Sekretaris Desa yang diangkat dengan sah sampai dengan 15 Oktober 2004 dan masih melaksanakan tugas sampai dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini diangkat langsung menjadi PNS, apabila memenuhi persyaratan.”
Persyaratan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah ini sedikit berbeda dengan persyaratan pengangkatan sekretaris desa menjadi Pegawai Negeri Sipil dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa.
Berdasarkan Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, Sekretaris Desa diisi oleh Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Berpendidikan paling rendah lulusan SMU atau sederajat; b) Mempunyai pengetahuan tentang teknis pemerintahan; c) Mempunyai kemampuan di bidang administrasi perkantoran; d) Mempunyai pengalaman di bidang administrasi keuangan dan di bidang perencanaan; e) Memahami sosial budaya masyarakat setempat; f) Bersedia tinggal di desa yang bersangkutan.
Sementara itu, menurut Pasal 3 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2007,
persyaratan pengangkatan Sekretaris Desa
menjadi Pegawai Negeri Sipil sebagai mana yang disebutkan dalam pasal 2 adalah sebagai berikut: a) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; b) Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah;
47 c) Tidak sedang menjalani hukuman karena melakukan tindak pidana berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap; d) Sehat jasmani dan rohani; e) Memiliki ijazah paling rendah Sekolah Dasar atau yang sederajat; f) Berusia paling tinggi 51 (lima puluh satu) tahun terhitung pada 15 Oktober 2006.
Pengangkatan Sekretaris Desa menjadi Pegawai Negeri Sipil dilakukan secara bertahap sesuai dengan formasi yang ditetapkan oleh Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
3. Badan Permusyawaratan Desa
Badan
Permusyawaratan
Desa
(BPD)
merupakan
lembaga
perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Anggota BPD terdiri dari Ketua rukun warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.
48 Pada penyelenggaraan pemerintahan desa, BPD merupakan “parlemen” desa yang memiliki fungsi pembuatan keputusan, legislasi, serta fungsi pengawasan.
4. Unsur Pelaksana Teknis
Unsur pelaksana teknis atau perangkat desa mempunyai tugas membantu kepala desa dalam penyelenggaraan urusan teknis di desa. Jumlah perangkat desa ini disesuaikan dengan kondisi sosial budaya setempat. Perangkat desa tersebut diangkat oleh kepala desa. Pada umumnya unsur pelaksana tekni tersebut meliputi; urusan pemerintahan, urusan pembangunan, urusan umum, dan urusan kesejahteraan rakyat.
E.
Manajemen Pemerintahan
Manajemen merupakan suatu proses pengelolaan yang terjadi dalam sebuah organisasi. Manajemen sangat penting bagi proses berkembang dan eksistensi sebuah organisasi. Melalui manajemen, sebuah organisasi akan berjalan terarah dan jelas, serta dapat pula dicapai efektifitas dan efisiensi bagi sebuah organisasi. Artinya, melalui manajemen tujuan organisasi akan tercapai dengan tepat dengan penggunaan sumberdaya seminimal mungkin.
49 Selain itu manajemen juga mampu menghindarkan organisasi dari kemungkinan hambatan-hambatan kedepan dan memudahkan organisasi untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang akan datang.
Sepertip yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa setiap organisasi tanpa terkecuali (termasuk organisasi pemerintahan) merupakan kumpulan orang-orang dengan berbagai karakteristik yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.
Tujuan tersebut tentunya tidak akan tercapai dengan
optimal apabila perbedaan dalam organisasi tersebut tidak dikelola (dimanage) dengan baik.
Hal ini membuktikan bahwa manajemen pada
dasarnya adalah “nyawa” dari sebuah organisasi, baik atau buruk, berlanjut atau tidak, berhasil atau tidak sebuah organisasi bergantung pada pengelolaannya. Menurut Drucker “Without the institution there would be no management, but without management there would be only a mob rather than institution”33 (tanpa adanya sebuah institusi tidaklah akan terbentuk manajemen, tetapi tanpa manajemen disana hanyalah akan terbentuk sekelompok orang bukan institusi).
Menurut Seta Basri, organisasi merupakan suatu entitas kelompok manusia, yang di dalam pengelolaan sehari-hari membutuhkan kegiatan manajemen. Tanpa manajemen, sulit bagi suatu organisasi bertahan hidup.
33
Denden Kurnia Drajat, 2013, Bahan Ajar Manajemen Pemerintahan, Universitas Lampung.
50 Tanpa organisasi, manajemen kehilangan media aplikasinya, hanya semacam “ruh” tanpa “jasad”.34
Selain itu,
G.R. Terry dalam bukunya Principles of Management
mengatakan “Management is a distinct process consisting of planning, organizing, acuating, and controling, utilizing in each both science and art, and followed on order o accomplish predetermined objecives.”35 Manajemen merupakan suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakantindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan, dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Artinya, manajemen merupakan sesuatu hal yang bisa dipelajari (ilmu) dan diterapkan untuk membuat situasi dalam sebuah organisasi menjadi lebih baik (seni) melalui berbagai tahapan di dalamnya seperti perencanaan, pengorganisasian, dan lain-lain.
Melayu S.P. Hasibuan mendefinisikan manajemen sebagai suatu proses yang khas terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber daya lainnya.
34
Seta Basri, http://setabasri01.blogspot.com/2010/12/definisi-organisasi-dan-manajemen.html, diakses tanggal 20 September 2013. 35 http://andyfisip.blogspot.com/2012/12/pengertian-manajemen-pemerintahan.html, diakses tanggal 20 September 2013.
51 Artinya, salah satu unsur yang sangat penting untuk dikelola dalam organisasi adalah sumber daya, termasuk manusia yang merupakan sumberdaya utama dalam sebuah organisasi.
Pada bukunya Kybernologi, Taliziduhu Ndraha menyebutkan bahwa manajemen merupakan cara bagaimana menciptakan effeciveness usaha (doing right things) secara efficien (doing things right) dan produktif, melalui fungsi dan siklus tertentu dalam rangka mencapai tujuan organisasional yang telah ditetapkan. Manajemen berusaha untuk mengelola organisasi untuk mencapai tujuannya dengan tepat.
Pendapat Inu Kencana tersebut senada dengan pendapat Stoner dan Wankel yang mengatakan bahwa manajemen secara harfiah adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan seluruh sumber daya organisasi lainnya demi tercapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.36 “Pada dasarnya, terdapat empat klaster kompetensi yang ada dalam manajemen yaitu: (1) Klaster manajemen tujuan dan aksi yang terdiri atas orientasi efisiensi, tindakan proaktif, kepedulian terhadap dampak, dan penggunaan diagnostik terhadap konsep-konsep, (2) klaster pengarahan terhadap bawahan, yaitu penggunaan kekuasaan unilateral, pengembangan yang lain dan spontanitas, (3) klaster manajemen sumber daya manusia yaitu penggunaan dalam melakukan sosialisasi, mengelola kelompok, persepsi positif, objektivitas persepsi, penilaian diri yang akurat, pengendalian diri, stamina dan kemampuan menyesuaikan diri, dan (4) kaster kepemimpinan yaitu mengembangkan kepercayaan diri, konseptualisasi, pemikiran yang logis, dan penggunaan presentasi lisan.”37
36
Harbani Pasalong, 2007, Teori Administrasi Publik, Bandung, Penerbit Alfabeta, hal 82.
37
Ibid, hal 82-83.
52
Berdasarkan berbagai pendapat diatas, dapat disarikan bahwa setidaknya manajemen meliputi penentuan tujuan, cara mencapai tujuan yang efektif dan efisien, berkaitan dengan sumberdaya manusia yang menjalankan manajemen tersebut (yang pasti pada pelaksanaannya terdapat proses komunikasi, koordinasi, kepemimpinan, dan pola hubungan kemanusian lain), serta manajemen akan berujung pada kinerja atau dengan kata lain hasil kerja atau output dari suatu organisasi. Artinya, manajemen pasti akan berhubungan dengan sumber daya manusia (sebagai pelaku) yang kemudian berperan dalam komunikasi dan kinerja. Setiap organisasi membutuhkan pengelolaan yang baik termasuk organisasi pemerintahan. Sebuah penyelenggaraan pemerintahan yang tidak ter-manage dengan baik pastinya tidak akan
dapat
menumbuhkan
trust
publik terhadap
penyelenggara pemerintahan.
Pemerintahan dapat didefinisikan sebagai suatu cara pemenuhan dan perlindungan tuntutan yang diperintah (rakyat, masyarakat, manusia) akan jasa publik yang tidak diprivatisasikan dan layanan civil tepat pada saat yang diperlukan oleh yang bersangkutan. Artinya, pemerintah merupakan lembaga yang berkewajiban memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu. Oleh karena itu, pemerintahan selalu dituntut untuk selalu dibarengi dengan manajemen yang tepat guna merespon kepentingan publik (publik diartikan sebagai masyarakat). Manajemen terhadap penyelenggaraan pemerintahan ini selanjutnya disebut sebagai manajemen pemerintahan.
53 Manajemen
pemerintahan
penyelenggaraan
merupakan
pemerintahan
yang
suatu
proses
mencakup
pengelolaan perencanaan
pemerintahan, pengorganisasian atau kelembagaan pemerintahan dan penggunaan sumber-sumber daya serta pengawasan penyelenggaraan pemerintahan. Overman mengemukakan bahwa manajemen publik38 bukanlah “scientific management”, meskipun sangat dipengaruhi oleh “scientific management”. Manajemen publik bukanlah “policy analysis”, bukanlah juga administrasi publik, merefleksikan tekanan-tekanan antara orientasi “rational-instrumental” pada suatu pihak, dan orientasi politik kebijakan dipihak lain39.
Manajemen publik adalah suatu studi interdisipliner dari aspek-aspek umum organisasi, dan merupakan gabungan antara fungsi manajemen seperti planning, organizing, dan controlling satu sisi, dengan SDM, keuangan, fisik, informasi dan politik disisi lain.
Ott, Hyde memaparkan manajemen pemerintahan sebagai suatu proses menggerakkan sumber daya manusia dan non sumber daya manusia sesuai perintah kebijakan publik40.
38
Manajemen publik yaitu manajemen instansi pemerintahan, Ibid hal 83. Ibid, hal 83. 40 Ibid, hal 83 39
54 Hal ini memaksudkan bahwa manajemen pemerintahan dan kebijakan publik merupakan hal yang tumpang tindih, akan tetapi dapat kita tarik suatu benang merah dari keduanya bahwa kebijakan publik merupakan landasan/dasar yang dijadikan sebagai suatu acuan dalam pengelolaan organisasi pemerintahan, sedangkan manajemen pemerintahan merupakan “jantung/denyut nadi” bagi penyelenggaraan pemerintahan.
Manajemen
pemerintahan
pengelenggaraan
sesungguhnya
pemerintahan
dengan
merupakan menggunakan
suatu
proses
fungsi-fungsi
manajemen agar tujuan pemerintahan dapat tercapai secara optimal. Pada penyelenggaraan
pemerintahan
perlu
adanya
perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Tidak hanya itu, aliran manajemen normatif menyebutkan bahwa fungsi-fungsi manajemen yang perlu diterapkan dalam manajemen pemerintahan meliputi: planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, and budgeting (POSDCORB).41
Artinya, dalam manajemen pemerintahan tetap saja berkaitan dengan sumber daya manusia (baik perilaku maupun kualitas) yang memegang peranan dalam kinerja dan komunikasi dalam penyelenggaraan organisasi pemerintahan.
41
Ibid hal 84-86.
55 1. Komunikasi
Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa adanya komunikasi manusia tidak akan dapat memenuhi kebutuhannya. Melalui komunikasi manusia dapat menyampaikan maksud atau keinginannya kepada manusia yang lainnya. Begitu pula dalam organisasi (baik pemerintahan maupun swasta). Miss-komunikasi antara aktor penyelenggara organisasi dengan
lingkungannya
(organisasi
pemerintahan
dengan
masyarakat misalnya) maupun antar sesama pengurus organisasi selalu menjadi persoalan yang dapat “mendisfungsikan” organisasi tersebut. Melihat pentingnya organisasi bagi manusia sebagai individu maupun organisasi tersebut, maka tentunya komunikasi yang efektif sangat diperlukan dalam kehidupan.
Komunikasi yang efektif adalah penting bagi semua organisasi, oleh karena iti para pimpinan organisasi dan para komunikator dalam
organisasi
perlu
memahami
dan
menyempurnakan
kemampuan komnikasi mereka (Kohler 1981).42 Hovland, Janis, dan Kelley mengatakan bahwa “communication is process by which an individual transmits stimuly (usually verbal) to modify the behavior of other individuals”.43 Komunikasi merupaka sebuah proses seorang individu mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah 42
Arni Muhammad, 2009, Komunikasi Organisasi, Jakarta, Bumi Aksara, hal 1. 43 Ibid, hal 2.
56 tingkah laku orang lain. Pada definisi ini, komunikasi diartikan sebagai suatu proses, bukan suatu hal. Selanjutnya, Brent D. Ruben44 menyatakan definisi komunikasi adalah suatu proses melalui mana individu dalam hubungannya, dalam kelompok, dalam organisasi dan dalam masyarakat menciptakan, mengirimkan, dan menggunakan informasi untuk mengkoordinasikan lingkungannya dan orang lain. Dwyer mendefinisikan komunikasi sebagai “the sharing of ideas, knowledge, feeling and perceptions”.45 Komunikasi adalah pertukaran ide-ide, pengetahuan, perasaan, dan persepsi. Sementara itu,
Mc
Shane
dan
Glinow
mendefinisikan
komnikasi
“communication refers to the process by which information is transmitted and understood between two or more people.”46 Komunikasi merupakan sebuah proses mentransfer/menyampaikan dan memahami informasi antara dua orang atau lebih.
Komunikasi
juga
pada
dasarnya
merupakan
proses
yang
menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa, dengan akibat atau hasil apa.47 Pendapat tersebut didukung 44
Ibid, hal 3 Juliansyah Noor, 2013, Penelitian Ilmu Manajemen, Kencana, Jakarta, hal 208. 46 Ibid, hal 209. 47 Ibid, hal 209. 45
57 dengan pendapat Laswell yang memandang komunikasi dengan menggunakan prinsip 5 W dalam melihat proses komunikasi, yaitu: who (siapa), what (apa), in which medium (dalam media apa), to whom (kepada siapa) dan dengan what effect (apa efeknya).48
Siapa (pembicara)
Apa (Pesan)
Saluran (Medium)
Siapa (audience)
=
Efek
Gambar 2. Model Komunikasi Laswell
Sementara itu, model komunikasi yang juga banyak digunakan adalah model komunikasi dari Claude Shannon atau Shannon Waver.
Gambar 3. Model Komunikasi Shannon dan Wever Menurut Shannan dan Wever:49 a. Sumber Informasi Otak adalah sumber informasi dalam komunikasi manusia. Tugas utama dari otak manusia adalah menghasilkan suatu pesan dari berjuta-juta pesan yang ada. Kadangkala dalam kehidupan sehari48 49
Lina Nur Hidayati, Jurnal Komunikasi Organisasi dan Manajemen Konflik, hal 3. Arni Muhammad, 2009, Komunikasi Organisasi, Jakarta, Bumi Aksara, hal 7-9.
58 hari pesan tersebut merupakan tugas yang sederhana bagi otak seperti bila berjumpa dengan teman mengucapkan selamat pagi. Tetapi dalam keadaan pesan yang lebih complicated akan memerlukan kerja lebih dari otak manusia dan otak akan mempertimbangkan pesan yang akan dikirimkan. Jadi otak harus memilih pesan yang sesuai dengan situasi. Dalam proses pemilihan ini seringkali terjadi perbuatan yang tidak disadari manusia. b. Transmitter Dalam memilih transmitter akan disesuaikan dengan jenis komunikasi yang digunakan. Komunikasi dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu komunikasi tatap muka dan komunikasi menggunakan mesin. Dalam komunikasi tatap muka yang menjadi transmitter adalah alat-alat pembentuk suara yang dihubungkan dengan otot-otot dan organ tubuh yang terlibat dalam penggunaan bahasa nonverbal. Sedangkan pada komunikasi yang menggunakan mesin, transmitter nya adalah alat itu sendiri (televisi, radio, film, dll). c. Encoding Proses encoding diperlukan untuk mengubah ide dalam otak ke dalam suatu sandi yang sesuai dengan transmitter. Dalam komunikasi tatap muka signal yang sesuai dengan alat-alat suara adalah berbicara. Signal yang cocok dengan otot-otot tubuh dan indera adalah anngukan kepala, kontak mata, dll. Dalam komunikasi yang menggunakan mesin, proses encoding juga berasal dari tubuh tetapi diperluas melalui jarak jauh dengan transmitter. d. Penerima dan decoding Proses decoding berlawanan dengan istilah penyandian pesan. Pada komunikasi tatap muka kemungkinan transmitter menyandikan pesan dengan menggunakan alat-alat suara atau otot-otot tubuh. Signal yang sesuai dengan otot-otot tubuh dan indera adalah anggukan kepala, kontak mata, dll. Dalam komunikasi yang menggunakan mesin, proses encoding juga berasal dari tubuh tetapi diperluas melalui jarak jauh dengan transmitter. e. Tujuan Dalam tahap ini otak manusia menerima pesan yang berisi berbagai hal, ingatan atau pemikiran mengenai arti dari pesan. Penerima pesan menerima signal melalui indera pendengaran, indera penglihatan, indera penciuman dan sebagainya kemudian pesan tersebut diuraikan dan diinterpretasikan dalam otak. f. Sumber gangguan
59 Dalam model ini, ada faktor gangguan dalam komunikasi pada saat mentransfer signal dari transmitter kepada penerima pesan. Gangguan ini hampir dapat dipastikan selalu ada dalam proses komunikasi.
Chester Barnard menyebutkan bahwa komunikasi merupakan suatu dinamika yang penting dalam perilaku organisasi. Komunikasi merupakan
kekuatan
utama
dalam
membentuk
organisasi.
Komunikasi merupakan hal yang membuat suatu dinamika dalam organisasi dan menghubungkan tujuan organisasi pada partisipasi orang-orang yang ada di dalamnya. Menurutnya, terdapat tujuh faktor komunikasi yang berperan dalam menciptakan dan memelihara otoritas yang objektif di dalam organisasi. Tujuh hal tersebut adalah:50 a) Saluran komunikasi itu harus diketahui secara pasti b) Seyogyana harus ada saluran komunikasi formal pada setiap anggota organisasi c) Jalur komunikasi itu seharusnya langsung dan sependek mungkin d) Garis komunikasi formal keseluruhannya hendaknya dipergunakan secara normal e) Orang-orang yang bekerja sebagai pusat pengatur komunikasi haruslah orang-orang yang cakap f) Garis komunikasi seharusnya tidak mendapat gangguan sementara organisasi sedang berfungsi g) Setiap komunikasi haruslah disahkan. Komunikasi sangat dipengaruhi oleh iklim organisasi. Tagiuri mendefinisikan iklim organisasi sebagai kualitas yang relatif abadi dari lingkungan organisasi yang dialami oleh anggota-anggotanya,
50
Miftah Thoha, 2012, Perilaku Organisasi; Konsep Dasar dan Aplikasinya, Rajawali Pers, Jakarta, hal 169-170.
60 mempengaruhi tingkah laku mereka serta dapat diuraikan dalam istilah nilai-nilai suatu set karakteristik tertentu dari lingkunagan.51
Selanjutnya, Litwin dan Stringers memberikan iklim organisasi sebagai berikut: (1) rasa tanggung jawab, (2) standar atau harapan tentang kualitas pekerjaan, (3) ganjaran atau reward, (4) rasa persaudaraan, (5) semangat tim.52 Iklim organisasi yang penuh persaudaraan mendorong anggota organisasi untuk berkomunikasi secara terbuka, releks, ramah tamah dengan anggota yang lain. Sedangkan iklim negatif justru akan membuat keadaan yang sebaliknya.
Komunikasi dalam konteks penelitian ini merupakan proses penyampaian informasi antara sekretaris desa dengan aparatur pemerintahan desa (terutama kepala desa) setelah adanya kebijakan penetapan sekretaris desa sebagai Pegawai Negeri Sipil. Hal ini dilihat melalui saluran komunikasi, garis komunikasi, serta gangguan komunikasi, serta pola komunikasi yang terjadi antara kepala
desa
dan
sekretaris
desa
dalam
penyelenggaraaan
pemerintahan desa.
2. Kinerja
51
Arni Muhammad, 2009, Komunikasi Organisasi, Jakarta, Bumi Aksara, hal 82. 52 Ibid, hal 83
61 Kinerja sering dipahami sebagai sebuah hasil atau output dari sebuah aktifitas. Kinerja juga sering dijadikan sebagai patokan untuk mendeskripsikan keberhasilan seseorang atau sebuah organisasi. Konsep kinerja pada dasarnya dapat dilihat dari dua segi, kinerja pegawai (perindividu) dan kinerja organisasi.53
Kinerja pegawai merupakan hasil kerja individual dalam organisasi sesuai dengan tugas dan tanggung jawab individu tersebut. Sedangkan kinerja organisasi adalah totalitas hasil kerja yang dicapai suatu organisasi. Antara kedua kinerja ini tentunya memiliki keterkaitan yang begitu erat, tercapainya tujuan organisasi tidak dapat dipisahkan dari sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi tersebut yang berperan aktif sebagai pelaku dalam upaya mencapai tujuan organisasi tersebut.
Adapun berbagai pendapat mengenai kinerja adalah sebagai berikut54: a. Rue dan Brars mengatakan kinerja adalah sebagai tingkat pencapaian hasil. b. Interplan, kinerja adalah berkaitan dengan operasi, aktivitas, program, dan misi organisasi. c. Murphy dan Cleveland, Kinerja adalah kualitas perilaku yang berorientasi pada tugas atau pekerjaan. d. Ndraha, kinerja adalah manifestasi dati hubungan kerakyatan antara masyarakat dengan pemerintah. e. Widodo, kinerja adalah melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakanya sesuai dengan tanggungjawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. 53
Harbani Pasalong, 2007, Teori Administrasi Publik, Bandung, Penerbit Alfabeta, hal 175.
54
Ibid, hal 175-176
62 f. LAN, kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan, rogram, kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi. g. Mangkunegara, kinerja merupakan hasil kerjasecara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Selain berbagai definisi diatas, menurut Cardy55 mengelola kinerja sebaiknya dilakukan secara kolaboratif dan kooperatif antara pegawai, pemimpin, dan organisasi, melalui pemahaman dan penjelasan kinerja dalam suatu kerangka kerja atas tujuan-tujuan terencana, standar dan kompetensi yang disetujui bersama. Kinerja adalah catatan mengenai akibat-akibat yang dihasilkan pada fungsi pekerjaan atau aktivitas selama periode tertentu yang berhubungan
dengan
tujuan
organisasi.
Kinerja
seseorang
merupakan gabungan dari kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat diukur dai akibat yang dihasilkan.56
Armstrong mengatakan bahwa, kinerja atau prestasi kerja berasal daro pengertian performance. Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan cara mengerjakannya. Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan
55 56
Juliansyah Noor, 2013, Penelitian Ilmu Manajemen, Kencana, Jakarta, hal 270. Ibid, hal 271
63 kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan konstribusi ekonomi.57
Dwiyanto (2002) mengemukakan terdapat 5 indikator untuk mengukur kinerja organisasi, yaitu58:
a) Produktivitas Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umunya dipahami sebagai rasio antara input dan output. Produktivitas adalah suatu tingkat prestasi organisasi dalam mencapai tujuan, artinya sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai. b) Kualitas layanan Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjalankan kinerja organisasi publik. Banyak pandangan yang negatif yang muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima organisasi publik. Dengan demikian kepuasan masyarakat terhadap layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. c) Responsivitas Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat menyusun agenda dan prioritas pelayanan dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Sebagai salah satu indikator kinerja responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik. d) Responsibilitas Menjelaskan/mengukur kesesuaian pelaksanaan kegiatan organisasi publik yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi.
57
Ibid Sudarmanto, 2009, Kinerja Dan Pengembangan Kompetensi sdm, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal 16. 58
64 e) Akuntabilitas Seberapa besar kebijakan dan kegiatan publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat atau ukuran yang menunjukkan tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma eksternal yang ada di masyarakat atau yang dimiliki para stakeholders.
Melalui dimensi-dimensi tersebut, dalam penelitian ini akan dilihat perubahan kinerja sekretaris desa dan kepala desa sebagai akibat dari penetapan sekretaris desa sebagai Pegawai Negeri Sipil.
3. Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur yang sangat berpengaruh terhadap kinerja organisasi publik. Output dari sebuah organisasi merupakan komparasi kinerja masing-maring sumber daya manusia dalam pengelolaan organisasi. Meskipun eksistensi sumberdaya manusia dalam sebuah organisasi “terkalahkan” oleh eksistensi kemajuan teknologi, hal ini hanya terjadi pada tataran teknis saja. Berbicara tentang pengelolaan (manajemen) sebuah organisasi,
sumber
daya
manusialah
faktor
penentu
keberhasilannya.
Menurut Zainum, sumber daya manusia menduduki kedudukan yang lebih tinggi dan merupakan faktor yang sangat menentukan untuk tingkat keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi.59
59
Nazarin, 2011, Kinerja Aparat Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Way Kanan dalam Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup, Tesis, Unila, hal 23.
65 Armstrong menjelasskan bahwa sdm sebagai harta yang paling penting yang dimiliki suatu organisasi.
Sementara itu, Noto Atmojo melihat sumber daya manusia dari dua aspek yaitu (1) mutu dan kualitas yang diukur melalui kemampuan fisik seperti kesehatan jasmani, kekuatan untuk bekerja dan kemampuan non fisik seperti mental dan kecerdasan. (2) Jumlah atau kuantitas yaitu banyaknya sumber daya manusia sebagai tenaga kerja dalam suatu organisasi.60 Kemampuan non fisik yang dimaksud dapat meliputi perilaku atau sikap sumber daya manusia yang ada.
Lebih lanjut Atmojo mengatakan, bahwa sumber daya manusia dalam suatu organisasi memegang peranan penting, fasilitas yang canggih dan lengkap pun belum merupakan jaminan akan keberhasilan suatu lembaga, tanpa diimbangi kualitas dari staf atau karyawan yang akan memanfaatkan atau menggunakan fasilitas itu. Manusia adalah aktor utama bagi setiap organisasi dimanapun dan apapun bentuk organisasinya, setiap individu yang masuk dalam organisasi
membawa
karakteristiknya
seperti
kemampuan,
kepercayaan pribadi, pengharapan, kebutuhan dan pengalaman.
60
Ibid
66 Komponen karakteristik ini kemudian membentuk perilaku pegawai. Organisasi hanya merupakan suatu wadah untuk mencapai tujuan dan manusialah yang akan membawa organisasi tersebut mencapai tujuannya.
Pada konteks organisasi pemerintahan, sumber daya manusia sering disebut sebagai aparatur, pegawai negeri, mereka adalah pegawai yang melaksanakan tugas-tugas kelembagaan. Dalam bahasa asing, sumber daya manusia sisebut dengan istilah human resource yang artinya tenaga atau kekuatan manusia. Hal ini berarti manusia memiliki power/energi dalam proses bejalannya sebuah organisasi. Manusia adalah “kunci” bagi suatu organisasi, manusia sebagai perencana, pelaksana, pengendali, pengawasan, maupun evaluasi serta sekaligus sebagai pihak yang memanfaatkan hasil yang dicapai/kinerja dari sebuah organisasi.
Pada dasarnya, sumber daya manusia (aparatur, pegawai, karyawan) merupakan aset bahkan dapat dijadikan sebagai “investasi” yang jika dikembangkan dan dikelola secara tepat dapat memberikan “keuntungan” berupa produktivitas bagi organisasi. Oleh karena itu, sangatlah perlu diperhatikan bagi pimpinan suatu organisasi untuk menyeimbangkan kepentingan sumber daya manusia dengan kepentingan organisasi.
67 Pada penelitian ini, kajian terhadap sumber daya manusia pada pemerintahan desa (sekretaris desa dan kepala desa) akan ditinjau dari aspek mutu atau kualitas, yaitu mencakup sikap, perilaku, dan kompetensi (kecerdasan).
F.
Kerangka Pikir Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Dampak Kebijakan Sekretaris Desa diisi oleh PNS
Manajemen Pemerintahan
Pola Komunikasi Kepala Desa dan Sekretaris Desa
Kinerja Kepala Desa dan Sekretaris Desa
Disharmonisasi Pola Komunikasi dan Penurunan Kinerja Sekretaris Desa PNS dengan Kepala Desa Gambar 4. Kerangka Pikir Penelitian