II. TINJAUAN PUSTAKA
A. SISTEM RESIRKULASI AIR TERKENDALI (SRAT) Sistem resirkulasi air terkendali (SRAT) merupakan sistem akuakultur yang berhubungan dengan pengolahan dan penggunaan air kembali dengan penggantian air kurang dari 10% setiap hari. Konsep SRAT adalah penggunaan kembali volume air melalui pengolahan kontinyu untuk kehidupan organisme yang dibudidayakan. Dalam rangka menghemat penggunaan air dan mendapatkan kestabilan lingkungan air, bak budidaya di rangkai dalam suatu sistem resirkulasi. Air dari bak pemeliharaan dialirkan ke dalam bak filter, selanjutnya dialirkan kembali ke dalam bak pemeliharaan, pergerakan aliran air dilakukan dengan bantuan pompa dan secara gravitasi (Effendi, 2003)
Gambar 1. Sistem resirkulasi air terkendali (SRAT) Secara umum terdapat dua komponen utama pada sistem resirkulasi yaitu wadah budidaya dan filter. Wadah budidaya merupakan tempat ikan yang dibudidayakan sedangkan filter merupakan suatu alat yang digunakan untuk menyaring material yang tidak dikehendaki seperti amonia, residu organik, padatan dan bahan kimia lain yang tidak diinginkan. Bak filtrasi terdiri atas tiga bagian yaitu filter fisik, filter biologi dan filter kimia. Susunan ketiga filter ini harus berurutan sesuai dengan proses kimia yang terjadi. Filter fisik merupakan cara pemisahan secara fisik dan mengkosentrasikan bahan-bahan tersuspensi dari sirkulasi air. Bak filtrasi bekerja secara mekanis sehingga fungsinya hanya menyaring kotoran, sisa pakan, debu dan koloid. Partikel-partikel organik yang berukuran besar dan tidak terlarut dalam air akan mengendap (Lesmana, 2001), sedangkan yang berukuran kecil tidak mengendap akan disaring melalui filter biologi (Suryadiputra,1995). Material yang dapat dipakai sebagai filter fisik adalah spons, ijuk, atau serat kapas.
3
Filter biologi merupakan inti dari sistem resirkulasi (Stickney, 1993). Filter biologi didefinisikan sebagai alat untuk mineralisasi senyawa-senyawa nitrogen organik yang tersuspensi dalam air dan yang menempel pada butiran-butiran filter. Filter ini berfungsi sebagai pengurai senyawa-senyawa nitrogenus yang beracun menjadi senyawa tidak beracun melalui proses nitrifikasi dan nitratasi (Lesmana, 2001). Material yang biasa dijadikan filter biologi adalah pasir kasar, kerikil kecil, serat gelas atau spons. Filter kimia berfungsi untuk menyerap nitrat hasil filtrasi biologi sebagai unsur hara tanaman. Tanaman yang digunakan sebagai filter kimia adalah tanaman akuatik. Nitrat dalam konsentrasi yang berlebihan akan menyebabkan keracunan bagi ikan sehingga perlu dirombak menjadi nitrogen oleh bakteri denitrifikasi.
Gambar 2. Bak Filtrasi Efektivitas pada sistem resirkulasi air dipengaruhi oleh banyak faktor seperti debit air yang keluar, kelancaran aliran air secara kontinyu dan proses yang terjadi di bak sedimentasi maupun filtrasi dalam menjaga kualitas air. Menurut McGee dan Cichra (2000) sistem resirkulasi akan efektif apabila memenuhi beberapa prinsip, yaitu : Aerasi, membuang partikel-partikel kotoran yang sangat kecil, filtrasi biologi untuk membuang limbah amoniak dan nitrat, mempertahankan pH optimum. Adapun keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari penggunaan sistem resirkulasi menurut Hastuti dan Hanni (2002) adalah : 1. Volume air yang digunakan tidak terlalu besar, karena air dapat di pergunakan kembali untuk memelihara ikan sehingga lebih hemat dalam penggunaan air. 2. Kualitas air dapat terjaga, sehingga memungkinkan pertumbuhan ikan tetap baik. 3. Meningkatkan produksi ikan dan waktu pemeliharaan dapat dipersingkat. Bagi induk yang memijah, dapat memijahkan kembali dalam waktu relaitf singkat. 4. Tingkat kematian ikan dapat ditekan serendah mungkin karena kualitas air dan kuantitas air tetap terjaga. 5. Sisa makanan dan kotoran hasil metabolisme yang mengendap di dalam bak pengendapan dimanfaatkan sebagai media untuk pertumbuhan tanaman atau untuk memelihara jenis-jenis ikan yang lebih tahan terhadap kualitas air yang buruk.
4
B. BUDIDAYA IKAN MAS 1.
Ikan Mas
Ikan mas merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, berbadan memanjang pipih kesamping dan lunak. Ikan mas sudah dipelihara sejak tahun 475 sebelum masehi di China. Di Indonesia, ikan mas mulai dipelihara mulai 1920. Ikam mas yang terdapat di Indonesia merupakan ikan mas yang dibawa dari China, Eropa, Taiwan, dan Jepang. Ikan mas dapat tumbuh normal jika lokasi pemeliharaan berarada pada ketinggian antara 150-1000 m dpl. Kualitas air untuk pemeliharaan ikan mas harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun dan minyak/limbah pabrik. Ikan mas dapat berkembang pesat dikolam, sawah, kakaban dan sungai air deras. Kolam dengan sistem pengairanya yang mengalir sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik ikan mas. Debit air untuk kolam air tenang 815 liter/detik/Ha, sedangkan untuk pembesaran dikolam air deras debitnya 100 liter/menit/m3.
Gambar 3. Ikan mas Dalam ilmu taksonomi hewan, klasifikasi ikan mas adalah sebagai berikut: Class : Osteichthyes Sub Class : Actinopterygii Ordo : Ostariophysi Sub Ordo : Cyprinoidae Family : Cyprinidae Sub Family : Cyprininae Genus : Cyprinus Species : Cyprinus carpio L Saat ini ikan mas mempunyai banyak rasa atau strain. Perbedaan sifat dan ciri dari ras disebabkan oleh adanya interaksi antara genotipe dan lingkungan kolam, musim, dan cara pemeliharaan yang terlihat dari penampilan bentuk fisik, bentuk tubuh, dan warnanya.
5
Menurut Standard Nasional Indonesia (1999) kualitas air yang cocok untuk pembenihan ikan adalah sebagai berikut: 1. Suhu : 25-30oC 2. PH : 6.5-8.5 3. Debit air : 0.4-0.7 liter/detik 4. Ketinggian air : 50-70 cm 5. DO : Minimal 5 mg/L 6. Amoniak : Kurang dari 0.02 mg/L 7. Kecerahan : Lebih dari 30 cm
2.
Pemijahan Ikan Mas
Pemijahan merupakan proses perkawinan antara ikan jantan dan ikan betina. Dalam budidaya ikan, teknik pemijahan ikan dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu: 1. Pemijahan ikan secara alami, yaitu pemijahan ikan tanpa campur tangan manusia, terjadi secara ilmiah (tanpa pemberian hormon). 2. Pemijahan ikan secara semi intensif, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad, tetapi proses ovulasinya terjadi secara ilmiah di kolam. 3. Pemijahan ikan secara intensif, yaitu pemijahan ikan yang terjadi dengan memberikan rangsangan hormon untuk mempercepat kematangan gonad serta proses ovulasinya dilakukan secara buatan dengan teknik stripping/pemijatan. Stripping merupakan proses dikeluarkanya telur atau sperma dengan bantuan manusia yaitu dengan di urut. Menurut Sutisna dan Ratno (1995), faktor-faktor yang sangat berperan dalam pemijahan ikan dapat dikelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu : faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi curah hujan, suhu, pH, DO, sinar matahari, tumbuh-tumbuhan. Sedangkan faktor internal meliputi kematangan gonad, ketersediaan hormon kelamin, dan hormon gonadotropin. Sebelum pemijahan, harus dilakukan proses pemilihan induk yang sudah siap untuk melakukan pembuahan. Induk betina matang kelamin ditandai dengan gerakanya yang lamban, perut membesar atau buncit kearah belakang, jika di raba terasa lunak, lubang anus agak menonjol atau membengkak, dan bila dilakukan pemijatan perlahan kearah anus maka akan keluar cairan kuning kemerahan. Untuk induk jantan, gerakanya lincah, bandanya langsing, dan jika diurut kearah anus maka akan keluar cairan sperma berwarna putih. Sedangkan jumlah induk jantan disesuaikan dengan induk betina dengan perbandingan berat 1:1. Menurut Cahyo (2010) jumlah telur ikan mas berkisar antar 80.000-135.000 butir telur.
3.
Penetasan telur
Proses penetasan terjadi mulai dari telur dibuahi hingga menetas. Telur ikan mas akan menetas setelah 2-3 hari. Umumnya presentase penetasan ikan secara normal berkisar antara 50-80% (Richter & Rustidja, 1985). Derajat penetasan telur ikan mas dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu : kualitas telur dan kualitas air media inkubasi (penetasan). Kualitas telur yang baik dan di dukung dengan kualitas air yang memadai dapat membantu pembelahan sel dan perkembangan telur untuk mencapai tahap akhir terbentuknya embrio ikan. Menurut Yatim (1990) dan Effendi (1997), salah satu faktor kualitas air yang penting dalam mempengaruhi pembelahan sel (penetasan sel) adalah suhu medium. Suhu optimal pada penetasan telur ikan mas adalah 26-28oC (Cholik et al, 1986).
6
4.
Perawatan Larva
Menurut Standar Nasional Indonesia (1999) larva ikan mas adalah fase atau tingkatan benih ikan yang berumur 4 hari sejak telur menetas serta mempunyai kriteria yang berbeda dengan ikan dewasa. Panjang larva ikan mas adalah 4-7 mm. Pada saat larva organ-organ tubuh ikan masih belum sempurna dan masih membawa kuning telur di kantung perutnya sebagai cadangan makanan. Setelah usia larva 2-3 hari, cadangan pakan kuning telurnya akan mulai menipis. Oleh karena itu, larva ikan perlu diberi pakan berupa jasad renik seperti artemia atau daphnia dan bisa digunkan kuning telur ayam. Ikan mas termasuk ikan pemakan segalanya (omnivora). Mengingat sifat dan perilaku larva ikan mas sangat rentan, maka penangananya harus hatihati dan teliti . Mortalitas yang terjadi pada fase ini sangat tinggi sebab larva ikan sangat peka terhadap keadaan lingkungan. Disamping konsentrasi oksigen dalam media perawatan harus tetap terjamin, suhu pada media perawatan juga harus tetap optimal. Perubahan suhu atau fluktuasi suhu yang terlalu besar dan secara mendadak sangat membahayakan kelangsungan hidup larva. Setelah larva berumur 2-3 hari maka larva ikan masuk ke tahap berikutnya yaitu pendederan I (awal). Pada tahap ini larva ikan mas masih sangat rentan, dengan tingkat mortalitas mencapai 40%. Larva ikan dibesarkan selama 2-3 minggu dengan panjang 1-3 cm. Pakan yang diberikan dapat berupa kuning telur ayam atau jasad renik seperti daphnia atau artemia.
C. KUALITAS AIR Air atau media pemeliharaan merupakan faktor utama untuk kehidupan ikan. Kualitasnya menentukan kesehatan maupun pertumbuhan ikan, bahkan mampu mempengaruhi warna ikan. Secara alami, air merupakan pelarut yang baik sehinngga hampir semua material dapat larut didalamnya. Adapun material terlarut antara lain : 1. Berbagai gas seperti oksigen (O2), karbondioksida (CO3), ammonia (NH3), nitrit (NO2), nitrat (NO3), sulfide (H2S) dan methan. 2. Berbgai mineral seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), besi (Fe), seng (Zn), serta mineral bentuk ion atau molekul organik maupun anorganik. 3. Material organik terlarut seperti gula, lemak, asam, dan vitamin 4. Material anorganik seperti lumpur dan tanah liat. 5. Material biologis seperti tangkiteri, jamur, zooplankton, dan fitoplankton Adapun parameter kualitas air pada budidaya ikan adalah kandungan oksigen dalam air (DO), pH, suhu, EC/TDS, dan kandungan amonia.
1.
Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernafasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu , oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2000). Menurut Zonneveld dkk (1991) kebutuhan oksigen pada ikan mempunyai kepentingan pada dua aspek, yaitu kebutuhan lingkungan bagi spesies tertentu dan kebutuhan konsumtif yang tergantung pada metabolisme ikan. Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan bagi ikan dari spesies tertentu disebabkan oleh adanya perbedaan struktur molekul sel
7
darah ikan, yang mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam air dan derajat kejenuhan oksigen dalam sel darah. Oksigen dapat larut dalam air melalui proses difusi atau persinggungan dengan udara. Beberapa faktor yang mempengaruhi banyaknya oksigen terlarut dalam air adalah : 1. Pergerakan permukaan air baik berupa riak air maupun gelombang. 2. Suhu berpengaruh terhadap kejenuhan (kapasitas air menyerap oksigen). Semakin tinggi suhu maka semakin sedikit oksigen yang dapat terlarut dalam air. 3. Tekanan udara. Semakin tinggi sutau daerah maka semakin rendah juga tekanan udara sehingga semakin rendah pula oksigen terlarut. 4. Salinitas. Semakin tinggi salinitas maka semakin rendah kadar oksigen terlarut. 5. Tanaman air. Tanaman air berhubungan pada proses fotosintesis yang menghasilkan oksigen. Biota air membutuhkan oksigen guna pembakaran makanan untuk menghasilkan aktivitas, seperti berenang, pertumbuhan, reproduksi, dan sebaliknya. Oleh karena itu, ketersediaan oksigen bagi biota air menentukan lingkaran aktivitasnya, konversi pakan, demikian juga laju pertumbuhan bergantung pada oksigen, dengan ketentuan faktor kondisi lainya adalah optimum. Karena itu, kekurangan oksigen dalam air dapat menganggu kehidupan biota air termasuk kepesatan pertumbuhanya. Meskipun beberapa jenis ikan mampu bertahan hidup pada perairan dengan konsentrasi 3 ppm, namun konsentrasi minimum yang masih dapat diterima sebagian besar spesies biota air budidaya untuk hidup dengan baik adalah 5 ppm. Pada perairan dengan konsentrasi oksigen di bawah 4 ppm, beberapa ikan masih mampu bertahan hidup, akan tetapi nafsu makanya mulai menurun. Oleh karena itu, konsentrasi yang baik dalam budidaya ikan adalah 5-7 ppm.
2.
Suhu
Pada dasarnya suhu dipengaruhi oleh musim, letak lintang (latitude), ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam hari, sirkulasi udara, penutupan awan, serta kedalaman badan air (Haslam, 1995 dalam Effendi, 2003). Peningkatan suhu akan mengakibatkan meningkatnya reaksi kimia dalam air, meningkatnya proses metabolisme makhluk air dan menurunkan kadar oksigen dalam air. Peningkatan metabolisme organisme dalam air akan menambah penggunaan oksigen akibat adanya respirasi. Kenaikan suhu 10 C akann meningkatkan penggunaan oksigen 10% (Brown, 1987 dalam Effendi, 2003). Pada umumnya semua jenis ikan mempunyai toleransi terhadap perubahan suhu air yang mendadak. Terjadinya perubahan suhu air yang mendadak akan berdampak kurang baik terhadap ikan. Dampak yang jelas apabila terjadi perubahan suhu air dari dingin ke panas yaitu ikan mengalami stress dengan berenang melonjak-lonjak, mengapung dan bernafas di permukaan. Hal ini dapat menyebabkan kematian pada ikan bila berlangsung lama. Kisaran suhu ikan di perairan tropis agar dapat tumbuh dengan baik adalah 25-32 0C, tergantung dari ikannya. Pada kisaran tersebut konsumsi oksigen mencapai 2.2 mg/g berat tubuh-jam. Di bawah suhu 25oC, konsumsi oksigen mencapai 1.2 mg/g berat tubuh-jam.
3.
Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman lebih dikenal dengan istilah pH. pH (singkatan dari puissance negative de H), yaitu logaritma dari kepekaan ion-ion H (hidrogen) yang terlepas dalam suatu cairan. pH air menunjukan aktivitas ion hodrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hodrogen (dalam mol per liter) pada suhu tertentu.
8
pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif dan juga dapat membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah (asam) kandungan oksigen terlarut akan berkurang sebagai akibatnya kosumsi oksigen berkurang aktivitas pernapasan naik dan selera makan akan berkurang. Hal sebaliknya juga terjadi pada kondisi perairan yang basa. Titik kematian ikan biasanya terjadi pada pH 4 (asam) dan pH 11 (basa). Sementara pertumbuhan ikan yang baik terjadi pada pH antara 6-7 (netral), meskipun tergantung jenis ikannya. Adanya penyakit ikan juga berhubungan dengan naik turunya nilai pH. Biasanya bakteri akan tumbuh baik pada pH basa, sementara jamur akan tumbuh baik pada pH asam. Tingkat keasaman pH dalam sistem resirkulasi cenderung menurun karena meningkatnya karbondioksida yang dihasilkan oleh respirasi ikan. Karbondioksida yang dihasilkan akan bereaksi dengan air akan membentuk asam karbon dan menyebabkan pH turun.
4.
Total Dissolve Solid (TDS)
Total Dissolve Solid (TDS) yaitu ukuran zat terlarut (baik zat organik maupun zat anorganik misalnya : garam dll) yang terdapat pada sebuah larutan. TDS menggambarkan jumlah zat terlarut dalam part per million (ppm) atau sama dengan milligram perliter. (mg/l). Tingkat konsentrasi garam yang tinggi pada air sampai batas tertentu akan meningkatkan tekanan osmotik pada ikan sehingga akan menghambat pertumbuhan dan perkembangan ikan. Besarnya kandungan garam biasanya disetarakan dalam bentuk konduktifitas listrik (EC) dengan satuan ppm( mg/l) atau mS/cm. Tabel 1. Klasifikasi air berdasarkan kadar garamnya (AS Kapoor, 2000)
5.
Kadar Garam (mg/l) < 500
Klasifikasi Air Bersih / segar
500 – 1500
Sedang
1500 – 5000
Payau
> 5000
Asin
35000
Sangat asin
> 35000
Pahit
Amonia (NH3)
Air yang beracun disebabkan oleh adanya endapan amonia, air yang terlalu basa atau asam. Biasanya akibat dari dekomposisi bahan organik seperti pembusukan tanaman, sisa kotoran ikan dan sisa pakan (Nixon, 2004). Di dalam air amoniak terdapat dalam 2 bentuk, yaitu NH4+ atau biasa disebut Ionized Ammonia (IA) yang kurang beracun dan NH3+ atau Unionized Ammonia (UIA) yang beracun. Makin tinggi pH air, daya racun amonia semakin meningkat, sebab sebagian besar berada dalam bentuk NH3, sedangkan ammonia dalam bentuk NH3 lebih beracun dari pada yang berbentuk ion (NH4+ ). Amonia dalam bentuk molekul dapat menembus bagian membrane sel lebih cepat dari pada ion NH4+ (Colt dan Amstrong, 1981 dalam Tancung 2009).
9