7
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Perilaku Konsumen Menurut Sumarwan (2004) suatu perusahaan harus mampu memahami perilaku konsumen dengan sebaik mungkin agar memasarkan produknya dengan baik. Perusahaan dapat memperkirakan respon dari konsumen terhadap produk yang ditawarkan oleh perusahaan sehingga perusahaan dapat menerapkan strategi pemasaran yang tepat. Perilaku konsumen mencakup proses konsumen dalam mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan suatu produk atau jasa . Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan sebelumnya, maka Simamora (2002) menarik kesimpulan bahwa : 1.
Perilaku konsumen menyoroti perilaku individu dan rumah tangga.
2.
Perilaku konsumen menyangkut suatu proses minat sebelum pembelian serta tindakan dalam memperoleh, memakai, mengonsumsi, dan menghabiskan produk.
3.
Mengetahui perilaku konsumen meliputi perilaku yang dapat diamati seperti jumlah yang dibelanjakan, kapan, dengan siapa, oleh siapa, dan bagaimana barang yang sudah dibeli dikonsumsi. Juga termasuk variabel-variabel yang tidak dapat diamati seperti nilai-nilai yang dimiliki oleh konsumen, kebutuhan pribadi, persepsi, bagaimana mereka mengevaluasi alternatif, dan apa yang mereka rasakan tentang kepemilikan dan penggunaan produk yang beraneka ragam.
Ubiversitas Sumatera Utara
8
Schiffman dan Kanuk (1994) dalam Sumarwan (2004) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai perilaku yang diperlihatkan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan menghabiskan produk dan jasa yang diharapkan akan memuaskan kebutuhannya. Mowen dan Minor (1998) juga mendefinisikan perilaku konsumen sebagai suatu studi tentang proses pembelian dan pertukaran yang melibatkan perolehan, konsumsi, pembuatan barang dan produk, pengalaman, dan ide-ide. Proses minat pembelian meliputi beberapa tahapan. Menurut Engel et al. (1994) terdapat lima tahapan minat pembelian yang dilakukan konsumen, yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian dan evaluasi pascapembelian.
Pengenalan kebutuhan
Pencarian Informasi
Evaluasi alternatif
Pembelian
Evaluasi Pascapembelian
Sumber : Engel et al. (1994)
Gambar 3. Tahap-Tahap Proses Minat Pembelian Engel et al. (1994) mendefinisikan pengenalan kebutuhan sebagai suatu persepsi atas perbedaan antara keadaan yang diinginkan dengan situasi aktual yang memadai untuk membangkitkan dan mengaktifkan proses minat. Ketika ketidaksesuaian yang ada melebihi tingkat atau ambang tertentu, kebutuhan pun dikenali. Namun seandainya ketidaksesuaian itu ada di bawah tingkat ambang, maka pengenalan kebutuhan tidak terjadi. Menurut Kotler (2002), proses pembelian dimulai saat pembeli mengenali sebuah masalah atau kebutuhan. Kebutuhan dapat timbul karena adanya
Ubiversitas Sumatera Utara
9
rangsangan internal atau eksternal. Rangsangan internal merupakan kebutuhan dasar konsumen seperti rasa lapar, haus dan lain-lainnya yang akan timbul suatu saat pada suatu tingkat tertentu dan menjadi sebuah dorongan yang memotivasi orang itu untuk segera memuaskan dorongan tersebut. Pemasar perlu mengidentifikasi
keadaan
yang
memicu
mengumpulkan
informasi
dari
sejumlah
kebutuhan konsumen,
tertentu. pemasar
Dengan dapat
mengidentifikasi rangsangan yang paling sering membangkitkan minat akan suatu kategori produk. Pemasar kemudian dapat mengembangkan strategi pemasaran yang memicu minat konsumen. Menurut Schiffman-Kanuk (2000) studi tentang perilaku konsumen difokuskan kepada bagaimana individu membuat minat untuk menghabiskan ketersediaan sumber daya yang mereka miliki, seperti waktu, uang dan usaha, untuk mengkonsumsi barang kebutuhan terkait termasuk didalamnya jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tentang apa yang mereka beli, mengapa mereka membeli itu, kapan mereka membeli itu, dimana mereka membeli itu dan seberapa sering mereka membeli itu. Pendapat yang sejalan dinyatakan oleh Solomom (1995) yang menyatakan bahwa perilaku konsumen meliputi bidang yang sangat luas. Ilmu ini mempelajari seluruh proses yang terlibat dan terkait bila individuindividu atau kelompok memilih, membeli, memakai atau menggunakan suatu produk, jasa pelayanan, gagasan atau pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. Menurut Peter-Olson (1999), menegaskan bahwa perilaku konsumen merupakan proses interaksi antara sikap affektif, sifat kognitif, sikap behavioral dengan faktor lingkungan dengan mana manusia melakukan pertukaran dalam
Ubiversitas Sumatera Utara
10
semua aspek kehidupannya. Sikap kognitif merefleksikan sikap pemahaman, sikap affektif merefleksikan sikap tindakan nyata. Minat itu sendiri bagian dari unsur melekat pada diri individu konsumen yang disebut dimana ia merujuk kepada tindakan fisik yang nyata yang dapat dilihat dan dapat diukur oleh orang lain. (Peter-Olson, 1999). Sebuah minat menurut Peter-Olson (1999 : 150), merupakan suatu pilihan diantara dua atau lebih alternarif tindakan. Dikaitkan dengan penelitian ini maka pembiyaan kredit sebagai sumber dana yang digunakan untuk usaha tani merupakan produk yang dipasarkan. Dalam penelitian ini yang menjadi Konsumen adalah Petani yang ingin menggunakan sumber pembiayaan pada Usaha Taninya.
2.1.2 Segmentasi Pasar Segmentasi pasar adalah merupakan suatu pemisahan pasar pada kelompok-kelompok pembeli menurut jenis produk tertentu dan memerlukan bauran pemasaran sendiri (Kotler, 2002). Persaingan usaha yang semakin ketat menyebabkan perusahaan berusaha untuk memahami tentang konsumen dengan melakukan segmentasi.
Keuntungan yang diperoleh dengan melakukan
segmentasi pasar sebagai berikut: 1.
Informasi lebih jauh mengenai bauran pemasaran tertentu yang diinginkan dan dibutuhkan suatu kelompok konsumen tertentu.
2.
Dapat dijadikan masukan untuk tercapainya suatu metode pemasaran yang tepat untuk setiap segmen yang terbentuk.
3.
Untuk mengalokasikan sumberdaya produk dalam kebijaksanaan program agar lebih efektif dan efisien.
Ubiversitas Sumatera Utara
11
Menurut Kotler (1997), dasar-dasar segmentasi pasar dapat dilakukan dengan memperhatikan ciri-ciri konsumen, antara lain: 1.
Segmentasi Geografis Merupakan pembagian pasar menjadi unit-unit geografis yang berbeda seperti negara, negara bagian, wilayah, propinsi, kota atau lingkungan.
2.
Segmentasi Demografis Pasar dibagi menjadi kelompok-kelompok berdasarkan variabel-variabel demografis seperti usia, ukuran keluarga, jenis kelamin, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, keturunan, kewarganegaraan dan kelas sosial.
3.
Segmentasi Psikografis Merupakan pembagian pasar menjadi kelompok-kelompok yang berbeda berdasarkan gaya hidup dan kepribadian.
4.
Segmentasi Perilaku Merupakan pembagian pasar menjadi kelompok-kelompok yang berbeda berdasarkan pengetahuan, sikap, pemakaian, atau tanggapan konsumen terhadap suatu produk.
2.1.3 Persepsi dan Sikap Konsumen Menurut Kotler (2000) persepsi adalah proses bagaimana seorang individu memilih, mengorganisasi, dan menginterpretasikan masukan informasi untuk menciptakan gambaran lengkap mengenai sesuatu hal. Persepsi tidak hanya bergantung kepada rangsangan fisik tetapi juga pada rangsangan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar dan keadaan individu yang bersangkutan. Sedangkan Mowen dan Minor (1998) mendefinisikan persepsi adalah suatu proses
Ubiversitas Sumatera Utara
12
dimana individu-individu terekpos pada informasi, menyediakan kapasitas prosesor yang lebih luas dan mampu menginterpretasikan informasi tersebut. Simamora (2002) mengemukakan bahwa persepsi adalah suatu proses, dengan mana seseorang menyeleksi, mengorganisasikan, dan menginterpretasikan stimuli ke dalam gambaran dunia yang berarti menyeluruh. Stimuli dapat digolongkan ke dalam dua tipe, yaitu stimuli fisik (physical stimuli) dan stimuli yang berasal dari dalam individu sendiri. Stimuli fisik dipengaruhi dari lingkungan sekitar sedangkan stimuli yang berasal dari dalam individu sendiri ada dalam bentuk predisposisi, seperti harapan (expectation), motivasi (motives), dan pembelajaran (learning) yang didasari pada pengalaman individu sebelumnya. Kombinasi dari kedua tipe tersebut mampu menghasilkan gambaran yang bersifat pribadi karena manusia merupakan individu yang memiliki pengalaman, keinginan, kebutuhan, hasrat, serta pengharapan yang unik akan menghasilkan suatu persepsi tersendiri. Persepsi pada masing-masing individu berbeda meskipun realitas sama. Hal ini disebabkan adanya perbedaan dalam perceptual selection, perceptual organization, dan perceptual interpretation. Persepsi konsumen mempunyai peranan penting dalam pemasaran suatu produk. konsumen
Dengan adanya persepsi maka suatu produk akan diartikan oleh dalam
bentuk
asosiatif
yang
dapat
membantu
konsumen
mengintepretasikan dunia disekitarnya. Persepsi masing-masing individu dapat berbeda atas objek yang sama karena persepsi yang diterima oleh konsumen dapat terjadi dalam berbagai bentuk antara lain seperti persepsi terhadap kualitas produk, persepsi terhadap harga, maupun persepsi terhadap image yang diberikan oleh suatu produk. Persepsi tersebut diperoleh konsumen melalui pengalaman
Ubiversitas Sumatera Utara
13
sendiri, pengalaman orang lain, atau bahkan dari beberapa hal yang dilihat sendiri oleh konsumen. Mcguire dalam Engel at al. (1995) mengatakan bahwa setiap individu akan memiliki persepsi yang berbeda mengenai suatu hal yang sama karena terciptanya sebuah persepsi melalui beberapa proses berikut : 1.
Pemaparan, pencapaian kedekatan terhadap suatu stimuli sedemikian rupa sehingga muncul peluang diaktifkannya satu atau lebih dari kelima indera manusia.
2.
Perhatian, alokasi kapasitas pemrosesan untuk stimulus yang baru masuk.
3.
Pemahaman, tafsiran atas stimulus.
4.
Penerimaan, dampak persuasif stimulus kepada konsumen.
5.
Retensi, pengalihan makna stimulus dan persuasi ke ingatan jangka panjang. Sikap konsumen merupakan suatu konsep yang penting dalam studi
perilaku konsumen. Banyak pemasar telah melakukan penelitian terhadap sikap konsumen terhadap produk serta merek. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa sikap (attitudes) konsumen merupakan faktor penting yang mempengaruhi minat konsumen. Schifman dan Kanuk (2007) dalam Simamora (2002) mendefinisikan bahwa sikap adalah ekspresi perasaan (inner feeling), yang mencerminkan apakah seseorang senang atau tidak senang, suka atau tidak suka dan setuju atau tidak setuju terhadap suatu obyek.
Sementara itu Alport (1996) dalam Simamora
(2002) menyatakan sikap sebagai predisposisi yang dipelajari (learned predispotition) untuk berespon terhadap obyek atau kelas obyek dalam suasana menyenangkan atau tidak menyenangkan secara konsisten. Definisi mengenai sikap juga dikemukakan oleh Peter dan Olson (2002), yang menyatakan bahwa
Ubiversitas Sumatera Utara
14
sikap merupakan evaluasi konsep secara menyeluruh yang dilakukan seseorang. Adapun yang dimaksud dengan evaluasi adalah tanggapan pada tingkat intensitas dan gerakan-gerakan yang relatif rendah. Evaluasi dapat diciptakan oleh sistem afektif maupun kognitif. Tanggapan afektif meliputi emosi, perasaan, dan suasana hati, sedangkan pemrosesan kognitif dari pengambilan minat menunjukkan bahwa suatu evaluasi menyeluruh dibentuk ketika konsumen mengintegrasikan antara pengetahuan, arti, atau kepercayaan tentang konsep sikap.
2.1.4 Model Sikap Multiatribut Fishbein Model struktural sikap adalah model yang dibangun untuk memahami hubungan antara sikap dan perilaku. Salah satu model sikap konsumen yang paling sering dipakai adalah model sikap multiatribut Fishbein (Schiffman dan Kanuk, 2007). Model sikap multiatribut Fishbein mengidentifikasi tiga faktor utama untuk memprediksi sikap konsumen. Faktor pertama adalah keyakinan seseorang terhadap atribut yang menonjol dari suatu obyek, faktor kedua adalah keyakinan seseorang bahwa suatu atribut dari suatu obyek memiliki ciri khas tertentu, dan faktor ketiga adalah evaluasi dari masing-masing keyakinan akan atribut yang menonjol, dimana keyakinan tersebut diukur melalui seberapa baik atau tidaknya keyakinan konsumen terhadap atribut-atribut tersebut. Model sikap multiatribut Fishbein dapat dilihat pada Gambar 4.
Ubiversitas Sumatera Utara
15
Keyakinan akan atribut yang menonjol
Sikap
Evaluasi atribut
Maksud perilaku
Keyakinan normatif
Norma subyektif
Perilaku
Motivasi
Faktor lain
Gambar 4. Model Perilaku dan Sikap Fishbein Komponen sikap bersifat internal individu, yang berkaitan langsung dengan obyek penelitian dan atribut-atribut langsungnya. Komponen sikap memiliki peranan penting dalam pengukuran perilaku karena akan menentukan tindakan apa yang akan dilakukan, dengan tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal. Komponen norma subyektif bersifat eksternal individu yang mempunyai pengaruh terhadap perilaku individu. Komponen ini dapat dihitung dengan cara mengalikan antara nilai kepercayaan normatif individu terhadap atribut dengan motivasi terhadap atribut tersebut. Kepercayaan normatif mempunyai arti sebagai kuatnya suatu keyakinan normatif seseorang terhadap atribut yang ditawarkan dalam mempengaruhi perilakunya terhadap obyek. Motivasi merupakan dorongan dalam diri seseorang untuk setuju dengan atribut yang ditawarkan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap perilakunya.
Ubiversitas Sumatera Utara
16
Suatu produk pada dasarnya adalah kumpulan atribut-atribut, sehingga setiap produk, baik barang maupun jasa dapat dideskripsikan dengan menyebutkan atribut-atributnya. Kekuatan kepercayaan konsumen terhadap atribut barang atau jasa merupakan kekuatan harapan dan keyakinan konsumen terhadap atribut yang dimiliki oleh suatu barang atau jasa (Limbong dan Sitorus, 1987). Mowen dan Minor (1998) menyatakan bahwa kekuatan kepercayaan terhadap suatu atribut produk dicerminkan oleh pengetahuan konsumen terhadap suatu produk dan manfaat yang diberikan oleh produk tersebut. Perusahaan perlu memahami atribut dari suatu produk yang diketahui konsumen dan atribut mana yang digunakan untuk mengevaluasi suatu produk. Pengetahuan tersebut berguna dalam mengkomunikasikan atribut suatu produk kepada konsumen. Kepercayaan konsumen terhadap suatu produk, atribut, dan manfaat produk menggambarkan persepsi konsumen. Oleh karena itu, kepercayaan masing-masing konsumen terhadap suatu produk atau merek pasti berbeda-beda (Sumarwan, 2004).
2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Penggunaan Sumber Pembiayaan Dari berbagai pendapat uraian yang telah dikemukakan banyak pakar tersebut diatas menunjukkan bahwa perilaku konsumen dipengaruhi oleh lingkungan internal konsumen, yaitu faktor yang berkaitan langsung dengan konsumen sebagai seorang individu juga dipengaruhi oleh lingkungan eksternal konsumen, yaitu faktor yang hidup dan berkembang secara dinamis disekitar diri individu konsumen
Faktor internal merupakan komponen-komponen tertentu
yang melekat dalam diri setiap orang dan sangat memegang nilai kepercayaan
Ubiversitas Sumatera Utara
17
tersendiri yang mempengaruhi minat petani untuk menggunakan sumber pembiayaan. 2.1.5.1 Faktor Internal Faktor internal yang merupakan ciri pribadi yang melekat pada diri seseorang, baik yang muncul dari kawasan kepribadiannya maupun yang dimiliki karena status dan peranannya, akan memunculkan kekuatan atau dorongan untuk bertindak terutama yang menguntungkan dirinya. Lionberger (1968) mengatakan faktor-faktor internal yang mempengaruhi adalah usia, tingkat pendidikan, luas lahan, tingkat pendapatan, partisipasi dalam kelompok, aktivitas mencari informasi, keberanian mengambil resiko, sikap terhadap perubahan, motivasi berkarya, aspirasi, sifat fatalisme dan dogmatisme (sistem kepercayaan yang tertutup). Soekartawi (2005) menjelaskan bahwa terdapat peubah yang mempengaruhi proses pengambilan minat yaitu: usia, pendidikan, keberanian mengambil resiko, pola hubungan, sikap terhadap perubahan, pendapatan usahatani, luas usahatani, status pemilikan tanah, prestise masyarakat, sumber informasi yang digunakan dan jenis produk yang akan digunakan. Dalam penelitian ini faktor internal yang menjadi variabel penduga yang dapat mempengaruhi seseorang dalam memberikan respons terhadap stimuli yang diterimanya, dan akan mengubah perilakunya dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Usia
Usia mempengaruhi kemampuan fisik dan cara berpikir serta dapat menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang sehingga terdapat keragaan perilakunya berdasarkan usia yang dimiliki. Soekartawi (2005) mengatakan
Ubiversitas Sumatera Utara
18
bahwa petani yang lebih tua tampaknya kurang termotivasi menerima hal-hal baru daripada mereka yang relatif umur muda. Petani yang berumur lebih muda biasanya lebih bersemangat dibandingkan dengan petani yang lebih tua. Semakin tua (di atas 50 tahun), biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi dan cenderung hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah diterapkan oleh warga masyarakat setempat (Mardikanto, 2009). Menurut Padmowihardjo (1994), bahwa umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi apa yang disebabkan oleh umur itu adalah faktor psikologis. Semakin tinggi umur semakin menurun kerja otot, sehingga terkait dengan fungsi kerja indera yang semuanya mempengaruhi daya belajar. Rakhmat (2005) mengatakan bahwa kelompok orang tua melahirkan pola yang pasti berbeda dengan anak-anak muda. Umur merupakan aspek yang berhubungan terhadap kemampuan fisik, psikologis dan biologis seseorang serta berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam belajar, baik dalam mengaktualisasikan hasil belajar dalam pengalaman hidup maupun hakekat serta jenis dari struktur sikap pemprosesan informasi yang dipunyainya. Umur adalah jumlah tahun hidup petani, artinya semakin tua umur petani semakin rendah tingkat adopsinya.
2.
Tingkat Pendidikan Salah satu faktor yang dapat merubah pola pikir dan daya nalar petani
adalah pendidikan. Semakin tinggi pendidikan akan semakin rasional pola pikir dan semakin berkembang daya nalarnya. Pada umumnya seseorang yang berpikiran lebih baik dan berpengetahuan teknis yang banyak akan lebih mudah dan lebih mampu berkomunikasi dengan baik. Pendidikan formal diperoleh dari sekolah atau perguruan tinggi dan pendidikan non formal diperoleh melalui
Ubiversitas Sumatera Utara
19
penyuluhan pembangunan atau pendidikan luar sekolah dan bentuk-bentuk interaksi terprogram lainnya dalam proses belajar sosial untuk mewujudkan kualitas kehidupan. Sedangkan pendidikan informal adalah pendidikan dalam keluarga atau hasil interaksi dengan lingkungan (Sumardjo, 2008). Pendidikan baik formal maupun nonformal adalah sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Pada umumnya petani yang berpendidikan lebih baik dan berpengetahuan teknis yang lebih banyak, akan lebih mudah dan lebih mampu berkomunikasi dengan baik. Mosher (1987) mengemukakan bahwa dalam memajukan usahatani yang dilaksanakan, petani membutuhkan kemampuan berpikir dan pengetahuan mereka untuk mengelola usahataninya. Hamundu (1997) mengemukakan bahwa semakin tinggi pendidikan petani akan semakin mudah menerima dan bekerja dengan konsep yang abstrak. Dengan demikian pendidikan merupakan proses yang dijalani seseorang untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang kemudian menghasilkan perubahan perilaku.
3.
Tingkat Pendapatan Pendapatan rumah tangga petani merupakan total keseluruhan pendapatan
baik yang berasal dari usahatani maupun yang bukan dari usahatani. Pendapatan dari usahatani yang rendah menyebabkan petani mencari tambahan di luar usahataninya.
4.
Luas Lahan Lahan adalah lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan
vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada hubungannya dengan
Ubiversitas Sumatera Utara
20
penggunaan lahan. Hernanto (1996) mengatakan bahwa luas lahan usahatani dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yakni lahan yang sempit dengan luas lahan kurang dari setengah hektar, lahan yang sedang dengan luas lahan antara setengah hektar sampai dua hektar dan lahan yang luas lebih dari dua hektar. Sehubungan dengan itu Wiriaatmadja (1977) menjelaskan bahwa petani yang memiliki tanah yang luas memiliki sifat dan kegemaran untuk mencoba hal baru dan akan selalu berusaha sendiri mencari informasi yang diperlukan. Luas Lahan Juga menjadi pertimbangan dalam menggunakan sumber pembiayaan yang diperlukan sesuai dengan Jumlah dana yang dibutuhkan.
5.
Produktivitas Menurut Mubyarto (1995), dalam ilmu ekonomi dikatakan bahwa petani
membandingkan antara hasil yang diharapkan diterima pada hasil panen (penerimaan/revenue) dengan biaya (cost) yang harus dikeluarkannya. Hasil yang diperoleh petani pada saat panen disebut produksi dan biaya yang dikeluarkan disebut biaya produksi. Usahatani yang baik biasa disebut sebagai usahatani yang produktif atau efisien. Usahatani yang produktif berarti memiliki produktivitas tinggi. Pengertian produktivitas ini sebenarnya merupakan penggabungan antara konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi (output) yang dapat diperoleh dari satu kesatuan input. Secara teknis produktivitas merupakan perkalian antara efisiensi (usaha) dan kapasitas (tanah). Jika dua usahatani mempunyai produktivitas fisik yang sama, maka usahatani yang lebih dekat dengan pasar mempunyai nilai lebih tinggi karena produktivitas ekonominya lebih besar.
Ubiversitas Sumatera Utara
21
6.
Status Lahan Barlow (1978), Lahan termasuk didalamnya lahan sawah, dalam kegiatan
produksi merupakan salah satu faktor produksi tetap. Secara fisik, lahan merupakan aset ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh kemungkinan penurunan nilai dan harga serta tidak dipengaruhi oleh faktor waktu, secara fisik pula lahan merupakan aset yang mempunyai keterbatasan dan tidak dapat bertambah besar, misalnya dengan melalui usaha reklamasi. Lahan secara fisik tidak dapat dipindahkan, walaupun fungsi dan penggunaan lahan (land function and use) dapat berubah tetapi lahannya sendiri bersifat stationer (tetap). (Sujarto, 1986). Pola penguasaan lahan dalam pertanian desa oleh Darwis (2008) dalam Mardiyaningsih (2010) diklasifikasikan statusnya menjadi hak milik, sewa, sakap (bagi hasil) dan gadai. Pakpahan et al. (1992) dalam Mardiyaningsih (2010) mendefinisikan sewa, sakap, dan gadai sebagai bentuk penguasaan lahan dimana terjadi pengalihan hak garap dari pemilik lahan kepada orang lain. Pada masyarakat pedesaan ketiga bentuk penguasaan lahan tersebut pada umumnya mempunyai aturan tertentu yang disepakati maupun tanpa menggunakan jaminan surat-surat berharga yang secara formal disahkan oleh pemerintah (misalnya: sertifikat lahan). Masyarakat Kampung Sinar Resmi menguasai tanah melalui berbagai bentuk meliputi milik, sewa, sakap (bagi hasil), dan gadai. Melalui bentuk-bentuk tersebut diharapkan dapat meningkatkan produksi yang pada akhirnya dapat meningkatkan kedaulatan pangan masyarakat.
Ubiversitas Sumatera Utara
22
7.
Pengalaman Usaha Tani Pengalaman berusahatani berpengaruh terhadap minat petani untuk
menggunakan sumber pembiayaan. Pengalaman seseorang saling terkait dalam pengambilan minat. Padmowihardjo (1994) mengatakan bahwa pengalaman adalah suatu kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan sebagai hasil belajar selama hidupnya. Seseorang akan berusaha menghubungkan hal yang dipelajarinya dengan pengalaman yang dimiliki dalam proses belajar. Pengalaman yang menyenangkan dan memuaskan akan berdampak pada hal yang positif bagi perilaku yang sama yang akan diterapkan pada situasi berikutnya.
8.
Jumlah Tenaga Kerja Tenaga Kerja merupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Tenaga
kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja.
Ubiversitas Sumatera Utara
23
2.1.5.2 Faktor Eksternal Faktor eksternal yang ada dalam mayarakat dan petani khususnya mempengaruhi minat petani untuk menggunakan sumber pembiayaan. Faktor faktor eksternal yang dijadikan variabel penduga pada penelitian ini berkaitan dengan faktor yang berada diluar diri individu petani. Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil (Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998). Menurut Aryati (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa efektif atau tidaknya suatu penyaluran pembiayaan pada BMT dapat dinilai berdasarkan beberapa parameter antara lain: persyaratan peminjaman, prosedur peminjaman, realisasi kredit, besar kecilnya biaya administrasi, pelayanan petugas bank, lokasi bank, jaminan/agunan, pengetahuan dan partisipasi nasabah/calon nasabah. (Hidayat, 2004) mengemukakan Efektivitas pembiayaan berdasarkan beberapa parameter, antara lain : a.
Prosedur pembiayaan yang menunjukkan kemudahan bagi calon nasabah untuk memahaminya
b.
Persyaratan pembiayaan yang menunjukkan kesanggupan/kemudahan bagi calon nasabah pembiayaan untuk memenuhinya, termasuk ada/tidak adanya jaminan
c.
Waktu pencairan atau realisasi yang menunjukkan kecepatan pihak peminjaman untuk mewujudkan pembiayaan yang diajukan
Ubiversitas Sumatera Utara
24
d.
Lokasi yang menunjukkan kemudahan bagi nasabah pembiayaan untuk mengakses sumber permodalan yang disediakan
e.
Dampak pembiayaan yang menunjukkan tingkat kemanfaatan pembiayaan Supriatna (2007) mengemukakan karakteristik skim kredit pembiayaan
terdiri atas nilai plafond, jenis agunan, bentuk kredit, lama pinjaman, tingkat suku bunga dan bentuk serta cara pembayaran. Dari beberapa Uraian diatas maka dapat disusun faktor-faktor eksternal yang menjadi variabel penduga ditawarkan yang dapat diuraikan sebagai berikut: 1.
Jumlah Sumber Pembiayaan Jumlah sumber pembiayaan merupakan berapa banyak dana yang dapat
digunakan untuk menjadi sumber pembiayaan bagi usaha tani. Jumlah sumber pembiayaan ini akan menjadi pertimbangan petani untuk menggunakan sumber pembiayaan atau tidak disesuaikan dengan kebutuhan usaha tani dan proses mengembangkan usaha tani sesuai dengan skala yang akan dicapai.
2.
Lama Waktu Pinjaman Lama waktu pinjaman menunjukkan seberapa besar periode yang
disediakan dalam mengembalikan pinjaman. Lama waktu pinjaman ini menjadi bahan pertimbangan dalam memutuskan konsumen menggunakan sumber pembiayaan karena karakteristik usaha tani yang memerlukan periode sampai dapat menghasilkan nilai keuntungan sehingga dapat mengembalikan pinjaman.
3.
Tingkat Bunga Tingkat bunga merupakan nilai yang ditetapkan melalui perhitungan
tertentu terhadap pinjaman yang diberikan. (Supriatna,2007) mengemukakan
Ubiversitas Sumatera Utara
25
bahwa para petani pada umumnya akan mengurangi jumlah pinjaman apabila suku bunga kreditnya tinggi agar supaya jumlah pengembalian kredit masih berada di tingkat kemampuan usahanya. Ketika harga jual padi tinggi aksesibilitas petani terhadap kredit bunga tinggi akan meningkat.
4.
Mekanisme/Prosedur Peminjaman Mekanisme/prosedur peminjaman berkaitan dengan aturan-aturan proses
administrasi dan prosedur yang harus ditempuh dalam melakukan pinjaman dana sebagai sumber pembiayaan. Semakin sulit aturan, proses administrasi dan prosedur yang akan ditempuh untuk dipahami dan dijalankan maka semakin membuat konsumen tidak menggunakan dana sebagai sumber pembiayaan usaha taninya. Demikian pula sebaliknya apabila aturan proses administrasi semakin mudah maka semakin merangsang konsumen untuk menggunakan dana sumber pembiayaan bagi usaha taninya.
5.
Lokasi Lokasi merupakan tempat yang dapat diakses konsumen menjadi sumber
dana pembiayaan bagi usaha tani. Kelayakan tempat, jarak dan kemudahan akses terhadap lokasi menjadi bahan pertimbangan konsumen dalam menggunakan sumber pembiayaan bagi usaha tani.
6.
Jaminan Jaminan ini merupakan sebuah janji untuk membayar pinjaman, hal ini
untuk menanggulangi resiko jika tidak dapat melunasinya. Sehingga wajar sekiranya diadakan jaminan yang sesuai nilainya dengan besarnya pinjaman, serta hal ini harus benar-benar adil dan diperhitungkan dengan cermat.
Ubiversitas Sumatera Utara
26
2.2
Penelitian Terdahulu Hasil-hasil penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya khususnya
untuk sumber pembiayaan kredit pertanian dan analisis persepsi dan sikap konsumen adalah sebagaiberikut : •
Supriatna, (2003), Mengenai aksesibilitas petani kecil pada sumber kredit pertanian di tingkat desa: studi kasus petani padi di NTB. Penelitian tersebut bersifat deskriptif diuraikan menurut hasil interprestasi data tabulasi. bersangkutan. Hasil penelitian Kabupaten Lombok Timur NTB dengan padi sebagai tanaman dominan, mayoritas petani secara umum mengetahui bahwa tingkat bunga sumber pembiayaan formal memang lebih rendah, tapi prosedur administrasi dinilai sulit, waktu penyaluran lama/lambat, dan jumlah kadangkala tidak sesuai seperti yang diharapkan. Sebaliknya, sumber pembiayaan informal seperti pedagang, pelepas uang dan kelompok, prosedur administrasi sederhana, waktu pencairan pinjaman cepat/tepat waktu sesuai kebutuhan tapi dengan tingkat bunga lebih tinggi. Persamaan dari hasil-hasil kajian empirik tersebut dengan penelitian yang dilakukan ini yaitu menganalisis sumber-sumber kredit di tingkat petani dan melihat persepsi masyarakat terhadap lembaga pembiayaan formal di Kabupaten Asahan. Perbedaan ini dengan penelitian Supriatna yang telah dilakukan sebelumnya terdapat pada lokasi, tujuan, alat analisis. Pada penelitian ini analisis persepsi dilakukan dengan Multiatribut Fishbein.
•
Karyanto, (2008), Dengan Judul Kajian Kredit Usaha Tani dalam Peningkatan Produksi dan Pendapatan Usaha Tani Studi Kasus Kabupaten Malang. Tujuan penelitian Karyanto ini adalah untuk mengetahui pengaruh kredit usahatani terhadap penggunaan sarana produksi dan produksi pada
Ubiversitas Sumatera Utara
27
usaha tani padi, metode analisis data yang dipakai dengan menggunakan analisis fungsi produksi yang diestimasi dengan model Cobb Douglas, perbedaan dengan penelitian ini adalah pada aspek tujuan penelitian, alat analisis, lokasi penelitian. Penelitian ini menitik beratkan tujuan penelitian untuk mengetahui persepsi, sikap, dan faktor yang mempengaruhi minat penggunaan sumber pembiayaan. Dengan menggunakan Analisis Multiatribut Fishbein dan Analisis Logit. Persamaan dengan penelitian ini adalah pada aspek kajian dan respondennya yang merupakan sektor kredit pembiayaan formal petani pedesaan. •
Ratri, (2005), Dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Persepsi dan Sikap Konsumen terhadap Minuman Teh dalam Kemasan Botol Merek Frestea di Kota Bogor. Tujuan penelitian mengidentifikasi atribut-atribut produk apa yang menjadi pertimbangan konsumen dalam mengkonsumsi minuman teh dalam kemasan botol, menganalisa persepsi dan sikap konsumen terhadap atribut produk serta merumuskan implikasinya terhadap strategi manajerial bagi perusahaan dalam menghadapi persaingan. Sampling dilakukan kepada 100 orang, dimana penentuan nama perumahan yang dipilih dilakukan secara probabilistic dengan teknik acak sistematis (systematic random) dan pemilihan responden dilakukan secara convenience berdasarkan kesediaan responden untuk diwawancarai. Selanjutnya dari hasil penelitian diperoleh atribut-atribut yang menjadi pertimbangan konsumen dalam mengkonsumsi teh dalam kemasan botol yaitu: harga, volume atau isi, aroma, cita rasa teh murni, variasi rasa, rasa manis, rasa pahit getir, merek terkenal, kemudahan memperoleh serta kebersihan dari botol, isi dan tutup. Alat
Ubiversitas Sumatera Utara
28
analisis pada penelitian ini adalah analisis multiatribut Fishbein diperoleh skor yang mengindikasikan bahwa frestea kurang disukai oleh konsumen dibanding teh botol sosro. Persamaan penelitian ini adalah pada kesamaan alat analisis yang menggunakan analisis Multiatribut Fishbein tetapi berbeda pada aspek kajiannya yakni produk teh botol dengan kajian produk sumber pembiayaan formal. Penelitian ini juga berbeda karena pada penelitian yang akan dilakukan ini tidak hanya meneliti mengenai persepsi dan sikap tetapi juga menganalisis faktor. Perbedaan juga terdapat pada lokasi penelitan serta responden penelitian.
2.3
Kerangka Pemikiran Permodalan untuk pembiayaan usaha pertanian, secara umum berasal dari 2
sumber yaitu dari modal sendiri dan dari pinjaman atau kredit dari pihak lain. Dari pinjaman dapat dibagi dalam 3 jenis kredit, yakni (i) kredit program pemerintah, (ii) kredit dari lembaga formal, seperti perbankan/BPR, dan (iii) kredit dari lembaga informal, seperti pedagang, pelepas uang, kelompok dan sebagainya. Lembaga kredit formal (perbankan maupun BPR) memiliki potensi yang besar karena lembaga ini secara legal formal memiliki wewenang untuk menghimpun dana simpanan masyarakat. Akan tetapi
melihat data realisasi
penyerapan kredit formal yang ada seperti KKP-E, KUR pada sektor pertanian masih sedikit masyarakat yang mengakses lembaga ini untuk menjadikannya sumber biaya bagi proses produksi usaha tani. Disisi lain sektor pembiayaan informal menjadi tawaran menarik bagi petani untuk menggunakannya dalam proses produksi usaha tani. Minat petani untuk menggunakan sumber pembiayaan bagi petani tentu saja salah satunya dilatar belakangi oleh persepsi, sikap, serta
Ubiversitas Sumatera Utara
29
berbagai faktor yang berpengaruh dalam mengajukan pinjaman sebagai sumber pembiayaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan observasi perilaku konsumen mengenai berbagai faktor, persepsi sikap konsumen yang dalam hal ini petani untuk
mengetahui hidden
needs
mereka terhadap
penggunaan sumber
pembiayaan, Pemahaman terhadap kebutuhan konsumen inilah yang nantinya akan menjadi dasar untuk mengembangkan produk-produk baru yang dapat diterima dan ideal di mata konsumen. Observasi perilaku sikap dan persepsi konsumen (petani) tersebut dilakukan dengan mengidentifikasi faktor- faktor yang mempengaruhi minat petani untuk menggunakan sumber pembiayaan yang secara garis besar terdiri dari faktor internal (usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, luas lahan, produktivitas, status lahan, pengalaman, jumlah tenaga kerja) dan faktor eksternal yang menjadi variabel pembentuk persepsi yakni (jumlah pinjaman, lama waktu pinjaman, tingkat bunga, mekanisme/prosedur, lokasi, jaminan). Untuk lebih jelasnya berikut disajikan diagram kerangka pemikiran konseptual pada gambar 5.
Ubiversitas Sumatera Utara
30
USIA TINGKAT PENDIDIKAN TINGKAT PENDAPATAN LUAS LAHAN PRODUKTIVITAS
STATUS LAHAN PENGALAMAN
MINAT PETANI UNTUK MENGGUNAKAN SUMBER PEMBIAYAAN FORMAL
F A K T O R I N T E R N A L
JLH TNG .KERJA
JUMLAH PINJAMAN LAMA WAKTU TINGKAT BUNGA MEKANISME/ PROSEDUR LOKASI
JAMINAN
P E R S E P S I E K S T E R N A L
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Konseptual
Ubiversitas Sumatera Utara
31
2.4
Hipotesis Diduga usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, luas lahan,
produktivitas, status lahan, pengalaman, jumlah tenaga kerja, jumlah pinjaman, lama waktu, tingkat bunga, mekanisme, lokasi, jaminan secara parsial maupun serempak berpengaruh nyata terhadap minat petani untuk menggunakan sumber pembiayaan formal.
Ubiversitas Sumatera Utara