8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Klasifikasi Rajungan Sistematika rajungan (Stephenson dan Chambell, 1959) adalah sebagai
berikut : Kingdom : Animalia Sub Kingdom : Eumetazoa Grade : Bilateria Divisi : Eucoelomata Section : Protostomia Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Sub Kelas : Malacostraca Ordo : Decapoda Sub Ordo : Reptantia Seksi : Brachyura Sub Seksi : Branchyrhyncha Famili : Portunidae Sub Famili : Portunninae Genus : Portunus Spesies : Portunus pelagicus Beberapa jenis kepiting yang dapat berenang (swimming crab), sebagian besar merupakan rajungan. Nilai gizi dari bagian tubuh jenis kepiting yang dapat
9 dimakan (edible portion) mengandung protein 65,72 persen; mineral 7,5 persen; dan lemak 0,88 persen 4.
Sumber: unlimited4sedoyo.wordpress.com
Gambar 1. Spesies Rajungan (Portunus pelagicus)
2.2
Morfologi Rajungan Secara umum morfologi rajungan berbeda dengan kepiting bakau,
rajungan memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih panjang dan memiliki berbagai warna yang menarik pada karapasnya. Duri akhir pada kedua sisi karapas relatif lebih panjang dan lebih runcing. Rajungan hanya hidup pada lingkungan air laut dan tidak dapat hidup pada kondisi tanpa air. Bila kepiting hidup di perairan payau, seperti hutan bakau atau di pematang tambak, rajungan hidup di dalam laut. Rajungan memang tergolong hewan yang bermukim di dasar laut. Rajungan memiliki karapas berbentuk bulat pipih, sebelah kiri-kanan mata terdapat duri Sembilan buah dimana duri yang terakhir berukuran lebih panjang. Rajungan mempunyai lima pasang kaki, yang terdiri atas satu pasang kaki (capit) berfungsi sebagai pemegang dan memasukkan makanan kedalam mulutnya, tiga pasang kaki sebagai sebagai kaki jalan dan sepasang kaki terakhir mengalami
4
Zaldibiaksambas.zaldibiaksambas.wordpress.com. Diakses 1 Februari 2011
10 modifikasi menjadi alat renang yang ujungnya menjadi pipih dan membundar seperti dayung. Oleh sebab itu rajungan digolongkan kedalam kepiting berenang (swimming crab). Kaki jalan pertama tersusun atas daktilus yang berfungsi sebagai capit, propodos, karpus dan merus. Induk rajungan mempunyai capit yang lebih panjang dari kepiting bakau, dan karapasnya memiliki duri sebanyak sembilan buah yang terdapat pada sebelah kiri mata. Bobot rajungan dapat mencapai 400 gram, dengan ukuran sekitar 30 cm (12 inchi). Rajungan bisa mencapai panjang 18 cm, capitnya kokoh, panjang dan berduri. Rajungan mempunyai karapas berbentuk bulat pipih dengan warna yang sangat menarik. Ukuran karapas lebih besar ke arah samping dengan permukaan yang tidak terlalu jelas pembagian daerahnya. Sebelah kiri dan kanan karapasnya terdapat duri besar, jumlah duri sisi belakang matanya sebanyak 9, 6, 5 atau 4 dan antara matanya terdapat 4 buah duri besar. Ukuran rajungan antara yang jantan dan betina berbeda umur yang sama. Jantan lebih besar dan berwarna lebih cerah serta berpigmen biru terang. Lalu betina berwarna lebih coklat. Rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar dan capitnya lebih panjang daripada betina. Perbedaan lainnya adalah warna dasar. Rajungan betina berwarna kehijau-hijuan dengan bercak-bercak putih agak suram. Rajungan jantan berwarna kebiru-biruan dengan bercak putih terang. Perbedaan ini jelas pada individu yang agak besar walaupun belum dewasa. 2.3
Karakteristik Rajungan Salah satu hasil perikanan saat ini yang mulai berkembang pesat dan
mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi adalah rajungan. Rajungan berbeda dengan kepiting, rajungan hanya hidup di laut sedangkan kepiting dapat hidup di
11 darat. Rajungan dapat dicirikan dengan warna karapasnya yang bermacammacam. Duri akhir pada kedua sisi kerapas relatif panjang dan runcing. Rajungan ditemukan disetiap tempat yang perairan pantainya dangkal, kedalaman laut antara 10-30 m, dilaut yang tidak berangin atau berombak besar, di payau, di lubang pantai dan tambak. Perairan Indonesia mempunyai beberapa jenis rajungan yang semuanya dapat dimakan, tetapi tidak banyak dijumpai seperti rajungan biasa. Beberapa rajungan yang terdapat di perairan Indonesia diantaranya rajungan angin (Portunus sanguinalentus), rajungan karang (Hrybdis curciata) dan rajungan batik (Chrybdis natator). Jenis rajungan yang umum dimakan ialah jenis jenis-jenis yang termasuk cukup besar yaitu sub family portuniade dan podopthalminae. Jenis rajungan yang terdapat di pasar-pasar Indonesia adalah rajungan bintang (Portunus pelagicus) (Juwana dan Kasijan, 2000 dalam Gardenia ,2006). 2.4
Ukuran Kedewasaan Rajungan Rajungan menjadi dewasa sekitar usia satu tahun. Ukuran saat kematangan
terjadi dapat berubah terhadap derajat garis lintang atau lokasi dan antar individu di lokasi manapun. Betina terkecil rajungan yang telah diobservasi memiliki moult/pergantian kulit yang cukup umur di Peel-Harvey Estuary ukuran terkecil adalah 89 mm CW, sedangkan di Leschenault Estuary ukuran terkecil adalah 94 mm CW (Smith, 1982, Campbell & Fielder, 1986, Sukumaran & Neelakantan, 1996, dan Potter et al. 1998 dalam Gardenia, 2006). Karapas rajungan dapat berkembang hingga 21 cm dan mereka dapat berukuran hingga seberat 1 kg (Abyss, 2001).
12 Rajungan di perairan Australia Selatan dikatakan legal jika panjangnya lebih dari 11 cm yang diukur dari sisi ke sisi pada dasar tulang punggung atau dasar duri. Batas ukuran sedang digunakan di semua perairan. Selama pemijahan kemungkinan terdapat masa telur di bawah lapisan pada betina. Rajungan yang masih ada telurnya dilindungi sepenuhnya di perairan. Rajungan pada ukuran tersebut telah matang secara seksual dan telah memproduksi setidaknya 2 kelompok telur untuk satu musim (Kangas dalam Gardenia, 2006). Rajungan mencapai dewasa kelamin pada panjang karapas sekitar 37 mm. Dengan demikian rajungan-rajungan tersebut telah mampu bereproduksi. Adapun yang mempunyai nilai ekonomis setelah mempunyai lebar karapas antara 95-228 mm (Rounsenfell, 1975 dalam Gardenia, 2006). Batasan ukuran rajungan yang dianggap telah mencapai dewasa mempunyai beberapa pendapat diantaranya adalah 9 cm CW dan 3,7 cm CL (Kumar et al. 2000, Rounsefell, 1975 dalam Gardenia, 2006). 2.5
Nelayan Nelayan merupakan bagian dari unit penangkapan ikan yang memegang
peranan penting dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan. Peranan tersebut didasarkan pada kemampuan nelayan dalam menggunakan dan mengoperasikan alat tangkap serta pengalaman dalam menentukan fishing ground (daerah penangkapan ikan). Nelayan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 45 tahun 2009 adalah orang yang melakukan pekerjaan menangkap ikan. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan dan binatang air lainnya. Aspek pendukung dalam industri perikanan tangkap
13 antara lain yaitu aspek pengadaan input, pemasaran dan pengolahan. Nelayan diartikan sebagai orang yang menjalankan usaha penangkapan ikan atau orang yang ikut mengoperasikan peralatan tangkap dan orang yang mempunyai kapal. Sedangkan orang yang melakukan pekerjaan membuat jaring, mengangkat alatalat atau perlengkapan ke dalam kapal atau perahu tidak termasuk dalam kategori sebagai nelayan. Orang yang bermatapencaharian sebagai nelayan memilliki karakter keras, hal ini disebabkan kondisi alam yang dihadapi oleh para nelayan yang ekstrim dan memiliki resiko yang besar. Berdasarkan kepemilikan modal dan peralatan, nelayan dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Nelayan juragan adalah orang yang memiliki modal, kapal dan peralatan untuk menjalankan usaha penangkapan ikan. 2. Nelayan buruh atau Anak Buah Kapal (ABK) yaitu tenaga kerja yang melakukan penangkapan dan pengangkutan hasil tangkapan. Antara nelayan juragan dan buruh (ABK) terdapat perbedaan status sosial, hal ini dikarenakan pembagian hasil tangkapan dari melaut. Juragan sebagai pemilik modal dan peralatan mendapatkan bagian yang lebih besar dan ditambah dengan biaya perawatan kapal dan peralatan, sedangkan buruh mendapatkan bagian lebih kecil yaitu sisa bagian hasil dari juragan dan bagian tersebut dibagibagi dengan buruh lainnya berdasarkan jumlah ABK yang ikut dalam kapal. Nelayan dapat dibedakan berdasarkan teknologi yang dipakai untuk aktivitas menangkap ikan di laut, yaitu nelayan modern dan nelayan tradisional. Nelayan modern menggunakan metode dan peralatan dan penangkapan yang lebih maju. Teknologi yang digunakan dalam usaha penangkapan bertujuan untuk
14 meningkatkan produksi semaksimal mungkin. Sedangkan, nelayan tradisional hanya mengandalkan alam dan pengalaman untuk mencari ikan. Pengalaman sangat penting dalam menentukan posisi kapal dan daerah penangkapan ikan. Peralatan dan metode untuk mengangkap ikan juga sangat sederhana, oleh karena itu hasil tangkapan yang diperoleh nelaya tradisional jauh lebih sedikit dibanding dengan nelayan modern. Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penangkapan ikan, nelayan dapat menggolongkan sebagai berikut: 1. Nelayan penuh yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. 2. Nelayan sambilan utama yaitu nelayan yang sebagian besar waktunya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. 3. Nelayan sambilan tambahan yaitu nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya digunakan untuk melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan. Lamanya waktu yang dicurahkan sangat berpengaruh terhadap banyaknya hasil tangkapan yang diperoleh, semakin lama waktu nelayan untuk menangkap ikan maka akan semakin banyak ikan hasil tangkapan yang diperoleh sehingga akan meningkatkan pendapatan nelayan (Monintja, 1989 dalam Yustiarani, 2008). 2.6
Return Cost Ratio (R-C Ratio) Return Cost Ratio merupakan analisa yang bertujuan untuk menguji
seberapa jauh setiap nilai rupiah biaya yang dipakai dalam kegiatan cabang usaha perikanan yang bersangkutan dapat memberikan sejumlah penerimaan. Jika R-C ratio > 1, maka usaha perikanan yang dijalankan mengalami keuntungan. Jika R-C ratio < 1, maka usaha perikanan tersebut mengalami
15 kerugian, sedangkan bila R-C ratio = 1, maka cabang usaha perikanan ini tidak rugi dan juga tidak untung (Soekartawi, 1995 dalam Santoso et al, 2005). 2.7
Benefit Cost Analysis (BCA) Tujuan-tujuan analisis dalam analisis usaha harus disertai dengan definisi
biaya-biaya dan manfaat-manfaat. Biaya dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan. Manfaat dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang membantu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya dapat juga didefinisikan sebagai pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap manfaat yang diterima. Biaya-biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada saat proyek mulai dilakukan, sedangkan biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan pada saat proyek berjalan. Biaya operasional dibagi menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang besarnya tidak tergantung dari besarnya output yang dihasilkan. Biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah selama proses produksi. Biaya yang diperlukan suatu proyek dapat dikategorikan sebagi berikut : 1. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaannya bersifat jangka panjang. 2. Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan. 3. Biaya lainnya. Sedangkan menurut (Kadariah, 1999), manfaat dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : 1.
Manfaat langsung (direct benefit) yang diperoleh dari adanya kenaikan nilai output, fisik dan atau penurunan biaya.
16 2.
Manfaat tidak langsung (indirect benefit) yang disebabkan adanya proyek tersebut dan biasanya dirasakan oleh orang tertentu dan masyarakat berupa adanya efek multiplier, skala ekonomi yang lebih besar dan adanya dynamic secondary effect.
3.
Manfaat yang tidak dapat dilihat dan sulit dinilai dengan uang (intangible effect). Kriteria yang biasanya digunakan sebagai dasar persetujuan atau
penolakan suatu proyek adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari investasi tersebut dengan manfaat-manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari investasi dengan adanya proyek (Gittinger, 1986). Kriteria pertama adalah NPV (Net Present Value). Proyek atau kebijakan layak dilaksanakan jika NPV > 1, jika NPV = 0 pengembalian proyek hanya untuk biaya social opportunity dari modal dan tingkat suku bunga, sedangkan jika NPV < 0 proyek atau kebijakan tidak layak dilaksanakan. Kriteria kedua adalah BCR (Benefit Cost Ratio). Jika nilai B/C lebih dari satu maka kebijakan atau proyek layak untuk dilaksanakan. Namun, apabila nilai B/C kurang dari satu maka proyek atau kebijakan tidak layak untuk dilaksanakan (Kadariah, 1999). Kriteria ketiga adalah Internal Rate of Return (IRR). Jika hasil yang didapat IRR > i (tingkat suku bunga) maka proyek atau kebijakan layak untuk dilaksanakan. IRR < i maka proyek atau kebijakan tidak layak untuk dilaksanakan. 2.8
Nilai Tukar Nelayan Konsep nilai tukar (terms of trade) umumnya digunakan untuk
menyatakan
perbandingan
antara
harga
barang-barang
dan
jasa
yang
17 diperdagangkan antara dua atau lebih negara, sektor atau kelompok sosial ekonomi. Walaupun asal mula dan penggunaan yang lebih luas dari konsep ini berasal dari perdagangan internasional, dewasa ini konsep nilai tukar juga sering digunakan untuk membuat gambaran mengenai perubahan sistem harga dari barang-barang yang dihasilkan oleh sektor produksi yang berbeda dalam suatu negara. Penggunaan seperti ini timbul konsep mengenai nilai tukar sektor. Nilai tukar menurut (Soeharjo et al, 1980 dalam Ustriyana, 2005) dapat digunakan untuk keperluan dua macam analisis. Penggunaan yang pertama adalah sebagai alat deskripsi (descriptive tool). Sebagai alat deskripsi konsep ini digunakan untuk menerangkan
dan
menjelaskan
secara
statistik
atau
indeks
mengenai
kecenderungan jangka pendek dan jangka panjang tentang sejarah kelakuan barang-barang yang diperdagangkan. Penggunaan kedua yang sangat erat hubungannya dengan pertama, adalah sebagai alat untuk keperluan penetapan kebijakan (tool for policy). NTN yang pada dasarnya merupakan indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan secara relatif. Oleh karena indikator tersebut juga merupakan ukuran kemampuan keluarga nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsistensinya, NTN juga disebut sebagai Nilai Tukar Subsisten (Subsistence Terms of Trade). NTN adalah rasio total pendapatan terhadap total pengeluaran rumah tangga nelayan selama periode waktu tertentu (Basuki et al, 2001 dalam Ustriyana, 2005). Pendapatan yang dimaksud adalah pendapatan kotor atau dapat disebut sebagai penerimaan rumah tangga nelayan
18 Perkembangan NTN dapat ditunjukan dalam Indeks Tukar Nelayan (INTN). INTN adalah rasio antara indeks total pendapatan terhadap indeks total pengeluaran rumah tangga nelayan selama waktu tertentu. Asumsi dasar dalam penggunaan konsep NTN dan INTN tersebut adalah semua hasil usaha perikanan tangkap dipertukarkan atau diperdagangkan dengan hasil sektor non perikanan tangkap. Barang non perikanan tangkap yang diperoleh dari pertukaran ini dipakai untuk keperluan usaha menangkap ikan, baik untuk proses produksi (penangkapan) maupun untuk konsumsi keluarga nelayan, karena data yang tersedia tidak memungkinkan untuk memisahkan barang non nelayan yang benar-benar dipertukarkan dengan bahan pangan. Pengeluaran subsisten rumah tangga nelayan dapat diklasifikasikan sebagai : 1. Konsumsi harian makanan dan minuman 2. Konsumsi harian non makanan dan minuman 3. Pendidikan 4. Kesehatan 5. Perumahan 6. Pakaian 7. Rekreasi. 2.9
Regresi Linear Berganda Regresi berganda (multiple regression model) dengan asumsi bahwa
peubah tak bebas (repons) Y merupakan fungsi linier dari beberapa peubah bebas X1, X2, ....., Xk dan komponen sisaan e (error) (Juanda, 2009). Model ini sebenarnya merupakan pengembangan model regresi sederhana dengan satu
19 peubah bebas sehingga asumsi mengenai sisaan e, peubah bebas X dan peubah tak-bebas Y juga sama. Metode kuadrat terkecil OLS (Ordinary Least Square) digunakan untuk mendapatkan koefisien regresi parsial. Metode OLS dilakukan dengan pemilihan parameter yang tidak diketahui sehingga jumlah kuadrat kesalahan pengganggu (Residual Sum of Square atau RSS) yaitu Σei minimum (terkecil). Pemilihan model ini didasarkan dengan pertimbangan metode ini mempunyai sifat-sifat karakteristik optimal, sederhana dalam perhitungan dan umum digunakan. Menurut (Firdaus, 2004) asumsi utama yang mendasari model regresi berganda dengan metode OLS adalah sebagai berikut : 1. Nilai yang diharapkan bersyarat (Conditional expcted Value) dari εi tergantung pada Xi tertentu adalah nol. 2. Tidak ada korelasi berurutan atau tidak ada korelasi (non-autokorelasi) artinya dengan Xi tertentu simpangan setiap Y yang manapun dari nilai rata-ratanya tidak menunjukan adanya korelasi, baik secara positif atau negatif. 3. Varian bersyarat dari ε adalah konstan. Asumsi ini dikenal dengan nama asumsi homoskedastisitas. 4. Variabel bebas adalah nonstokastik yaitu tetap dalam pengambilan contoh berulang jika stokastik maka didistribusikan secara independent dari gangguan ε. 5. Tidak ada multikolinearitas antara variabel penjelas satu dengan lainnya. 6.
Sisaan didistribusikan secara normal dengan rata-rata dan varian yang diberikan oleh asumsi 1 dan 2.
20 Apabila semua asumsi yang mendasari model tersebut terpenuhi maka suatu fungsi regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan pendugaan dengan metode OLS dari koefisien regresi adalah penduga tak bias linier terbaik (best linier unbiased estimator atau BLUE). Sebaliknya jika ada asumsi dalam model regresi yang tidak terpenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran pendugaan model tersebut atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan dapat diragukan. Penyimpangan 2, 3, dan 5 memiliki pengaruh yang serius sedangkan asumsi 1, 4, dan 6 tidak.