II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Sagu S^;u {Metroxylon sp) merupakan tanaman palma penghasil pati (simiber karbohidrat) dan menempati xmitan keempat setelah ubi kayu, jagung dan ubi jalar. Indonesia memiliki areal sekitar 1.300.00 ha atau 51,3% dari total areal sagu dunia. Tanaman ini tersebar dikawasan Timur Indonesia terutama Maluku, Papua, Sulawesi dan sebagian wilayah bagian barat Indonesia temtama Riau (Winda dan Evi, 2008). Sagu dapat timibuh di rawa-rawa, daerah pasang surut dan tegalan serta berfungsi untuk mengoptimalkan lahan, mencegah erosi dan menstabilkan iklim, sehingga pengembangan sagu bermakna untuk berbagai macam kepentingan. Potensi produksi sagu diperkirakan mencapai 27 juta ton pati kering/ha/tahun, bila dikelola dengan baik. Produktivitas ini setara dengan tebu, namun lebih tinggi dibandingkan dengan ubi kayu dan kentang dengan produktifitas pati kering 10-15 ton/ha/tahun. Pati sagu mengandung amilosa 27% dan amilopektin 73%. Kandungan kalori, karbohidrat, protein, dan lemak pati sagu setara dengan tepimg tanaman penghasil karbohidrat lainnya (Winda dan Evi, 2008). Menurut Haryanto dan Pangloli (1992), secara garis besar sagu di golongkan dalam dua golongan yaitu yang hanya berbunga atau berbuah sekali dan berbunga atau berbuah dua kali atau lebih. Golongan pertama sangat penting nilai ekonominya karena kandungan patinya tinggi terdiri dari lima spesies, yaitu : 1) Metroxylon rumpH Martins, 2) Metroxylon sagos Rottbol, 3) Metroxylon Silvester Martius, 4)
Metroxylon
longispinum Martius,
5)
Metroxylon
micracantum Martius. Golongan kedua terdiri dari spesies Metroxylon filare dan Metroxylon elatum yang banyak tumbuh di dataran-dataran yang relatif tinggi, tetapi kandungan patinya rendah. Jenis sagu yang dibudidayakan di Riau terutama Metroxylon rumpii Martius, karena produksi tepungnya cukup tinggi. Jenis sagu tersebut dikenal masyarakat setempat dengan nama sagu buni (Haryanto dan Pangloli, 1992). Batang sagu terdiri dari lapisan kulit bagian luar yang keras dan bagian dalam berupa empelur yang mengandung serat-serat dan tepung. Kandungan
tepung dalam empelur batang sagu itu tumbuh. Makin tua umur tanaman sagu, kandungan tepung dalam empelur makin besar, dan pada umur tertentu kandungan tepung tersebut akan menurun (Haryanto dan Pangloli, 1992). Struktur empelur secara mikroskopis terdiri dari butiran-butiran dan seratserat halus yang berbeda menurut umur dan jenis sagu. Bentuk butiran ini tidak bimdar tetapi bulat telur dan pinggimya ada yang tidak rata. Seratnya sangat halus, hampir tidak kelihatan. Empelur sagu yang masih muda relatif kecil, bening dan sedikit mengandung serat. Sagu yang sudah dewasa sampai meryelang umur panen, empelumya terdiri dari butiran yang lebih besar, berwama agak kecoklatan dan banyak mengandung serat (Haiyanto dan Pangloli, 1992).
2.2.
Pati Sagu Smith (1982) dalam Ningsih
(2004),
mendefinisikan
pati
sebagai
karbohidrat reaktif dengan gugus fungsional yang tinggi, dapat dimodiflkasi baik secara kimia, fisika ataupun enzimatik untuk kebutuhan tertentu. Pati adalah karbohidrat yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk persediaan bahan makanan. Pati merupakan butiran atau granula yang berwama putih mengkilat, tidak berbau dan tidak memiliki rasa. Umumnya pati tidak terdapat dalam bentuk mumi, tetapi bercampur dengan bahan kimia lain, seperti asam lemak dan senyawa phosphor. Pati sagu sebagian besar berwama putih, namim ada juga yang secara genetik berwama kemerahan yang disebabkan oleh senyawa phenolik. Derajat putih sagu bervariasi dan sering kali bembah menjadi kecoklatan/ merah selama proses penyimpanan. Pembahan wama dilaporkan akibat adanya aktifitas enzim Latent polyphenol Oxidase fLPPO). Enzim ini mengkatalisis reaksi oksidasi senyawa poliphenol menjadi quinon yang selaryutnya membentuk polimer dan menghasilkan wama coklat (Purwani, dkk., 2006). Komposisi kimia tepung sagu sebagian besar terdiri dari karbohidrat, sama halnya dengan tepung terigu, tepung tapioka, dan tepung beras, sehingga tepung sagu memungkinkan untuk digunakan sebagai bahan untuk pembuat roti, biskuit, mi dan produk pangan lainnya yang dapat diterima dan dikenal secara luas oleh masyarakat serta bersifat lebih komersial. Tepung sagu juga dapat digunakan
6
sebagai bahan substitusi maupun sebagai bahan utama tergantung dari jenis produknya. Beberapa jenis sagu telah dipelajari karakteristiknya. Granula pati sagu berbentuk oval dengan diameter 15-50 jum. Ukuran tersebut lebih besar dibanding pati beras (2-13 nm), pati jagung (5-25 ^m) atau pati terigu (3-34 nm). Besamya ukuran granula pati membuat pati sagu relatif mudah diendapkan (Purwani, dkk., 2006).
168
Pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan 1,4-a-glukosa, terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi yang larut dalam air disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut air disebut amilopektin. Rasio amilosa dan amilopektin mempengaruhi sifat-sifat pati itu sendiri. Apabila kadar amilosa sangat tinggi maka pati akan bersifat kering, kurang lekat dan cenderung menyerap air lebih banyak. Kadar amilosa, berat molekul amilosa dan amilopektin bervariasi, dipengaruhi oleh jenis sagu. Syarat mutu pati sagu di Indonesia telah diatur dalam SNI 01 -3729-1995 yang tertera pada label 2. Tabel 1. Syarat mutu tepung (pati) sagu No 1.
2.
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
12. 13.
Kriteria Uji Keadaan: Bau Wama Rasa Benda asing Serangga (dalam segala bentuk stadia dan potongannya) Jenis pati lain selain pati sagu Air Abu Serat kasar Derajat asam
Satuan
-
-
Persyaratan Normal Normal Normal Tidak boleh ada Tidak boleh ada
-
% (b/b) % (b/b) % (b/b) % (b/b) MlNaOH IN/lOOgr SO2 Bahan tambahan makanan Mg/kg Kehalusan, lolos ayakan 100 % (b/b) mesh Cemaran logam: Mg/kg Timbal (Pb) Tembaga (Cu) Mg/kg Seng (Zn) Mg/kg Raksa (Hg) Mg/kg Cemaran Arsen (As) Mg/kg Cemaran mikroba): Angka lempengan total Koloni/g E. coli APM/g Kapang Koloni
Tidak boleh ada Maks. 13 Maks. 0,5 Maks. 0,1 Maks. 4 Maks. 30 Sesuai SNI 010222-1995 Min. 95 Maks. 1,0 Maks. 10,0 Maks. 40,0 Maks. 0,05 Maks. 0,5 Maks. 10^ Maks. IMaks. 10^
7
Tabel 2. Komposisi kimia pati sagu (%) Komponen Air Protein Abu Serat Pati Sukrosa
Jumlah 12,000 0,620 0,098 2,033 75,880 29,00
Sumber: Analisis Laboratorium Kimia Pangan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau (2009).
2.3.
Tanaman Ubi Jalar Tanaman ubi jalar merupakan tanaman ubi-ubian dan tergolong kepada
tanaman semusim
(berumur pendek).
Sistematika (taksonomi)
tumbuhan,
kedudukan tanaman ubi jalar diklasifikasikan ke dalam kingdom: Plantae, Divisi: Magnoliophyta, kelas: Magnoliopsida, Ordo: Solanales, Famili: Convolvulaceae, Genus; Ipomoea, Spesies: Ipomoea batatas (Anonim, 2008). Tanaman ubi jalar atau ketela rambat berasal dari benua Amerika. Para ahli botani dan pertanian memperkirakan daerah asal tanaman ubi jalar adalah Selendia baru, Polinesia dan Amerika bagian tengah. Tahun 1960-an penanaman ubi jalar sudah meluas hampir semua propinsi di Indonesia (Anonim, 2009c). Ubi jalar {Ipomoea batatas L ) adalah tanaman yang tiunbuh baik di daerah beriklim panas dan lembab, dengan suhu optimum 27°C dan lama penyinaran 1112 jam per hari. Tanaman ini dapat timibuh sampai dengan ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut. Ubi jalar tidak membutuhkan tanah subur untuk media tumbuhnya (Hartono, 2004). Ubi jalar dinamakan demikian karena batangnya menjalar. Tanaman ini termasuk keluarga Convoloulaceae, satu keluarga dengan kangkung. Ubi jalar adalah tanaman tropis yang jenisnya banyak sekali. Ada yang umbinya berwama merah putih, kuning dan Iain-lain. Jenis-jenis ubi jalar ada yang tergolong basah karena kandungan aimya banyak sekali, lebih besar dari 70%. Jenis ubi jalar ini kalau direbus iraibinya menjadi lembek, misalnya jenis papaya (Soemartono, 1984). Ubi jalar mempakan sumber karbohidrat utama di Indonesia yang menempati
urutan keempat setelah padi, jagung, dan ubi kayu. Namun
konsumsinya cenderung menurun dari tahun ke tahun. Data BPS menimjukkan
8
bahwa konsumsi menurun dari 12,5 kg/kapita/tahun pada tahun 1983 menjadi 10,93 kg/kapita/tahun (1988) dan 9,74 kg/kapita/tahun (1990), bahkan FAO melaporkan tingkat konsumsi di Indonesia sebesar 7,9 kg/kapita/tahun. Sebagian besar produksi ubi jalar (89%) digunakan sebagai bahan pangan, sisanya untuk bahan baku industri, seperti saos, selai dan pakan temak (Broto dan Prabawati, 2008). Berat kering umbi adalah 16-40% dari berat basah. Sebanyak 75-90% dari berat kering adalah karbohidrat meliputi unsur pati, gula, selulosa, hemiselulosa, dan pektin, lemak dan mineral. Secara umum kandimgan ubi jalar tertera dalam Tabel 3. Tabel 3. Komposisi kimia ubi jalar putih (%) Senyawa Air Energi Protein Lemak Karbohidrat Serat Abu Kalsium Fosfor Besi Natrium Kalium Tembaga Seng Petinol p karoten Karoten total Tiamin Riboflavin Niasin Vitamin C lA,
Komposisi 77,8 88
0,4 0,4 20,6 4,0
0,8 30 10 0,5 2 4 0,1
r ^
,
•0,2 •0 264 0,25 0,06
-
36
Pemanfaatan Ubi jalar Potensi besar ubi jalar terletak pada kandungarmya yang berupa karbohidrat.
Sebanyak 75-90% dari berat kering umbi adalah karbohidrat, dimana merupakan gabungan dari pati, gula, selulosa, hemiselulosa dan pektin. Karbohidat yang kaya nutrisi ini, telah banyak diolah lebih lanjut. Teknik secara tradisional sudah banyak diterapkan dalam bentuk beberapa jajanan lokal, demikian juga teknologi
9
pangan modem juga telah banyak berperan dalam melahirkan berbagai kreasi bam untuk olahan ubi jalar, bentuk yang paling banyak bempa jajanan atau makanan ringan. Dalam hal ini ubi akan banyak berperan sebagai bahan baku utama ataupun bahan substitusi (Hartoyo, 2004). Ubi jalar juga mempakan sumber vitamin dan mineral sehingga cukup baik untuk memenuhi gizi dan kesehatan masyarakat. Mineral yang terkandung dalam ubi jalar adalah zat besi (Fe), Fosfor (P), Natrium, (Na) dan Kalsium (Ca), sedangkan vitamin yang terkandung dalam ubi jalar adalah vitamin A, vitamin C, vitamin B l , vitamin B2, dan Niacin. Kandungan gizi laiimya adalah protein, lemak, serat kasar, kalori dan abu. Komoditas ubi jalar {Ipomoea batatas (L.) Lamb.) sebagai bahan pangan sumber karbohidrat, disamping itu mengandung vitamin A, C dan mineral. Selain sebagai bahan pangan pokok dapat juga diolah menjadi bahan pangan olahan seperti selai, saos, jus dan bahan baku industri. Ubi jalar yang daging umbinya berwama ungu, banyak mengandung antosianin yang sangat bermanfaat bagi kesehatan, karena berfungsi mencegah penyakit kanker (Gadang, 2009). Pengolahan ubi jalar menjadi tepung mempakan salah satu cara pengawetan dan penghematan ruang penyimpanan. Pemanfaatan ubi jalar dalam bentuk tepimg secara luas digunakan sebagai bahan baku industri pangan maupun non-pangan (Broto dan Prabawati, 2008). Tepimg ubi jalar dibuat melalui tahapan pengepresan,
pengeringan dan penggilingan.
Sodium bisulfat 0,3% dapat
digunakan sebagai lamtan perendam sawut ubi jalar agar diperoleh wama tepung yang putih. Broto dan Prabawati, (2008) melaporkan bahwa perendaman ubi jalar dalam sodium bisulfat 0,3% selama 1 jam dapat menalkkan derajat putih tepimg dari 58-61% menjadi 83-90%. Heriyanto,dkk., (2002) dalam Fatmah, (2005) mengungkapkan bahwa upaya pemanfaatan tepung ubi jalar mempunyai beberapa keimtungan antara lain, pertama karena ubi jalar segar relatif mudah di dapat karena tanaman ini banyak diusahakan petani, kedua proses pembuatan tepung ubi jalar relatif mudah dan sederhana yang dapat dilakukan oleh industri rumah tangga sampai industri besar, 252
kemudian tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan substitusi terigu untuk produk makanan olahan yang daya substitusinya tergantung pada produk yang
10
dihasilkan, begitu pula daya substitusi ini akan mampu menekan biaya produksi untuk industri makanan olahan, untuk produk-produk yang manis (seperti kue dan cake) dapat menghemat penggunaan gula sekitar 20% karena tepimg ubi jalar mempunyai kadar gula tinggi kemudian mutu produk yang dihasilkan dan penerimaan konsumen tidak menurun secara nyata. Tepimg ubi jalar lebih tahan disimpan sehingga ketersediaannya lebih terjamin dan harga lebih stabil. Pembuatan tepung ubi jalar relatif tidak menghasilkan limbah karena limbah kulit ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai pakan temak. Senyawa-senyawa kimia yang tekandung dalam pati ubi jalar tersebut adalah air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat (Tabel 4). Tabel 4. Komposisi kimia tepimg ubi jalar (%) Komponen Tepung Ubi Jalar (%) Air Abu Lemak Protein Karbohidrat
Sukrosa
9,505 3,185 0,878 1,441 31,610 35,73
Sumber : Analisis Laboratoriiun Kimia Pangan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau (2009).
Pati ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai bahan pelembut dalam pembuatan kue, sebagai pengganti pati jagung (jnaizena), bahan baku aneka kue, cake Setyono, dkk., (1992) Widowati dan Seyono (1992) dalam Fatmah (2005). dan soun, serta bahan industri perekat maupun farmasi. Pati ubi jalar dibuat melalui tahapan pengupasan, pencucian, pemamtan dan ekstraksi. Endapan pati hasil ekstraksi dicuci lalu dikeringkan.
2.5. Tepung Terigu Tepimg terigu mempakan produk impor yang dldatangkan dari negaranegara subtropis seperti Amerika dan Australia, biasanya masih bempa butiran biji gandum. Melalui proses pencucian, pengupasan sekam, penggilingan dan pemutihan {bleaching) maka jadilah tepung terigu seperti yang dikenal. Dalam proses pembuatan tepung terigu akan dihasilkan beragam tepimg turunan. Seperti pada tahapan penggilingan, sekam dan lembaga dipisahkan menjadi flake flour,
11
bagian endosperma dihaluskan menjadi tepimg terigu dan partikel endosperma yang berbentuk granula kasar dikenal dengan tepung semolina ( Astawan, 2004). Tepung terigu merupakan bahan utama dalam pembuatan roti. Tepimg terigu dibuat dari gandum (Triticum vulgare dan Triticum aesticum). Protein {gliadin dan glutenin) dalam tepimg terigu akan mengikat atau mengabsorbsi air, menahan gas C 0 2 , dan membentuk gluten yang dihasilkan dari proses fermentasi (Chan, 2008). Tabel 5. Komposisi kimia tepung terigu (%) i Komponen Tepung Terigu (%) Air 11,48 Abu 0,56 , Lemak 1,17 Protein 11,93 Karbohidrat 74,85 Sumber: Anon (2000) dalam Fatmah. (2005)
Haryanto dan Pangloli, (1992) mengemukakan keistimewaan terigu dibanding dengan tepung dari serealia lain terletak pada kandimgan gluten yang tidak terdapat pada tepimg lain. Gluten terdiri dari gliadin dan glutenin yang merupakan suatu komponen dari protein yang hanya terdapat pada tepung terigu. Gluten mempunyai sifat elastis, kokoh dan mempunyai daya rentang atau tarikan {extensibility) yang terbentuk saat tepung terigu dibasahi dengan air. Adonan yang dibuat dari tepung terigu mampu dibuat lembaran, digiling, ataupun dibuat mengembang, sehingga produk yang dihasilkan sukar ditiru oleh bahan selain terigu. Hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan makanan ialah ketepatan penggunaan jenis tepung terigu. Tepung terigu berprotein 12%-14% ideal untuk pembuatan roti dan mi, 10.5%-11.5% untuk biscuit, pastry atau pie dan donat sedangkan untuk gorengan, cake dan wafer gimakan yang berprotein 8%-9%. Jadi suatu tepung terigu belum tentu sesuai dengan semua makanan. Kualitas tepung terigu dipengaruhi juga oleh moisture (kadar air), ash (kadar abu), dan beberapa parameter fisik laiimya, seperti water absorption, development time, stability, dan Iain-lain (Chan, 2008). Tepung terigu hasil penggilingan harus bersifat mudah tercurah, kering, tidak berbau asing seperti busuk, berjamur atau tengik, selain itu juga harus bebas
12
dari serangga, jamur, kotoran dan kontaminan asing lainnya. Hal yang harus dipertimbangkan terutama adalah kadar protein tepung terigu dan kadar abunya. Kadar protein mempunyai korelasi yang erat dengan jumlah total gluten, sedangkan kadar abu erat hubungannya dengan tingkat dan kualitas produk (Sunarya dalam Fatmah, 2005). Tepung yang digunakan untuk membuat roti sebaiknya yang kandungan proteinnya minimum 11% (basah kering) atau yang memiliki gluten basah lebih dari 33% (gluten basah = 3 x persentase protein tepung terigu). Terdapat tiga jenis tepung terigu sebagai berikut yaitu Hard flour (tepung terigu protein tinggi) mengandung protein 11-13%. Tepung terigu jenis ini khusus untuk membuat roti manis, roti tawar, donut Danish pastry, croissant, puff pastry, dan bakpau. Produk tepung terigu yang biasa dikenal dipasaran antaranya tepung terigu Cakra, Kereta Kencana, dan cap Gunung. Medium flour atau multipurpose (tepung terigu protein sedang) mengandung protein 10-11%. Tepung terigu protein cocok untuk membuat cake, biskut, dan mi. di pasaran dikenal beberapa produk diantaranya segitiga, gunung bromo, dan cap kompas dan Soft flour (tepung terigu protein rendah) mengandung protein 8-10%. Tepung terigu ini cocok imtuk membuat cake, biscuit, dan kue kering. Produk-produk tersubut dikenal dipasaran seperti cap kunci, roda biru, dan cap gatot kaca (Chan, 2008),
2.6. Pembuatan Roti Manis Roti merupakan salah satu produk makanan yang terbviat dari tepimg terigu. Roti termasuk makanan pokok karena kandungan karbohidratnya yang tinggi. Roti dalam ilmu pangan dikelompokkan kedalam produk bakeri, bersama dengan cake, donat, biscuit, cracker, dan pie. Selain itu roti merupakan produk yang 336
paling pertama dikenal dan paling populer hingga saat ini (Anonim, 2008). Roti merupakan salah satu produk pangan fermentasi tertua didunia. Proses pembuatan roti dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu pembuatan adonan dan pembakaran. Pembuatan adonan meliputi pengadukan, peragian dan pengembangan atau fermentasi.
Penggunaan
ragi atau khamir (peragian)
mempunyai fungsi pokok yaitu sebagai bahan baku yaitu tepung terigu atau tepung lainnya yang dicampur dengan tepung terigu (tepung gandum). Kelebihan
13
tepung gandum dibanding tepung lain adalah karena tepung ini mengandung protein yang disebut gliadin dan glutenin yang dapat membentuk gluten bila adonan dicampur dengan air, adalah suatu protein bersifat elastis sehingga berperan dalam menahan gas C 0 2 yang terbentuk selama proses fermentasi atau pengembangan roti (Pato dan Yusmarini, 2004). Selain tepung terigu sebagai bahan baku utama juga digunakan bahan tambahan seperti garam, gula, air dan bahan tambahan misalnya bahan penstabil adonan. Bahan lain yang dapat ditambahkan adalah telur, susu, buah-buahan, rempah-rempah, bahan pewama, aroma dan senyawa senyawa pembentuk aroma (Pato dan Yusmarini, 2004). Menurut Mamis (2002) dalam Ningsih, (2004) penggunaan ragi dalam pembuatan roti mempunyai kegunaan pokok yaitu sebagai pengembang adonan, pemberi aroma dan membantu pematangan adonan. Pada umumnya ragi yang digunakan dalam pembuatan roti adalah Saccharomyces cerevisiae, baik dalam bentuk compressed yeast, instan yeast atau fresh yeast. Ragi terdapat beberapa enzim yaitu protease, lipase, inveretase, maltase dan zymase. Protease memecah protein dalam tepung menjadi senyawa nitrogen yang dapat diserap sel khamir untuk membentuk sel yang bam. Lipase memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserin. Invertase memecah sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa. Maltase memecah maltose menjadi glukosa dan zymase memecah glukosa menjadi alkohol dan karbondioksida. Tabel 6. Komposisi kimia roti manis Senyawa Air Energi Protein Lemak Karbohidrat Abu Sukrosa Besi
Komposisi 40% 249kkal 7,9 % 1,5% 49,7% 0,9% minimal 10% minimal 2,5 %
Sumber: Mahmud, K, dkk., 2009.
Menumt Chan (2008), bahan-bahan yang digimakan dalam pembuatan roti sangat menentukan kualitas roti yang dihasilkan. Adapun bahan-bahan yang diperlukan adalah :
>,
14
1. Air Dalam proses pembuatan roti, air berfungsi untuk melarutkan semua bahan kering agar menjadi adonan yang kompak. Jika dicampur dengan air, protein (gliadin dan glutenin) akan diubah menjadi gluten melalui proses hidrasi. Sementara pati tepung akan diubah menjadi gel yang bisa mengatur kekenyalan dan kepadatan adonan, serta mengatur dan mengontrol suhu adonan. Pada pemanasan temperatiu* 62°C, air akan berubah menjadi uap dan menyebabkan roti mengembang sehingga terbentuk pori-pori dalam remah roti. Banyaknya air dalam adonan akan turut mempengaruhi kualitas roti. Ketika mengaduk adonan sebaiknya air tidak dituangkan sekaligus, karena daya scrap air pada tepimg bervariasi. Air yang baik untuk membuat roti adalah semua jenis air yang bisa dijadikan air minum. Air jenis ini tidak mengubah hasil gas dari proses peragian dan akan menahan gas dengan baik. Air yang dipakai harus bebas dari hama penyakit serta bahan yang bisa mengotori air tersebut. Ada juga yang menggunakan air es dalam pembuatan roti yang bertujuan agar adonan yang keluar dari mesin pengaduk tidak hangat sehingga bisa meningkatkan absorbsi (penyerapan) air oleh tepung terigu. •>^:.m
2. Ragi
Ragi adalah sejenis fungi bersel satu. Didalam cairan sel ragi terdapat sejumlah enzim, diantaranya zymase, maltase, invertase, protease dan lipase yang berperan dalam proses fermentasi. Ragi yang diperdagangkan merupakan koloni (kumpulan) sel Saccaromyces dalam media agar-agar (bahan-bahan dehidrasi). Fungsi ragi dalam pembuatan roti adalah untuk mengembangkan adonan serta membangkitkan aroma dan rasa. Semua itu terbentuk oleh proses fermentasi yang menghasilkan gas C02, asam, dan alkohol. 3. Telur Telur merupakan bahan baku yang sangat berpengaruh terhadap hasil akhir adonan roti. Selain itu, telur juga berfungsi untuk menambah nilai gizi, menguatkan rasa, membantu proses-proses pengembangan produk, memperlunak dan memperbaiki tekstur remah dalam adonan, serta memperbaiki kulit adonan. Penggunaan telur dalam roti harus memperhatikan kandungan air dalam air telur. Putih telur mengandung 86% air, sedangkan kuning telur mengandung 50% air.
15
Kxming telur mengandung lesitin yang berfungsi sebagai emulsifier yang membuat roti menjadi empuk. 4. Susu Susu berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi. Kandungan protein kasein (protein susu) dan gula laktosa dalam susu memiliki sifat sama, yaitu memberi wama pada kulit roti. Protein susu mengandimg banyak lisin (salah satu jenis asam amino penting) yang tidak memadai jumlahnya dalam tepung terigu. Karena itu, penambahan susu dalam adonan bisa meningkatkan kandungan gizi pada roti. Susu juga menjadi penambah aroma dan cita rasa. 5. Garam Garam dalam adonan roti berfungsi untuk memberikan rasa gurih, membangkitkan
cita
rasa
dan
aroma
bahan-bahan
lain,
meningkatkan
ekstensibilitas adonan, mengontrol aktivitas ragi pada proses fermentasi, serta meningkatkan daya simpan roti pada kadar tertentu. Garam juga memiliki efek astringen, yakni daya memperkecil pori-pori. Penambahan garam yang banyak mengakibatkan volume roti menjadi kecil. Pemakaian garam dalam keadaan normal berkisar 1,5-2%. Pemakaian garam lebih rendah dari 1,5% akan menyebabkan rasa hambar. Sementara 420
penambahan garam lebih dari 2% akan menghambat proses fermentasi. Garam yang digunakan sebaiknya yang layak konsumsi, yaitu putih bersih, mudah larut, dan mengandung yodium.
•
6. Gula Gula berfungsi sebagai sumber makanan ragi selama proses fermentasi. Peristiwa ini dikerjakan oleh enzim zymase. Jumlah gula untuk fermentasi sekitar 2%. Residu gula yang tidak habis difermentasi akan memberikan rasa manis dan wama cokelat keemasan {golden brown) pada kulit roti. Proses pewamaan kulit pada saat pembakaran di dalam oven (temperatur 50-165°C) disebabkan oleh pembentukan karamel pada gula (karamelisasi). Gula juga berfungsi sebagai bahan pengawet atau meningkatkan daya simpan roti.
16
7. Shortening (Lemak) Shortening atau lemak merupakan bahan pelengkap dalam pembuatan roti. Shortening berfungsi sebagai pelumas adonan pada saat pengadukan. Shortening juga berfungsi untuk pengembangan sel-sel roti ketika final proo/(pengembangan akhir) yang akan memperbaiki tekstur roti. Selain itu, shortening berfungsi sebagai bahan pengempuk, membangkit rasa lezat, membantu menahan gas yang terbentuk, membuat volume roti menjadi lebih baik, serta mempermudah pemotongan {slicing). 8. Bread Improver Bread Improver merupakan campuran bahan yang dapat memodifikasi sifat gluten sehingga teijadi perubahan sifat adonan dan memperbaiki mutu roti. Selain itu, juga bisa mempercepat pematangan {maturing adonan roti. Bahan ini sangat efektif pada konsentrasi rendah. Bread Improver bisa digunakan dengan cara mencampurkarmya bersama bahan pengisi. 9. Bahan Pelengkap Bahan pelengkap ini terdiri atas bahan pew^ama, bahan pemberi aroma, bahan pengawet, serta bahan untuk filling dan topping. Tujuan penggunaan bahanbahan ini adalah agar penampilan roti lebih menarik melalui wama, aroma, dan bisa bertahan lebih lama. Bahan pewama alami boleh digunakan. Bahan pengawet roti yang banyak digunakan kalsium propionate. Sementara itu, h^m. filling dan topping bisa bempa choco chip, misis, aneka selai, atau cokelat blok. Tabel 7. Resep pembuatan roti manis Bahan Tepung Air Ragi instan Garam Gula Susu bubuk Margarin Kuning telur Pengembang adonan/ Bread improver
Jumlah (%) 100
±50 2,2 1,47 20 5 20 2butir 0,5
Sumber: Anon (2003) dalam Fatmah, E , (2005)
Menumt U.S. Wheat Assosiation (1981) dalam Fatmah, (2005) untuk mengetahui
roti-roti yang mempunyai sifat baik, harus memiliki standar
diantaranya dapat dilihat pada Tabel 8.
17
Tabel 8. Standar roti yang mempunyai sifat baik Kriteria Sifat-sifat Roti yang Baik Volume Makin besar volume roti, makin lembut rotinya bila diremas Roti dengan tangan. Bila volume, susunan dan butiran baik maka inilah roti yang dikatakan baik. Volume roti yang terlalu besar butiran terbxika dan susunaimya lemah, sedangkan roti yang volvimenya Wama rendah butiran kasar dan susunan renggang dan berlubang-lubang kerak Wama kerak yang menarik yaitu coklat kekuning-kuningan. Sifat-sifat Wama yang biasanya tidak disenangi antara lain gelap (tua), kerak coklat kemerah-merahan, keabu-abuan atau wama kuning pucat. Wama Kerak roti hams tipis dan mudah pecah (garing) dan tidak boleh Remah tebal, tidak boleh alot seperti karet. Potongan roti dengan butiran kasar akan kelihatan lebih gelap. Aroma roti sedangkan yang berbutir halus akan kelihatan lebih putih, walaupxm roti itu dibuat dari bahan yang sempa. Rasa roti Roti yang baik beraroma harum gandum dan ragi. Aroma dapat
berasa gandum manis, apek, tengik, bercendawan, asam atau polos. " Roti bisa saja memiliki rasa gandum, manis, asam, tawar atau tengik. Aroma dan rasa adalah sifat yang berhubungan erat satu sama lairmya. Sumber: U.S. Wheat Assosiation (1981) dalam Fatmah, E (2005)