II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioekologi Rayap Rayap merupakan serangga sosial (Lee & Wood 1971; Wilson 1971; Gullan & Cranston 1999; Speight et al. 1999; Elzinga 2004; Triplehorn & Johnson 2005) pemakan selulosa (Gullan & Cranston 1999; Speight et al. 1999; Triplehorn & Johnson 2005) dan tinggal di dalam sarang atau termitarium yang dibangun sendiri (Lee & Wood 1971). Serangga ini memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil (Triplehorn & Johnson 2005) seringkali pada kasta reproduktif bersayap atau alates ukuran panjang tubuh tidak lebih dari 20 mm (Gullan & Cranston 1999), kecuali kasta reproduktif primer yang mengalami physogastry atau pembesaran pada bagian abdomen sehingga dapat mencapai ukuran panjang 8 cm (Gullan & Cranston 1999; Triplehorn & Johnson 2005). Rayap merupakan serangga sosial dengan sistem kasta polimorfik (Lee & Wood 1971; Gullan & Cranston 1999; Roisin 2000). Morfologi kasta-kasta rayap dapat dilihat pada Gambar 1.
a
b
c
Gambar 1 Morfologi kasta rayap Schedorhinotermes javanicus Kemner: (a) pekerja, (b) prajurit minor, dan (c) reproduktif.
Rayap secara taksonomi dikelompokkan ke dalam ordo Isoptera (iso = sama dan ptera = sayap). Rayap memiliki tubuh yang lunak dan berwarna terang (Triplehorn & Johnson 2005). Ordo Isoptera dicirikan dengan kepala yang prognatik (prognathous head, yaitu posisi alat mulut searah dengan arah bidang tubuh atau mengarah ke depan) (Elzinga 2004). Memiliki mata majemuk dan umumnya mengalami pereduksian sebagai pola adaptasi terhadap kebiasaan hidup di habitat yang gelap (Gullan & Cranston 1999). Antena berbentuk manik-manik (moniliform) (Elzinga 2004) panjang, multisegmen dari 11 sampai dengan 31 segmen (Gullan & Cranston 1999; Donovan et al. 2000; Kambhampati & Eggleton 2000). Alat mulut bertipe menggigit-mengunyah (mandibulata) yang berkembang sesuai dengan tipe kastanya; prajurit memiliki bentuk mandibula besar atau memiliki nasuti (Gullan & Cranston 1999). Tarsi terdiri dari tiga sampai dengan lima segmen. Cerci pendek terbagi dalam satu sampai lima segmen (Gullan & Cranston 1999; Donovan et al. 2000; Kambhampati & Eggleton 2000). Sayap hanya dimiliki oleh kasta reproduktif yang terdiri dari dua pasang sayap tipe membran dengan venasi yang rumit serta memiliki ukuran dan bentuk yang sama, kecuali pada Mastotermes dengan venasi sayap yang lebih rumit (Gullan & Cranston 1999). Rayap mengalami metamorfosis paurometabola (Wilson 1971; Triplehorn & Johnson 2005). Rayap kasta reproduktif (fertil) terdiri dari sepasang kasta reproduktif primer dan beberapa anggota kasta reproduktif sekunder/alates. Selain itu sering kali muncul pula kasta reproduktif suplementer/neoten, yang muncul ketika koloni mengalami fragmentasi. Kasta reproduktif yang terdiri dari sepasang ratu dan raja yang bertugas untuk menghasilkan telur (Triplehorn & Johnson 2005). Rayap kasta non reproduktif (steril) terdiri dari kasta prajurit dan kasta pekerja yang umumnya terdiri dari individu-individu jantan dan betina, tidak bersayap, pada kebanyakan spesies umumnya buta karena mata majemuk terreduksi. Rayap kasta pekerja merupakan individu terbanyak dalam koloni rayap (Lee & Wood 1971). Satu koloni rayap dapat terdiri dari ratusan sampai dengan jutaan individu. Kasta prajurit memiliki ciri warna tubuh lebih pucat dan lunak karena kurang tersklerotisasi. Kasta ini melakukan hampir semua pekerjaan di dalam koloni dari mencari makan sampai dengan merawat telur dan larva
5
(Lee & Wood 1971; Higashi et al. 2000). Rayap kasta prajurit memiliki ciri-ciri yang hampir sama dengan pekerja, namun memiliki ukuran tubuh yang lebih besar, berwarna lebih gelap, tubuh mengalami elongasi dan kepala tersklerotisasi dengan tipe alat mulut blattoid atau mandibulata (Lee & Wood 1971; Wilson 1971; Triplehorn & Johnson 2005). Pada rayap kasta prajurit untuk beberapa spesies mengalami polimorfik, yaitu prajurit mayor dan minor (Gullan & Cranston 1999; Triplehorn & Johnson 2005). Koloni rayap dibentuk pertama kali dari sepasang alates (laron) yang muncul ketika sedang musim kawin. Setelah itu mereka berkopulasi menjadi ratu dan raja dan menghasilkan telur. Telur berkembang menjadi larva kemudian berkembang menjadi kasta pekerja yang mendominasi koloni dan sebagian menjadi kasta prajurit. Larva yang lain berkembang menjadi nimfa yang akan berkembang menjadi laron. Pembentukan kasta rayap pada rayap tingkat rendah dipengaruhi oleh pemberian hormon foremon dasar (primer pheromone) oleh kasta reproduktif primer, sedangkan pada rayap tingkat tinggi pembentukan kasta rayap dimulai sejak awal atau instar pertama. (Gambar 2).
Gambar 2 Skema perkembangan rayap (Abe & Higashi 2000)
6
Karakteristik perilaku rayap sebagai serangga sosial antara lain trophallaxis (memberi makan anggota kasta lain), grooming (saling menjilat), tigmotaksis (bergerombol dan berdesak-desakan), koprofagi (memakan bangkai anggota koloni) dan kanibalisme. Salah satu sifat yang khas dari rayap jika dibandingkan dengan serangga sosial lainnya adalah kriptobiotik (menjauhi cahaya) kecuali kasta reproduktif pada waktu swarming (penerbangan untuk mencari pasangan sebelum melakukan kopulasi) (Lee & Wood 1971; Wilson 1971). Kemampuan rayap mendegradasi selulosa karena terdapat simbion di dalam rektum rayap. Mikroorganisme yang lazim terdapat di dalam rektum rayap adalah Archaaea, Eubacteria, dan Eucarya seperti Protozoa dan Fungi (Bignel 2000). Rayap tingkat rendah (lower termite) banyak ditemukan protozoa simbion di rektum sedangkan pada rayap tingkat tinggi (higher termite) peran protozoa digantikan oleh bakteri (Lee & Wood 1971). Jumlah spesies rayap di dunia ada sekitar 2,648 spesies yang digolongkan ke dalam tujuh famili dan 281 genus. Famili Termitidae merupakan famili dengan jumlah anggota spesies yang tertinggi. Delapan puluh lima persen total spesies rayap
yang
telah
diidentifikasi
merupakan
anggota
Famili
Termitidae
(Kambhampati & Eggleton 2000). Sedangkan, Famili Mastotermitidae dan Famili Serritermitidae hanya memiliki satu anggota spesies rayap. Famili rayap yang lain adalah Famili Kalotermitidae, Termopsidae, Hodotermitidae dan Rhinotermitidae yang masing-masing famili berturut-turut terdiri dari 411, 20, 15, dan 305 spesies rayap (Kambhampati & Eggleton 2000). Rayap banyak terdapat di kawasan tropis dan subtropis (Lee & Wood 1971) dan menyebar sampai ke daerah temperate pada demarkasi 500 LU/LS. Kekayaan spesies rayap turun secara drastis dari Ekuator ke Selatan dan Utara terutama sejak garis 100 LU/LS. Kecepatan penurunan kekayaan spesies di daerah utara lebih cepat dibandingkan dengan daerah selatan begitu juga dengan tingkat endemisisme (Eggleton 2000). Famili rayap yang banyak ditemukan di kawasan Asia Tenggara (kawasan oriental) khususnya Indonesia adalah Rhinotermitidae, Kalotermitidae dan Termitidae. Di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 200 spesies rayap (Tarumingkeng 1971). Jumlah spesies rayap yang ditemukan di
7
Jawa sebanyak 30 spesies (Gathorne-Hardy et al. 2000), sedangkan menurut Tho (1992) terdapat 54 spesies rayap. Rayap juga dikelompokkan dalam berbagai karakteristik seperti: (1) Rayap dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan habitat yaitu: rayap kayu kering atau dry wood termite (rayap yang bersarang dan beraktivitas di dalam kayu yang kering) dan rayap tanah atau subterranean termite (rayap yang bersarang dan beraktivitas di dalam tanah) (Su & Scheffrahn 2000; Triplehorn & Johnson 2005) serta rayap kayu lembab atau damp wood termite (rayap yang bersarang dan beraktivitas di dalam kayu yang sudah lapuk atau lembab) (Tarumingkeng 1971); (2) Rayap dikelompokkan menjadi enam kelompok berdasarkan tipe makanan (feeding groups) yang terdiri dari: soil feeder (pemakan mineral tanah yang berasal dari bahan berselulosa yang telah lapuk), soil/wood interface-feeders (pemakan kayu yang lapuk), wood feeders (pemakan kayu), litter-foragers (rayap menjelajahi serasah atau kayu kecil dan membawa ke sarang secara temporer), grass-feeders (pemakan rumput, terutama rumput atau batang tumbuhan bawah) dan minor feeding groups (kelompok kecil rayap yang terdiri dari pemakan jamur, alga ataupun lumut kering, pemakan tinja dan rayap yang mencari makan dari sarang spesies rayap lain); (3) Rayap dikelompokkan menjadi empat kelompok berdasarkan struktur (letak) sarang, yaitu: wood nesting (bersarang di dalam kayu), hypogeal nesting (bersarang di dalam tanah), epigeal mounds (sarang berada di permukaan tanah) dan arboreal mounds (sarang berada di pohon) (Biggnel & Eggleton 2000). B. Dasar dan Konsep Bioindikator Bioindikator adalah organisme (atau bagian dari suatu organisme ataupun suatu komunitas organisme) yang dapat memberikan informasi tentang kualitas suatu kondisi lingkungan atau sebagian dari organ lingkungan (Mhatre & Pankhurst 1997; Kettrup 2003) yang digunakan untuk menjelaskan pengaruh perubahan lingkungan pada skala ruang dan waktu (Markert et al. 2003) ataupun kondisi lingkungan sehingga sering diacu sebagai indikasi tekanan lingkungan yang
bersifat
antropogenik
(Franzle
2003).
Lebih
lanjut,
bioindikator
didefinisikan sebagai spesies atau kelompok spesies yang secara cepat dapat menggambarkan
kondisi
lingkungan
baik
abiotik
maupun
biotik
atau
8
menggambarkan dampak perubahan lingkungan dari sebuah habitat, komunitas atau ekosistem atau mengindikasikan keragaman dari kelompok takson, atau keragaman secara keseluruhan di dalam suatu kawasan (McGeoch 1998). Bioindikator adalah organisme yang menunjukan sensitivitas atau toleransi terhadap kondisi lingkungan sehingga memungkinkan untuk digunakan sebagai alat penilai kondisi lingkungan. Spesies indikator adalah spesies yang memiliki amplitudo terhadap satu atau beberapa pengaruh faktor lingkungan yang sempit (McGeoch 1998). Bioindikator dalam penerapan di lapangan dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu: 1. Indikator lingkungan adalah spesies atau kelompok spesies yang tanggap terhadap kondisi lingkungan yang rusak atau perubahan kondisi lingkungan. Organisme ini dapat digunakan untuk menduga dan memantau perubahan kondisi lingkungan. Indikator lingkungan dibagi lagi menjadi lima yaitu sentinels (organisme peka yang dapat diaplikasikan di lapangan sebagai alat peringat dini), detektor (spesies yang secara alamiah terkait dan menunjukan respons biologis terukur terhadap perubahan lingkungan), eksploiter (kehadiran spesies ini memberikan informasi tentang kemungkinan adanya pencemaran dan gangguan pada lingkungan), akumulator (organisme yang mampu menyerap dan mengakumulasi bahan kimia di dalam tubuh sehingga memberikan informasi tentang tingkat pencemaran yang memapar), dan bioassay organisms (organisme yang digunakan sebagai reagen untuk mendeteksi pencemaran atau toksisitas di lingkungan). 2. Indikator ekologis yaitu karakteristik takson atau kelompok yang sensitif untuk mengidentifikasikan faktor tekanan lingkungan, yang menggambarkan pengaruh dari tekanan-tekanan ini terhadap biota dan respons tersebut diwakili oleh sedikit takson yang ada pada habitat tersebut sekaligus memonitor pengaruh penyebab tekanan terhadap perubahan kondisi biota dalam jangka panjang 3. Indikator keanekaragaman hayati adalah kelompok takson atau kelompok fungsional dimana keanekaragaman hayati tersebut dapat menggambarkan beberapa ukuran tentang keanekaragaman hayati (kekayaan spesies, kekayaan
9
sifat dan endemisitas) takson di atasnya dalam sebuah habitat atau kelompok habitat, sehingga fungsinya dapat digunakan untuk mengidentifikasi keanekaragaman hayati ataupun memantau perubahan keanekaragaman hayati. Indikator biodiversitas dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok referensi, kelompok kunci dan kelompok focal McGeoch (1998). Bioindikator
dapat
meliputi
beberapa
variasi
skala
dari
aspek
makromolekul, sel, organ, organisme, populasi, sampai ekosistem. Sehingga bentuk bioindikasi meliputi : (1) reaksi biokima dan fisiologis; (2) penyimpangan bentuk anatomis, morfologis, bioritme dan tingkah laku dari kondisi normal, (3) perubahan floristik, faunistik, dan populasi secara berurutan, (4) perubahan ekosistem ataupun kombinasi ekosistem, (5) perubahan bentuk dan fungsi ekosistem, dan (6) perubahan dari sifat lansekap (Mhatre & Pankhurst 1997). Tipe indikator secara umum dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan respons bioindikator terhadap permasalahan lingkungan (tekanan) yang memapar organisme bioindikator, yaitu: (1) Indikator (kehadiran dan ketidakhadiran bioindikator menyimpulkan tentang permasalahan lingkungan, secara kuantitatif jarang dianalisis). (2) spesies uji (respons spesies ini mengindikasikan tentang permasalahan yang luas, spesies uji umumnya memiliki standardisasi yang tinggi), (3) monitor (menyediakan bukti akan adanya perubahan dan kesimpulan secara kuantitatif biasanya memungkinan jika dilakukan kalibrasi). Monitor terdiri dari monitor aktif (organisme monitor yang tersedia dengan cepat di alam) dan monitor pasif (organisme monitor yang diintroduksi). Monitor pasif terdiri dari reaktor (respons spesies reaktor berupa perubahan fungsi atau reaksi) dan akumulator yang responsnya diamati berdasarkan akumulasi polutan (Hornby & Bateman 1997). Pengembangan sistem bioindikator dapat dilihat sebagai hubungan timbal balik antara faktor lingkungan dengan parameter biologis. Karakteristik biologis diantaranya adalah komposisi spesies, gejala kerusakan suatu organisme, tubuh yang terkontaminasi polutan, induksi dan penghambatan enzim (Straalen 1997). Respons suatu organisme terhadap pengaruh lingkungan dapat diamati dari tingkat molekular sampai dengan tingkat ekosistem (Gambar 3).
10
Ruang (m2)
Waktu (S) Dampak 100
10-9 Ambang batas
tiba-tiba beberapa hari
Gangguan
Reaksi biokimia
Gejala neurologis dan endokrin kemofoto dan geotaksis, orientasi, motilitas
Reaksi fisiologis jam – minggu
Depleksi O2, proses osmotik dan ionik, pengambilan makanan, pencernaan, ekskresi, fotosintesis nitrifikasi
aktivitas enzimatis dan metabolisme, induksi MFO, sintesis asam amino dan hormon steroid, mutasi DNA Reaksi morfologis perubahan jaringan, pembentukan tumor, deformasi
Modifikasi daur kehidupan hari bulan
Embriogenesis, reproduksi, kecepatan pertumbuhan
Perubahan pada tingkat komunitas
bulan tahun
Penyusutan kelimpahan, perubahan struktur umur dan sumber daya genetik Perubahan pada tingkat ekosistem
tahun dekade 109 1010
Perubahan struktur dan dinamika pada komunitas dan ekosistem 103 104
Gambar 3. Tingkat respons sistem biotik terhadap tekanan terkait dengan ukuran dan kompleksitas sistem yang mengalami tekanan (Franzle 2003). Kriteria umum untuk menetapkan suatu organisme digunakan sebagai indikator adalah : (1) takson yang lebih tinggi dan/atau dipilih takson yang telah diketahui secara detail dan memiliki taksonomi yang jelas serta mudah untuk diidentifikasi; (2) biologi organisme tersebut diketahui dengan baik, memiliki respons yang baik terhadap faktor tekanan atau perubahan habitat; (3) organisme tersebut tersedia secara melimpah, mudah disurvei dan dimanipulasi; (4)
11
organisme tersebut terdistribusi dalam ruang dan waktu yang luas atau bersifat kosmopolitan; dan (5) berkorelasi kuat dengan keseluruhan komunitas dan/atau dengan faktor tekanan (Hodkinson & Jackson 2005). C. Ekosistem yang Sehat Ekosistem yang sehat dapat diartikan sebagai suatu ekosistem yang tidak mengalami tanda-tanda terjadinya tekanan (dan atau gangguan). Ekosistem tersebut mampu memulihkan diri secara cepat seperti kondisi semula (kelentingan) dan atau hilangnya resiko atau ancaman gangguan terhadap komposisi, struktur dan fungsi ekologis yang terdapat di dalam ekosistem tersebut (Rapport et al. 1997). Kesehatan ekosistem mengacu pada fungsi-fungsi penting dalam ekosistem tersebut berjalan secara baik dan sempurna. Kesehatan eksosistem berarti juga stabil dan berkelanjutan (Rapport et al. 1998). Kesehatan ekosistem memiliki padanan istilah dengan integritas ekosistem (ecosystem integrity). Karakteristik eksosistem yang sehat adalah: (1) ekosistem tersebut bebas dari sindrom tekanan ekosistem (ecosystems distress syndrome). Pada ekosistem daratan, ekosistem yang mengalami tekanan ditandai dengan peningkatan pencucian unsur hara, penurunan keanekaragaman hayati, perubahan komposisi spesies yang didominasi oleh spesies oportunistik (invansif), dan penurunan produktivitas, serta peningkatan serangan hama dan penyakit dibandingkan dengan ekosistem yang normal; dan (2) ekosistem memperoleh energi dari dalam ekosistem tersebut. Artinya ekosistem tersebut tidak memperoleh subsidi atau bantuan dari manusia untuk meningkatkan produktivitas seperti pemupukan; dan (3) tidak mengganggu sistem di sekitarnya. Misalnya sistem pertanian yang memiliki ekosistem yang sehat seharusnya tidak mencemari daerah aliran sungai yang ada di sekitar ekosistem tersebut (Rapport et al. 1997). Kesehatan eksosistem merupakan perwujudan dari fungsi ekologi. Fungsifungsi penting dari suatu ekosistem merupakan dasar dalam kuantifikasi ekosistem yang baik, seperti perputaran unsur hara, transfer energi yang melibatkan berbagai unsur baik biotik maupun abiotik (Rapport et al. 1997). Penilaian kesehatan ekosistem didasarkan pada tiga parameter yaitu: (1) kelentingan, yaitu kapasitas suatu sistem untuk memelihara struktur dan fungsi-
12
fungsi yang terdapat pada sistem tersebut dari gaya tekanan yang berasal dari luar sistem; (2) organisasi, tingkat keragaman dan kompleksitas interaksi antar komponen ekosistem. Nilai yang dapat digunakan sebagai dasar perhitungan pada tingkat organisasi antara lain: rasio antara spesies r dan spesies k, tingkat eksotisisme, tingkat endemisme, banyaknya spesies spesialis. (3) aktivitas (vigour), merupakan representasi dari metabolisme di dalam ekosistem, produksi primer (Rapport et al. 1998). Indikator ekosistem sehat dapat diamati dari: tingkat struktur vegetasi yang tinggi dan komposisi vegetasi yang seimbang, produktivitas yang tinggi, perputaran unsur hara yang komplit, prevalensi hama dan penyakit pada organisme, keanekaragaman hayati yang tinggi, struktur komunitas yang lengkap dan laju dekomposisi yang cepat (Rapport et al. 1998).
13