II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Waterfront City
2.1.1
Pengertian Waterfront City Kawasan tepian air atau lebih dikenal waterfront merupakan lahan atau
area yang terletak berbatasan dengan air seperti kota yang menghadap laut, sungai, danau atau sejenisnya. Waterfront secara harfiah dapat diartikan sebagai tepi air (water edges) atau badan air (water body). Kota (city) dan waterfront merupakan dua hal yang selalu digunakan secara bersamaan dan tidak dapat dipisahkan pengertiannya. Hal ini dikarenakan suatu kota memiliki potensi air baik berupa sungai, danau, laut dan sebagainya dimana secara geografis membentuk suatu batas peralihan antar daerah perairan dengan daratan yang dikenal sebagai daerah tepi air (water edges), (Breen dan Rigby, 1994). Menurut Carr (1992), bila dihubungkan dengan pembangunan kota, maka kawasan tepi air adalah area yang dibatasi oleh air dari komunitasnya yang dalam pengembangannya mampu memasukkan nilai manusia yaitu melihat kebutuhan manusia akan ruang-ruang publik dan nilai alami. Dengan demikian, pembangunan atau penataan kawasan tepi air berkaitan dengan berbagai aktivitas yang berhubungan dengan tepi atau badan air. Menurut Nugroho (2000) diacu dalam Ayuputri (2006), waterfront merupakan penerapan konsep tepian air (laut, sungai/kanal, atau danau) sebagai halaman depan, tempat tepian air tersebut dipandang sebagai bagian lingkungan yang harus dipelihara, bukan halaman belakang yang dipandang sebagai tempat pembuangan. Dapat disimpulkan bahwa pengembangan waterfront city adalah pengembangan kegiatan yang berorientasi ke badan air (waterfront), yang bertujuan
untuk
menampung
aktivitas
warga
perkotaan
dengan
tetap
melestarikan dan memberikan sumbangan pada kualitas lingkungan yang lebih baik dengan cara penataan ruang dan bangunan di tepi air. 2.1.2
Pengembangan Kawasan Tepi Air Tsukio
(1984)
mengemukakan
waterfront
berdasarkan
tipe
pengembangannya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: 1. Konservasi adalah pengembangan yang bertujuan untuk memanfaatkan kawasan tua atau kuno yang berada di tepi air dimana masih terdapat potensi
6
yang dapat dikembangkan secara optimal sehingga dapat dinikmati masyarakat. Contoh Venice waterfront, Italia. 2. Redevelopment
adalah
upaya
menghidupkan
kembali
fungsi-fungsi
waterfront lama yang sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan masyarakat dengan mengubah atau membangun kembali fasilitas-fasilitas yang ada seperti Memphis-Tennessee Riverfront Redevelopment. 3. Development adalah upaya menciptakan waterfront dengan cara penataan kawasan yang berada di tepian air yang memenuhi kebutuhan kota saat ini dan masa depan. Penataannya beriorientasi pada fungsi-fungsi yang mengarah kepada publik dalam skala dan konteks kota seperti Portland Waterfront Development. 2.1.3
Konsep Waterfront City Berdasarkan konsep waterfront city, suatu kota dapat berada di tepi
laut/pantai, di tepi sungai/kanal, atau di tepi danau ), (Breen dan Rigby, 1996). 1. Tepi laut/pantai. Toronto dan Yunani merupakan contoh kota yang berada di tepi laut, Bangkok sebagai contoh kota yang berada di tepi sungai, dan Amsterdam merupakan contoh kota yang berada di tepi kanal. Menurut Laidley (2007), Kota Toronto yang direncanakan oleh Toronto Waterfront Revitalization Corporation merupakan pengembangan kota tepi laut yang memposisikan
kawasan
tepi
laut
sebagai
bagian
penting
dalam
perkembangan perekonomian kota dan menjadikan kawasan tepi laut Toronto sebagai pintu gerbang baru ke Canada. Kota-kota di Yunani juga merupakan contoh pengembangan kota dengan konsep waterfront city. Pengembangan kembali (redevelopment) bertujuan memperbaiki kualitas ruang inti dari kota-kota di Yunani dan mengembangkan pariwisata sesuai karakteristik waterfront (Gospodini, 2001). 2. Tepi sungai/riverfront. Menurut Wijanarka (2008), Bangkok sebagai kota tepi sungai didesain dengan konsep waterfront yang terlihat dari adanya tiga kanal yang menghubungkan Sungai Chao Phraya, adanya jalan darat di tepi Sungai Chao Phraya yang didesain mengikuti pola sungai, dan adanya reklamasi di tepi Sungai Chao Phraya yang dipersiapkan untuk lahan rumah tinggal bagi para pendatang. 3. Kota Amsterdam yang berawal dari permukiman nelayan yang terletak di muara Sungai Amstel didesain dengan sistem kanal. Selain itu, bangunan
7
kota juga didesain dengan setting mengikuti pola kanal dengan arah bangunan ke arah kanal. 2.1.4
Konsepsi Dasar Kota Sungai (Riverfront City) Kota sungai (riverfront city) merupakan salah satu dari urban waterfront
development. Riverfront city adalah kota atau kawasan yang berada pada ambang, dilalui dan mempunyai hubungan kuat dengan badan sungai di dalam ruang perkotaan. Elemen sungai merupakan bagian terpenting dalam bentukan riverfront city. Karakteristik dasar sungai sangat berpengaruh terhadap struktur kota secara keseluruhan. Dengan mengetahui bentuk dasar sungai akan membantu dalam menentukan arah perbaikan dan perkembangan sungai di kawasan yang mengalami degradasi fisik (Mursalianto, 2002). Riverfront city dengan segala kekahasannya tidak terlepas dari aspek tata ruang perkotaan yang melingkupi ruang perkotaan tersebut. Tinjauan aspek fisik, fungsional dan normatif terhadap pengembangan riverfront city akan membantu dalam merumuskan elemen penting pembentuk riverfront city yang dikaitkan dengan elemen indentitas kota sungai tersebut. Perumusan kriteria dari elemen pembentuk identitas riverfront city didasari oleh perbedaan yang nyata antara kota yang satu dengan kota yang lain (Bishop, 2000 dalam Mursalianto 2002) yang meliputi fisik dasar sungai, budaya sungai dan peran fungsi penting sungai terhadap perkembangan riverfront city. Indikator kajian normatif pembentuk riverfront city dapat dilihat pada Tabel 1.
8
Tabel 1 Indikator elemen pembentuk riverfront city Kriteria Fisik dasar sungai
Norma budaya sungai keruangan
Norma budaya sungai bukan keruangan Perkembangan fisik kota
Pola pemanfaatan sungai dalam kota
Pemanfaatan lahan
Akses dan sirkulasi kota
Aspek visual Aspek lansekap
Konteks Sungai Indikator Elemen Pengembangan Riverfront City • Terdapatnya sungai yang masih aktif dan berperan dalam perkembangan kota. • Elemen fisik dasar sungai terdiri dari badan sungai, sempadan, penghijauan dan daerah banjir. • Adanya kelompok-kelompok permukiman sesuai dengan budaya penghuni. • Bangunan pemerintahan memeliki makna sejarah dan kultural yang berorientasi ke sungai. • Adanya pasar yang merupakan wadah interaksi masyarakat yang berorientasi ke sungai. • Bangunan ibadah sebagai landmark yang bernilai sejarah, kultural dan keagamaan yang berorientasi ke sungai. • Adanya komunitas pengguna sungai yang menjadikan sungai sebagai pemenuhan utama kebutuhan sehari-hari. • Tahap awal perkembangan kota, sungai merupakan sumber air untuk keperluan hidup masyarakat. • Orientasi bangunan penduduk ke arah sungai, sempadan sungai, dan di atas air. • Sungai berfungsi sebagai sarana pengangkutan (perdagangan). • Tumbuhnya jaringan jalan sebagai alternatif, orientasi bangunan umum menghadap ke jalan. • Adanya pemanfaatan lahan dan air untuk permukiman di bantaran sungai, sepanjang sungai, dan di atas sungai. • Adanya pelabuhan, terminal, dermaga, halte sungai, dengan berbagai skala pelayanan pengguna. • Adanya ruas sungai yang berfungsi sebagai pengendali banjir. • Adanya pabrik yang berlokasi di sepanjang sungai. • Penggunaan air oleh rumah tangga dan industri yang masih aktif sampai sekarang. Standar kualitas untuk kebutuhan ini adalah kategori B. • Masih adanya pemanfaatan sungai sebagai mata pencaharian nelayan sungai. Standar kualitas untuk kebutuhan ini adalah kategori C. • Adanya obyek wisata di sepanjang sungai. • Adanya fungsi sungai sebagai batasan wilayah administrativ. Konteks Perkotaan • Sebagian peran dan fungsi sungai terkait erat dengan pemanfaatan lahan kota seperti pertokoan, pusat pemerintahan lokal, pusat jasa dan lain sebagainya. • Ragam pengguna diklasifikasikan menjadi dua yaitu komunitas darat dan komunitas sungai. • Kemudahan pencapaian dikaitkan dengan jaringan jalan pusat kota menuju sungai dari berbagai arah. • Moda angkutan. Tersedianya angkutan umum baik sungai maupun darat. • Akses pedestrian. Adanya akses untuk pejalan kaki di sepanjang sungai dan menyeberangi sungai. • Lalu lintas perdagangan. Adanya nilai-nilai ekonomi sungai sebagai bagian dari ekonomi kota. • Perparkiran. Adanya parkir yang cukup pada kawasan pusat kota yang menunjang fungsi sungai. • Mempunyai konsep panorama, vista, skyline, frame dan space series yang berhubungan postif dengan sungai. • Design penataan kota seperti penataan muka jalan, ketinggian dan masa bangunan memperhatikan daya dukung sungai.
Sumber: Basri (1994), White (1949), Rapaport (1977) dan Torre (1989) dalam Mursalianto (2002).
2.1.5
Tipologi Pengembangan Waterfront City Menurut Breen dan Rigby (1996), waterfront berdasarkan fungsinya dapat
dibedakan menjadi empat jenis, yaitu mixed-used waterfront, recreational waterfront, residential waterfront, dan working waterfront. Mixed-used waterfront
9
adalah waterfront yang merupakan kombinasi dari perumahan, perkantoran, restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayaan. Recreational waterfront adalah semua kawasan waterfront yang menyediakan sarana dan prasana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar. Residential waterfront adalah perumahan, apartemen, dan resort yang dibangun di pinggir perairan. Working waterfront adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial, reparasi kapal pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan. Waterfront terbagi menjadi beberapa tipologi berdasarkan fungsi utama kawasan), yaitu: 1. Kawasan Komersial (Commercial Waterfront) Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan komersial adalah: a. Harus mampu menarik pengunjung yang akan memanfaatkan potensi kawasan pantai sebagai tempat bekerja, belanja maupun rekreasi/wisata b. Kegiatan diciptakan tetap menarik dan nyaman untuk dikunjungi /dinamis c. Bangunan harus mencirikan keunikan budaya setempat dan merupakan sarana bersosialisasi dan berusaha/komersial d. Mempertahankan
keberadaan
golongan
ekonomi
lemah
melalui
pemberian subsidi e. Keindahan bentuk fisik (profil tepi sungai) diangkat sebagai faktor penarik bagi kegiatan ekonomi, sosial dan budaya 2. Kawasan Budaya, Pendidikan dan Lingkungan Hidup (Cultural, Education dan Environmental Waterfront) Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan budaya, pendidikan dan lingkungan hidup adalah: a. Memanfaatkan potensi alam sumber daya alam air untuk kegiatan penelitian budaya dan konservasi b. Menekankan pada kebersihan badan air dan suplai air bersih yang tidak hanya untuk kepentingan kesehatan saja tetapi juga untuk menarik investor c. Diarahkan untuk menyadarkan dan mendidik
masyarakat tentang
kekayaan alam yang perlu dilestarikan dan diteliti d. Kebudayaan masyarakat harus dilestarikan dan dipadukan dengan pengelolaan
lingkungan
didukung
kesadaran
melindungi
atau
10
mempertahankan keutuhan fisik badan air untuk dinikmati dan dijadikan sebagai wahana pendidikan e. Perlu ditunjang oleh program-program pemanfaatan kawasan, seperti penyediaan sarana untuk upacara ritual keagamaan, sarana pusat-pusat penelitian yang berhubungan dengan spesifikasi kawasan tersebut f. Perlu upaya pengaturan/pengendalian fungsi pemanfaatan air/badan air 3. Kawasan Peninggalan Sejarah (Historical/Herritage Waterfront) Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan peninggalan sejarah adalah: a. Pelestarian
peninggalan-peninggalan
bersejarah
(landscape,
situs,
bangunan, dll) dan/atau merehabilitasinya untuk penggunaan berbeda b. Pengendalian
pengembangan
baru
yang
kontradiktif
dengan
pembangunan yang sudah ada guna mempertahankan karakter kota c. Program-program
pemanfaatan
ruang
kawasan
ini
dapat
berupa
pengamanan pantai dengan pemecah gelombang untuk mencegah terjadinya abrasi, pembangunan tanggul, polder dan pompanisasi untuk menghindari terjadinya genangan pada bangunan bersejarah, dll 4. Kawasan Rekreasi/Wisata (Recreational Waterfront) Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan rekreasi adalah: a. Memanfaatkan kondisi fisik pantai, sungai untuk kegiatan rekreasi (indoor/outdoor) b. Pembangunan
diarahkan
di
sepanjang
badan
air
dengan
tetap
mempertahankan keberadaan terbuka c. Perbedaan budaya dan geografi diarahkan untuk menunjang kegiatan pariwisata terutama pariwisata perairan d. Kekhasan arsitektur lokal dapat dimanfaatkan secara komersial guna menarik pengunjung 5. Kawasan Pemukiman (Resedential Waterfront) Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan pemukiman adalah: a. Perlu keselarasan tata air, budaya lokal serta kepentingan umum b. Pengembangan kawasan permukiman dapat dibedakan atas kawasan permukiman penduduk asli dan kawasan permukiman penduduk baru
11
c. Pada permukiman/perumahan nelayan harus dilakukan upaya penataan dan perbaikan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kawasan. Penempatan perumahan nelayan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumber daya sekitar dan market hasil budaya perikanan d. Program pemanfaatan kawasan yang dapat diterapkan untuk kawasan permukiman penduduk asli (lama) antara lain dengan revitalisasi bangunan, penyediaan utilitas, sarana air bersih, air limbah dan persampahan, penyediaan dramaga perahu serta pemeliharaan drainase e. Program pemanfaatan kawasan yang dapat diterapkan untuk kawasan permukiman baru antara lain adalah dengan memberi ruang untuk public access ke badan air, pengaturan pengambilan air tanah, reklamasi, pengaturan batas sempadan dari badan air, serta program penghijauan sempadan 6. Kawasan
Pelabuhan
dan
Transportasi
(Working
and
Transportation
Waterfront) Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan pelabuhan dan transportasi adalah: a. Pemanfaatan potensi pantai dan sungai sebagai kegiatan transportasi, pergudangan dan industri b. Pengembangan kawasan diutamakan untuk menunjang program ekonomi kota (negara) dengan memanfaatkan kemudahan transportasi air dan darat c. Pembangunan kegiatan industri harus tetap mempertahankan kelestarian lingkungan hidup d. Program pemanfaatan ruang yang dapat diterapkan adalah pembangunan dermaga, sarana penunjang pelabuhan (pergudangan), dan pengadaan fasilitas transportasi 7. Kawasan Pertahanan dan Keamanan (Defence Waterfront) Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan kawasan pertahanan dan keamanan adalah: a. Dipersiapkan khusus untuk kepentingan pertahanan dan keamanan bangsa/negara b. Perlu dikendalikan untuk alasan hankam dengan dasar peraturan khusus c. Pengaturan tata guna lahan untuk kebutuhan dan misi hankam negara
12
2.2.
Analisis Stakeholders Stakeholders merupakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
pengelolaan taman nasional, yang mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh tujuan pengelolaan taman nasional tersebut, baik individu, kelompok ataupun organisasi. Sementara itu, Eden and Ackermann dalam Bryson (2004) menyebutkan bahwa stakeholders merupakan orang atau kelompok yang mempunyai power (kekuatan) untuk mempengaruhi secara langsung masa depan suatu organisasi. Dalam menentukan para stakeholders, harus dilakukan secara teliti. Hal ini dikarenakan berpotensi mengesampingkan kelompok yang sebenarnya relevan dengan permasalahan utama, yang berakibat pada biasnya hasil penelitian. Oleh karena itu Reed et al. (2009) menyebutkan bahwa analisis stakeholders perlu dilakukan dengan: 1) mendefinisikan aspek-aspek fenomena alam dan sosial yang dipengaruhi oleh suatu keputusan atau tindakan; 2) mengidentifikasi individu, kelompok dan organisasi yang dipengaruhi atau mempengaruhi fenomena tersebut; dan 3) memprioritaskan individu dan kelompok untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Lebih lanjut, analisis stakeholders mempelajari bagaimana manusia berhubungan satu sama lain dalam pemanfaatan suberdaya alam dengan cara memisahkan peran stakeholders ke dalam rights (hak), responsibilities (tanggung jawab), revenues (pendapatan) serta relationship (menilai hubungan antar peran tersebut) (Mayers 2005; Reed et al. 2009). Menurut
Groenendijk
(2003)
keberhasilan
suatu
kegiatan
sangat
bergantung pada keterlibatan stakeholders kunci pada saat perancangan dan perencanaan. Kegagalan dari pengambil kebijakan dan perencana untuk mengenali perbedaan dan potensi konflik ketertarikan stakeholders sering mengarah pada perlawanan terhadap kebijakan kegiatan diakibatkan oleh kegagalan dalam mempertemukan tujuan mereka. Keterlibatan langsung dari stakeholders kunci yang memiliki hubungan dengan analisis masalah dan kegiatan perencanaan kedepan menciptakan rasa kepemilikan dan komitmen pada proses perencanaan yang akan berkontribusi terhadap keberhasilan suatu kegiatan. Analisis stakeholders memberikan hasil berupa pemahaman tentang tujuan dan ketertarikan dari berbagai macam stakeholders. Analisis ini menggunakan keragaman ketertarikan tersebut sebagai titik awal.
13
2.3.
Analisis Hierarki Proses (AHP) Analytical Hierachy Process yang dikenal dengan Proses Hierarki Analitik
(PHA) atau Analisis Jenjang Keputusan (AJK), pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari University of Pittsburg, USA. Kelebihan dari AHP adalah kemampuannya jika dihadapkan pada situasi kompleks yang tidak terkerangka. Situasi ini terjadi jika data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi sangat minim atau tidak ada sama sekali. Data yang diperlukan kalaupun ada hanya bersifat kuantitatif yang mungkin didasari oleh persepsi, pengalaman, ataupun intuisi. Permasalahan yang dihadapi dapat dirasakan dan dapat diamati, namun kelengkapan data numerik yang berupa angka-angka tidak menunjang untuk membetuk model secara kuatitatif. Kekuatan AHP juga terletak pada pendekatannya yang bersifat holistik yang menggunakan logika, pertimbangan berdasarkan intuisi, data kuatitatif dan preferensi kualitatif (Saaty,1993). Sehingga AHP banyak digunakan untuk banyak kriteria perencanaan, alokasi sumberdaya, dan penetuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki dalam suatu konflik (Saaty, 1991). Beberapa keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah sebagai berikut (Saaty,1991): 1.
AHP member model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk beragam persoalan yang tidak terstruktur.
2.
AHP memadukan ancaman deduktif dan rancangan berdasarkan system dalam memecahkan persoalan kompleks.
3.
AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu system dan tidak memaksakan pemikiran linier.
4.
AHP mencerminkan kecendrungan alami pikiran untuk memilih elemenelemen suatu sistem dalam berbagai tingkatan yang berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkatan.
5.
AHP memberikan suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud untuk mendapat prioritas.
6.
AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang perbaikan setiap alternatif.
7.
AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam berbagai proiritas.
14
8.
AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor system dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuantujuan mereka.
9.
AHP tidak memaksa konsensus tapi menganalisis suatu hasil yang representatif dari penilaian yang berbeda-beda.
10. AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan serta pengertian mereka melalui pengulangan.
15