6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Universitas Terbuka (UT) Sebagai Perguruan Tinggi Jarak Jauh (PTJJ) Sejak diresmikan oleh Presiden RI pada tanggal 4 September 1984, UT tetap merupakan Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia yang sepenuhnya menerapkan Pendidikan Terbuka dan Jarak Jauh (PTJJ). Pendirian UT ini berdasarkan tuntutan masyarakat yang semakin meningkat, namun terkendala oleh peluang, waktu, dan tempat yang tidak dapat diberikan oleh Perguruan Tinggi tatap muka, sehingga mendorong pemerintah untuk menerapkan PTJJ. Upaya untuk menerapkan sistem PTJJ makin terasa signifikan dalam suasana ekonomi Indonesia yang belum dapat dikatakan baik. Berdasarkan definisi para pakar dan tradisi praktis mengenai Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) (Keegan dalam Andriani 2003) mengembangkan definisi sistem PJJ yang memiliki enam karakteristik sebagai berikut. 1.
Adanya keterpisahan antara pengajar dengan peserta ajar, hal ini yang membedakan PJJ dengan pengajaran tatap muka.
2.
Ada pengaruh dari suatu organisasi pendidikan yang membedakannya dengan belajar sendiri di rumah.
3.
Penggunaan beragam media (tercetak, terekam, dan tersiar) untuk menjembatani pengajar dan peserta ajar dalam suatu interaksi pembelajaran.
4.
Penggunaan komunikasi dua arah sehingga peserta ajar dapat menarik manfaat dan melakukan dialog apabila diperlukan.
5.
Kemungkinan pertemuan secara temporer untuk keperluan pembelajaran dan sosialisasi (pembelajaran diarahkan kepada individu-bukan kepada kelompok).
6.
Proses pendidikan yang memiliki bentuk hampir sama dengan proses industri. Sistem PJJ terselenggara karena dilandasi tiga prinsip yang harus dipenuhi
secara konsisten, yaitu otonomi dan kemandirian belajar; penerapan manajemen industri
dalam
pengembangan,
pengadaan
dan
pendistribusian
bahan
pembelajaran; dan interaksi dan komunikasi melalui media (Sewart, Keegan & Holmberg dalam Zuhairi 2004). Sampai saat ini ketiga prinsip tersebut masih
7
tetap relevan untuk diterapkan dalam PJJ dan terus berkembang sesuai dengan penemuan riset terbaru dalam PJJ (Zuhairi 2004). Hakekat PJJ menghendaki terlaksananya proses belajar peserta ajar secara mandiri yang tidak memerlukan ruang kuliah (kampus) secara fisik. Yang diperlukan adalah penyediaan pembelajaran dalam bentuk media oleh penyelenggara pendidikan dan pemberian bantuan belajar. Peserta ajar belajar secara mandiri melalui berbagai media komunikasi dalam skala luas dan berjarak jauh yang difasilitasi oleh pengelola pendidikan. Implikasinya bagi peserta ajar adalah perlunya kesiapan, kesediaan, dan motivasi untuk belajar secara mandiri. Adapun sistem PJJ yang ada saat ini, yang sejak dahulu sampai sekarang dianut oleh UT, memiliki karakteristik yang tercermin dalam Gambar 3 berikut ini. Bahan Ajar
Proses Belajar
Bahan Evaluasi
Pengelolaan RED
Gambar 3 Sistem pendidikan jarak jauh (Andriani 2003) UT menyelenggarakan 2 (dua) program pendidikan, yang diberi istilah Program Non-Pendidikan Dasar (Non-Pendas) dan Program Pendidikan Dasar (Pendas). Program Non-Pendas adalah program pendidikan yang dapat diikuti oleh masyarakat umum kecuali program Non-Pendas FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan). Program Non-Pendas FKIP hanya dapat diikuti oleh mereka yang sudah bekerja sebagai guru. Program Pendas merupakan program yang diselenggarakan secara khusus bagi para guru SD dan guru PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Pada saat ini program studi yang termasuk dalam program Pendas adalah S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dan S1 Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PGPAUD). Kedua jenis program ini mempunyai sistem registrasi dan waktu ujian yang berbeda dengan program Non-Pendas. Dalam Program Non-Pendas semua mata kuliah ditawarkan setiap masa registrasi (semester), sedangkan dalam Program Pendas mata kuliah ditawarkan dalam bentuk paket semester.
8
UT memiliki unit pelaksana teknis di daerah yang dikenal dengan Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ). Adapun fungsi dan tugas UPBJJ-UT adalah sebagai tempat mahasiswa untuk melakukan kegiatan administratif akademik dan kegiatan akademik. Untuk kegiatan sehari-hari, UPBJJ-UT mempunyai tugas penyelenggaraan pelayanan belajar jarak jauh. Dalam menyelenggarakan tugas tersebut UPBJJ-UT mempunyai fungsi pokok yaitu : 1.
Melaksanakan kegiatan administrasi dan humas serta promosi yang di koordinasi oleh Ka. Subbag. Tata Usaha.Melaksanakan kegiatan pelayanan administrasi akademik yang meliputi kegiatan registrasi dan pengujian. Kegiatan ini tidak dilakukan secara bersamaan tetapi sangat berkaitan dan berkesinambungan. Oleh karena itu dapat dikoordinasi oleh satu orang koordinator. Jika beban kerja UPBJJ-UT meningkat karena perubahan jumlah mahasiswa, UPBJJ-UT dapat memecahnya menjadi dua yaitu koodinator registrasi dan koordinator pengujian.
2.
Melaksanakan kegiatan pelayanan bantuan belajar dan layanan bahan ajar yang meliputi pelaksanaan tutorial, dan ekstrakurikuler. Pelaksanaan tutorial di masa yang akan datang diharapkan volumenya akan meningkat yaitu dengan adanya kebijakan baru tentang tutorial dengan rancangan khusus, kegiatan ini cukup dikoordinasi oleh seorang koordinator.
3.
Mengembangkan, membina, dan melaksanakan kerjasama dengan berbagai instansi. Fungsi ini adalah wewenang Kepala UPBJJ-UT yang akan menjadi tidak efektif jika didelegasikan kepada koordinator atau staf lainnya.
2.2. Merek (Brand) Menurut American Marketing Assiciation definisi brand (merek) adalah nama, istilah, tanda, simbol atau rancangan, atau kombinasi hal-hal tersebut yang dimaksud untuk mengidentifikasikan produk atau jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk atau jasa yang dihasilkan pesaing (Kotler dan Keller 2007). Merek juga dapat dipatenkan agar dapat terlindung dari upaya pemalsuan dan pembajakan. Merek berbeda dengan produk. Produk adalah sesuatu yang dihasilkan oleh pabrik, sedangkan merek sesuatu yang dibeli oleh konsumen. Produk boleh saja mati, namun tidak demikian dengan merek. Dengan demikian,
9
citra merek dapat menurun maka diperlukan revitalisasi. Proses penurunan citra dapat saja terjadi karena proses daur hidup (product life cycle), setiap produk atau merek mengalami masa kedewasaan (maturity). Kekuatan merek dapat diukur dengan melihat seberapa besar suatu institusi atau perusahaan bersedia membayar untuk memperkenalkan merek tersebut. Tingginya biaya memperkenalkan merek sekarang ini disebabkan oleh perlunya pengeluaran dana untuk iklan, distribusi, dan promosi. Pembahasan mengenai merek saat ini dapat dibedakan menjadi dua pendekatan, yaitu: 1.
Pembahasan konsep merek yang dikembangkan oleh manajemen, dan
2.
Pembahasan mengenai konsep brand image yang dikembangkan oleh pelanggan. Komunikasi ditujukan untuk membujuk orang agar berfikir, merasa, atau
melakukan tindakan tertentu yang berhubungan dengan suatu merek atau produk, sedangkan pemasaran diartikan sebagai suatu proses sosial dan manajerial di mana individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler dan Keller 2007). Pembahasan konsep yang dikembangkan oleh manajemen adalah berupa pembentukan visi, misi, serta nilai dari suatu merek. Adapun pembentukan oleh pelangggan adalah respon terhadap merek tersebut. 2.3. Jasa Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun. Produksi jasa bisa berkaitan dengan produk fisik atau tidak (Kotler dan Keller 2007). Hal yang menitikberatkan jasa pendidikan tinggi adalah antara lain keluhan konsumen yaitu timbal balik dari layanan dunia pendidikan yang merupakan peran penting untuk menciptakan kualitas layanan (Ng dan Forbes 2008) Karakteristik jasa menurut Griffin dalam Ratnasri dan Mastuti
(2011),
adalah sebagai berikut : 1.
Intangibility (tidak berwujud). Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar, atau dicium sebelum jasa itu dibeli.
10
2.
Unstorability (tidak ada penyimpanan). Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini juga disebut inseparabability (tidak dapat dipisahkan), jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan.
3.
Customization/Variability (variabilitas). Jasa didesain khusus yang memiliki berbagai jenis, tipe untuk kebutuhan pelanggan, sebagaimana pada jasa asuransi dan kesehatan. Menurut
Griffin
dalam
Ratnasari
dan
Mastuti
(2011),
untuk
mengklasifikasi jasa dapat dipandang dari dua hal berikut : a.
Tingkat kontak pelanggan dengan pemberi jasa sebagai bagian dari sistem saat jasa tersebut dihasilkan : 1. Sistem kontak langsung tinggi . Untuk menerima jasa pelanggan harus menjadi bagian dari sistem, misalnya pendidikan, rumah sakit, dan trasportasi. 2. Sistem kontak langsung rendah. Pelanggan tidak perlu menjadi bagian dari sistem untuk menerima jasa, misalnya jasa perbankan, reparasi mobil atau sepeda motor (pelanggan tidak harus kontak pada saat mobil diperbaiki oleh teknisi bengkel).
b.
Melihat kesamaannya dengan operasi manufaktur: 1. Layanan Murni. Jasa yang tergolong kontak lansung dengan tanpa persediaan, dengan kata lain benar-benar beda dengan manufaktur. Contoh : bedah dan potong rambut di salon. 2. Layanan manufaktuf kuasi (semu). Jasa ini mirip dengan manufaktur, karena jasa ini bersifat kontak rendah dan pelanggan tidak harus menjadi bagian dari proses produksi jasa. Contoh : jasa perbankan, asuransi, kantor pos dan pengiriman. 3. Layanan Campuran. Merupakan kelompok jasa dengan tingkat kontak menengah (moderate contact) yang menggabungkan beberapa fitur/sifat layanan murni dan layanan manufatur kuasi (semu). Contoh : jasa bengkel dan pemadam kebakaran. Observasi dan pengamatan terhadap pemain-pemain di sektor jasa
menghasilkan lima langkah untuk sukses didunia jasa adalah sebagai berikut :
11
1.
Memperbaharui penawaran layanan Hal penting yang harus dilakukan adalah penyesuaian dan pembaharuan jasa
yang ditawarkan, daripada melakukan rancangan paket yang sangat sempurna pada peluncuran pertama. Dasarnya, teori pergeseran kurva kebutuhan pelanggan dari kebutuhan untuk melakukan ekspansi jasa menjadi beberapa segmen. Kebutuhan konsumen; Jasa yang ditawarkan harus mengikuti kemauan pasar, serta responsif terhadap masalah. Yang menang adalah yang expansif, terkini, fokus dan mempertahankan jasa yang telah memaksimalkan kepuasan pelanggan. Service extension (perluasan jasa). Perubahan pasar pada jasa adalah sumber kesempatan inovasi dan peningkatan jasa, sementara pada barang sebagai ancaman bagi biaya produksi dan efisiensi pabrik. The key to service enhancement (kunci untuk peningkatan layanan); Peningkatan (perbaikan) merupakan kunci jasa. Disektor jasa, cara yang efektif, efisien, dan merangsang dalam perbaikan jasa adalah pendeteksian masalah. Berdasarkan pengalaman pelanggan, lebih mudah mengatakan masalah mereka daripada mengungkap manfaat yang diterima. 2.
Localizing the point-of-service system (melokalisir sistem point-of-service)
a.
Avalaibility is crucial (pentingnya ketersediaan). Memberikan jasa sesegera mungkin pada saat dibutuhkan, jika lewat maka momennya sudah hilang.
b.
The newspaper illustration (ilustrasi surat kabar). Hal ini dianalogikan dengan distribusi koran menggunakan rak. Intinya adalah semakin banyak rak tempat koran tersebut, maka sirkulasi koran tersebut akan cepat karena pelanggan lebih mudah mendapatkan koran tersebut.
3.
leveraging the service ‘contact’(Pemanfaatan kontak layanan). Maksudnya mencegah larinya pelanggan dengan memberi fasilitas dan kemudahan tertentu, sehingga pelanggan menjadi loyal dan mengurungkan niatnya untuk pindah ke pesaing.
4.
Using information power strategically (menggunakan daya informasi strategis). Menggunakan nilai strategis jasa pada pelanggan sebagai dasar meletakkan strategi bisnis.
12
Dibandingkan dengan strategi pemasaran produk, strategi pemasaran jasa tidaklah cukup dengan menggunakan traditional merketing approach (pendekatan marketing tradisional). Menurut Groonroos (Kotler 2003), dalam pemasaran jasa dibutuhkan tiga jenis pemasaran. COMPANY
Eksternal Marketing
Internal Marketing
EMPLOYEE
CUSTOMER Interactive Marketing
Gambar 4 Tiga tipe pemasaran jasa (Kotler 2003) Yang dimaksud dengan external marketing adalah bagaimana perusahaan menetapkan harga, distribusi, dan mempromosikan jasa kepada pelanggan. Internal marketing berkaitan dengan bagaimana perusahaan melatih dan memotivasi internal customer perusahaan, yaitu karyawan perusahaan tersebut, agar dapat melayani pelanggan dengan baik. Sedangkan yang dimaksud dengan pemasaran interaktif adalah bagaimana kemampuan karyawan menguasai bidangnya dalam menghadapi pelanggan. Kemampuan pekerja ini merupakan ujung tombak perusahaan dalam menjual jasanya. Karena karakteristik jasa yang juga berbeda, maka elemen kontrol perusahaan yang digunakan untuk memuaskan dan berkomunikasi dengan konsumen (dikenal dengan variabel marketing mix) memerlukan modifikasi jika diterapkan dalam pemasaran jasa. Pengembangan strategi marketing mix dalam jasa melalui 8P yaitu Produk, tempat ( dunia maya dan waktu ), harga, promosi, proses, produktivitas dan kualitas, orang, bukti fisik yang merupakan pengembangan dari 4P tradisional (Lovelock & Wright 2007). 2.4. Ekuitas Merek (Brand Equity) Brand atau merek merupakan nama ataupun simbol yang bersifat membedakan, dengan maksud mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang
13
penjual atau sebuah kelompok penjual tertentu. Merek memberi tanda pada konsumen mengenai sumber merek tersebut, dan melindungi konsumen maupun produsen dari para kompetitor yang berusaha memberikan produk yang tampak identik. Brand Equity atau ekuitas merek merupakan seperangkat aset dan liabilitas merek yang berkaitan dengan suatu merek, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang atau jasa kepada perusahaan atau pelanggan perusahaan. (Aaker 1997) Menurut Kotler dan Keller (2007), ekuitas merek adalah keinginan seseorang untuk melakukan pembelian kembali terhadap merek tersebut atau tidak. Oleh karena itu, ukuran dari ekuitas merek berkaitan erat dengan loyalitas pelanggan. Merek yang dimiliki oleh perusahaan dapat menyampaikan 5 tingkat pengertian kepada konsumen, yaitu: 1.
Atribut: merek pertama-tama akan mengingatkan konsumen terhadap artibut yang dimiliki oleh suatu produk.
2.
Manfaat: suatu merek lebih daripada fungsi serangkaian atribut. Perlu diketahui bahwa pada dasarnya konsumen tidak membeli atribut, akan tetapi mereka membeli manfaat. Atribut diperlukan untuk diterjemahkan menjadi manfaat fungsional, terlebih lagi aspek emosional.
3.
Nilai: merek harus dapat mencerminkan sesuatu hal mengenai nilai-nilai pembeli.
4.
Budaya: merek juga mewakili budaya tertentu, yang lebih identik pada customer habit.
5.
Kepribadian: perlu diketahui juga bahwa merek dapat menggambarkan kepribadian dari pemakainya.
14
Gambar 5 Konsep dasar ekuitas merek (Aaker dalam Fayrene Y.L, et al 2011) Sesuai dengan definisi dari brand equity dimana merupakan seperangkat dari aset dan liabilitas, dikelompokan ke dalam lima kategori: 1. Brand Loyalty (Loyalitas merek) 2. Brand Awareness (Kesadaran Nama) 3. Perceived Quality (Persepsi Kualitas) 4. Brand Association (Assosiasi - assosiasi merek) 5. Other Propietary Brand Assets (Royalty, Lisensi, Paten, dan sejenisnya) Konsep ekuitas merek dapat dilihat pada gambar di bawah ini, dimana memperlihatkan bahwa ekuitas merek dapat menciptakan nilai baik bagi pelanggan maupun bagi perusahaan
15
Brand awareness
Perceived
Brand
Brand loyalty
Brand Equity
Proprietary
Value for Company
Value for Customers •
Product interpretation
•
Good decision on choice
•
Self confidence on buying
•
Efficiency on marketing program
•
Profit
•
Brand expansion
•
Competitive margin
Gambar 6 Konsep brand equity (Aaker 1997) 2.5. Peran Brand Equity Ekuitas merek memiliki peran yang dapat dilihat dari sisi konsumen maupun perusahaan (Aaker 1997). Secara umum, apabila dilihat dari sisi konsumen, ekuitas merek dapat menambah maupun mengurangi nilai yang dirasakan oleh konsumen. Ekuitas merek dapat memberikan nilai lebih sehingga menambah rasa percaya diri konsumen dalam melakukan keputusan pembelian. Nilai tersebut diperoleh dari pengalaman setelah menggunakan produk atau jasa dan pengetahuan konsumen akan karakteristik yang dimiliki produk dan jasa tersebut. Merek-merek memiliki kekuatan dan nilai yang berbeda satu sama lain di pasar. Pada suatu keadaan yang ekstrem ada suatu merek yang tidak dikenal oleh konsumen. Kemudian ada merek yang mana konsumen memiliki pengenalan yang cukup baik atas merek tersebut. Merek yang kuat adalah merek yang memiliki ekuitas yang tinggi (Aaker 1997). Semakin tinggi ekuitas merek, maka semakin tinggi kesetiaan merek, kesadaran nama, mutu yang diyakini, hubungan merek yang kuat, dan asset lainnya seperti paten, trademark, dan channel distribution. Peran brand equity bagi perusahaan yaitu dapat membantu perusahaan dalam meningkatkan marjinal arus kas melalui penambahan nilai dari produk atau jasa yang ditawarkan kepada konsumen. Ekuitas merek yang tinggi memberikan keuntungan-keuntungan kompetitif bagi perusahaan yaitu:
16
1.
Perusahaan akan menikmati biaya pemasaran yang lebih kecil karena tingkat kesadaran dan kesetiaan merek konsumen yang tinggi.
2.
Perusahaan akan mempunyai posisi yang lebih kuat dalam bernegosiasi dengan distributor dan pengecer karena pelanggan mengharapkan mereka mempunyai merek tersebut.
3.
Perusahaan dapat mengenakan harga yang lebih tinggi daripada pesaingnya karena merek tersebut memiliki mutu yang diyakini lebih tinggi.
4.
Perusahaan lebih mudah meluncurkan perluasan merek karena merek tersebut memiliki kredibilitas tinggi.
5.
Dan yang paling penting adalah merek memberikan pertahanan terhadap persaingan harga yang ganas.
2.6. Ekuitas Merek Sepuluh (Brand Equity Ten) Brand Equity Ten dikembangkan oleh Aaker (1997) sebagai perluasan dari konsep model ekuitas merek. Dalam model Brand Equity Ten, pengukuran dikelompokkan dalam lima kategori. Empat kategori yang pertama mewakili persepsi konsumen tentang suatu merek melalui empat dimensi ekuitas merek, yaitu kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek. Kategori kelima meliputi pengukuran dua jenis perilaku pasar, dan bukan langsung dari konsumen. Secara lengkap kelima kategori tersebut adalah awareness measures, associations measures, perseived quality measures, loyalty measures, dan market behaviour measures. Berikut adalah pembagian elemen ekuitas merek berdasarkan pembagian kategori (Aaker 1997) : Awereness measures 1.
Brand awereness (kesadaran merek)
Association measures 2.
Perceived value (persepsi nilai)
3.
Brand personality (kepribadian merek)
4.
Organizational associations (asosiasi organisasi)
Perceived quality/leadership measures
5.
Perceived quality (persepsi kualitas)
6.
Leadership/popularity (kepemimpinan/loyalitas)
17
Loyalty measures 7.
Price premium (harga optimum)
8.
Customer satisfaction/loyalty (kepuasan/loyalitas)
Market behaviour measures 9.
Market share (pangsa pasar)
10. Market price & distribution coverage (harga pasar & jangkauan distribusi) 2.6.1. Kesadaran Merek (Brand Awareness) Kesadaran merek sangat penting karena sangat tidak mungkin dapat dibicarakan apabila masyarakat tidak sadar akan adanya merek. Kesadaran (awareness) menggambarkan keberadaan merek didalam pikiran konsumen, yang dapat menjadi penentu dalam beberapa kategori dan biasanya mempunyai peranan kunci dalam brand equity. Jika kesadaran itu sangat rendah maka hampir dipastikan bahwa ekuitas mereknya juga rendah. Kesadaran merek memiliki tingkat kesadaran seperti piramida di bawah ini :
Gambar 7 Tingkat brand awareness (Aaker 1997) Kesadaran merek merupakan penentu utama yang di identifikasi di hampir semua model ekuitas merek (Aaker 1991, Kapferer 1991, Keller 1992, Agarwal dan Rao 1996, Marshall dan Keller 1999, Mackay 2001 dalam Fayrene dan Lee, 2011). Keller (2003) dalam Fayrene dan Lee (2011) mendefenisikan kesadaran merek sebagai kemampuan pelanggan untuk mengingat dan mengenali merek yang tercermin dari kemampuan mereka untuk mengidentifikasi merek dalam kondisi yang berbeda dan untuk menghubungkan nama merek, logo, simbol, dan sebagainya untuk asosiasi tertentu dalam memori.
18
Peran Kesadaran merek dalam ekuitas merek bergantung pada tingkatan akan pencapaian kesadaran di benak konsumen. Tingkatan paling rendah adalah unaware of brand (tidak menyadari merek), dimana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek. Tingkatan paling rendah kedua adalah brand recognition (pengenalan merek), dimana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall). Tingkat berikutnya adalah brand recall (pengingatan kembali merek) atau mengingat merek kembali tanpa bantuan (unaided recall). Tingkat yang paling tinggi adalah top of mind (puncak pikiran), adalah merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen. 2.6.2. Persepsi Nilai (Perceived value) Persepsi nilai mencerminkan perasaan konsumen atau pelanggan secara menyeluruh mengenai suatu merek. Untuk itu diperlukan pengukuran terhadap dimensi yang terkait dengan karakteristik produk atau jasa. Jika merek tidak menghasilkan nilai, biasanya ia mudah diserang oleh pesaing. Ukuran nilai menghasilkan indikator singkat tentang sukses suatu merek dalam menciptakan nilai proposisi. Dengan berfokus pada nilai lebih manfaat fungsional, suatu pengukuran dapat diaplikasikan pada berbagai kelas produk. Persepsi nilai dapat diukur dengan memperhatikan : 1.
Apakah suatu merek membuktikan bahwa nilainya sesuai dengan uang yang dikeluarkan konsumen.
2.
Apakah ada alasan untuk memilih merek ini dibandingkan merek yang lain.
2.6.3. Kepribadian Merek (Brand Personality) Kepribadian merek akan melibatkan dimensi yang unik untuk sebuah merek. Sebuah kata yang digunakan untuk menggambarkan seseorang dapat pula dipakai untuk menggambarkan suatu merek. Yang terutama, kepribadian sebuah merek dapat digambarkan dengan demografi (usia, jenis kelamin, kelas sosial, ekonomi dan ras), gaya hidup (aktifitas, kegemaran, pendapat) atau ciri pembawaan (tertutup, dependen). 2.6.4. Asosiasi Organisasi (Organizational Associations) Dimensi lain dari identitas merek adalah merek sebagai suatu organisasi, yang menjadi penentu diferensiasi. Asosiasi organisasi akan menjadi faktor yang
19
penting, jika merek yang kita miliki mirip dalam hal atribut dengan merek lainnya, atau jika organisasi merupakan hal penting untuk dilihat atau jika memang merek perusahaan terlibat.
Gambar 8 Unsur-unsur asosiasi organisasional (Durianto, et al 2004) Unsur-unsur asosiasi organisasional adalah : 1.
Orientasi pada masyarakat/komunitas (sociaety/community orientation) Organisasi yang baik dapat dibuktikan melalui banyak hal seperti peka
terhadap
lingkungan,
mensponsori
kegiatan
amal,
memperlakukan
para
pekerja/karyawan dengan layak. Organizational Associations sangat diperlukan dalam mengembangkan asosiasi yang berorientasi pada komunitas/masyarakat, dan tentu saja mempertinggi loyalitas konsumen walaupun sangat sulit untuk menyatakan besaran loyalitas itu. 2.
Persepsi Kualitas (perceived quality) Kualitas dapat dikomunikasikan secara langsung dengan demonstrasi atau
argument bahwa sebuah atribut produk lebih unggul dibanding yang dimiliki pesaing. Banyak perusahaan berkomitmen pada kaulitas atau ingin menjadi yang terbaik. Assosiasi organisasi menjadi sarana yang baik untuk mengkomunikasikan kualitas yang dapat dipercaya dan selanjutnya membantu mengembangkan kualitas.
20
3.
Inovasi Inovasi boleh jadi adalah asosiasi merek kunci bagi suatu perusahaan
terutama persaingan didalam kelas produk dimana teknologi dan inovasi menjadi penting bagi konsumen. Pada suatu waktu selalu ada konsumen yang merasa tidak sesuai atau tidak yakin, sehingga kualitas pada dimensi yang tidak berwujud seperti inovasi akan memberikan keuntungan. Inovasi juga dapat menjadi sarana untuk membuat merek produk tampil lebih modern dan up to date. 4.
Perhatian pada pelanggan (concern for custumers) Banyak perusahaan selalu menempatkan konsumen pada tempat pertama
sebagai nilai inti. Beberapa merek perusahaan melihat konsep “persahabatan” sebagai elemen identitas merek perusahaan. Hal ini mengimplikasikan bahwa merek tersebut akan memberikan yang diinginkan oleh konsumen. 5.
Keberadaan dan keberhasilan (presence & success) Berbisnis dengan organisasi yang mempunyai sumber daya yang mendukung
produk dan sejarah panjang dalam berbisnis dan dapat memberikan rasa aman. Sukses juga menciptakan rasa percaya diri bagi konsumen yang telah memilih produk tersebut. 6.
Lokal vs Global Satu pilihan strategi di deferensiasi adalah membuat satu merek lokal dari
perusahaan lokal. Menjadi lokal terutama efektif bila program pemasaran pesaing global tidak peka atau tidak sejalan dengan selera lokal. Usaha yang serius untuk berlaku lokal juga dapat menghasilkan pengertian yang lebih baik mengenai kebutuhan dan kebiasaan lokal. Pilihan identitas lain adalah menjadi global. Sebuah merek global memberikan sinyal umur panjang, sumber daya untuk investasi merek, dan komitmen terhadap masa depan merek. Sebuah perusahaan global akan dianggap lebih maju secara teknologi, yaitu mampu berinvestasi di R & D dan mendatangkan kemajuan dinegara dimana mereka berkopetisi. Sebuah merek global juga mempunyai prestise karena mampu berkopetisi secara sukses dalam pasar yang berbeda.
21
2.6.5. Persepsi Kualitas (Perceived Quality) Persepsi kualitas merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan maksud yang diharapkannya (Aaker 1997). Persepsi kualitas adalah salah satu kunci dimensi ekuitas merek. Persepsi kualitas mempunyai atribut penting yang dapat diaplikasikan dalam berbagai hal.
Gambar 9 Nilai-nilai persepsi kualitas (Durianto, et al 2004) Dalam Gambar 9 menggambarkan nilai-nilai dari persepsi kualitas dalam bentuk : 1.
Alasan untuk membeli Konsumen sering kali tidak termotivasi untuk mendapatkan dan menyaring informasi yang mungkin mengarah kepada objektifitas pada kualitas. Karena terkait dengan keputusan-keputusan pembelian persepsi kualitas mampu mengefektifkan semua elemen program pemasaran. Apabila kesan kualitas tinggi kemungkinan periklanan dan promosi yang dilancarkan efektif.
2.
Diferensiasi/posisi Suatu karakteristik penting dari merek adalah posisinya dalam dimensi persepsi kualitas yaitu apakah merek tersebut super optimum, optimum, bernilai atau ekonomis. Juga berkenaan dengan persepsi kualitas apakah merek tersebut terbaik atau sekedar kompetitif terhadap merek-merek lain.
22
3.
Harga optimum Keuntungan persepsi kualitas memberikan pilihan-pilihan dalam penetapan harga optimum (price premium). Harga optimum bisa meningkatkan laba dan/atau memberikan sumber daya untuk reinvestasi pada merek tersebut.
4.
Minat saluran distribusi Persepsi kualitas juga punya arti penting bagi para pengecer, distributor, dan berbagai pos saluran lainnya. Pos saluran distribusi dimotivasi untuk menyalurkan merek-merek yang diminati oleh konsumen.
5.
Perluasan merek Sebuah merek yang kuat dalam hal persepsi kualitas dapat di eksploitasi untuk meluaskan diri lebih jauh, dan akan mempunyai peluang sukses yang lebih besar dibandingkan merek dengan persepsi kualitas yang lemah. Ada beberapa syarat agar perluasan merek tersebut berhasil, yaitu : merek tersebut harus kuat; merek tersebut masih bisa diperluas; dan keeratan hubungan antara kategori produk yang satu dengan yang lainnya.
2.6.6. Kepemimpinan/Popularitas (Leadership/Popularity) Kepemimpinan mempunyai tiga dimensi: 1.
Menggambarkan bagian dari sindrom “nomor satu”. Artinya, jika cukup banyak konsumen ikut berperan dalam konsep merek dan membuatnya menjadi sales leader, merek tersebut pasti memiliki suatu kelebihan.
2.
Kepemimpinan menarik dinamika consumer acceptance, yaitu fakta bahwa setiap orang selalu ingin popular dan tidak ingin melawan arus.
3.
Kepemimpinan menimbulkan inovasi didalam kelas produk dimana suatu merek bergerak mendahului teknologi.
2.6.7. Harga optimum (Price premium) Indikator dasar loyalitas adalah jumlah konsumen yang bersedia membayar untuk sebuah merek dibandingkan untuk merek lain yang menawarkan manfaat yang sama atau sedikit lebih rendah. Harga optimum dapat menjadi satu-satunya pengukuran ekuitas merek yang terbaik yang tersedia, karena pengukuran ini langsung menangkap konsumen yang loyal, secara logis mereka bersedia untuk membayar lebih tinggi (harga optimum),
23
jika mereka tidak bersedia membayar lebih tinggi, tingkat loyalitas mereka rendah. 2.6.8. Kepuasan/Loyalitas (Satisfaction/loyalty) Kepuasan adalah pengukuran secara langsung bagaimana konsumen tetap loyal kepada suatu merek. Kepuasan terutama menjadi pengukuran dibisnis jasa. Sementara itu, loyalitas merupakan hasil akumulasi pengalaman penggunaan produk. Tingkat loyalitas merek adalah sebagai berikut :
Gambar 10 Tingkat loyalitas merek (Aaker 1997) 1.
Swicher/price buyer (pembeli yang berpindah-pindah) adalah tingkat loyalitas yang paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen berpindah dari suatu merek ke merek lain mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal, semua merek dianggap memadai. Dalam hal ini merek memegang peranan yang kecil dalam keputusan pembelian. Ciri paling jelas dalam kategori ini adalah mereka membeli merek tersebut karena banyak konsumen lain membeli merek tersebut karena harganya murah.
2.
Habitual buyer (pembeli yang bersifat kebiasaan) adalah pembeli yang tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengkonsumsi suatu merek produk. Tidak ada alasan yang kuat baginya untuk membeli merek produk lain atau berpindah merek, terutama jika peralihan itu membutuhkan usaha, biaya, atau pengorbanan lain. Jadi ia membeli merek karena suatu kebiasaan.
3.
Satisfied buyer (pembeli yang puas dengan biaya peralihan) adalah kategori pembeli yang puas dengan merek yang mereka konsumsi. Namun mereka dapat saja berpindah merek dengan menanggung switching cost (biaya
24
peralihan), seperti waktu, biaya, atau risiko yang timbul akibat tindakan peralihan merek tersebut. Untuk menarik minat pembeli kategori ini, pesaing perlu mengawasi biaya peralihan yang harus ditanggung pembeli dengan menawarkan berbagai manfaat sebagai kompensasi. 4.
Likes the brand (menyukai merek) adalah kategori pembeli yang sungguhsungguh menyukai merek tersebut. Rasa suka didasari oleh asosiasi yang berkaitan dengan simbol rangkaian pengalaman merek itu sebelumnya atau persepsi kualitas yang tinggi.
5.
Commited buyer (pembeli yang berkomitmen) adalah kategori pembeli yang setia. Mereka mempunyai kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Merek tersebut bahkan menjadi sangat penting baik dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi siapa sebenarnya penggunanya. Ciri yang tampak pada kategori
ini
adalah
tindakan
pembeli
untuk
merekomendasikan/
mempromosikan merek yang ia gunakan kepada orang lain. Bila dihubungkan dengan jasa pendidikan jarak jauh, yang menjadi kegagalan dalam kepuasan pelanggan adalah lambatnya respon penanganan keluhan dan kesalahan dalam tagihan transaksi pembayaran/ billing (Silber, 2009). Loyalitas merek dapat memberikan nilai kepada perusahaan, yaitu : mengurangi biaya pemasaran; meningkatkan perdagangan; menarik konsumen baru; dan memberi waktu untuk merespon ancaman persaingan.
Gambar 11 Nilai loyalitas merek (Durianto, et al 2004) 2.6.9. Pangsa Pasar (market share) Merek suatu produk akan menjadi aset yang berharga pada saat merek sedang mengalami pertumbuhan penjualan atau berada pada saat merek itu sedang
25
mengalami pertumbuhan penjualan atau berada pada kondisi yang stabil. Pada kondisi tersebut struktur harga produk menciptakan kondisi yang menguntungkan perusahaan. Jka suatu merek menancap kuat dibenak konsumen, pangsa pasar merek tersebut pada umumnya akan mengalami peningkatan atau setidaknya stabil. Dengan demikian jika pesaing merek tersebut memperbaiki ekuitas mereknya, pangsa pasar seharusnya juga mengalami peningkatan. Pangsa pasar merupakan salah satu cermin pengukuran ekuitas merek yang baik. Jika ekuitas merek suatu produk tidak kuat, pangsa pasarnya akan menurun tajam sebagai dampak aktivitas pesaing yang mampu mengikis ekuitas merek produk yang menjadi perhatian. 2.6.10. Harga Pasar & Jangkauan Distribusi (Market price & Distribution coverage) Pengukuran ekuitas merek dapat menjadi bias bila kenaikan pangsa pasar disebabkan oleh penurunan harga atau promosi harga. Bahkan harga yang diturunkan tanpa mengikuti mekanisme struktur harga akan mengikis nilai ekuitas merek. Karena itu penting untuk mengukur relative market price saat merek dijual, yang dapat dihitung sebagai harga rata-rata saat merek dijual dalam bulan yang bersangkutan dibagi rata-rata merek yang dijual. Pengukuran harga pasar menjadi sangat penting untuk mengetahui apakah harga terlalu tinggi (over pricing) atau terlalu rendah (under pricing). Penetapan harga berdasarkan harga pasar biasanya dimulai dari kebutuhan pelanggan kemudian baru dari faktor-faktor lainnya. Pangsa pasar atau sales data juga sensitive terhadap jangkauan distribusi. Oleh karena itu sangat penting untuk melihat dengan jelas ekuitas merek berdasarkan perubahan jangkauan distribusi yang dibentuk dengan memperkuat persepsi kualitas atau identitas merek. 2.7. Metode Pengukuran Brand Equity Ten Untuk mengukur brand equity dengan menggunakan metode Brand Equity Ten, maka pola yang dilakukan adalah dengan pembagian elemen, dimensi dan item yang sesuai dengan metode Brand Equity Ten, seperti yang terlihat pada tabel dibawah ini :
26
Tabel 2 Pembagian Elemen dan Dimensi Brand Equity Ten No 1
Elemen Brand Awareness
Dimensi Brand Awareness
Sumber Data Mahasiswa UT & non mahasiswa
2
Brand Associations
Perceived Value
Mahasiswa UT & non mahasiswa
Brand Personality
Mahasiswa UT & non mahasiswa
Organization Associations Perceived Quality
Mahasiswa UT & non mahasiswa Mahasiswa UT
Leadership
Mahasiswa UT & non mahasiswa
Price premium Satisfaction/Loyalty Market Share Distribution coverage
Mahasiswa UT Mahasiswa UT Mahasiswa UT & non mahasiswa UPBJJ-UT Bogor
3
Perceived Quality
4
Loyalty
5
Market behavior
Item Spesifik Top of Mind Brand Recall Brand Recognition Unaware of Brand Product Quality Price Service Quality Emational Factor Accessibility Personality Interesting Customer Type Layanan registrasi Layanan bahan ajar Layanan tutorial Layanan ujian Popularity Innovation Fast Moving Up to date Technology
Estimasi market share
Sumber : (Aaker 1997 dikembangkan peneliti)
Dibawah ini adalah framework yang digunakan untuk menghitung besarnya indeks pada Brand Equity Ten.
analisa peneliti)
Sumber : (Aaker 1997 di
Gambar 12 Framework BET
27
28
Penjelasannya adalah sebagai berikut : 1.
Brand Awareness Index : setelah mendapatkan data hasil penelitian (pengisian kuesioner) kemudian dihitung persentase top of mind
dari
merek. Kemudian dari nilai pembobotan brand awareness yang diberikan oleh para ahli dilakukan perhitungan indeks dengan mengalikan bobot dengan persentase dimensi top of mind. 2.
Brand Associations Index : setelah mendapatkan data hasil penelitian (pengisian kuesioner) kemudian menghitung dengan menggunakan uji cohrn terhadap asosiasi perceived value, brand personality, organizational associations. Kemudian dari nilai pembobotan brand associations yang diberikan oleh para ahli dilakukan perhitungan indeks dengan mengalikan bobot dengan jumlah persentase asosiasi yang didapatkan dari sejumlah asosiasi yang ada.
3.
Perceived Quality Index : setelah mendapatkan data hasil hasil penelitian (pengisian kuesioner) kemudian menghitung nilai rata-rata perceived quality dan leadership. Nilai rata-rata diperoleh dari rata-rata masing-masing atribut kemudian dibagi dengan nilai maksimum dari skala pengukuran (5). Dari nilai pembobotan perceived quality yang diberikan oleh para ahli dilakukan perhitungan indeks dengan mengalikan bobot dengan persentase rata-rata dimensi diatas.
4.
Price Premium Index : setelah mendapatkan data hasil hasil penelitian (pengisian kuesioner) kemudian menghitung berapa banyak (total) dari responden yang memilih merek tersebut pada kondisi harga optimum. Kemudian dari merek tersebut didapatkan jumlah responden pada harga optimum yang kemudian dibagi dengan total responden pada harga optimum. Dari nilai pembobotan price premium yang diberikan oleh para ahli dilakukan perhitungan indeks dengan mengalikan bobot dengan hasil dari pembagian nilai optimum diatas.
5.
Loyalty/Satisfaction index : setelah mendapatkan data hasil hasil penelitian (pengisian
kuesioner)
kemudian
menghitung
nilai
rata-rata
loyalty/satisfaction. Nilai rata-rata diperoleh dari rata-rata masing-masing atribut kemudian dibagi dengan nilai maksimum dari skala pengukuran (5). Dari nilai pembobotan loyalty/satisfaction yang diberikan oleh para ahli
29
dilakukan perhitungan indeks dengan mengalikan bobot dengan persentase rata-rata dimensi diatas. 6.
Market Price Index dan Distribution Coverage index : setelah mendapatkan estimasi market share yang merupakan hasil perkalian antara Awareness x Product attractiveness x Willingness to pay x Availability. Awareness dilihat dari hasil survey yang telah diperoleh, yaitu dari unaided brand awareness yang merupakan penjumlahan Top of Mind dan Brand Recall. Product attractiveness di dapat atas penilaian responden terhadap suatu merek yang menjadi objek penelitian relative terhadap merek-merek lainnya dengan menanyakan ketertarikan responden terhadap suatu merek. Willingness to pay dilakukan melalui pendekatan dari tingkat kepuasan responden terhadap performance pada atribut harga yang sesuai dengan kualitas. Availability diukur berdasarkan pendekatan kemudahan responden dalam mendapatkan objek/produk. Kemudian dari nilai pembobotan yang diberikan oleh para ahli dilakukan perhitungan indeks dengan mengalikan bobot dengan persentase rata-rata dimensi diatas. Setelah semua nilai indeks didapatkan selanjutnya dilakukan penjumlahan
semua indeks untuk merek tersebut. 2.8. Brand Equity Ten Index Brand Equit Ten Index merupakan suatu besaran yang sangat berguna untuk membandingkan kinerja beberapa merek produk yang sama maupun yang sejenis dari waktu ke waktu. Melalui nilai Brand Equity Ten Index kita dapat menelusuri apakah terjadi peningkatan atau penurunan kinerja dari merek produk itu dipasar. Di samping itu, kita juga dapat mengetahui perubahan kinerja komponenkomponen penyusun Brand Equity Ten Index suatu merek produk. Penentuan Brand Equity Ten Index, belum ada satu formula yang pasti dan disepakati oleh para ahli untuk mengukur secara kuantitatif. Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini merupakan wacana yang diperoleh dengan melakukan penjumlahan indeks yang diperoleh dari masing-masing aset Brand Equity Ten berdasarkan (Durianto 2004). Angka indeks yang tertinggi ditetapkan 100. Langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut : 1.
Pembobotan
tiap elemen Brand Equity Ten yang diperoleh melalui
penilaian para ahli.
30
2.
Indeks tiap elemen Brand Equity Ten dapat diperoleh dengan rumus Indeks = Bobot x Nilai aset yang diperoleh dari penelitian Selanjutnya Brand Equity Ten Index diperoleh dengan menjumlahkan
indeks tiap elemen. 2.9. Pengambilan Sampel Dalam Sumarwan (2011), pengambilan sampel terdapat beberapa metode yaitu : 1.
Pengambilan sampel acak (probability atau random sampling) adalah suatu metode atau teknik untuk memilih suatu sampling unit yang memiliki peluang bukan nol yang diketahui yang masuk dalam contoh. Pengambilan contoh acak terdiri dari 4 macam: a. Pengambilan sampel acak sederhana (simple random sampling). Setiap anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel. b. Pengambilan sampel acak kelompok (cluster random sampling). Populasi dibagi kedalam beberapa kelompok berdasarkan karakteristik tertentu. c. Pengambilan sampel acak berstrata (stratified random sampling). Populasi dibagi ke dalam beberapa kelompok berdasarkan karakteristik yang memiliki nilai terendah sampai nilai tertinggi. d. Pengambilan sampel acak sistematik (systematic sampling). Seluruh anggota populasi diurutkan berdasarkan kriteria tertentu misalnya berdasarkan urutan alphabet kemudian diberi nomor urut.
2.
Pengambilan sampel bukan acak (nonprobability sampling technique), yaitu pengambilan sampel berdasarkan penilaian dari peneliti. Ada empat macam pengambilan sampel bukan acak. a. Pengambilan sampel kemudahan (convenience sampling), adalah suatu metode yang memilih responden berdasarkan kemudahan atau kenyamanan peneliti dalam mendapatkan dan menemukan contoh untuk dipilih. b. Pengambilan contoh penilaian (judgemental sampling), adalah salah satu bentuk convenience sampling tetapi sampel dipilih berdasarkan
31
penilaian peneliti yang mengharuskan contoh memenuhi kriteria-kriteria tertentu. c. Pengambilan sampel quota (quota sampling), adalah judgemental sampling terbatas dua tahap yaitu menentukan kuota dari anggota populasi lalu sampel pada setiap karakteristik pengendalian dapat dipilih berdasarkan metode convenience atau judgement. d. Pengambilan sampel bola salju (snowball sampling), adalah memilih sampel yang pertama dengan acak kemudian sampel pertama diwawancarai untuk menunjukkan sampel lainnya yang akan dijadikan responden. 2.10. Penelitian Terdahulu Ma’ruf (2006) menganalisis brand equity kartu selurel Indosat (matrix, mentari, IM3) dengan menggunakan metode Brand Equity Ten. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa brand equity tertinggi dari kartu selurel Indosat adalah kartu Mentari, kemudian IM3 dan terakhir Matrix. Hasil pengukuran diketahui pula kartu Mentari memberi sumbangan sebesar 63% dari total revenue kartu selural Indosat, disusul IM3 sebesar 20% dan terakhir Matrix sebesar 17%, yang berarti ada keterkaitan antara besarnya ekuitas merk dengan besarnya output yang dihasilkan baik secara penjualan maupun keuangan. Untuk bersaingan dengan kompetitornya, khususnya Telkomsel dan XL, maka semua elemen dalam Brand Equity Ten perlu segera ditingkatkan mengingat brand equity atau brand value semua kartu selurel Indosat saat ini masih berada satu tingkat dibawah kartu selurel Telkomsel. Pertiwi (2010) menganalisis brand equity dan faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian serta peta persaingan merek Pertamax. Hasil penelitian menunjukkan, elemen brand recall untuk Pertamax plus sebesar 41,4%, Super (shell) sebesar 19,3% dan sebesar 39,3% untuk merek-merek lain. Elemen dalam perceived value yang perlu ditingkatkan oleh Pertamax adalah dimensi kualitas pelayanan. Hasil pengukuran juga menunjukkan bahwa tidak ada asosiasi yang membentuk brand image Pertamax. Hasil analisis perceived quality menunjukkan bahwa secara umum atribut kecepatan pelayan di SPBU merupakan prioritas utama yang harus diperbaiki. Dalam meningkatkan kepuasan dan loyalitas konsumen terhadap merek Pertamax adalah melakukan berbagai inovasi produk,
32
membuat persepsi positif, meningkatkan kualitas produk dan pelayanan serta kegiatan kepedulian terhadap masyarakat. Munandar dan Pratama (2010) menganalisis brand equity Pocari Sweat dalam persaingan industri minuman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pocari Sweat merupakan merk yang paling di ingat dalam benak konsumen. Asosiasi citra merek dalam elemen asosiasi merek menunjukkan bahwa Pocari Sweat memiliki dua citra yaitu aman bagi kesehatan dan rasa segar untuk menghilangkan dahaga (haus). Analisa tentang persepsi kualitas dengan menggunakan metode biplot menunjukkan bahwa Pocari Sweat memiliki karakteristik atribut beberapa manfaat yaitu aman bagi kesehatan, menghilangkan dehidrasi dan mengembalikan stamina. Sementara itu, analisis dalam loyalitas merek menunjukkan bahwa Pocari Sweat tidak memiliki loyalitas merek yang kuat. Arbianto (2009) menganalisis brand equity nasabah micro business bank Mandiri dalam rangka menentukan strategi promosi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan promosi yang selama ini dilakukan dalam memperkenalkan nama Mandiri Mikro kepada para nasabahnya masih belum berhasil dengan baik, namun setelah dilakukan brand recognition dengan menanyakan secara langsung kepada responden, 91% menjawab bahwa mereka mengenali nama Mandiri Mikro. Hasil analisis terhadap perceived quality menunjukan bahwa menurut responden kinerja/kualitas layanan yang diberikan sudah melebihi ekspektasi mereka dan hal tersebut harus dipertahankan dimasa yang akan datang. Pengujian terhadap variabel lokasi dan atribut menyatakan bahwa responden tidak menemui kesulitan dalam mengenali atribut dan mereka juga dapat mencapai lokasi tanpa menemui kesulitan yang berarti. Pengukuran terhadap brand loyalty nasabah menunjukan bahwa jumlah responden dengan kategori switcher sebesar 56%, habitual buyer sebesar 90%, satisfied buyer sebesar 75%, liking the brand sebesar 81%, dan committed buyer sebesar 71% Hasil di atas menunjukan bahwa saat ini tingkat loyalitas nasabah mikro Bank Mandiri berada pada tingkat yang loyal, namun mengingat jumlah responden yang termasuk kategori habitual buyer masih tinggi, yaitu 90% maka perlu dilakukan pendekatan terhadap debitur-debitur yang ada agar mereka menjadi lebih loyal.