II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi Tanaman Tebu (Saccharum officinarum) termasuk dalam kelas Monokotiledon, ordo Glumaccae, famili Graminae, genus Saccharum. Beberapa spesies tebu yang lain adalah S. barberi, S. sinensis, S. sponctancum, S. robbusta. Di antara spesies tersebut yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah Saccharum officinarum. Hal ini di karenakan Saccharum officinarum merupakan penghasil gula utama yang memiliki kandungan sukrosa yang tinggi dan kandungan seratnya rendah. Tanaman tebu terbagi menjadi beberapa bagian utama, yaitu akar, batang daun, dan bunga. Masing-masing memiliki karakteristik sendiri-sendiri. Tanaman tebu sebagai salah satu tanaman monokotil memiliki tipe perakaran serabut. Akar tebu dapat dibedakan menurut perkembanganya, yaitu akar primer dan akar sekunder. Akar primer adalah akar yang tumbuh dari mata akar buku ruas stek batang bibit, akarnya lebih halus dan bercabang banyak. Sedangkan akar sekunder adalah akar yang tumbuh dari dari mata akar dalam buku ruas tunas yang tumbuh dari stek bibit, bentuknya lebih besar, lunak, dan sedikit bercabang. Menurut Supriyadi (2002) pertumbuhan akar ada yang tegak lurus ke bawah dan ada yang mendatar dekat permukaan tanah. Tebu memiliki tipe batang yang beruas-ruas. Di antara ruas-ruasnya terdapat buku-buku ruas dan terletak mata tunas yang dapat tumbuh menjadi pucuk tanaman baru. Susunan ruas-ruas pada batang tebu dapat berbiku ataupun lurus. Bentuk ruas yang menyusun batang dibedakan menjadi enam bentuk, seperti silindris, tong, kelos, konis, konis berbalik, dan cembung cekung. Tinggi batang dipengaruhi oleh baik buruknya pertumbuhan, jenis tebu maupun keadaan iklim. Tinggi tanaman tebu antara 2-5 m. pada pucuk batang tebu terdapat titik tumbuh yang penting untuk pertumbuhan meninggi. Daun tebu terdiri atas dua bagian yaitu helai daun dan pelepah daun. Helai daun berbentuk pita yang panjangnya 1-2 m (tergantung varietas dan keadaan lingkungan), lebar 2-7 cm (Setyamidjaja dan Azharni, 1992). Tebu tidak memiliki tangkai daun. Di antara pelepah dan helaian daun terdapat sendi segitiga daun dan
5
pada bagian sisi dalamnya terdapat lidah daun yang membatasi helaian dan pelepah daun. Warna daun tebu bermacam-macam ada yang hijau tua, hijau kekuningan, merah keunguan dan lain-lain. Menurut Supriyadi (2002) ujung daun tebu meruncing dan tepinya bergerigi. Bunga tersusun dalam malai yang terbentuk setelah pertumbuhan vegetatif. Bunga berkembang pada pagi hari dengan jangka waktu pembungaan pada satu malai berlangsung beragam antara 5 sampai 12 hari. Memiliki tipe bunga sempurna. Tangkai sari dan tepung sari menjurai keluar setelah bunga cukup matang. Kepala putik berambut yang umumnya berwarna keunguan. Buahnya termasuk buah padi-padian, bijinya hanya satu berukuran kecil memiliki panjang antara 1.0-1.5 mm dan lebar 0.5 mm. 2.2. Ekologi Tanaman Tebu pada umumnya dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki iklim tropis dan sub tropis dengan daerah penyebaran 39° LU dan 35° LS. Dibutuhkan suhu rata-rata tahunan di atas 21°C, apabila suhu kurang dari 20°C maka pertumbuhannya akan terhambat dan pertumbuhan tebu akan terhenti pada suhu 16°C. Suhu perkecambahan tunas stek tebu antara 32-38°C. Suhu yang diperlukan untuk dapat menghasilkan sukrosa yang tinggi adalah antara 26-27°C. Curah hujan tahunan yang dikehendaki adalah 1 500-2 500 mm per tahun dengan penyebaran merata. Kelembaban yang baik bagi pertanaman tebu adalah 63-85%. Tanaman tebu menghendaki penyinaran matahari secara langsung. Penyinaran matahari penting bagi tanaman tebu untuk pembentukan gula, tercapainya kadar gula yang tinggi pada batang, dan mempercepat proses pemasakan. Menurut Setyamidjaja dan Azharni (1992) kadar sukrosa terrtinggi dapat dicapai pada penyinaran matahari selama 7-9 jam per hari. Ketinggian tempat yang memenuhi syarat pertumbuhan tebu adalah tidak lebih dari 600 dpl maka dari itu di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di dataran rendah. Tebu adalah jenis tanaman yang dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, namun tebu sangat cocok apabila ditanam di tanah yang kecukupan dengan air. Tanaman tebu dapat ditanam pada tanah dengan sifat fisik yang berat maupun yang ringan, tanah vulkanik maupun tanah pasir. Tanah aluvial dengan kandungan kapur yang cukup, lebih baik untuk ditanami tebu dibandingkan tanah pasir yang
6
ringan. Tanaman tebu akan tumbuh lebih baik pada tanah bertekstur lempung berliat, lempung berpusat, dan lempung berdebu. Tebu cocok ditanam pada tanah dengan kisaran pH 5.5-7.0. Pada pH di bawah 5.5 dapat menyebabkan perakaran tanaman tidak dapat menyerap air sedangkan apabila tebu ditanam pada tanah dengan pH di atas 7.0 tanaman akan sering kekurangan unsur P (fosfor). Menurut Sudiatso (1999) bahwa kecepatan tumbuh tanaman dapat dipengaruhi kultivar, suhu, jumlah sinar matahari, kelembaban, kesuburan tanah dan gulma. 2.3. Kebun Bibit Berjenjang Secara komersil perbanyakan tanaman tebu dilakukan secara vegetatif, yaitu dalam bentuk stek batang. Menurut Pengawas Benih Tanaman (2008) di Jawa setiap 1 ha kebun bibit dapat memenuhi kebutuhan rata-rata 8 ha kebun tebu giling, sedangkan diluar Jawa 1 ha kebun bibit hanya dapat memenuhi kebutuhan rata-rata 6 ha kebun tebu giling. Karena sifat tebu yang volumenus, maka penyelenggaraan
pembibitan
tebu
dilakukan
dalam
tahap
kebun
bibit
berjenjang. Beberapa pentahapan dalam penyelenggaraan kebun bibit menurut pengadaannya yaitu kebun bibit pokok utama (KBPU), kebun bibit pokok (KBP), kebun bibit nenek (KBN), kebun bibit induk (KBI), kebun bibit datar (KBD). Tiap tahap kebun pembibitan dijadwalkan masa tanamnya (Tabel 1). 1. Kebun Bibit Pokok Utama (KBPU) Kebun bibit pokok utama adalah tahap awal penyelenggaraan kebun bibit. Kebun bibit ini dilaksanakan pada umumnya untuk memperbanyak bibit dari suatu varietas unggul tebu yang baru. Varietas tebu direkayasa dan dihasilkan oleh suatu lembaga riset. Oleh karena itu penyelenggaranan KBPU dilakukan oleh Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) yang merupakan satusatunya lembaga riset yang memiliki mandat untuk melakukan penelitian di bidang gula. Bahan tanaman yang diperuntukan untuk kebun KBPU berasal dari stek batang maupun kultur jaringan yang telah melalui seleksi ketat kemurnian varietas
dan
kesehatan
bibit
melalui
perawatan
air
panas
(HWT).
Penyelenggaraan KBPU di lembaga riset dibawah pengawasan langsung bagian pemuliaan tanaman. Penanaman KBPU umumnya dilaksanakan pada bulan Juli Agustus.
7
2. Kebun Bibit Pokok (KBP) Kebun bibit pokok merupakan kebun bibit lanjutan setelah penyelenggraan KBPU. Bahan tanam yang digunakan untuk penyelenggaraan kebun bibit ini adalah bibit yang dihasilkan dari KBPU. KBP merupakan penyelenggaraan pembibitan yang hasil bibitnya digunakan sebagai bahan tanam untuk penyelenggaraan
kebun
bibit
tahap
berikutnya.
Penyelenggaraan
KBP
ditempatkan dekat lokasi tebu giling yaitu di wilayah kerja PG. Luas KBP yang diperlukan dan ditanam di lahan sawah sekitar 0.20 x luas Kebun bibit nenek (KBN), sedangkan KBP yang ditanam dilahan tegalan membutuhkan areal sekitar 0.25 x luas KBN. Penanaman KBP umumnya dilaksanakan pada bulan Februari Maret. 3. Kebun Bibit Nenek (KBN) KBN merupakan kebun pembibitan yang diselenggrakan sebagai penyedia bahan tanam bagi kebun bibit induk (KBI), dilaksanakan di lokasi PG. Luas KBN pada lahan sawah sekitar 0.20 x luas KBI, sedangkan untuk lahan tegalan sekitar 0.25 x luas KBI. Penanaman KBN pada umumnya dilaksanakan pada bulan Agustus - September. 4. Kebun Bibit Induk (KBI) KBI merupakan pembibitan yang diselenggarakan sebagai bahan tanam bagi kebun bibit datar (KBD), dilaksanakan di lokasi PG. Penanaman KBI umumnya dilaksanakan pada bulan Maret - April. Luas KBI yang penanamannya dilakukan di lahan sawah sekitar 0.20 x luas KBD. 5. Kebun Bibit Datar (KBD) KBD merupakan kebun bibit yang diselenggarakan sebagai penyedia bahan tanam bagi kebun tebu giling baik di lahan sawah maupun di lahan tegalan. Lokasi penyelenggraan KBD sebaiknya ditempatkan sedekat mungkin dengan lokasi kebun tebu giling (KTG) yang akan ditanam, menempati lahan dengan kondisi tanah yang subur, drainase baik dan mudah diairi. KBD ditanam pada bulan Oktober – Desember atau sekitar 6-8 bulan sebelum penanaman tebu giling. Menurut Setyamidjaja dan Azharni (1992) bahwa letak KBD hendaknya berada diselitar areal yang akan ditanami atau disebar di daerah-daerah kerja perusahaan perkebunan gula. Bibit yang dihasilkan di KBD digunakan sebagai bahan tanam
8
di KTG (Kebun Tebu Giling). Luas kebun KBD adalah 0,125 x luas KTG (Gambar 1). Tabel 1. Waktu Tanam Kebun Bibit Berjenjang Waktu Tanam
Kebun Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agst
Sept
Okt
Nov
Des
KBPU KBP KBN KBI KBD KTG
Sumber : Disbunjatim, 2008
KBP (0.008 ha)
KBN (0.04 ha)
KBI (0.2 ha) KBD (1 ha)
KTG (8 ha) Gambar 1. Alur Kebun Bibit 2.4. Standar Bibit yang Baik Standar bibit yang baik diarahkan untuk mendapatkan bibit dengan kualifikasi varietas yang terjamin kebenarannya yaitu diupayakan sampai kategori kemurnian varietas terjamin, bibit bebas dari infeksi hama dan penyakit serta mutu yang baik. Untuk mencapai sasaran tersebut, maka di adakan pembuatan standar bibit. Menurut Disbun Jatim (2008) standar bibit yang baik adalah : 1.
Sumber Bibit Bibit yang diperoleh dihasilkan dari pengelolaan kebun bibit secara
berjenjang. Bibit yang dihasilkan dapat berasal dari bibit asal kultur jaringan.
9
Bibit asal PC yang memenuhi syarat adalah bibit murni, sehat dan dihasilkan dari tanaman tebu yang
pertumbuhannya baik. Sumber bibit sebelum digunakan,
diseleksi terlebih dahulu supaya terhindar dari hama penyakit, serta bisa berproduksi dengan hasil tinggi. 2.
Umur Bibit Bibit yang dihasilkan berasal dari kebun bibit dengan kondisi tanaman
tebu telah berumur 6 - 8 bulan. Untuk itu, sebelumnya perlu perencanaan yang jelas agar pada saat bibit tebu sudah mencapai umur tebang bisa digunakan untuk keperluan pembibitan jenjang berikutnya atau mencukupi kebutuhan tebu giling. 3.
Bentuk Bibit Secara inhern bentuk bibit menentukan kemampuan tunas berinisiasi dan
berkecambah. Bibit yang baik berasal dari bagal (stek) mata 2-3 dan lonjoran. Bibit mata 1-2 yang berasal dari tahapan kebun bibit yang telah dikelola memenuhi persyaratan penyelenggaraan kebun bibit, top stek, bud cip dan bud set yaitu bagal mata 1 dengan panjang minimal 5 cm. 4.
Mutu Yang dimaksud mutu bibit adalah standar kemampuan berkecambah
sekitar > 90%. Ukuran batang dengan panjang ruas normal tidak ada gejala hambatan pertumbuhan, diameter batang lebih besar dari 2 cm, bibit tebu tidak menunjukkan mengkerut karena kekeringan. Mata tunas bibit dalam keadaan dorman, masih segar dan tidak rusak. Primordia akar dengan kondisi lingkaran cincin stek batang belum tumbuh. Tingkat kemurnian varietas mencapai 100% dijenjang kebun KBPU dan lebih dari 95% di kebun KBD. 5.
Kesehatan Bibit Bibit tebu yang dipergunakan diusahakan harus sekecil mungkin terserang
hama maupun penyakit, dan bahkan kalau bisa harus bebas dari hama penyakit. Bibit yang baik memiliki standar serangan hama penggerek batang < 2% dari jumlah ruas, penggerek pucuk sekitar < 5% dari jumlah ruas dan hama lain sekitar < 2%. Bibit harus diusahakan tidak terserang penyakit atau sekecil mungkin terserang penyakit, yaitu untuk KBPU harus bebas dari penyakit pembuluh (Ratoon Stunting Disease, RSD). Untuk mematikan penyakit ikutan pada bahan
10
tanaman, bibit diperlakukan dengan perawatan air panas (HWT) pada suhu 50o C selama 2 jam.
2.5. Nilai Kebun Bibit Sudiatso (1980) menyatakan bahwa tingkat kebaikan kebun bibit dinilai dari kuantitas dan kualitas bibit yang dihasilkan. Jumlah bibit yang dapat dihasilkan suatu kebun bibit dipengaruhi oleh jumlah rumpun per lubang tanam. Untuk mengetahui nilai hasil pembibitan diketahui dua faktor hasil bibit yang disebut faktor hasil bibit teori (FHB teori) dan faktor hasil bibit nyata (FHB nyata). FHB teori adalah jumlah mata bibit tiap lubang di kebun bibit dibagi keperluan bibit tiap lubang di kebun tebu giling. FHB nyata adalah luas kebun tebu giling (yang ditanami dengan bibit KBD) dibagi dengan luas KBD. PG. Krebet Baru memiliki standar FHB nyata sebesar 8. Artinya dalam 1 ha luasan KBD mampu mencukupi KTG seluas 8 ha. Menurut Sudiatso (1980) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi FHB nyata. Beberapa faktor tersebut adalah iklim, kesuburan tanah, pengairan, hama dan penyakit, kemurnian bibit, jenis tebu, jarak tanam, cara pemeliharaan, cara pengambilan bibit dari KBD, dan pengangkutan. Agar kebun bibit memiliki nilai tinggi, maka pengusahaannya diusahakan agar dapat menghasilkan bibit sehat sebanyak mungkin. Hal ini antara lain dapat dicapai dengan menanam bibit lebih rapat agar tunas lebih banyak dan proteksi yang lebih baik.