II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nenas Tanaman nenas merupakan tanaman rumput yang batangnya pendek sekali. Nenas merupakan tanaman monokotil dan bersifat merumpun (bertunas anakan). Tumbuhan ini memiliki 30 atau lebih daun yang panjang, berserat dan berdiri tajam yang mengelilingi batangnya yang tebal. Kulit buahnya bersisik dan “bermata” banyak. Nenas biasanya berwarna hijau sebelum masak dan berwarna kekuning-kuningan apabila masak. Nenas merupakan tanaman berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Memiliki nama daerah danas (Sunda) dan neneh (nene). Dalam bahasa Inggris disebut pineapple dan orang-orang Spanyol menyebutnya pina. Nenas berasal dari Brasilia (Amerika Serikat) yang telah didomestikasi disana sebelum masa Colombus. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nenas ke Filipina dan semenanjung Malaysia dan masuk ke Indonesia pada abad ke-15 (1599). Di Indonesia pada mulanya hanya sebagai tanaman pekarangan dan meluas dikebunkan di lahan kering (tegalan) di seluruh wilayah nusantara. Tanaman ini kini dipelihara di daerah tropis dan subtropis. Varietas kultivar nenas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Cayene (daun halus, tidak berduri, buah besar) dan Queen (daun pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut. Golongan Spanish dikembangkan di kepulauan India Barat, Puerto Rico, Meksiko dan Malaysia. Golongan abacaxi banyak di tanam di Brasilia. Dewasa ini ragam varietas/kultivar nenas yang dikategorikan unggul adalah nenas Bogor, Subang dan Palembang Nenas ditanam dengan sistem dua-dua baris. Tiap baris pada jarak 60 cm x 60 cm dan jarak baris antar baris 150 cm. Nenas juga dapat ditanam pada jarak antara 30cm-40cm. Semakin rapat jarak tanamnya, buah yang dihasilkan akan kecil. Biasanya buah yang dibutuhkan oleh industri pengalengan adalah buah yang lebih kecil. Pupuk yang digunakan yaitu 300kg Urea, 600kg TSP dan 300kg KCl per hektar per tahun. Pemupukan dilakukan dua kali, yaitu pada umur empat minggu dan delapan minggu setelah tanam. Namun pemberian pupuk urea yang berlebihan
11
dapat menjadikan mahkota ganda dalam satu buah sehingga menyebabkan buah menjadi kecil dan berbentuk buah ganda (satu tangkai ada dua buah yang berdempetan). Pemeliharaan selanjutnya adalah pembersihan rumput atau gulma terutama alang-alang. Adanya gulma pada pertanaman nenas dapat menurunkan hasil buah antara 20-42 persen. Pembuatan saluran-saluran drainase yang baik sangat dianjurkan untuk mencegah serangan penyakit busuk akar dan busuk “hati”.
2.2. Manfaat Tanaman Nenas Buah nenas terdapat di Indonesia sepanjang tahun. Bagian utama yang bernilai ekonomi penting dari tanaman nenas adalah buahnya. Buah nenas selain dikonsumsi juga diolah menjadi berbagai macam makanan dan minuman, seperti selai, buah dalam sirup dan lain-lain. Rasa buah nenas manis sampai agak masam segar, sehingga disukai masyarakat luas. Nenas juga mengandung berbagai senyawa yang berkhasiat untuk kesehatan dan kecantikan disamping sebagai sumber vitamin C buah nenas mengandung enzim bromelain (enzim protease yang dapat menghidrolisa protein, protease atau peptide ), sehingga dapat digunakan untuk melunakkan daging. Enzim ini juga sering dugunakan sebagai alat kontrasepsi dalam Keluarga Berencana. Buah nenas sangat baik dikonsumsi oleh penderita darah tinggi karena dapat megurangi tekanan darah tinggi dan mengurangi kadar kolesterol darah sehingga dapat mencegah stroke. Manfaat lain dari buah nenas bagi kesehatan tubuh adalah sebagai obat penyakit sembelit, gangguan saluran kencing, mual-mual, flu, wasir dan kurang darah. Sedangkan untuk penyakit kulit (gatal-gatal, eksim dan kudis) dapat diobati dengan mengoleskan sari buah nenas. Kulit buah nenas dapat diolah menjadi sirup atau diekstrasi cairannya untuk pakan ternak.
2.3. Kandungan Nutrisi Nenas Nenas mengandung sedikitnya 16 mineral, 9 vitamin dan 18 asam amino selain kandungan lemak, protein, enzim, serat dan air. Beberapa senyawa tersebut merupakan senyawa aktif yang berkhasiat untuk kesehatan dan kecantikan. Vitamin dan mineral utama yang terkandung dalam nenas adalah vitamin C,
12
vitamin B-kompleks, beta Karotene (pro vitamin A), Fe, Mg, Ca, Cu, Zn, Mn dan K. Buah nenas memiliki nutrisi yang cukup tinggi dan lengkap dibandingkan dengan buah yang lain (Tabel 7). Tabel 7. Perbandingan Nutrisi Nenas dengan Buah lainya Nutrisi
Jenis buah Apel
Mangga
Pear
Nenas
Kalori (kal)
58,00
46,00
59,00
52,00
Protein (gr)
0,30
0,40
0,40
0,40
Lemak (gr)
0,04
0,20
0,40
0,20
14,90
11,90
15,10
16,00
6,00
15,00
11,00
7,00
Fosfor (mg)
10,00
9,00
11,00
11,00
Zat besi (mg)
0,30
0,10
0,20
0,30
Vit. A (mg)
15,00
1200,00
20,00
130,00
Vit .B (mg)
2,00
0,08
0,02
0,08
Vit. C (mg)
0,64
6,00
4,00
24,00
Karbohidrat (gr) Kalsium (mg)
Sumber : Riset Unggulan buah-buahan Nasional,2006.
2.4. Nenas Bogor (Ananas comosus MERR) Nenas (Ananas comosus (L) Merr) merupakan tanaman buah yang berupa semak. Tanaman ini memiliki banyak manfaat dan dapat dibudidayakan di daerah tropis dan subtropik. Kegiatan pembudidayaannya yang tidak terlalu sulit memberikan peluang untuk mengembangkan komoditi ini dengan nilai ekonomis yang lebih baik. Berdasarkan hasil Riset Unggulan Strategis Nasional (RUSNAS) buah Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam pengembangan buah-buahan unggulan Indonesia, Komoditi buah nenas yang ada di Kabupaten Bogor termasuk nenas Mahkota Bogor. Nenas Bogor memiliki berat antara 500-1100gram per buah. Apabila sudah matang kulitnya berwarna kuning kemerahan. Nenas Bogor memilki ciri-ciri sebagai berikut: mata buahnya membusung, daging buahnya manis, renyah, sedikit air, serta berserat halus.
13
Nenas ini merupakan jenis nenas Queen yang memiliki
keunggulan
pada bentuk dan ukuran buah yang tidak terlalu besar, hati buah (core) yang dapat dimakan serta tingkat kemanisan buah yang pas untuk dikonsumsi segar, akan menambah nilai dan manfaat dari komoditi ini. Keunggulan inti buah (edible core) yang dapat dimakan sangat memungkinkan lebih rendahnya persentase bagian buah yang terbuang pada saat dikonsumsi maupun pengolahan lebih lanjut ¹. Secara ringkas perbandingan buah nenas bogor dengan nenas subang dapat dilihat pada Lampiran 1. Bagian yang paling banyak dimanfaatkan serta memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi dari tanaman ini adalah bagian buahnya. Buah nenas selain dapat dikonsumsi dalam keadaan segar juga dapat diolah menjadi berbagai produk seperti minuman, selai, dodol dan lain sebagainya. Selain untuk dikonsumsi secara langsung, buah nenas juga mengandung enzim bromelain yang dapat dimanfaatkan untuk melunakkan daging. Tanaman nenas dapat tumbuh pada suhu 230-320 C, tetapi juga dapat hidup di lahan yang bersuhu rendah hingga 100 C. Media tanam yang digunakan cukup sederhana sehingga memberikan kemudahan bagi para petani untuk melakukan budidaya tanaman ini, sedangkan kegiatan pemanenan dapat dilakukan ketika mencapai umur kurang lebih delapan belas bulan.
1 RUSNAS Buah-buahan Unggulan Indonesia, PKBT IPB. Nenas Delika Subang dan Mahkota Bogor. Leaflet, Halaman 4.
14
2.5. Hasil Penelitian Tentang tataniaga Penelitian terdahulu yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah penelitian yang terkait dengan sistem tataniaga dari berbagai tanaman holtikultura (buah-buahan) dilihat berdasarkan konsep saluran dan lembaga pemasaran, fungsi, marjin pemasaran, farmer s’share dan struktur pasar. Berikut adalah beberapa hasil penelitian mengenai kondisi tataniaga dari berbagai tanaman holtikultura. Ekawati (2005), yaitu Analisis Usaha Tani dan Pemasaran Nenas Bogor di Desa Sukaharja, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian ini adalah Dari analisis pemasarannya diketahui bahwa petani memiliki posisi tawar yang lemah dalam menentukan harga jual. Disamping itu kontinuitas produksi yang kurang baik,persoalan kualitas buah seperti ukuran nenas Bogor yang lebih kecil juga sering menjadi kendala pemasaran. Nilai R/C rasio atas biaya total pada usaha tani adalah 1,50 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh petani akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1,50 bagi petani. Hasniah (2005) melakukan penelitian mengenai sistem dan efisiensi tataniaga komoditas papaya sayur. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian ini adalah pola pemasaran yang dihadapi terdiri dari tiga buah saluran tataniaga. Saluran tataniaga I (petani, pedagang pengumpul, pedagang grosir, pedagang pengecer, konsumen). Saluran tataniaga II (petani, pedagang pengumpul,pedagang pengecer, konsumen). Saluran tataniaga III (petani, pedagang pengecer, konsumen). Struktur pasar yang dihadapi petani papaya sayur di desa Sukamaju adalah bersifat pasar persaingan sempura, ini disebabkan karena jumlah petani yang banyak dan petani bebas keluar masuk pasar, dan produknya homogen. Sistem penentuan harga dilakukan oleh padagang berdasarkan harga yang berlaku di pasar sehingga kedudukan petani dalam sistem tataniaga sangat lemah. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengumpul di Desa Sukamaju adalah oligopsoni. Struktur pasar yang dihadapi pedagang grosir adalah oligopoli. Struktur pasar yang dihadapi pedagang pengecer adalah pasar persaingan sempura dimana harga yang belaku berdasarkan mekanisme pasar dan pedagang pengecer tidak dapat mempengaruhi harga pasar. Selain itu pedagang pengecer bebas keluar masuk pasar.Analisis tataniaga diketahui bahwa saluran tataniaga III yang paling efisien karena memiliki marjin
15
tataniaga yang paling kecil, dan farmer’s share tertinggi juga terdapat pada saluran tataniaga III. Selain itu, saluran tataniaga III juga menghasilkan keuntungan terbesar bagi petani. Lestari
(2006)
malakukan
penelitian
tentang
Analisis
Tataniaga
Bengkuang di Kecamatan Prembun, Kabupaten Kebumen, Propinsi Jawa Tengah. Pada saluran tataniaga bengkuang di Kecamatan Prembun melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu pedagang pengumpul, Pedagang Antar Kota (PAK), pedagang grosir, pedagang pengecer pertama dan pengecer kedua. Terdapat enam saluran pemasaran bengkuang di Kecamatan Prembun dengan tujuan daerah pemasaran Yogyakarta Klaten, Bandung dan Jakarta.Struktur pasar yang terbentuk adalah pasar persaingan tidak sempurna. Hal ini dilihat dari jumlah pedagang yang ada tidak terlalu banyak dan diferensiasi produk tidak begitu berpengaruh. Analisis marjin menunjukkan bahwa pada masing-masing lembaga pemasaran terlihat bahwa sebaran margin keuntungan dan marjin biaya yang ditanggung oleh masing-masing lembaga pemasaran adalah berbeda sesuai dengan fungsi pemasaran yang telah dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani bengkuang di Kecamatan
Prembun
berupa
fungsi
penjualan,dan
fungsi
transportasi
(pembiayaan, sortasi dan grading). Marjin terbesar terdapat pada saluran pemasaran ke-enam dan terkecil pada saluran pemasaran kedua. Secara operasional dari ke-enam saluran yang ada saluran kedua merupaka saluran yang efisien. Hal ini dilihat dari marjin pemasaran yang dihasilkan rendah dan farmer’s sharenya paling tinggi. Simamora,S (2007), meneliti tentang analisis sistem tataniaga pisang di Desa Suka Baru Buring, Kecamatan Penengahan,, Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa saluran tataniaga pisang yang terjadi terdapat empat saluran tataniaga yaitu; saluran pertama (Petani - PPD - Grosir I – Pedagang Pengecer - konsumen), saluran kedua (Petani – PPD – Grosir II – Pedagang Pengecer - Konsumen), saluran ketiga (Petani – PPD – Grosir I – Grosir II- Pedagang Pengecer- Konsumen), saluran keempat (Petani – Konsumen lokal). Struktur pasar pada petani, PPD dan pedagang pengecer adalah oligopsoni, sedangkan untuk grosir I dan pedagang grosir II
16
adalah Oligopoli. Dalam penentuan harga antara petani dan pedagang sebagian dilakukan tawar-menawar dan sebagian lagi langsung ditentukan oleh pedagang terhadap petani karena ada ikatan hutang piutang. Berdasarkan nilai marjin pemasarannya maka jalur III adalah saluran yang mempunyai nilai marjin paling besar yaitu Rp 660(66,36 %) dan marjin paling kecil terdapat pada jalur I yaitu sebesar Rp 607.78 (64,50 %) dan rasio keuntungan yang didapatkan pada jalur I merupakan yang paling besar yaitu Rp 3.39 dan berada pada tingkat pengecer. Berdasarkan analisis efisiensi pemasaran maka jalur I dikatakan lebih efisien dari jalur II dan III. Sedangkan keuntungan terbesar terjadi pada jalur pemasaran I sebesar Rp 422,79 atau 44,87 persen, lebih tinggi jika dibandingkan pada jalur pemasaran II sebesar Rp 374,91 atau 38,02 persen, dan pada jalur pemasaran III sebesar Rp 293,60 atau sebesar 26,52 persen dari harga jual pengecer. Rachma, M (2008) melakukan penelitian tentang Efisiensi Tataniaga Cabai Merah, (studi kasus Desa Cibeurem, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat). Hasil penelitian menunjukkan terdapat lima jenis saluran tataniaga cabai merah di Desa Cibeurem. Saluran tataniaga I (pedagang pengumpul – pedagang grosir – pedagang pengecer ke-2), saluran tataniaga II (pedagang pengumpul – pedagang grosir – pedagang pengecer-1 – pedagang pengecer-2), saluran tataniaga III (pedagang pengumpul – pedagang grosir pedagang pengecer-2), saluran tataniaga IV (pedagang pengumpul – pedagang pengecer- dan pedagang pengecer-2) dan saluran tataniaga V (pedagang pengumpul dan pedagang pengecer-1). Berdasarkan kelima saluran tataniaga tersebut, terlihat bahwa 100 persen cabai merah dijual petani ke pedagang pengumpul. Hasil analisis marjin tataniaga menunjukkan bahwa marjin terbesar terdapat pada saluran II, III, IV, sedangkan marjin terkecil terdapat pada saluran I dan V. Struktur pasar yang terbentuk adalah dalam tataniaga cabai merah adalah tidak bersaing sempurna, maka setelah dianalisis tidak ada keterpaduan. Persaingan yang tidak sempurna dalam tataniaga cabai merah ini menunjukkan bahwa sistem tataniaga cabai merah di lokasi penelitian belum efisien.
17
2.6. Keterkaitan dengan penelitian terdahulu Beberapa penelitian sebelumnya tantang analisis sistem tataniaga tanaman holtikultura telah dilakukan dan menghasilkan saluran yang efisien untuk diterapkan ditingkat petani serta posisi tawar petani yang lemah berdampak pada perlunya perujukan terhadap farmer’s share. Penelitian ini melengkapi penelitian sebelumnya dalam hal komoditi di lokasi yang berbeda sehingga dapat digunakan untuk perbandingan dengan lokasi dan komoditi yang lain. Berdasarkan penelitian terdahulu, dapat dilihat bahwa penelitian tentang analisis sistem tataniaga nenas Bogor hanya terbatas pada sistem tataniaga, dan untuk menganalisis alternatif sistem tataniaga yang efisien. Metode yang digunakan adalah analisis struktur dan perilaku pasar, analisis margin pemasaran, analisis rasio keuntungan dan biaya serta analisis farmers’s share.
18
Tabel 8. Hasil Penelitian terdahulu No
Nama
Tahun
Judul
Alat analisis
1
Ekawati
2005
Analisi Usahatani dan Pemasaran Analisis usahatani, Analisis faktor-faktor Nenas Bogor produksi, saluran pemasaran, fungsi pemasaran, marjin pemasaran, dan farmer’s share
2
Hasniah
2005
3
Lestari
2006
Sistem dan Efisiensi Tataniaga Analisis saluran tataniaga, fungsi-fungsi Komoditas Papaya Sayur tataniaga, struktur pasar serta prilaku pasar, marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio R/C Analisis kualitatif Analisis Tataniaga Bengkuang (saluran tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, fungsi tataniaga) Analisis kuantitatif (marjin tataniaga, farmer’s share, biaya pemasaran serta rasio R/C
4
Sahat, S
2007
Analisis Sistem Tataniaga Pisang
Analisis kualitatif (saluran tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, fungsi tataniaga) Analisis kuantitatif (marjin tataniaga, farmer’s share, biaya pemasaran serta rasio R/C
5
Rachma
2008
Efisiensi Tataniaga Cabai Merah
Analisis kualitatif (saluran tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, fungsi tataniaga) Analisis kuantitatif (marjin tataniaga, farmer’s share, biaya pemasaran serta rasio R/C
19