II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TANAMAN KENTANG Kentang (Solanum tuberosum) merupakan tanaman dikotil bersifat semusim. Umbi kentang terbentuk dari pembesaran bag ian ujung stolon dan berfungsi sebagai tempat cadangan makanan. Bentuk umbi kentang ini mencirikan varietas kentang, namun demikian bentuk umbi ini dapat dipengaruhi oleh cara bertanam, keadaan lingkungan tumbuh dan penyakit (Burton, 1966). Untuk pertumbuhannya, kentang memerlukan suhu ideal rata-rata tiap hari dibawah 21. 1°C sedangkan suhu lebih dari 29°C tanaman tersebut tidak tumbuh. Suhu yang baik untuk fotosintesa adalah 20°C dan untuk pembentukan umbi antara 15.6°C sampai dengan 18.3°C.
Oleh karena itu biasanya penanaman
dilakukan pada ketinggian diatas 1000 sampai 2000 meter diatas permukaan laut, dengan kelembaban udara antara 80-90 persen dan penyinaran matahari yang cukup. Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhannya adalah jenis tanah andosol atau lempung berpasir yang gem bur dan banyak mengandung humus dengan pH antara 5-5.5 (Sunarjono, 1975).
B. KOMPOSISI DAN NILAI GIZI KENTANG
Komposisi umbi kentang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain, varietas, keadaan tanah yang ditanami, pup uk yang dipergunakan, umur umbi ketika dipanen, waktu dan suhu penyimpanan. Perubahan komposisi umbi
4
kentang selama pertumbuhan meliputi naiknya kadar pati dan sukrosa serta turunnya kadar air dan gula pereduksi. Kecuali kulitnya yang sangat tipis, seluruh bag ian dagingnya dapat dimakan.
Umbi kentang termasuk pula kedalam kelompok lima besar dari
makanan pokok dunia yang terdiri atas gandum, jagung, beras, terigu dan kentang. Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI tahun 1979, komposisi gizi umbi kentang dan tepung kentang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1.
Komposisi umbi kentang dan tepung kentang per 100 gram umbilbagian yang dapat djmakan
Kandun~an
Umbi
keman~
TeDune kemane
Kalari (KaJ)
83.00
347.00
Proteinhl
2.00
0.30
Lemak (e)
0.10
0.10
19.10
85.60
Kalsium (me)
11.00
20.00
Fasfar (me)
56.00
30.00
0.70
0.50
Karbohidrat
(~)
Besi (me)
•
*
Vitamin B (m2)
0.11
0.04
Vitamin C (me)
17.00
0.00
Air (g)
77.80
13.00
Ba2ian daDat dimakan
85.00
100.00
Vitamin A (S!)
Sumber : Direktorat Gizi Dep'anemen Kesehatan Rl.. 1979. Keterangan : • = sangat kec!l (dapat diabaikan )
Komposisi utama dari umbi kentang adalah air 80 %, pati 18 %, dan protein 2 %.
Dengan mengkonsumsi sebuah umbi kentang yang berukuran sedang,
seseorang telah dapat memenuhi sepertiga bag ian (33 %) dari kebutuhannya akan
5
vitamin C dan sebagian besar vitamin B serta zat besi. Nilai kalori sebuah umbi kentang yang berukuran sedang ini adalah 100 kalori yang sarna nilainya dengan sebuah apel ; atau pisang ukuran sedang atau sebuah jeruk berukuran besar.
C. PROSES PENGOLAHAN KERIPIK KENT ANG
Keripik adalah produk yang dihasilkan melalui tahapan pengupasan, pengirisan dan penggorengan. Keripik banyak menyerap minyak selama penggorengan, banyak sedikitnya minyak yang diserap akan mempengaruhi rasa, tekstur serta penampakan keripik kentang. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi banyak sedikitnya minyak yang diserap adalah kandungan padatan bahan, suhu minyak goreng, lama penggorengan, jenis minyak, ketebalan bahan serta sifat v'
fisik permukaan irisan (Matz, 1984).
Dav~ (1977) menambahkan bahwa adanya pengeringan awal pada keripik kentang akan mengurangi penyerapan minyak pada waktu
penggo~engan
atau
dengan kata lain, semakin sedikit kadar air suatu bahan maka minyak yang diserap akan sedikit.
1. Pengupasan
Sebelum pengirisan, kentang dikupas lebih dulu untuk menghilangkan lapisan luar (kulit), mata, cacat dan lain-lain. Cara-cara pengupasan yang umum digunakan pada industri pengolahan adalah secara abrasi, perendaman
6 dalam larutan NaOH encer panas ataupun dengan uap bertekanan tinggi (Matz, 1984)
v Harrington dan Shaw (1967) menyatakan bahwa keuntungan pengupasan dengan alat abrasi adalah sederhana, kepadatan bahan baik, biaya murah dan mudah. Alat ini khususnya sangat sesuai untuk pengupasan kentang untuk maksud pembuatan keripik, selama tidak merubah sifat kimia lapisan permukaan kentang. Sekitar 10% dari berat umbi akan hilang dengan pengupasan secara abrasi untuk pembuatan keripik.
2.
Pengirisan Pemotongan dan pengirisan yang cermat pada kentang dapat menghasilkan ukuran yang seragam bagi produk kering. Keseragaman ukuran adalah penting, selain untuk memperoleh penampakan yang baik, juga dalam pengolahan produk mengalami penetrasi panas yang merata (Muchtadi et al., 1979)
3.
Perendaman dalam Larutan Kalsium Perubahan kekerasan pada buah-buahan selama penyimpanan dan proses pengolahan menggunakan panas dapat terjadi karena adanya perubahan sifat permeabilitas membran sel, perubahan zat pektin dan pengaruh gula (Adam dan Blundstone,1971 ; Muchtadi, 1978).
7 Pemanasan menyebabkan denaturasi pada protein sel, kemudian mengendap dan sel mati, sehingga kemampuan membran sel untuk menembuskan sesuatu zat akan hilang. Vakuola tidak lagi dikelilingi oleh membran protoplasma yang hidup, akibatnya eairan sel akan keluar dan mas uk ke ruang sel khusus (extra cellular space) dan sel pembuluh, sehingga tekstur akan menjadi lunak (Mayer, 1973). Perubahan kekerasan ini dapat dieegah dengan perendaman dalam larutan garam-garam kalsium, karena kalsium bereaksi dengan gugus karboksil dari pektin.
Kalsium yang bervalensi dua akan berikatan seeara
menyilang diantara dua gugus karboksil pada pektin. Bila ikatan-ikatna ini terdapat dalan jumlah yang besar, maka akan terbentuk jaringan-jaringan molekul kalsium-pektat. Makin besar jaringan molekul ini, akan semakin rendah daya larut pektin dan semakin kuat dari gangguan mekanis, sehingga semakin keeil kemungkinan terjadi pemeeahan pektin selama pengolahan (Lowe, 1963).
Ion-ion kalsium yang ditambahkan akan bereaksi dengan pektin dalam dinding sel, sehingga akan memperkuat ikatan diantara sel-sel lersebul (Mohammadzadeh dan Luh, 1968).
Keefektifan ion-ion kalsium dalam
mempertahankan kekerasan buah-buahan tergantung dari kandungan molekul pektin yang telah mengalami demetilasi sebagian dan terdapat tidaknya zat-
8 zat yang dapat mengikat kalsium, misalnya ion-ion oksalat atau nitrat (Adams dan Blundstone, 1973; Muchtadi, 1978).
4.
Blanching Blanching merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan pada suhu tinggi dalam waktu yang singkat.
Tujuan blanching adalah untuk
inaktivasi enzim enzim terutama enzim katalase dan peroksidase. Blanching juga bertujuan mencegah perkembangan bau dan warna yang tidak dikehendaki selama pengeringan dan penyimpanan. Blanching dapat membuat selsel membran bahan menjadi lebih permeabel sehingga pergerakkan air tidak terhambat dan menghilangkan udara dari jaringan bahan. Dengan blanching jumlah mikroorganisma awal dapat diturunkan, disamping itu dapat mencegah kerusakan karoten selama pengeringan (Van Arsdel dan Copley, 1964; Braverman, 1963; Gaver, 1951). MenurutWinarnoetal., (1981) blanching dilakukan dengan menggunakan air mendidih selama 3 sampai 5 men it dapat menghilangkan bau-bauan.
5.
Pengeringan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengurangi kadar air bahan dengan cara menguapkannya dengan menggunakan energi panas.
Panas
9 untuk penguapan dapat diperoleh dari sinar matahari atau sumber panas buatan atau modifikasi kedua sumber panas tersebut.
a.
Pengeringan dengan Panas Matahari
Pengeringan dengan panas matahari adalah menguapan air dengan energi matahari menggunakan perlengkapan dan peralatan yang sederhana, diperlukan halaman yang luas dengan sinar matahari langsung untuk meletakkan bahan yang akan dikeringkan. Menurut Suhadi Hardjo dan Syachri (1975), pengeringan dengan panas matahari menimbulkan berbagai masalah terutama sulitnya mengontrol suhu, kelembaban dan kontaminasi oleh jasad renik serta sangat tergantung pada kondisi cuaca setempat.
Kondisi yang tidak
merata sering menyebabkan produksi kering bermutu rendah, terjadinya pencoklatan karena aktivitas berbagai enzim.
b.
Pengering Kabinet (Cabinet Dryer)
Pengering kabinet terdiri dari suatu ruangan yang terisolasi dengan baik untuk mencegah kehilangan panas.
Dalam penggunaan
komersial sumber panasnya bisa berasal dari tenaga listrik atau gas. Pengering kabinet umumnya digunakan untuk potongan-potongan buah atau sayuran dengan kecepatan aliran udara 500-1000 ft/menit dan
10
suhu udara 93,3°C (db). Pengeringan akan memakan waktu 10-20 jam tergantung dari jenis bahan dan tingkat kadar air akhir yang diinginkan (De Leon, 1988). Menurut De Leon (1988), bahan yang akan dikeringkan bisa diletakkan diatas nampan yang berlubang-lubang atau loyang sebagai lapisan yang tip is. Pada pengering kabinet yang besar, nampan-nampan diletakkan diatas trolley untuk memudahkan penanganan. Untuk ukuran yang lebih kecil, bisa diletakkan diatas penopang yang permanen. Kipas yang berada dalam pengering kabinet mengalirkan udara melalui elemen-elemen pemanas dan menyebarkannya secara merata melalui nampan-nampan yang berisi bahan yang akan dikeringkan. Alat pengering ini dilengkapi dengan sebuah saluran dimana udara yang penuh uap air dikeringkan sebelum resirkulasi dengan melewatkannya melalui suatu bahan penyerap air atau kumparan dingin untuk mengkondensasikan uap air dalam udara.
c.
Reaksi Fisik dan Kirnia Selama Pengeringan
Umumnya makanan yang dikeringkan mempunyai nilai gizi yang lebih rendah dibandingkan bahan segarnya. Selama pengeringan juga dapat terjadi perubahan warna, tekstur, aroma dan lain lain (Winarno et aI., 1980).
II
Shrinkage dan case hardening adalah perubahan tekstur yang
umum terjadi pada pengeringan buah (Potter, 1973). Shrinkage terjadi akibat adanya perpindahan massa uap air secara drastis selama pengeringan, menimbulkan tekanan kuat pada dinding sel yang akhirnya akan merusak membran sel sehingga kehilangan permeabilitasnya (Potter, 1973). Case hardening umumnya terjadi pada buah-buahan yang me-
ngandung banyak gula terlarut. Selama pengeringan, air beserta gulagula pelarut bergerak di dalam potongan makanan kepermukaan makanan. Air akan segera menguap sedang gula beserta pada padatan-padatan lainnya akan tetap tinggal dipermukaan dan mengering serta mengeras, menyebabkan air yang masih berada di dalam sel potongan makanan tidak dapat keluar atau menguap. Biasanya case hardening terjadi bersamaan dengan shrinkage. Perubahan ini dapat diminimumkan dengan menurunkan suhu permukaan bahan selama pengeringan (Potter, 1973). Atau memperlambat proses pengeringan awal (Winarno et aI., 1980). Case hardening ini juga dapat disebabkan oleh adanya per-
ubahan-perubahan kimia tertentu seperti terjadinya penggumpalan protein pada permukaan bahan karena panas atau terbentuknya dekstrin dari pati yang jika dikeringkan akan membentuk bahan yang mas if.
12
Keadaan ini akan menghambat proses pengeringan, memungkinkan mikroba berkembang biak di da1am bahan kering serta memperlama proses rehidrasi (Winarno et at, 1980). Perubahan warna produk yang dikeringkan sering terjadi, dimana produk yang dikeringkan cenderung berwarna lebih gelap. Perubahan ini bisa terjadi akibat proses enzimatis atau non enzimatis. Reaksi perubahan warna dapat
dis~babkan
oleh reaksi pencoklatan non enzimatis
yaitu reaksi karamelisasi dan reaksi maillard. Perlakuan pendahuluan sebelum pengeringan mempengaruhi aktivitas enzim terutama yang dapat menyebabkan perubahan warna menjadi coklat. Pada umumnya enzim tidak tahan terhadap keadaan panas yang lembab terutama diatas suhu maksimum aktivitas enzim tersebut (Muchtadi et at, 1979). Umumnya buah-buahan kaya akan karbohidrat, dan sedikit mengandung protein dan lemak. Kerusakan warna pada buah-buahan terjadi pada karbohidrat tersebut (Desroiser, 1988). Meskipun buahbuahan mengandung hanya sedikit protein, akan tetapi jumlah yang sedikit ini secara biokimia cukup berarti karena enzim-enzim terdiri dari atau mengandung protein. Gugus amino dari protein atau asam amino bebas terlibat dalam perubahan warna jaringan baik selama maupun setelah proses pengeringan (McBean et at, 1970).
13
f.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Pengeringan
Dengan semakin tebalnya irisan buah, maka semakin sulit proses pengeringan beriangsung karena semakin jauh jarak yang harus ditempuh oleh uap air, penutupan jalan keluarnya air, penghambatan aliran uap air oleh kantung-kantung udara, dan peningkatan viskositas akibat peningkatan konsentrasi gula, Untuk itu diperlukan peningkatan rasio luas permukaan terhadap berat irisan buah, agar laju pengeringan makin cepat (McBean et a!. ,1970).
D.PROSESPENGGORENGAN
Penggorengan adalah proses pemasakan dan pengeringan bahan melalui kontak dengan minyak panas dan secara simultan dan terjadi pindah panas dan pindah massa (Ashkenazi et aI., 1984).
Penggorengan adalah proses untuk
mempersiapkan makanan dengan jalan memanaskan makanan dalam ketel yang berisi minyak. Tujuan dilakukannya penggorengan adalah untuk menghasilkan produk yang mengembang dan renyah, selain itu untuk meningkatkan citarasa. warna. kandungan gizi dan daya awet produk akhir. Menggoreng merupakan salah satu cara pengolahan pangan yang umum dilakukan. Metoda penggorengan ada dua macam yaitu;
14 I.
Proses penggorengan rendam (deep frying) adalah metode penggorengan bahan pangan yang digoreng harus terendam seluruhnya dalam minyak (Robertson, 1967).
2.
Proses gangsa (panfrying) adalah metoda penggorengan bahan pangan yang tidak terendam dalam minyak (Ketaren, 1986) Menurut Jacobson (1967), faktor-faktor yang periu diperhatikan dalam
penggorengan adalah ketel penggorengan, minyak goreng dan kondisi penggorengan. Berdasarkan pada sistem penggorengan umumnya ketel penggorengan memiIiki dua macam bentuk : ketel dengan dasar berbentuk dasar dan dinding ketel yang dangkal yang digunakan untuk proses gang sa. Ketel dengan dasar datar dan dinding ketel yang dalam untuk proses deep frying. Minyak goreng berfungsi sebagai media penghantar panas, menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori dalam bahan pangan (Ketaren, 1986). Selain berfungsi sebagai medium penghantar panas, minyak goreng juga akan menjadi bagian dari produk akhir (Matz, 1984). Selama penggorengan perlu diperhatikan suhu minyak goreng. Biasanya suhu yang dipergunakan yaitu sebesar 163-196°C, tergantung bahan pangan yang digoreng.
Panas yang berlebihan akan menyebabkan pemasakan yang tidak
merata (Weiss, 1983).