II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Tinjauan Teoritis
2.1.1. Instrumen Investasi Investasi merupakan suatu aktiva yang digunakan perusahaan untuk pertumbuhan kekayaan (Accretion wealth) melaui distribusi hasil investasi (seperti bunga, royalti, dividen dan uang sewa) untuk apresiasi nilai investasi atau untuk mendapat manfaat lain bagi perusahaan yang berinvestasi, seperti manfaat yang diperoleh melalui hubungan perdagangan. Persediaan dan aktiva tetap bukan merupakan investasi (Webster, 1992). Investasi dapat diartikan sebagai kegiatan menanamkan modal, baik langsung maupun tidak langsung, dengan harapan pada waktunya nanti pemilik modal mendapatkan sejumlah keuntungan dari hasil penanaman modal tersebut (Gummesson, 1993) Investasi merupakan suatu kegiatan penempatan dana pada sebuah atau sekumpulan aset selama periode tertentu dengan harapan dapat memperoleh penghasilan dan/atau peningkatan nilai investasi (Gronroos, 1994). Pengertian investasi tersebut menunjukkan bahwa tujuan investasi adalah meningkatkan kesejahteraan investor, baik sekarang maupun di masa datang. Banyak jenis-jenis instrumen investasi yang diperdagangkan di pasar modal. Beberapa jenis instrumen investasi pasar modal yang paling dikenal saat ini adalah Obligasi, Saham dan Reksadana. Selain tiga instrumen utama itu, ada juga instrumen-instrumen alternatif, seperti opsi, kontrak berjangka dan valuta asing (valas).
16
2.1.2. Profil Reksadana a. Definisi Reksadana Awalnya, mutual fund atau dikenal dengan Reksadana berasal dari kata fund, dimana Giles et. al. (2003) menyatakan “ Fund is a pool of money contributed by a range of investors who may be individuals or companies or other organizations, which is managed and invested as a whole, on behalf of those investors.” Dalam
kamus
keuangan
rekasadana
didefinisikan
sebagai
portofolio aset keuangan yang terdiversifikasi, dicatatkan sebagai perusahaan investasi yang terbuka, yang menjual Saham kepada masyarakat dengan harga penawaran dan penarikannya pada harga nilai aktiva bersihnya (“diversified portfolio of securities, registered as an opened investment company, which sells shares to the public at an offering price and redeems them on demand at net asset value”). Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang pasar modal menyebutkan bahwa Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun
dana
dari
masyarakat
pemodal
untuk
selanjutnya
diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Pozen (1998) menyatakan bahwa “A mutual fund is an investment company that pools money from shareholders and invests in a diversified of securities.” b. Karakteristik Reksadana Definisi yang diuraikan sebelumnya secara jelas disebutkan bahwa Reksadana tersebut mempunyai beberapa karakteristik (Manurung, 2008), yaitu pertama, kumpulan dana dan pemilik, dimana pemilik Reksadana
17
adalah berbagai pihak yang menginvestasikan atau memasukkan dananya ke Reksadana dengan berbagai variasi. Artinya, investor dari Reksadana dapat perorangan dan lembaga dimana pihak tersebut melakukan investasi ke Reksadana sesuai dengan tujuan investor tersebut. Bila diperhatikan beberapa Reksadana yang ada saat ini, maka setiap investor mempunyai minimum investasi Rp 100.000 (seratus ribu rupiah). Reksadana yang menerima investasi Rp 100.000 pada saat ini adalah Reksadana Nikko Saham Nusantara dan Reksadana yang mempunyai investasi awal Rp 100 juta dan kelihatan Reksadana ini mempunyai target kepada investor yang mempunyai investasi besar atau sering disebut dengan High Networth Investor. Investor tersebut biasanya dijaring pada perbankan yang dikenal dengan Priority Banking. Kedua, diinvestasikan kepada efek yang dikenal dengan instrumen investasi. Dana yang dikumpulkan dari masyarakat tersebut diinvestasikan ke dalam instrumen investasi seperti rekening koran, deposito, surat utang jangka pendek yang dikenal dengan Repurchase Agreement (REPO), Commercial Paper (CP)/Premissery Notes (PN); Surat hutang jangka panjang seperti Medium Term Notes (MTN); Obligasi dan Obligasi Konversi; dan efek Saham maupun ke efek yang berisiko tinggi seperti opsi, future dan sebagainya. Manajer investasi melakukan investasi pada masing-masing instrumen tersebut mempunyai besaran (alokasi aset) yang berbeda-beda sesuai dengan perhitungan manajer investasi, untuk mencapai tujuan investasi, yaitu tingkat pengembalian yang diharapkan.
18
Ketiga, Reksadana tersebut dikelola olah manajer investasi. Manajer investasi ini dapat diperhatikan dari dua sisi, yaitu sebagai lembaga dan sebagai perorangan. Sebagai lembaga harus mempunyai izin perusahaan untuk mengelola dana, dimana izin tersebut diperoleh dari Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) bagi perusahaan yang bergerak dan berusaha di Indonesia. Perusahaan tersebut dapat mempunyai izin mengelola Reksadana, bila mempunyai orang yang telah bersertifikat pengelola Reksadana. Tabel 3 memperlihatkan 15 perusahaan pengelola Reksadana menurut dana kelolaan. Terlihat bahwa 3 pengelola Reksadana (fund manager) teratas dipegang oleh perusahaan investasi asing dengan total dana kelolaan di atas 10%. Tabel 3. Lima belas perusahaan pengelola Reksadana berdasarkan besarnya dana yang dikelola (Rp Miliar) Des May Perubahan No. Fund Manager 2006 2007 (%) 1. Schroder Inv. Mgt. Ind 11,74 15,58 24,88 2. Fortis Investment 5,17 7,99 12,77 3. Manulife Asset Mgt. Ind 4,86 6,61 10,55 4. NISP Sekuritas 1,80 2,88 4,61 5. Bahana TCW IM 3,15 2,56 4,08 6. Trimegah Securities 2,05 2,45 3,92 7. Panin Sekuritas 2,06 2,38 3,80 8. Batavia Prosperindo 1,12 2,25 3,60 9. Mandiri Mgt. Investasi 2,57 2,13 3,40 10. Sinarmas Sekuritas 2,26 2,08 3,33 11. Nicco Securities Indonesia 1,50 1,68 2,68 12. Danareksa IM 1,84 1,67 2,67 13. Mahanusa Investment Mgt. 1,19 1,42 2,27 14. Optima Kharya Capital Mgt. 1,48 1,35 2,16 15. First State Investment Ind. 0,87 1,22 1,95 50,87 62,62 Sumber: Bapepam, 2008 (Rekapitulasi data).
Keempat, Reksadana merupakan instrumen investasi jangka menengah dan panjang. Karakteristik keempat ini merupakan karakteristik
19
yang tersirat dari konsep tersebut. Jangka menengah dan panjang merupakan refleksi dari investasi Reksadana tersebut, karena umumnya Reksadana melakukan investasi pada instrumen investasi jangka panjang seperti Obligasi dan Saham. Dengan konsep karakteristik tersirat ini, maka Reksadana tidak dapat diangap sebagai saingan dari deposito. Reksadana dianggap produk komplemen dari produk yang ditawarkan perbankan. Bank-bank yang sudah maju atau sudah memiliki produk Priority Banking akan menawarkan Reksadana sebagai produk investasi jangka panjang. Kelima,
Reksadana
merupakan
produk
investasi
berisiko.
Berisikonya Reksadana dikarenakan harga instrumennya berubah setiap waktu. Bila Reksadana tersebut berisikan Obligasi, maka kebijakan pemerintah melalui Bank Indonesia akan menaikkan suku bunga, sehingga harga Obligasi mengalami penurunan. Manajer investasi yang mengelola portofolio juga dapat membuat Reksadana tersebut berisiko dengan tindakan disengaja atau tidak disengaja, misalnya dana tunai yang masuk ke Reksadana dan manajer investasinya sedang rapat seharian, sehingga lupa melakukan penempatan dana yang berakibat tingkat pengembalian Reksadana tersebut turun. c. Perkembangan Reksadana Reksadana pertama kali hadir di Indonesia sejak tahun 1977 yang dipelopori oleh PT. Danareksa dengan menerbitkan suatu instrumen yang disebut sertifikat Reksadana. Namun perkembangannya relatif lambat. Sampai 1996, setelah diberlakukan Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal yang memberikan peluang cukup besar bagi
20
pertumbuhan industri Reksadana. Ada tiga hal penting yang tercakup dalam UU pasar modal tersebut mengenai Reksadana yang membuka peluang tumbuhnya Reksadana. Pertama, dimungkinkannya pembentukan Reksadana
terbuka
yang
pada
peraturan
sebelumnya
hanya
memperbolehkan pembentukan Reksadana tertutup. Kedua, adanya pengecualian terhadap UU Perseroan Terbatas bagi Reksadana Perseroan, misalnya dalam hal pembelian kembali Saham Reksadana tanpa melalui keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), sehingga membuat operasional
Reksadana
menjadi
fleksibel.
Ketiga,
diperkenalkan
Reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK). Secara definitif, UU No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mengartikan Reksadana sebagai wadah yang dipergunakan untuk menghimpun
dana
dari
masyarakat
pemodal
untuk
selanjutnya
diinvestasikan dalam portofolio dan menjanjikan imbal hasil bagi pemodal dalam bentuk dividen, atau dan capital gain. Dengan karakter seperti itu, Reksadana bisa menjadi alat dalam pemerataan kesempatan berinvestasi di pasal modal, terutama bagi para pemodal yang memiliki dana terbatas, karena dengan modal yang relatif kecil, seorang pemodal sudah dapat ikut berinvestasi melalui berbagai efek di pasar modal, meskipun tidak secara langsung. Reksadana didirikan dengan menggunakan bentuk Perseroan atau KIK, dimana sifatnya dapat terbuka (open end fund) dan tertutup (closed end fund). Reksadana berbentuk KIK dapat memiliki sifat terbuka, sedangkan Reksadana berbentuk perseroan yang biasanya bersifat tertutup.
21
Reksadana terbuka adalah Reksadana yang dapat menawarkan dan membeli kembali (redemption) Saham atau unit penyertaan yang telah dikeluarkan. Reksadana dapat menerbitkan unit penyertaan terus-menerus sampai batas jumlah unit penyertaan yang tercantum dalam kontrak. Jumlah unit penyertaan dapat bertambah dan berkurang tergantung pada kondisi permintaan pemodal. Harga unit penyertaan ditentukan pada NAB Reksadana tersebut yang merupakan nilai aktiva Reksadana per unit penyertaan setelah dikurangi biaya-biaya. Sedangkan Reksadana tertutup adalah
Reksadana
yang
hanya
menawarkan
Saham
atau
unit
penyertaannya tanpa dapat menariknya kembali. Saham Reksadana tertutup dapat dicatatkan di bursa efek untuk diperdagangkan, sehingga memberikan jaminan likuiditas sesuai dengan mekanisme pasar. Sebagai bentuk suatu perseroan, Reksadana perseroan merupakan Reksadana berbadan hukum yang persyaratan pendiriannya mengikuti ketentuan pendirian sebuah perusahaan persero. Reksadana berbentuk perseroan terlebih dahulu harus mendirikan sebuah Perusahaan Terbuka (PT) yang usahanya khusus sebagai Reksadana, dimana pengesahan PT ini diperoleh dari Menteri Kehakiman. Setelah itu, Reksadana perseroan dapat melakukan penawaran umum dengan syarat harus mendapat ijin usaha dari Bapepam dan menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam. Satu-satunya Reksadana di Indonesia yang menggunakan bentuk perseroan adalah PT. BDNI Reksadana. Lebih sederhana apabila dibandingkan dengan proses pendirian Reksadana perseroan, Reksadana berbentuk KIK dapat didirikan oleh
22
perusahaan efek yang telah memperoleh ijin sebagai manajer investasi dengan mengajukan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam sebagai otoritas pengawas pasar modal dalam rangka penawaran umum. Pengelolaan Reksadana yang berbentuk KIK diserahkan kepada manajer investasi yang melibatkan Bank Kustodian sebagai tempat penitipan dana, dimana keduanya diikat dalam suatu kontrak yang disebut KIK. KIK adalah kontrak antara manajer investasi dan Bank Kustodian yang mengikat setiap pemegang unit penyertaan, dimana manajer investasi diberikan kewenangan untuk mengelola portofolio investasi kolektif, sedangkan Bank Kustodian diberikan wewenang melaksanakan penitipan kolektif. Bank Kustodian adalah bank umum yang mendapat persetujuan dari Bapepam untuk memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek, serta jasa lain termasuk menerima dividen, bunga dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya. Secara luas ada tiga fungsi utama Bank Kustodian (Rahardjo, 2004) dalam suatu Reksadana, yaitu : 1.) Fungsi sebagai jasa pelaksana penyimpanan (custodial service) yang mencakup penyimpanan seluruh aset Reksadana, menyelesaikan transaksi penilaian portofolio, manajemen kas dan melakukan tagihantagihan atas pendapatan Reksadana. 2.) Fungsi sebagai administrator dana (fund administration), berupa tugas pembukuan yang mencatat seluruh transaksi Reksadana, menetapkan nilai aset, menghitung net asset value dana dan memastikan bahwa
23
semua laporan yang diperlukan disampaikan kepada pihak yang berwenang, serta memastikan bahwa pengelolaan dana telah sesuai dengan kebijakan dan ketentuan yang berlaku. 3.) Fungsi sebagai agen transfer (transfer agent), mencakup penyelesaian berbagai transaksi pemindahbukuan atau pemindah kepemilikan sesuai dengan yang diinginkan pemilik rekening. Selain Manajemen Investasi dan Bank Kustodian, mekanisme kerja Reksadana juga melibatkan pihak-pihak lain seperti perantara efek (pialang) sebagai perantara dalam transaksi efek dan Bapepam sebagai pengawas. 2.1.3. Manfaat Reksadana Dilihat dari sisi pemodal, Reksadana memberikan beberapa manfaat, antara lain : 1. Pengelolaan dana dilakukan secara profesional oleh manajer investasi. 2. Terdapat diversifikasi untuk penyebaran risiko 3. Kekayaan atau aset Reksadana disimpan secara aman oleh bank kustodian karena dipisahkan dengan aset bank kustodian itu sendiri. 4. Reksadana terbuka memberikan jaminan likuiditas kepada para pemodal, karena manajer investasi wajib membeli kembali Saham atau unit penyertaan yang dikeluarkan. 5. Terdapat pilihan jenis investasi sesuai dengan kehendak dari para investor, misalnya dalam bentuk growth funds, balance funds, balance fixed, fixed income funds, money market funds dan lain-lain.
24
2.1.4. Jenis Reksadana Beragamnya karakteristik, preferensi dan keinginan pemodal dalam melakukan investasi, mendorong produk Reksadana yang lebih spesifik lagi, terutama dalam alokasi investasinya. Berbagai produk Reksadana yang mengkhususkan diri pada suatu instrumen tertentu, dibuat untuk mengakomodasi kebutuhan pemodal tersebut. Ditinjau dari tujuan investasi, terdapat sembilan jenis Reksadana (Manurung, 2008), yaitu : a. Money Market Fund merupakan Reksadana yang melakukan alokasi investasi pada instrumen pasar uang yang likuid dan berjangka waktu pendek seperti sertifikat deposito, treasury bill dan surat utang jangka pendek lainnya. Tujuan dari investasi ini adalah untuk mendapatkan pendapatan yang stabil dengan risiko kecil. b. Income Fund merupakan investasi yang bertujuan menghasilkan pendapatan yang besar sebagai kompensasi dari risiko yang ditanggung. Contoh dari instrumen ini adalah bond funds atau Obligasi. c. Growth and Income Fund merupakan investasi yang mengkombinasikan tujuan antara pertumbuhan dana (capital growth) dan penghasilan sekarang (current income). Time horizon investasi ini merupakan jangka panjang dengan mengalokasikan investasi pada instrumen-instrumen yang menawarkan potensi untuk berkembang atau yang mampu menawarkan dividen di atas rataan. Risiko yang ditanggung lebih moderat, bila dibandingkan growth fund. Biasanya jenis Reksadana ini mengalokasikan investasinya ke bond funds (Obligasi) dan stock funds (Saham).
25
d. Balanced Fund merupakan investasi yang mengkombinasikan berbagai jenis instrumen investasi yang ada, seperti Saham sebagai instrumen ekuitas dan Obligasi sebagai instrumen hutang. Tujuan dari investasi ini adalah kombinasi antara pendapatan saat ini (current income) dan pertumbuhan (growth). Jenis Reksadana ini mempunyai keterbatasan terhadap kenaikan harga (limited price rise), namun agar lebih aman (higher safety) dan memiliki potensi untuk menghasilkan pendapatan lebih tinggi (moderate high income potential). e. Growth Fund merupakan investasi yang bertujuan untuk pertumbuhan jangka panjang. Jenis ini sangat cocok untuk investor yang ingin mengakumulasikan modalnya daripada mendapatkan penghasilan saat ini. Bentuk investasi dari jenis Reksadana ini berupa Saham (stock funds). f. Index Fund merupakan investasi yang alokasi investasinya mengikuti portofolio indeks pasar tertentu seperti indeks S&P 500 Indeks dan Dow Jones Industrial Avarage (DJIA). Tujuan dari investasi tersebut adalah untuk menghasilkan imbal hasil yang mengikuti perkembangan indeks pasar. g. Sector fund merupakan investasi yang alokasi investasinya dikhususkan pada suatu sektor tertentu, seperti sektor telekomunikasi, sektor pertambangan, sektor teknologi informasi, atau sektor lainnya. h. Specialized Fund merupakan investasi yang mengalokasikan dananya pada suatu surat berharga atau efek tertentu, misalnya Reksadana berbasis Saham atau Obligasi atau produk Future, Opsi, dan lain sebagainya.
26
i. International Fund merupakan investasi yang mengalokasikan dananya untuk melakukan investasi diberbagai negara. Di Indonesia, Reksadana dibagi kedalam 5 kelompok (Manurung, 2008), yaitu : a. Reksadana Pasar Uang (Money Market Funds) Reksadana jenis ini hanya melakukan investasi pada efek bersifat hutang dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun. Tujuannya untuk menjaga likuiditas dan pemeliharaan modal. b. Reksadana Pendapatan Tetap (Fixed Income) Reksadana jenis ini melakukan investasi sedikitnya 80% dari aktivanya dalam bentuk efek bersifat hutang. Reksadana ini memiliki risiko yang relatif lebih tinggi dari Reksadana Pasar Uang, tetapi lebih rendah daripada Reksadana Saham. Tujuannya untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang stabil. c. Reksadana Saham (Equity Funds) Reksadana ini merupakan rekasadana yang melakukan investasi sekurangkurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk Efek bersifat Ekuitas atau Saham. Investasinya dilakukan pada Saham, maka risikonya lebih tinggi dari dua jenis Reksadana sebelumnya, namun menghasilkan pengembalian tinggi. d. Reksadana Campuran (Mixed Funds) Reksadana ini merupakan Reksadana dari berbagai macam efek. Alokasi aktiva didistribusikan pada investasi Saham untuk tujuan pertumbuhan, Obligasi untuk pendapatan, pasar uang untuk tunai dan stabilitas. Dipicu oleh terjadinya redemption besar-besaran pada tahun 2005 akibat kenaikan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan tren kenaikan suku
27
bunga global, Bapepam telah menerbitkan tiga Reksadana baru dalam Reksadana terstruktur (www.bapepam.go.id, 2008). Reksadana baru yang diterbitkan Bapepam adalah a. Reksadana Penjaminan (Guaranteed Fund) Reksadana yang memberikan jaminan atas nilai investasi awal sesuai dengan kontrak antara manajer investasi, bank kustodian dan institusi penjamin. Manajer investasi wajib menginvestasikan minimum 80% dari nilai aktiva bersih pada instrumen Obligasi dengan peringkat layak investasi. Penerbitan Reksadana penjaminan membutuhkan pihak yang bersedia dan diijinkan bertindak sebagai penjamin. Akibatnya, biaya pembuatan Reksadana jenis ini lebih tinggi, karena membutuhkan biaya penjaminan. b. Reksadana Terproteksi (Capital Protected Fund) Reksadana yang memberikan proteksi atas investasi awal investor melalui mekanisme pengelolaan portofolionya. Manajer investasi menginvestasikan sebagian dana yang dikelolanya pada efek bersifat hutang yang masuk dalam kategori layak investasi (investment grade). Dalam hal ini ditentukan pula bahwa Manajer Investasi dapat membeli Efek luar negeri sebanyak-banyaknya 30% dari NAB. Reksadana ini yang paling memungkinkan untuk berkembang lebih cepat, karena memberikan keuntungan cukup besar dengan struktur tidak begitu kompleks dibandingkan dengan Reksadana penjaminan. c. Reksadana Indeks (Index Fund) Reksadana yang bertujuan untuk mengikuti kinerja indeks. Struktur dan keuntungannnya tidak berbeda dengan Reksadana konvensional yang sudah
28
ada. Indeks yang dapat dijadikan underlying adalah indeks LQ-45 * futures, namun tingkat likuiditasnya masih kecil, sehingga naik turunnya betul-betul mengikuti pergerakan indeks.
2.1.5. Konsep Strategi Strategi berasal dari bahasa Yunani strategeia, yang berarti kepemimpinan dalam ketentaraan. Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat dan terus menerus), serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang diharapkan oleh para pelanggan di masa depan. Menurut Supriyono (1998), strategi adalah suatu kesatuan rencana perusahaan yang komprehensif dan terpadu yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan. Menurut Marrus dalam Umar (2005), strategi didefinisikan sebagai suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebut dapat dicapai. Hamel dan Prahald dalam Umar (2005) mendefinisikan strategi lebih khusus sebagai kompetensi inti suatu perusahaan. Strategi merupakan tindakan yang bersifat incremental (senantiasa meningkat) dan terus-menerus, serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang dihadapkan pada para pelanggan di masa depan. Dengan demikian, strategi hampir selalu dimulai dari apa yang dapat terjadi dan bukan dimulai dari apa yang terjadi. Terjadinya kecepatan inovasi pasar yang baru dan perubahan pola konsumen memerlukan kompetensi inti (core competencies), sehingga setiap perusahaan perlu mencari kompetensi inti dari bisnis yang dilakukan.
*
Index gabungan Saham 45 perusahaan yang paling likuid
29
Menurut David (2005), strategi adalah alat untuk mencapai tujuan jangka panjang. Strategi merupakan tindakan potensial yang membutuhkan keputusan manajemen tingkat atas dan sumber daya perusahaan dalam jumlah yang besar. Gaspersz
(2003)
mengemukakan
strategi
sebagai
sekumpulan
tindakan
terintegrasi yang konsisten dengan visi jangka panjang organisasi yang memberikan nilai kepada pelanggan dengan suatu struktur biaya yang memungkinkan pencapaian keunggulan hasil yang berkelanjutan. Menurut Mulyadi (2001), strategi adalah pola tindakan utama yang dipilih untuk mewujudkan visi organisasi, melalui misi. Dengan tindakan berpola, perusahaan dapat mengerahkan dan mengarahkan seluruh sumber daya secara efektif ke perwujudan visi organisasi. Berdasarkan pada konsep dasar strategi, maka dikembangkan suatu rumusan manajemen strategi terpadu untuk membantu perusahaan dalam membuat perencanaan di masa depan. Beberapa definisi dari manajemen strategi yang disarikan dari beberapa sumber adalah manajemen strategi merupakan serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian
tujuan
organisasi
tersebut
(Siagian,
2003).
David
(2005),
mendefinisikan manajemen strategi sebagai seni dan ilmu tentang perumusan, pelaksanaan dan evaluasi keputusan-keputusan lintas fungsi yang memungkinkan organisasi mencapai tujuannya. Sebagaimana tersirat dalam definisi tersebut, fokus manajemen strategi terletak pada pengintegrasian manajemen, pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi komputer untuk mencapai kesuksesan organisasi.
30
Menurut Dirgantoro (2004), manajemen strategi adalah suatu proses berkesinambungan yang membuat organisasi secara keseluruhan dapat selalu responsif terhadap perubahan-perubahan dalam lingkungannya baik bersifat internal maupun eksternal. Mulyadi (2007) mendefinisikan manajemen strategi adalah suatu proses yang digunakan oleh manajer dan karyawan untuk merumuskan dan mengimplementasikan strategi dalam penyediaan customer value terbaik untuk mewujudkan visi perusahaan. Pada dasarnya manajemen strategi adalah suatu upaya manajemen dan karyawan untuk membangun masa depan perusahaan. Dari definisi tersebut terdapat empat frasa penting yang dapat diambil, yaitu : a. Manajemen strategi merupakan suatu proses. b. Proses digunakan untuk merumuskan dan mengimplementasikan strategi. c. Strategi digunakan dalam menyediakan customer value terbaik untuk mewujudkan visi peusahaan. d. Manajer dan karyawan adalah pelaku manajemen strategi Menurut David (2005), proses manajemen strategi terdiri dari tiga tahap, yaitu formulasi strategi, implementasi strategi, dan evaluasi strategi. Formulasi strategi mencakup kegiatan mengembangkan visi dan misi organisasi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal organisasi, menentukan kekuatan dan kelemahan internal, menetapkan tujuan jangka panjang organisasi, membuat sejumlah strategi alternatif untuk organisasi dan memilih strategi tertentu untuk digunakan. Penyusunan strategi ditentukan oleh misi yang komprehensif dan tegas, keberhati-hatian dalam menilai lingkungan eksternal, serta keterbukaan organisasi dalam menyadari kekuatan dan kelemahannya (Hubeis dan Nadjib,
31
2008). Implementasi strategi mengharuskan perusahaan untuk menetapkan sasaran tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan dan mengalokasikan sumber daya, sehingga perumusan strategi dapat dilaksanakan. Pelaksanaan strategi mencakup pengembangan budaya yang mendukung strategi, penciptaan struktur organisasi yang efektif, pengarahan kembali usaha-usaha pemasaran, penyiapan anggaran, pengembangan dan pemanfaatan sistem informasi, serta menghubungkan kompensasi untuk karyawan dengan kinerja organisasi. Tahap terakhir manajemen strategi adalah evaluasi strategi. Evaluasi strategi mencapai tiga tahapan pokok (David, 2005), yaitu : a. Mengkaji ulang faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi landasan perumusan strategi yang diterapkan. b. Mengukur kinerja. c. Melakukan tindakan-tindakan korektif.
2.1.6. Konsep Pemasaran Pemasaran merupakan ujung tombak perusahaan. Dalam dunia persaingan yang semakin ketat, perusahaan dituntut agar tetap bertahan hidup dan berkembang. Oleh sebab itu, perusahaan harus dapat menentukan strategi pemasaran yang akan digunakan. Pelaksanaan strategi yang tepat, akan membawa perusahaan pada posisi yang kuat dalam menghadapi persaingan. Banyak para ahli yang mendefinisikan arti pemasaran. Pemasaran sebagai suatu proses perencanaan dan eksekusi, mulai dari tahap konsepsi, penetapan harga, promosi, hingga distribusi barang-barang, ide-ide dan jasa-jasa, untuk
32
melakukan pertukaran yang memuaskan individu dan lembaga-lembaganya (Kasali, 1998). Pemasaran adalah sistem keseluruhan dari kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial (Swastha dan Handoko, 2000). Menurut Umar (2003), pemasaran meliputi keseluruhan sistem yang berhubungan dengan kegiatan-kegiatan usaha, yang bertujuan merencanakan, menentukan harga, hingga mempromosikan dan mendistribusikan barang-barang atau jasa yang akan memuaskan kebutuhan membeli, baik yang aktual maupun yang potensial. Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2002). Anaroga (1997) mendefinisikan pemasaran sebagai proses perencanaan dan pelaksanaan rencana penetapan harga, promosi dan distribusi ide-ide, barangbarang dan jasa-jasa untuk menciptakan suatu pertukaran yang memuaskan tujuan-tujuan individual dan organisasional. Pemasaran sebagai suatu sistem keseluruhan dari kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan produk, menetapakan harga, mempromosikan, serta mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan, baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial (Sumarni dan Soeprihanto, 1993).
33
Menurut Rangkuti (2005), pemasaran adalah suatu proses kegiatan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, budaya, politik, ekonomi dan manajerial. Akibat dari pengaruh berbagai faktor tersebut adalah masing-masing individu maupun kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan, menawarkan, dan menukarkan produk yang memiliki nilai komoditas. Menurut Swastha dan Handoko (2000), pemasaran adalah suatu sistem keseluruhan dari kegiatan-kegiatan usaha yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan dan mendistribusikan barang dan jasa. Dalam Boyd, Walker dan Larréché (2000), pemasaran adalah suatu proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan penting yang memungkinkan individu dan perusahaan mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan melalui pertukaran dengan pihak lain, serta mengembangkan hubungan pertukaran. Pengertian pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok
mendapatkan
apa
yang
dibutuhkan
dan
diinginkan
dengan
menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain. Untuk definisi manajerial, pemasaran sering digambarkan sebagai “seni menjual produk” (Kotler, 2005).
2.1.7. Konsep Strategi Pemasaran Pemasaran memerankan permainan yang penting dalam perkembangan strategi. Tjiptono (2002) mendefinisikan strategi pemasaran sebagai alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan mengembangkan keunggulan bersaing yang berkesinambungan melalui pasar
34
yang dimasuki dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut. Strategi pemasaran menurut Kotler (2005) adalah suatu logika pemasaran, sehingga perusahaan diharapkan mencapai sasaran-sasaran pemasarannya. Strategi pemasaran terdiri dari strategi spesifik untuk pasar sasaran, penentuan posisi produk, bauran pemasaran dan tingkat pengeluaran pemasaran. Strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran suatu perusahaan dari waktu ke waktu, pada masing-masing tingkatan dan acuan, serta alokasinya, terutama sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan keadaan persaingan yang selalu berubah. Pada dasarnya strategi pemasaran memberikan arah dalam kaitannya dengan peubah-peubah seperti segmentasi pasar, identifikasi pasar sasaran, positioning, dan elemen bauran pemasaran. Strategi pemasaran merupakan bagian dari strategi bisnis yang memberikan arah pada fungsi manajemen pada fungsi organisasi. Aspek pemasaran yang harus diperhatikan adalah Segmenting, Targeting, Positioning (STP) dan marketing mix (bauran pemasaran), yaitu produk, harga, distribusi dan promosi. a. STP Produsen pada dasarnya melakukan penciptaan nilai sekaligus penyerahan nilai. Menurut Kasali (1998), menggabungkan proses penciptaan dan penyampaian nilai kepada konsumen dalam bentuk STP berikut :
35
1.) Segmenting Segmentasi pasar adalah proses di mana pasar dibagi menjadi para pelanggan yang terdiri atas orang-orang dengan kebutuhan dan karakteristik
yang
sama,
mengarahkan
untuk
merespon
tawaran
produk/jasa dan program pemasaran strategik tertentu dalam cara yang sama (Boyd, dkk, 2000). Berdasarkan definisi itu, segmentasi adalah suatu proses untuk membagi-bagi atau mengelompok-kelompokkan konsumen ke dalam kelompok-kelompok yang memiliki kesamaan kebutuhan dan atau kesamaan
karakter
yang
memiliki
respon
yang
sama
dalam
membelanjakan uangnya. Segmentasi pada dasarnya adalah suatu strategi untuk memahami struktur pasar. Segmentasi untuk pasar bisnis dapat dibedakan atas beberapa peubah yang masing-masing memiliki definisi dan dibagi menurut segmentasi dari pasar yang dituju atau dibidik. Segmentasi pasar bisnis dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Peubah segmentasi pasar bisnis Peubah Pembagian Khusus Demografis Industri, ukuran perusahaan dan lokasi. Peubah Teknologi, status pemakai atau bukan pemakai dan Operasi kemampuan pelanggan. Pendekatan Organisasi fungsi pembelian, struktur kekuatan, sifat Pembelian hubungan alami yang ada, kebijakan pembelian umum dan kriteria pembelian. Faktor Situasi Tingkat kepentingan, penawaran khusus dan ukuran pesanan. Karakteristik Kesamaan pembeli-penjual, sikap terhadap risiko dan Pribadi kesetiaan. Sumber : Kotler, 2002.
36
2.) Targeting Penetapan pasar sasaran (targeting) adalah suatu proses di mana perusahaan
mengidentifikasi
peluang-peluang
segmen
pasarnya,
mengevaluasi beragam segmen dan memutuskan berapa banyak dan segmen mana yang akan dibidik (Kotler, 2005). Targeting adalah suatu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki (Rangkuti, 2005). Kriteria utama dalam Targeting adalah besarnya ukuran pasar, besarnya pertumbuhan pasar dan keunggulan kompetitif yang dimiliki perusahaan, serta situasi persaingan yang dihadapi perusahaan (Kertajaya, 2000). Targeting atau menetapkan target pasar adalah tahap selanjutnya dari analisis segmentasi. Produk dari targeting adalah target market (pasar sasaran), yaitu satu atau beberapa segmen pasar yang akan menjadi fokus kegiatan-kegiatan pemasaran. Targeting adalah persoalan bagaimana memilih, menyeleksi, dan menjangkau pasar untuk menjaring konsumen yang tepat. 3.) Positioning Setelah pasar sasaran dipilih, maka proses selanjutnya adalah melakukan positioning. Penetapan posisi (positioning) menurut Kotler (2005) adalah tindakan merancang tawaran dan citra perusahaan, sehingga menempati posisi yang khas (di antara pesaing) di dalam benak pelanggan sasarannya. Positioning adalah salah satu strategi untuk memposisikan suatu produk sedemikian rupa, sehingga dalam pemikiran calon pelanggan, produk itulah yang terbaik baginya dan kalau membutuhkan produk itu akan selalu mempertimbangkannya terlebih dahulu (Tjiptono,
37
2002).
Tujuan
positioning
adalah
untuk
membangun
dan
mengkomunikasikan keunggulan bersaing produk yang ada di pasar ke dalam benak konsumen (Rangkuti, 2005). Positioning biasanya tidak menjadi masalah dan tidak dianggap penting selama barang-barang yang tersedia dalam suatu masyarakat tidak begitu banyak dan persaingan belum menjadi sesuatu yang penting. Positioning baru menjadi penting, bila persaingan sudah menjadi sangat sengit. Hasil akhir penetapan posisi adalah keberhasilan penciptaan nilai yang berfokus pada pelanggan, yaitu alasan yang meyakinkan mengapa pasar sasaran harus membeli produk itu. b. Marketing Mix (Bauran Pemasaran) Salah satu syarat agar perusahaan dapat melanjutkan dan memperluas usaha bisnisnya adalah mampu memasarkan produknya dan memperoleh keuntungan. Untuk mencapai hal tersebut perusahaan wajib merencanakan dan menerapkan secara simultan empat komponen bijaksana yang biasa disebut dengan bauran pemasaran atau marketing mix (4P). Menurut Tjiptono (2002), keempat komponen marketing mix tersebut adalah product (produk), price (harga), place (distribusi) dan promotion (promosi) berikut : 1) Product (Produk) Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Produk yang ditawarkan dapat berupa produk fisik, jasa, orang atau pribadi, tempat, organisasi dan ide. Ditinjau berdasarkan siapa konsumen yang membeli, terdapat dua macam barang, yaitu :
38
i. Barang konsumen adalah barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen akhir sendiri (individu dan rumah tangga), bukan untuk tujuan bisnis. ii. Barang industri adalah barang-barang yang dikonsumsi oleh industriawan (konsumen antara atau konsumen bisnis) untuk keperluan selain dikonsumsi langsung, yaitu untuk diubah atau diproduksi menjadi barang lain kemudian dijual kembali (oleh produsen) ataupun untuk dijual kembali (oleh pedagang) tanpa dilakukan transformasi fisik (proses produksi). Proses ini berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan. Atribut produk adalah unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan dasar pengambilan keputusan pembelian. Atribut produk meliputi merek, kemasan, jaminan (garansi), pelayanan, dan sebagainya. 2) Price (Harga) Harga merupakan satu-satunya unsur bauran pemasaran yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan, sedangkan ketiga unsur lainnya (produk, distribusi dan promosi) menyebabkan timbulnya biaya. Harga merupakan unsur bauran pemasaran yang bersifat fleksibel, artinya dapat diubah dengan cepat. Harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa.
39
Strategi penetapan harga dapat dikelompokkan menjadi delapan kelompok, yaitu : i. Strategi penetapan harga produk baru ii) Skimming pricing, yaitu strategi yang menetapkan harga tinggi pada suatu produk baru. iii) Penetration pricing, yaitu strategi yang menetapkan harga rendah pada suatu produk baru. ii. Strategi penetapan harga produk yang sudah mapan Strategi penetapan harga yang dapat dilakukan perusahaan, yaitu mempertahankan, menurunkan dan menaikkan harga. iii. Strategi fleksibilitas harga i) Strategi satu harga (harga tunggal), yaitu harga yang diberikan sama kepada pelanggan yang membeli produk dengan mutu dan kuantitas yang sama pada kondisi yang sama pula, dengan anggapan konsumen cenderung homogen. ii) Strategi penetapan harga fleksibel, yaitu harga yang diberikan berbeda kepada pelanggan yang berbeda untuk produk dan kualitas yang sama. Untuk jenis pelanggan kelas atas, diberikan harga berbeda dengan kelas menengah dan bawah. iv. Strategi penetapan harga lini produk Strategi yang dilakukan dengan cara menetapkan harga suatu lini produk berdasarkan hubungan dan dampak setiap produk terhadap lininya, apakah kompetitif atau komplementer ?
40
v. Strategi leasing Suatu kontrak persetujuan antara pemilik aktiva dan pihak kedua yang memanfaatkan aktiva tersebut untuk jangka waktu tertentu. vi. Strategi bundling-pricing Strategi yang memasukkan harga ekstra untuk menutupi bermacammacam fungsi dan jasa pendukung yang dibutuhkan untuk menjual dan mempertahankan produk selama masa manfaatnya. Strategi ini banyak diterapkan oleh perusahaan yang juga menetapkan strategi leasing. vii. Strategi kepemimpinan harga Strategi yang digunakan oleh pemimpin pasar dalam suatu industri untuk melakukan perubahan harga yang diikuti oleh perusahaanperusahaan lain dalam industri tersebut. viii. Strategi penetapan harga untuk membentuk pangsa pasar Strategi yang dilaksanakan dengan jalan menetapkan harga serendah mungkin untuk produk baru, dengan tujuan meraih pangsa pasar yang besar. 3) Place (Distribusi) Secara umum pendistribusian dapat diartikan sebagai kegiatan pemasaran yang berusaha memperlancar dan mempermudah penyampaian barang dan jasa dari produsen kepada konsumen, sehingga penggunaannya sesuai dengan yang diperlukan (jenis, jumlah, harga, tempat dan saat dibutuhkan). Dalam pelaksanaan distribusi perusahaan seringkali harus bekerjasama dengan berbagai perantara untuk menawarkan produknya ke pasar.
41
4) Promotion (Promosi) Promosi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran. Promosi adalah suatu bentuk komunikasi pemasaran, yaitu berupa aktivitas pemasaran yang berusaha menyebarkan informasi, mempengaruhi atau membujuk, dan atau mengingatkan pasar sasaran atas perusahan dan produknya agar bersedia menerima, membeli dan loyal pada produk yang ditawarkan perusahaan bersangkutan. Secara umum, bentuk-bentuk promosi memiliki fungsi sama, tetapi bentuk-bentuk
tersebut
dapat
dibedakan
berdasarkan
tugas-tugas
khususnya, yang sering disebut dengan bauran promosi, yaitu : i. Personal selling adalah komunikasi langsung (tatap muka) antara penjual dan calon pelanggan untuk memperkenalkan suatu produk kepada calon pelanggan dan membentuk pemahaman pelanggan terhadap produk, sehingga mencoba dan membelinya. ii. Mass selling adalah pendekatan yang menggunakan media komunikasi untuk menyampaikan informasi pada khalayak ramai dalam satu waktu. iii. Promosi
penjualan
adalah
bentuk
persuasi
langsung
melalui
penggunaan berbagai insentif yang dapat diukur untuk merangsang pembelian produk dengan segera dan atau meningkatkan jumlah barang yang dibeli pelanggan. iv. Public relations (PR) adalah upaya komunikasi menyeluruh dari suatu perusahaan untuk mempengaruhi persepsi, opini, keyakinan dan sikap berbagai kelompok (karyawan, pemegang Saham, pelanggan, orang-
42
orang yang tinggal disekitar perusahaan, pemasok, perantara, pemerintah dan media komunikasi terhadap perusahaan tersebut). v. Direct
marketing
adalah
sistem
pemasaran
interaktif
yang
memanfaatkan satu atau beberapa media iklan untuk menimbulkan respon terukur dan atau transaksi disembarang lokasi.
2.1.8. Teori Pengukuran Profitabilitas Reksadana Beberapa metode pengukuran kinerja dengan menggunakan ukuran tertentu yang sudah disesuaikan dengan tingkat risikonya (risk adjusted performance evaluation) telah dikembangkan oleh para ahli ekonomi. Teori ini terus mengalami perkembangan semenjak tahun 60-an. Pada umumnya, pengukuran kinerja Reksadana diturunkan dari teori CAPM yang dikembangkan oleh Sharpe (1966). Sharpe’s Measure Sharpe’s Measure (1966) mengukur kinerja Reksadana dengan mengukur expected return Reksadana untuk setiap unit risiko. Pengukuran oleh Sharpe diturunkan dengan model CAPM dan Capital Market Line (CML) yang dikembangkannya, metode penilaian kinerja portofolio dirumuskan sebagai fungsi dari risk premium relatif terhadap simpangan baku. Risiko yang digunakan dalam index ini adalah risiko total (σ2). Penentuan nilai dari Sharpe’s measure ini dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan :
Sharpe' s Measure = dimana
Rp − R f σp
(Rp − R f )
σp
: selisih average return portofolio terhadap risk free : simpangan baku
(2.1)
43
Penggunaan simpangan baku sebagai faktor pembagi menunjukkan bahwa risiko yang diperhitungkan dalam metode ini adalah total risiko yang merupakan gabungan antara risiko yang dapat didiversifikasi (unsystematic risk) dan risiko yang tidak bisa didiversifikasi (systematic risk) yang berarti, bahwa unsur diversifikasi portofolio mempengaruhi kinerja portofolio. Treynor’s Measure Sama seperti Sharpe’s measure, Treynor’s measure (1965) juga mengukur expected return untuk setiap unit risiko. Treynor’s measure digunakan untuk membandingkan antara excess return portfolio dengan risiko sistematis. Penentuan dari Treynor’s measure ini dapat dilakukan berdasarkan persamaan :
Treynor' s Measure =
(Rp − R f )
(2. 2)
βp
Pada saat Treynor’s measure bernilai positif berarti Reksadana tersebut mampu menghasilkan return yang lebih tinggi daripada risiko yang harus ditanggungnya. Perbedaannya dengan Sharpe’s measure adalah pada definisi risiko yang digunakan. Treynor’s measure menggunakan risiko sistematik (β), karena
diasumsikan
investor
sudah
mendiversifikasi
unsystematic
risk. Reksadana dengan kinerja yang lebih tinggi untuk setiap unit risiko adalah Reksadana yang dikelola dengan baik, sedangkan Reksadana dengan kinerja yang lebih rendah untuk setiap unit risiko adalah Reksadana yang tidak dikelola dengan baik. Jensen’s Measure Seperti dalam Treynor’s measure, Jensen (1968) mengasumsikan bahwa investor mendiversifikasi unsystematic risk dan oleh karenanya hanya systematic
44
risk yang dimasukkan dalam mengukur kinerja Reksadana. Αlpha (α) dalam formula Jensen merupakan intersep dari proses regresi antara excess return Reksadana terhadap excess return dari benchmark (dalam penelitian ini digunakan SBI sebagai proxy dari risk free asset). Dengan demikian akan diperoleh model regresi berikut : R p − R f = α p + β ( Rm − R f )
(2.3)
Atau, berdasarkan pengamatan terhadap data nilai α dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan :
α p = R p − [R f + β p ( Rm − R f )] dimana
Rp – Rf Rm – Rf β
(2.4)
: selisih return portfolio terhadap risk free : selisih return market terhadap risk free : systematic risk
Dalam hasil regresi terdapat unsur intercept, yang kemudian dimasukkan kedalam rumus tersebut dengan notasi α (alpha). Intercept tersebut diterjemahkan sebagai imbal hasil tetap suatu portofolio yang tidak terpengaruh kondisi pasar. Apabila intercept positif, maka portofolio tersebut lebih superior dari pada portofolio pasar, karena menghasilkan imbal hasil di atas imbal hasil pasar, sedangkan bila intercept negatif, maka portofolio tersebut lebih inferior dari pada portofolio pasar.
2.1.9. Teori Efisiensi a. Pendekatan Parametrik dibandingkan Non Parametrik Pendekatan efisiensi dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok, yaitu pendekatan parametrik dan non parametrik. Pendekatan parametrik adalah
45
probabilistik dan mencoba untuk memisahkan noise (gangguan) dari inefisiensi. Pendekatan non-parametrik adalah non-probabilistik, sehingga menggabungkan noise dengan inefisiensi. Meskipun pendekatan parametrik memiliki keuntungan memisahkan noise dari inefisiensi, namun tetap memiliki kelemahan, yaitu memerlukan suatu bentuk fungsi eksplisit dari teknologi, sehingga menyebabkan kesulitan dalam mengisolasi inefisiensi. Model parametrik dapat dikategorikan berdasarkan jenis data, peubah dan jumlah persamaan yang digunakan dalam model. Model pendekatan parametrik yang cukup terkenal adalah Metode Stochastic Frontier Analysis (SFA). Pendekatan non-parametrik tidak memisahkan inefisiensi dan noise. Metode yang dikenal selama ini adalah metode DEA. Dalam DEA tidak dikenal adanya galat, sehingga semua penyimpangan pada data dianggap inefisiensi. Pendekatan non-parametrik memiliki kelemahan, karena tidak dapat memisahkan noise yang tidak relevan dalam inefisiensi. Meskipun memiliki kelemahan ini, namun kelebihannya adalah pendekatan ini tidak memerlukan asumsi apapun terkait dengan bentuk fungsionalnya. Namun demikian tidak ada kesepakatan apapun yang dibuat oleh para peneliti mengenai metode terbaik untuk menghitung efisiensi. Berger and Humphrey (1997) mengatakan bahwa tidak ada metode penghitungan efisiensi yang terbaik jika masing-masing metode memiliki kekurangan. Walaupun Lindgreen, et. al (2004) berargumentasi bahwa DEA merupakan sebuah metode yang superior untuk mengukur keseluruhan efisiensi secara teknikal. Pada akhirnya para peneliti mencoba menggunakan metode yang cocok dengan tujuan
46
yang ingin dicapai tanpa harus repot berargumentasi tentang metode mana yang terbaik. Disamping itu untuk memperoleh hasil yang lebih bervariasi dapat dengan mengkombinasikan kedua metode tersebut. b. Definisi Efisiensi Efisiensi didefinisikan sebagai perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input), atau jumlah yang dihasilkan dari satu input yang digunakan. Suatu perusahaan dapat dikatakan efisiensi apabila mempergunakan jumlah unit yang lebih sedikit bila dibandingkan dengan jumlah unit input yang dipergunakan perusahaan lain untuk menghasilkan output yang sama, atau menggunakan unit input yang sama, dapat menghasilkan jumlah output yang lebih besar (Permono dan Darmawan, 2000). Efisiensi diartikan sebagai rasio antara output dengan input. Ada tiga faktor yang menyebabkan efisiensi, yaitu (1) apabila dengan input yang sama dapat menghasilkan output yang lebih besar, (2) input yang lebih kecil dapat menghasilkan output yang sama, dan (3) dengan input yang lebih besar dapat menghasilkan output yang lebih besar lagi (Atmawardhana, 2006). Ditinjau dari teori ekonomi, ada dua pengertian efisiensi, yaitu efisiensi teknik dan efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi mempunyai sudut pandang makro yang jangkauannya lebih luas dibanding efisiensi teknik. Pengukuran efisiensi teknik cenderung terbatas pada hubungan teknis dan operasional dalam proses konversi input menjadi output. Akibatnya, usaha untuk meningkatkan efisiensi hanya memerlukan kebijakan mikro yang bersifat internal, yaitu dengan pengendalian dan alokasi sumber daya optimal (Atmawardhana, 2006).
47
Tobin menyebutkan ada empat faktor yang menyebabkan efisiensi dalam lembaga keuangan. Faktor utama adalah efisiensi karena arbitrase informasi, kedua efisiensi karena ketepatan penilaian aset-asetnya, ketiga adalah efisiensi karena lembaga keuangan bank mampu mengantisipasi risiko yang muncul, dan yang keempat adalah efisiensi fungsional, yaitu berkaitan dengan administrasi dan mekanisme pembayaran yang dilakukan oleh sebuah lembaga keuangan. Termasuk didalam efisiensi fungsional ini adalah risk pooling, general insurance, administrasi dan mobilisasi dana masyarakat (Atmawardhana, 2006). Efisiensi bank merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisa performance suatu bank dan juga sebagai sarana untuk lebih meningkatkan efektifitas kebijakan moneter. Efisiensi dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sisi biaya (cost efficiency) dan keuntungan (profit efficiency). Profit efficiency dibedakan menjadi dua yaitu Standard profit efficiency dan Alternative profit efficiency. Secara umum ada tiga pendekatan konsep dasar model efisiensi sektor finansial (perbankan) yaitu Cost Efficiency, Standard Profit Efficiency dan Alternatif Profit Efficiency (Berger et al, 2001). Cost Efficiency pada dasarnya mengukur tingkat biaya suatu bank dibandingkan dengan bank yang memiliki biaya operasi terbaik (best practice bank`s cost) yang menghasilkan output yang sama dengan teknologi yang sama. Cost efficiency ini di derivasi dari suatu fungsi biaya, misalkan fungsi biaya dengan bentuk persamaan umum (log) berikut : log C = f (w, y) + e
(2.5)
Dengan menggunakan bentuk persamaan stochastic cost frontier, maka
48
persamaan biaya dapat dituliskan sebagai berikut : log C = f (w,y) + log u + log v
(2.6)
Dimana C adalah total biaya suatu bank, w adalah vektor harga input, y adalah vektor kuantitas output, e adalah error term dimana e = u + v. Dimana u adalah controllable factor yang merefleksikan faktor inefisiensi sehingga dapat meningkatkan biaya suatu bank di atas best practice bank`s cost. Sedang v adalah uncontrollable (galat) factor atau noise term. Rasio cost efficiency dari suatu bank dapat dirumuskan sebagai berikut :
C CEFFn = min Cn
⎡ ⎤ exp ⎢ f C w n , y n + log(u C min )⎥ ⎣ ⎦ = u C min = n y u Cn exp f C w , y + log(u Cn )
(
[ (
)
)
]
(2.7)
Dimana Cn adalah biaya aktual dari bank n. Cost efficiency ratio (CEFF) adalah proporsi dari biaya atau resources yang digunakan secara efisien. CEFF di derivasi dari suatu fungsi biaya, misalnya CEFF suatu bank 80%, menunjukkan bank beroperasi secara efisien 80% atau terdapat 20% biaya terbuang. Standard Profit Efficiency (SPE) pada dasarnya mengukur tingkat efisiensi suatu bank didasarkan pada kemampuan bank untuk menghasilkan profit maksimal pada tingkat harga output tertentu dibandingkan dengan tingkat keuntungan bank yang beroperasi terbaik (best practice bank). Model ini seringkali dikaitkan dengan suatu kondisi pasar persaingan sempurna, dimana harga input dan output ditentukan oleh pasar. Dengan kata lain, tidak satupun bank yang dapat menentukan harga input maupun harga output, sehingga bank bertindak sebagai price-taking agent. SPE merupakan rasio dari keuntungan yang dapat diperoleh suatu bank, misalnya bank A dibandingkan dengan keuntungan dari bank yang paling efisien.
49
Misalnya dari perhitungan di atas didapatkan SPE sebesar 80%, maka bank A kehilangan 20% dari keuntungan yang seharusnya dapat diperoleh kalau beroperasi secara efisien, atau dengan kata lain terdapat inefisiensi 20%. Alternative Profit Efficiency (APE) ini berbeda dari SPE, karena sifat pasar pada model ini adalah pasar persaingan sempurna, sedangkan dalam APE terjadi pada pasar persaingan tidak sempurna (imperfect market competition). Pada kondisi pasar ini, bank diasumsikan memiliki market power dalam menentukan harga output, namun tidak pada harga input. Karena perbedaan jenis pasar tersebut, maka perbedaan paling menonjol antara kedua model ini SPE dan APE adalah pada penentuan peubah eksogen didalam pencapaian keuntungan maksimum.
2.1.10. Matriks SWOT Menurut David (2005), salah satu tahap pencocokan dari faktor-faktor internal dan eksternal adalah dengan menggunakan matriks Strength-WeaknessesOpportunities-Threats (SWOT) untuk mendapatkan strategi alternatif yang layak. Masing-masing komponen SWOT diartikan sebagai berikut (Hubeis dan Najib, 2008) : a. Kekuatan adalah sumber daya atau kapasitas organisasi yang dapat digunakan secara efektif untuk mencapai tujuan. b. Kelemahan adalah keterbatasan, toleransi, ataupun cacat organisasi yang dapat menghambat pencapaian tujuan. c. Peluang adalah situasi mendukung dalam suatu organisasi yang digambarkan dari kecenderungan atau perubahan sejenis atau pandangan
50
yang dibutuhkan untuk meningkatkan permintaan produk/jasa dan memungkinkan organisasi untuk meningkatkan posisinya melalui kegiatan suplai. d. Ancaman adalah situasi tidak mendukung (hambatan, kendala atau berbagai unsur eksternal lainnya) dalam lingkungan organisasi yang potensial merusak strategi yang telah disusun, sehingga menimbulkan masalah, kerusakan atau kekeliruan. Matrik SWOT merupakan alat pencocokkan yang penting dan membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi (David, 2005), yaitu : a. Strategi Strengths-Opportunities (SO) Strategi yang menggunakan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk mengambil manfaat dari peluang yang ada. b. Strategi Weaknesses-Opportunities (WO) Strategi yang mengambil keuntungan dari peluang yang ada dengan mengatasi berbagai kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan. c. Strategi Strengths-Threats (ST) Strategi yang mempertimbangkan kekuatan-kekuatan perusahaan untuk menghindari ancaman. d. Strategi Weaknesses-Threats (WT) Strategi defensif untuk meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman. Strategi ini sering dijadikan alternatif terakhir, jika perusahaan berada dalam kondisi terbatasnya sumber daya dan modal kerja yang dimiliki.
51
2.2
Penelitian Terdahulu yang Relevan Parameter yang terkait dalam suatu produk investasi yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah tingkat risiko (risk), tingkat pengembalian investasi (return), beban investasi, kas pada bank, perputaran portofolio dan perubahan nilai aktiva. Karakteristik tingkat risiko dan beban investasi diharapkan mewakili kepentingan investor, karena menggambarkan tingkat risiko yang ditanggung investor dan biaya yang harus ditanggung investor dalam berinvestasi di produk investasi. Sedangkan karakteristik kas pada bank dan perputaran portofolio mewakili kegiatan yang dilakukan perbankan dalam menjalankan operasional produk investasi yang dikelolanya. Parameter produk investasi yang digunakan sebagai peubah output, adalah tingkat pengembalian (return) yang mewakili kepentingan dari kedua belah pihak. Tingkat pengembalian investasi merupakan hal yang menjadi kepentingan investor untuk mengukur keberhasilan investasi yang dilakukan dan mengukur keberhasilan perbankan dalam memberikan pengembalian yang diharapkan. Beberapa peneliti terdahulu telah melakukan penelitian kinerja portofolio yang dikelola secara profesional dengan menggunakan DEA, diantaranya Reksadana, ethical fund dan hedge fund. Studi yang ditujukan pada Reksadana, termasuk diantaranya yang dilakukan oleh Murthi et. al (1997), Mc-Mullen and Strong (1998), Choi and Murthi (2001), Basso and Funari (2001), Tarim and Karan (2001) dan Sengupta (2003). Studi-studi tersebut menganggap bahwa Reksadana adalah kombinasi dari multi atribut seperti rataan tingkat pengembalian (return) dan tingkat risiko (risk), baik risiko total maupun
52
sistematis, biaya-biaya yang terkait, ukuran Reksadana, kecepatan turnover dan nilai minimum investasi awal. Berbagai atribut tersebut dibentuk dalam model input dan output, sehingga dapat diperoleh ukuran efisiensi relatif Reksadana dengan input tertentu yang menghasilkan output tertentu. Metode DEA lebih banyak digunakan untuk menghitung efisiensi di bidang perbankan, seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Berger et. al. (2001) yang menganalisis tingkat efisiensi bank di Kroasia periode 1995-2000 dengan menggunakan DEA. Berger and De Young (1997) menemukan bahwa pengukuran efisiensi biaya memiliki hubungan positif dengan tingkat mutu manajemen bank dan bahwa tingkat manajemen bank terkait erat dengan tingkat mutu aset. Athanassopoulos (1998) membuat model DEA untuk mengevaluasi efisiensi jaringan besar cabang sebuah bank di Inggris dengan membagi dua pendekatannya, yaitu efisiensi pasar dan efisiensi biaya. Haslem and Scheraga (2006) mendemonstrasikan penggunaan DEA untuk mengevaluasi efisiensi relatif cabang terhadap cabang lain dalam sebuah bank. Menurut Lee (2005), tiga pendekatan yang digunakan untuk melihat aktifitas perbankan adalah pendekatan produksi, intermediasi dan modern. Dua pendekatan awal menerapkan teori ekonomi mikro klasik perusahaan pada sektor perbankan. Sementara pendekatan ketiga merupakan modifikasi teori klasik perusahaan dengan menggabungkan beberapa aktifitas bank yang khusus seperti manajemen risiko dan proses informasi. Sedangkan Markowitz (1952) berasumsi bahwa ada dua macam pendekatan yang dapat digunakan untuk menghitung efisiensi biaya bank, yaitu pendekatan ekonometri dengan melakukan perhitungan matematika ekonomi dan pendekatan linear programing (LP).
53
Sementara dalam kasus perusahaan, ada dua macam efisiensi yang dikembangkan oleh Murthi et. al. (1997), yaitu efisiensi produktif dan alokatif. Dalam efisiensi produktif dikenal efisiensi pada tingkat perusahaan dan industri. Efisiensi pada tingkat perusahaan akan tercapai bila rasio antara produk marjinal sama dengan rasio harga produk. Efisiensi pada tingkat industri akan terjadi bila produk marjinal dari tiap perusahaan sama. Efisiensi secara alokatif akan terjadi ketika biaya marjinal sama dengan harga input. Sedangkan menurut Choi and Murthi (2001) efisiensi dari perusahaan terdiri dari dua komponen, yaitu efisiensi teknikal dan alokatif. Efisiensi teknikal berkaitan dengan kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan output maksimal dengan jumlah input tertentu. Adapun efisiensi alokatif berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam menggunakan input dengan proporsi optimal berdasarkan harganya. Keduanya akan menghasilkan efisiensi ekonomi. Model DEA yang digunakan pada dasarnya adalah model Charnes Cooper Rhodes (CCR) Charnes et. al. 1978 atau model Banker Charnes Cooper (BCC) Banker et. al. 1984. Peneliti-peneliti tersebut mencoba untuk membandingkan tingkat efisiensi Reksadana dalam suatu jenis kategori atau antar beberapa kategori yang berbeda (misalnya, Reksadana Saham, pasar uang dan pendapatan tetap atau campuran). Untuk kategori Reksadana jenis baru seperti Reksadana penjaminan, belum dilakukan penelitian lebih lanjut karena keterbatasan data yang dimiliki dan jenis investasi yang tergolong baru. Demikian pula Baso and Funari (2003) menemukan bahwa data DEA diadaptasi untuk mengukur kinerja ethical mutual fund dengan menggunakan indikator pemenuhan etika Reksadana sebagai salah satu output, yaitu “fitur
54
solidaritas dan tanggungjawab sosial yang menjadi karakter ethical mutual fund dapat memenuhi tujuan kemanusiaan, tetapi menurunkan tingkat keuntungan investasi”. Oleh karena itu, jika mengikuti Baso and Funari (2003) tidak dapat mengabaikan komponen etika ketika mengevaluasi kinerja Reksadana. Aplikasi DEA untuk mengevaluasi hedge fund dapat dilihat pada studi yang dilakukan oleh Gregoriou (2003) dan kemudian didukung oleh Gregoriou et. al. (2005). Dari studi-studi tersebut, hal yang dapat terlihat adalah mempertimbangkan kinerja risk-return tanpa mempertimbangkan biaya-biaya terkait. Untuk itu, aproksimasi output sebagai hal yang dicari oleh investor dengan memaksimalkan sisi sebelah kanan dari distribusi return, sedangkan input sebagai hal yang dicari investor untuk diminimalisasi dengan sisi sebelah kiri distribusi return. Oleh karenanya, input yang dimasukan adalah (1) rataan semi-skewness bawah, (2) rataan semi-varian bawah, dan (3) rataan return bawah; sedangkan output yang dimasukkan adalah (1) rataan semi-skewness atas, (2) rataan semivarian atas, dan (3) rataan return atas. Dalam studinya juga ditekankan pemeringkatan kinerja dengan menggunakan teknik DEA yang telah dimodifikasi, yaitu super-efficiency (Andersen and Petersen, 1993) dan cross-efficiency (Sexton et. al, 1986). Pada
Tabel
5
adalah
rangkuman
penelitian-penelitian
dengan
menggunakan metode DEA yang dilakukan di beberapa negara dengan dua jenis instrumen investasi yaitu Reksadana dan hedge fund. Penelitian dilakukan sejak tahun 1970 - 2000 dengan mengkombinasikan beberapa macam faktor input dan output. Model DEA yang digunakan adalah BCC, CCR, Cross Efficiency dan Super Efficiency.
55
Tabel 5. Studi-studi pengukuran produk investasi dengan metode DEA Peneliti Murthi et. al (1997)
McMullen & Strong (1998)
Basso Funari (2001)
Tarim & Karan (2001) Choi & Murthi (2001) Sengupta (2003)
Gregoriou (2003)
Produk investasi Reksadana
Model DEA
Input
• CCR
• simpangan baku • rasio biaya • turnover • load Reksadana • CCR • simpangan baku dengan nilai • nilai investasi bobot minimum terbatas • rasio biaya • load Reksadana • CCR • beta • semi-varian bawah • load Reksadana • CCR • simpangan baku dengan nilai • rasio biaya bobot • load Reksadana • CCR • simpangan baku • rasio biaya • BCC • turnover • load Reksadana • BCC • beta • rasio biaya • turnover • load Hedge fund • BCC • rataan bawah • rataan semi• Crossvarian bawah efficiency • rataan semi• Super efficiency skewness
Gregoriou et. Hedge fund • BCC al (2005) • Cross efficiency • Superefficiency
• rataan bawah • semi-varian bawah • semi-skewness bawah
Output • rataan (gross) return
• rataan return 1, 3 dan 5 tahun
• rataan return • dj • rataan return • rataan return
• rataan return • skewness • rataan return atas • semi-varian atas • semi-skewness atas • rataan return atas • semi-varian atas • semi-skewness atas
Dari rangkuman penelitian-penelitian tersebut, terlihat bahwa metode DEA dapat digunakan dengan mengkombinasikan faktor-faktor input dan output yang berbeda dan tidak dibatasi jumlahnya.