II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pantai Seperti yang telah disampaikan pada bagian pendahuluan, pantai disebut sebagai daerah tepi perairan yang berada diantara surut terendah dan pasang tertinggi.
Daerah sekitarnya itu disebut sebagai daerah pesisir pantai yang
ditandai dengan pengaruh dari darat dan laut (Prasetya et al., 1993; Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Bagian yang memisahkan laut dan darat
memiliki pola yang berbentuk garis berliku atau lurus, bagian itu kenal sebagai garis pantai (Horikawa, 1988). Jika pantai dianggap sebagai sebuah kawasan yang masih mendapat pengaruh air laut, maka di dalam kawasan tersebut adalah pembagaian tersendiri secara spesifik. Menurut Sastroprawiro (1992) ada tiga bagian utama pantai, yakni : a) Beach (daerah pantai). Daerah yang langsung mendapat pengaruh air laut dan selalu dapat dicapai oleh pasang naik dan pasang surut. b) Shoreline (garis pantai).
Jalur pemisah yang relatif berbentuk baris dan
relatif merupakan batas antara daerah yanmg dapat dicapai air laut dan yang tidak bisa. c) Coast (pantai, pesisir). Daerah yang berdekatan dengan laut dan masih mendapat pengaruh dari air laut.
Selanjutnya dikatakan juga bahwa pantai selalu mengalami perubahan bentuk secara kontinu, perubahan yang terjadi berada dalam satuan skala waktu atau time scale (kisaran perubahan dari waktu geologi untuk periode tunggal dari gelombang yang disebabkan oleh angin atau perubahan dalam kisaran musim tertentu) dan skala ruang atau spatial scale (pada kisaran pantai atau kawasan tertentu dengan panjang yang berbeda atau bisa juga dalam sebuah region). Menurut Triatmodjo (1999) perubahan bentuk dan garis pantai merupakan respons dinamis alami pantai terhadap laut.
Apabila proses ini berlangsung
secara terus-menerus tanpa ada faktor penghambat, maka proses pengikisan akan berlanjut. Dalam skala waktu, luas daratan, besaran energi eksternal dan daya tahan material penyusun pantai akan menentukan apakah pantai tersebut akan hilang atau tenggelam (Diposaptono, 2004). Hantoro (2006) menyatakan bahwa perubahan garis pantai bergeser seiring perubahan paras muka laut,
7
pergeseran tersebut dapat terjadi oleh susutnya permukaan air laut atau gerak vertikal dari darat (proses tektonik, dll). Sementara itu, perubahan paras laut disebabkan oleh berubahnya volume air atau berubahnya volume cekungan samudera. Ada banyak bentuk pantai.
Pembagainnya dapat didasarkan pada
berbagai komponen. a. Berdasarkan materi penyusun pantai (Triatmodjo, 1999 dan Diposaptono, 2004), diantaranya :
Pantai berbatu. Dinding pantainya terjal yang langsung berhubungan dengan laut dan sangat dipangaruhi oleh serangan gelombang. Biasanya tidak mudah tererosi akibat adanya arus atau gempuran gelombang. Kalaupun ada lebih banyak disebabkan oleh pelapukan batuan atau proses geologi lain dalam waktu yang relatif lama. Erosi pada material masif (seperti batu atau karang) ini lebih dikenal dengan nama abrasi
Pantai berpasir. Pantai tipe ini terbentuk oleh proses di laut akibat erosi gelombang, pengendapan sedimen, dan material organik. Material penyusun terdiri atas pasir bercampur batu yang berasal dari daratan yang terbawa aliran sungai atau berasal dari daratan di belakang pantai tersebut. Di samping berasal dari daratan, material penyusun pantai ini juga dapat berasal dari berbagai jenis biota laut yang ada di daerah pantai itu sendiri.
Pantai berlumpur. Pantai berlumpur yang banyak dijumpai di muara sungai yang ditumbuhi oleh hutan mangrove, energi gelombang terdisipasi oleh hutan mangrove dan lumpur. Pantai tipe ini relatif mudah berubah bentuk, mengalami deformasi, dan tererosi.
b. Berdasarkan morfologi pantai dan pesisir yang dipengaruhi oleh proses geologi, laut dan iklim (Hantoro 2006). ♦
Pantai curam singkapan batuan.
Umumnya ditemukan di pesisir yang
menghadap laut lepas dan merupakan bagian jalur tunjaman/tumbukan, berupa pantai curam singkapan batuan volkanik, terobosan, malihan atau sedimen. ♦
Pantai landai (datar).
Pesisir datar hingga landai menempati bagian
mintakat kraton stabil atau cekungan belakang.
Pembentukan pantai
dikendalikan oleh proses eksogen cuaca dan hidrologi.
8
♦
Pantai dengan bukit atau paparan pasir.
Pantai menghadap perairan
bergelombang dan angin kuat dengan asupan sedimen sungai cukup, umumnya membentuk rataan dan perbukitan pasir. Kondisi kering dan berangin kuat dapat membentuk perbukitan pasir. ♦
Pantai lurus dan panjang dari pesisir datar.
Pantai tepian samudera
dengan agitasi kuat gelombang serta memiliki sejumlah muara sungai kecil berjajar padanya dengan asupan sedimen, dapat membentuk garis lurus
dan
panjang
pantai
berpasir.
Erosi
terjadi
bila
terjadi
ketidakseimbangan lereng dasar perairan dan asupan sedimen. ♦
Pantai berbukit dan tebing terjal.
ditemukan pada berbagai mintakat
berbeda, yaitu di jalur tumbukan/tunjaman, jalur volkanik, pulau-pulau sisa tinggian di paparan tepi kontinen, jalur busur luar atau jalur tektonik geser. ♦
Pantai erosi. Terjadinya erosi terhadap pantai disebabkan oleh adanya: batuan atau endapan yang mudah tererosi, agen erosi berupa air oleh berbagai bentuk gerak air.
♦
Pantai akresi.
Proses akresi terjadi di pesisir yang menerima asupan
sedimen lebih dari jumlah yang kemudian tererosi oleh laut.
c. Berdasarkan genesa (Johnson, 1919 dalam Sastroprawiro, 1992) ♦
Emergence coast. Pantai yang terbentuk karena pengangkatan daratan sehingga terjadi kemunduran garis pantai, dasar laut mendalam secara teratur dan perlahan. Ciri pada peta topografi : (i) garis pantai yang relatif lurus (garis kontur lurus); (ii) pantai yang relatif landai (garis kontur renggang) dan (iii) jika dijumpai perkampungan umumnya relatif sejajar dengan garis pantai.
♦
Submergence coast. Pantai yang terbentuk jika air laut menggenangi daratan sehingga terjadi kemajuan garis pantai, dasar laut mempunyai kedalaman yang tidak teratur, yang merupakan lembah-lembah dan bukitbukit lama. Ciri pada peta topografi : (i) garis pantai tidak teratur; (ii) garis pantai berkelok-kelok tidak teratur; (iii) pantainya relatif curam (garis kontur relatif rapat) dan (iv) perkampungan di sekitar pantai umumnya tidak sejajar dengan garis pantai.
♦
pantai netral.
Pantai yang terbentuk karena adanya pengendapan
aluvial/sungai, delta dataran aluvial dan dataran outwasth. Ciri pada peta topografi : (i) adanya delta plain, aluvial plain; (ii) biasanya garis kontur
9
renggang; (iii) bentuk garis relatif melengkung dan (iv) sungai dibagian muara mempunya banyak cabang (pola sungai berbentuk pohon atau dendritik). ♦
pantai campuran (compound coast). Pantai yang terbentuk dari proses pengangkatan dan penurunan.
Ciri pada peta topografi : (i) adanya
dataran pantai, teras-teras (emergence) dan (ii) adanya teluk-teluk dengan kontur yang relatif rapat.
d. Berdasarkan hubungan antara faktor pembentuk dengan perbedaan bentukbentuk awal (initial) dan bentuk sequential (Shepard, 1948 dalam Sastroprawiro, 1992). ♦
Pantai primer. Pantai berstadium muda dan dihasilkan oleh proses bukan asal dari laut (non marine egency).
Misalnya pantai karena erosi
daratan; pantai yang dibentuk oleh pengendapan asal darat dan bentuk pantai akibat aktivitas volkanism. ♦
Pantai sekunder.
Pantai yang mempunyai stadium dewasa dan
dihasilkan oleh proses-proses laut. Misalnya bentuk pantai karena erosi air laut dan bentuk pantai karena pengendapan laut
Bagian pantai yang berbentuk garis dan menjadi arah batas antara laut dan darat secara jelas disebut sebagai garis pantai (Shalowitz, 1964 dalam Saptarini, 2000). Menurut Hermanto (1986) keberadaan garis pantai selalu mengalami perubahan secara kontinu, pada pantai yang berhadap langsung dengan arah datang gelombang dan arus pantai selalu mengalami abrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pantai yang letaknya sejajar atau searah dengan arah datangnya gelombang.
Garis pantai terbagi atas dua
kelompok besar yang dipengaruhi oleh gerakan tektonik, gerakan eustatik dan kombinasi kedua gerakan tersebut (Bird, 1970 dalam Hermanto, 1986) : •
Garis pantai naik.
Garis pantai yang mengalami pengangkatan dan
biasanya lurus dan datar, disebabkan karena daratan mengalami pengangkatan. •
Garis pantai turun. Garis pantai yang mengalami penurunan, biasanya memiliki bentuk yang tidak lurus dan disebabkan daratan mengalami penurunan.
10
2.2. Gelombang 2.2.1. Defenisi Dan Pembangkit Gelombang adalah peristiwa naik-turunnya muka laut. Proses ini terjadi akibat adanya gaya-gaya alam yang bekerja di laut seperti tekanan atau tekanan dari atmosfir (khususnya melalui angin), gempa bumi, gaya gravitasi bumi dan benda-benda angkasa (bulan dan matahari), gaya coriolis (akibat rotasi bumi), dan tegangan permukaan (Sorensen 1991; Komar 1998). Menurut Davis (1991) Gelombang dominan terjadi di laut adalah gelombang yang terbentuk sebagai akibat dari asosiasi antara angin dan permukaan laut, secara praktis angin sangat penting bagi pembentukan gelombang di permukaan laut, karena itu dikatakan bahwa gelombang merupakan fungsi dari beberapa faktor yakni kecepatan angin, durasi angin dan jarak tiupan angin pada pantai terbuka (fetch). Pada pertumbuhan gelombang laut dikenal beberapa istilah seperti : ♦
Fully developed seas, kondisi di mana tinggi gelombang mencapai harga maksimum (terjadi jika fetch cukup panjang).
♦
Fully limited-condition, pertumbuhan gelombang dibatasi oleh fetch. Dalam hal ini panjang fetch (panjang daerah pembangkit angin) dapat dibatasi oleh garis pantai atau dimensi ruang dari medan angin
♦
Duration limited-condition, pertumbuhan gelombang dibatasi oleh lamanya waktu dari tiupan angin
♦
Sea waves, gelombang yang tumbuh di daerah medan angin. Kondisi gelombang di sini adalah curam yaitu panjang gelombang berkisar antara 10 sampai 20 kali lebih tinggi gelombang.
♦
Swell waves (swell), gelombang yang tumbuh (menjalar) di luar medan angin. Kondisi gelombang di sini adalah landai yaitu panjang gelombang berkisar antara 30 sampai 500 kali tinggi gelombang, (Ningsih 2000).
Gambar 3 menunjukkan sketsa definisi dari suatu gelombang sinusoidal yang menjalar disuatu kedalaman perairan d pada sistem koordinat x dan z. Dasar perairan terletak di z=-d dan profil permukaan gelombang pada z=η. dimana x dan z merupakan koordinat horisontal dan vertikal; a = H/2 adalah amplitudo gelombang; η = a cos ( kx − ωt ) adalah elevasi muka air; H = tinggi gelombang; T = perioda gelombang; L = panjang gelombang; C = L/T adalah kecepatan rambat gelombang, dimana; kedalaman perairan (d) dihitung dari SWL (still water level) yaitu muka air rata-rata; waktu (t); u dan w = masing-
11
masing menyatakan komponen kecepatan partikel horisontal dan vertikal; ζ dan ε menyatakan posisi horisontal dan vertikal sesaat (mengacu ke pusat orbit) dari partikel yang begerak sepanjang orbitnya; k = 2π / L adalah jumlah gelombang;
ω = 2π /T adalah frekuensi sudut gelombang.
Gambar 3. Sketsa Definisi Gelombang Progresif (CHL 2002).
Berdasarkan tipe hempasan, Gross (1993) membagi gelombang atas 3 kelompok besar yaitu : ♦
Gelombang dengan kemiringan dasar sangat kecil dengan reaksi sangat lemah dan lama (spilling);
♦
Gelombang yang memiliki puncak yang bergulung-gulung dan jatuh didepan gelombang serta hempasannya tidak lama (plunging)
♦
Gelombang yang agak lemah saat mencapai pantai dengan dasar yang lebih curam dan kemudian akan pecah tepat pada tepi pantai (surging).
Berdasarkan perioda gelombang (spektrum gelombang ideal) Munk, (1950) dalam Sumich (1992) membagi gelombang menjadi beberapa kelompok (Gambar 4), yaitu : ♦
Capillary wave atau rippless. Gelombang dengan periode < 0.3 detik
♦
Chop atau seas. Gelombang dengan periode antara 0.3 – 15 detik.
♦
Swell. Gelombang dengan periode berkisar antara 15 – 30 detik.
♦
Seiche. Gelombang dengan periode antara 30 detik – 5 menit.
♦
Tsunami. Gelombang dengan periode 5 menit – 1 jam
♦
Tide. Gelombang dengan periode 12 – 24 jam.
12
or seas
or ripples
Gambar 4. Spectrum Gelombang Ideal (Munk, 1950 dalam Sumich, 1992)
2.2.2. Perambatan atau Propagasi Gelombang Penjalaran
gelombang
yang
bergerak
menjauhi
titik
pembangkit
mentransmisi energi namun partikel-pertikel air hanya melakukan gerak orbital secara vertikal. Pergerakan ini akan mengalami deformasi ketika berada di perairan pantai dan kemudian pecah ketika mendekati garis pantai, penjalaran ini sangat dipengaruhi oleh keberadaan angin pada lokasi tersebut (Bowden, 1983). Menurut Komar (1983) dan Hapke et al (2006) Gelombang yang terbentuk di laut merupakan komponen penting dalam mentranspor energi, dimana energi yang dimiliki awalnya diterima dari angin, lalu ditransfer sepanjang perairan dalam dan dikirim ke zona pantai kemudian mengakibatkan terjadinya erosi atau abrasi pantai, arus dekat pantai dan membentuk pola transpor sedimen. Hal senada juga dikatakan oleh Harikawa (1988) bahwa dinamika perubahan pantai dalam kurun waktu yang pendek, sangat dipengaruhi oleh dinamika kekuatan gelombang dan arus yang yang diterima oleh pantai. Sedangkan menurut Prasetya (1994) aksi gelombang di pantai merupakan gaya eksternal yang terkuat
mengakibatkan
pengadukan,
transpor
sedimen
dasar
serta
membangkitkan arus sejajar pantai (longshore current) dan rip current. Karakteristik
gelombang
ketika
bergerak
menuju
pantai
sangat
dipengaruhi efek geografi daratan terhadap laut, kondisi iklim, orientasi garis pantai dan batimetri lokal (Hapke et al., 2006). Gelombang yang datang secara berkelompok menuju pantai pada saat melewati dasar perairan dangkal yang agak miring tingginya bertambah dengan cepat dan puncaknya semakin miring
13
mengikuti profil dasar karena itu profil gelombang menjadi tidak simetris dan akhirnya pecah (Harikawa, 1988).
Garis pantai
Gelombang pecah
Semenanjung Teluk Teluk
Kontur
Puncak gelombang
Kontur
(a)
Ortogonal
(b)
Garis Pantai
Garis Pantai
Kontur
Ortogonal
(c)
Ortogonal
Kontur
(d)
Gambar 5 Refraksi Gelombang pada Berbagai Bentuk Tipe Kontur Garis Pantai (A) Kontur Lurus dan Sejajar; (B) Gabungan Antara submarine ridge dan submarine canyon; (c); submarine ridge dan (d) submarine canyon (CHL 2002).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hapke et al., (2006) pada Pantai California menunjukan bahwa pada bulan April – Oktober gelombang yang merambat ke pantai memiliki tinggi antara 0.3 – 3 m dengan periode 10 – 25 det sedangkan antara Oktober - April tingginya antara 1 - 4 m dan periodenya 3 - 10 det, perambatannya dipengaruhi oleh angin lokal yang melewati California Tengah. Kemampuan gelombang untuk menyebabkan erosi dipantai berkaitan dengan beberapa faktor (http//www.vsi.esdm.go.id.), diantaranya : ♦
Kekasaran dari batuan yang tampak pada kemiringan dasar.
Hal ini
dianggap sebagai faktor kunci dalam mendeterminasi kemampuan erosi termasuk keberadaan batuan sapanjang pantai dengan keberadaan
14
patahan dan material non-cohasive seperti lanau (silt) dan pasir haslus (fine sand). ♦
Kemiringan dasar pantai. Pantai membantu meredam atau mengurangi energi gelombang yang bergerak dari offshore dan memberikan ukuran perlindungan dengan kemiringan yang dimiliki terhadap coastal erosion.
♦
Stabilitas pantai atau resistensi pantai. Pengurangan aksi gelombang dipantai merupakan faktor yang mengontrol kecepatan cliff recession. Jika pantai menurun dan melebar sangat efektif untuk meredam energi gelombang, sehingga kekuatan gelombang berkurang saat mencapai daerah yang biasanya tererosi.
♦
Batimetri yang saling berdekatan.
Batimetri dekat pantai mengontrol
energi gelombang yang tiba di pantai dan dapat berpengaruh penting terhadap kecepatan erosi. ♦
Suplai material pantai pada coastal cell dari updrift (aliran). Ketersedian material yang mengalami erosi updrift datang dari sepanjang cliff, akan membantu menstabilkan pantai.
Ukuran ketersedian dapat menjadi
pelindung.
2.3. Pasang Surut Pasang surut adalah fenomena perubahan muka laut dalam periode yang pendek secara periodik yang diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik menarik dari benda-benda angkasa terutama matahari, bumi dan bulan (Garisson, 2006).
Untuk benda lain pengaruhnya dapat diabaikan sebab
letaknya jauh dan ukurannya lebih kecil.
Faktor non astronomi yang sangat
mempengaruhi terutama pada perairan semi tertutup (teluk) antara lain oleh bentuk garis pantai dan topografi dasar perairan.
Pasang surut dianggap
sebagai gelombang panjang dengan panjang gelombang dapat mencapai seperdua ekuator yang melingkari bumi (Garisson, 2006). Tipe pasang surut ditentukan oleh frekuensi air pasang dan surut setiap hari, hal ini disebabkan olah perbedaan respon setiap lokasi terhadap gaya pembangkit pasang surut.
Secara umum pasang surut di berbagai daerah di
Indonesia dapat dibedakan menjadi empat tipe yaitu (Wyrtki, 1961): 1. Pasang surut harian ganda (semi diurnal tide).
Dalam satu hari terjadi
dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan secara teratur. Periode
15
pasang surut rata-rata 12 jam 24 menit. Pasut jenis ini terdapat di Selat Malaka sampai Laut Andaman. 2. Pasang surut harian tunggal (diurnal tide). Dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut. Periode pasang surut adalah 24 jam 50 menit. Pasut ini terdapat di perairan selat Karimata. 3. Pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semi diurnal).
Dalam satu hari terjadi dua kali pasang dan dua kali
surut, tetapi periodenya berbeda. Pasut jenis ini terdapat di perairan Indonesia bagian Timur. 4. Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal). Dalam satu hari terjadi satu kali pasang dan satu kali surut, tetapi pereodenya berbeda.
Tipe pasang juga dapat ditentukan berdasarkan bilangan Formzal (F) yang dinyatakan dalam bentuk (Pond and Pickard, 1983) :
F=
AO1 + AK AM 2 + AS1
Dengan ketentuan F ≤ 0,25
: pasang surut tipe ganda (semidiurnal tides)
0,25 < F ≤ 1,5 : pasang surut tipe campuran condong harian ganda 1,50 < F ≤ 3,0 : pasang surut tipe campuran condong harian tunggal F > 3,0
: pasang surut tipe harian tunggal (diurnal tides)
Dimana : F
: bilangan Formzal
AK : amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari. AO1 : amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan. AM2 : amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan. AS1 : amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan matahari.
Di perairan pantai, pasang surut merupakan gaya eksternal utama dalam menentukan perilaku perubahan fungsi tinggi muka air (Prasetya 1994).
16
Perbedaan tinggi dan rendah level muka air dalam satu siklus pasang surut disebut sebagai tidal range atau kisaran pasang surut (Haslet, 2000). Menurut Haslet (2000) Pertambahan tidal range berhubungan dengan jarak dari amphidromic point. Garis pantai yang dekat dengan amphidromic point memiliki tidal range yang kecil, sebaliknya pantai yang jaraknya jauh dari amphidromic point tidal range besar. Penambahan tidal range pada pantai juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, diantaranya : •
Batimetri. Sebab panjang gelombang pasang surut yang besar dapat berhubungan dengan semua gelombang pada perairan dangkal, karena itu bisa terjadi refraksi gelombang dan sebelum terfokus pada bagian khusus di pantai, maka energi; tinggi dan tidal range bertambah.
•
Lebar continental sheft.
Perairan yang sangat dangkal menghambat
gelombang pasang surut, dimana continental shelf mengurangi penjalaran gelombang dan tinggi gelombang bertambah.
Front
diperlambat mendekati gelombang yang dari belakang sehingga puncak
gelombang
terangkat,
kemudian
tinggi
gelombang
bertambah. Karena itu continetal shelf yang lebar memberikan waktu lebih
untuk
puncak
gelombang
pasang
surut
terkonsentrasi
menyempit tapi gelombang sangat tinggi lalu gelombang semakin tinggi saat mencapai pantai. •
Konfigurasi Pantai. Gelombang pasang yang memasuki pantai seperti pada daerah teluk dan estuari mempunyai jalur yang terbatas, sebelum menjalar ke pantai mengalami tekanan karena itu range dan tinggi gelombang bertambah.
Gelombang pasang surut yang memasuki pantai dapat diklasifikasikan berdasarkan tidal range yang dimiliki (Davis, 1964 dalam Haslet, 2000), yaitu : •
Microtidal.
Pantai dengan tidal range kurang dari 2 meter dan
karakeristik pantai samudera terbuka, seperti pantai timur Australia. •
Mesotidal. Pantai dengan proses tida range antara 2 – 4 meter.
•
Macrotidal. Pantai dengan tidal range lebih dari 4 meter.
17
2.4. Arus Arus merupakan gerakan horisontal atau vertikal dari massa air sehingga massa air tersebut mencapai kestabilan. Gerakan arus di laut disebabkan dua gaya utama yakni gaya primer dan gaya sekunder. Gaya primer berperan dalam menggerakan arus dan menentukan kecepatannya (gesekan angin, pasang surut,
gravitasi,
gradien
tekanan,
perbedaan
densitas,
gaya
dorong
keatas/bawah dan tekanan atmosfer), sedangkan gaya sekunder meliputi gaya Coriollis dan gesekan air laut itu sendiri (Pond and Pickard, 1983). Untuk daerah pantai, arus yang timbul dalam zona tersebut dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu arus laut yang bergerak ke arah offshore, arus pasang surut dan arus sejajar pantai yang ditimbulkan oleh gelombang (Prasetya 1994). Hal senada dikatakan oleh Komar (1983) bahwa arus yang dominan pada dekat pantai adalah arus yang tegak lurus garis pantai mengarah ke laut (rip current), namun karena adanya gelombang pecah seiring dengan pembentukan sudut gelombang mengakibatkan arus bergerak sejajar garis pantai atau longshore current.
Dikatakan lebih lanjut bahwa variasi kecepatan longshore
current sangat bergantung pada tinggi gelombang pecah yang tiba di pantai dan pola kemiringan pantai. Dampak yang ditimbukan dari pergerakan arus di pantai (longshore
current
atau
rip
current)
adalah
transpor
sedimen
yang
mengakibatkan terjadinya perubahan profil pantai, serta penyebaran polutan sepanjang pantai dan beberapa kejadian lainnya.
2.5. Sedimen Keberadaan sedimen sebagai penutup dasar perairan terlihat sangat kompleks dan memiliki peran yang sangat signifikan bagi keberdaan perairan tersebut baik dari sisi kimia, biologi maupun fisik perairan. dikelompokan berdasarkan berbagai komponen. pembentuk
adalah
detrial,
biogenous,
Sedimen dapat
Berdasarkan komponen
hydrogenous
dan
cosmogenous.
Berdasarkan region atau keberdaannya terhadap laut dan massa daratan adalah sedimen neritik (perairan dangkal) dan laut dalam. Berdasarkan ukuran butiran yakni batu, pasir, lumpur dan lempung (Dyer, 1985 dan Davis, 1993).
Skala
tersebut menunjukan ukuran standar kelas sedimen dari fraksi berukuran mikron sampai beberapa milimeter dengan spektrum yang bersifat kontinu.
18
Tabel 1. Ukuran Partikel Sedimen Berdasarkan Skala Wentworth Nama
Partikel
Ukuran (mm)
Bongkah (boulder)
> 256
Krakal (coble)
64 - 256
Kerikil (peoble)
4 - 64
Butiran (granule)
2-4
Pasir sangat kasar (verry coarse sand)
1-2
Pasir kasar (coarse sand)
½-1
Pasir sedang (medium sand)
¼-½
Pasir halus (fine sand)
1/8 – ¼
Pasir sangat halus (verry find sand)
1/16 – 1/8
Lumpur kasar (coarse silt)
1/32 – 1/16
Lumpur sedang (medium silt)
1/64 – 1/32
Lumpur halus (fine silt)
1/128 – 1/64
Lumpur sangat halus (verry find silt)
1/256 – 1/128
Lempung kasar (coarse clay)
1/640 – 1/256
Lempung sedang (medium clay)
1/1024 – 1/640
Lempung halus (fine clay)
1/2360 – 1/1024
Lempung sangat halus (verry find clay)
1/4096 – 1/2360
Batu (Stone)
Pasir (Sand)
Lumpur (Silt)
Lempung (Clay)
Menurut Ingmanson dan Wallace (1985) besar kecilnya ukuran partikel dipengaruhi oleh transportasi yang dialami akibat arus, hal ini berkaitan dengan besar kecil tekanan yang diterima oleh partikel sedimen.
Selain itu
mencerminkan keberadaan partikel dari jenis yang berbeda, daya tahan partikel terhadap proses pelapukan, erosi atau abrasi serta proses pengangkutan dan pengendapan material (Friedman and Sanders, 1978). Serta juga penting untuk menentukan tingkat pengangkatan sedimen dari ukuran tertentu dan tempat sedimen tersebut terakumulasi di lautan (Gross, 1993).
Dari ukuran partikel
sedimen dapat menentukan lingkungan sedimentasi dan transpor sedimen dengan pendekatan parameter statistik, yakni besar ukuran partikel rata-rata (mean grain size), standar deviasi kecondongan (skweness) dan kurtosis (Dyer 1986).
19
2.6. Kondisi Pantai Pantai Indramayu Luas wilayah Kabupaten Indramayu 204.011 Ha. Dengan panjang pantai 114 km yang membentang sepanjang pantai utara antara Cirebon-Subang. Indramayu terletak pada 107°51° 108°36° Bujur Timur dan 6°15°-6"40° Lintang Selatan.
Di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Subang, utara
berbatasan dengan Laut Jawa, sedangkan timur berbatasan dengan Kabupaten Cirebon dan Laut Jawa serta selatan berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, Sumedang, dan Cirebon. Kabupaten Indramayu mempunyai ketinggian 0 - 100 meter di atas permukaan laut, dimana 98,70 % berada pada ketinggian 0 - 3 meter di atas permukaan laut. Suhu harian di Indramayu berkisar antara 26°27°C dengan suhu harian tertinggi 30°C dan terendah 18°C. Kelembaban udara berkisar antara 70-80%. Curah hujan rata-rata tahunan 1.428,45 mm per tahun dengan jumlah hujan 75 hari (http://www.indramayu.go.id.). Kawasan pantai yang dimiliki terbilang sangat rawan terhadap abrasi yang diakibatkan oleh pengikisan dari daratan maupun dari laut. Laporan dari Dirjen P3K Departemen Kelautan dan Perikanan Tahun 2001 bahwa pantai Indramayu merupakan salah satu dari 122 daerah pantai di Indonesia yang mengalami erosi pantai dan harus mendapat perhatian serius dan penanganan segera (http://www.kompas.com). Menurut Darlan (2007) jenis pantai Indramayu dapat dikelompokan dalam pantai memanjang (mainlandlong beaches) dan pantai gosong pasir (barrier beaches). Pasir yang ada umunya berasal dari endapan sungai yang bermuara disekitarnya dan aktivitas erosi sepanjang pantai. Selanjutnya dikatakan pula bahwa sedimen yang terbentuk dan menyebar sepanjang perairan adalah pasir, pasir lanauan, lanau pasiran dan lanau. Pasir biasanya menyebar sepanjang pantai pada kedalaman laut antara 0 – 1 meter.
Berdasarkan analisis
laboratorium sedimen pasir tersebut berupa pasir berbutir halus dan sedang, berwarna cokelat gelap, abu-abu gelap yang terdiri atas material organik dan cangkang moluska (5%), sedikit mineral kuarsa (10%), dan sebagian besar berupa fragmen batuan dan mineral hitam (85%). Pasir tersebut berasal dari endapan Sungai Cimanuk, selanjutnya disebarkan ke arah sepanjang pantai oleh arus laut.
Proses itu telah berlangsung menurut skala waktu geologi hingga
sekarang.
Endapan pasir lanauan (lanau butiran sedimen yang lebih halus dari
pasir) umumnya tersebar di sekitar muara-muara sungai yang terdapat di daerah survei pada kedalaman laut antara 1–2 meter. Pasir lanauan itu berwarna abu-
20
abu kecokelatan dan abu-abu gelap, terdapat kepingan moluska <5%. Pasir yang terdapat pada endapan pasir lanauan tersebut berasal dari endapan sungai yang bercampur dengan endapan sedimen laut akibat arus turbulen. Endapan lanau pasiran sebagian besar (60% dari total area survei) tersebar di sepanjang pesisir Karangsong hingga Tanjung Ujungan pada kedalam air laut antara 2 dan 8 meter. Endapan tersebut berwarna abu-abu kehijaun dan abu-abu gelap terdiri atas lebih dari 75% mineral kuarsa dan kepingan organik seperti kayu dan butiran karbon, sisanya berupa mineral lempung, karbonat, dan mineral berat (besi dan magnetit). Endapan lanau sebagian besar tersebar di lepas pantai Singaraja dan Tanjung Ujungan pada kedalaman laut lebih dari 8 meter. Sebagian lagi terdapat di sekitar pantai Karangsong yang merupakan bagian timur dari komplek delta Cimanuk. Endapan tersebut berwarna abu-abu gelap dan kehijuan terdiri atas kepingan moluska; akar-akar tanaman; butiran karbon; mineral lempung dan karbonat; dan sedikit mineral hitam. Sedimen itu berasal dari endapan delta Cimanuk dan endapan laut. Menurut Hanafi (2005) peta perubahan garis pantai menunjukkan adanya kaitan antara faktor alam dan tingkah laku manusia setempat sebagai penyebab terjadinya perubahan garis pantai (abrasi dan akresi), hal ini dapat dijelaskan antara lain sebagai berikut : 1. Sifat dataran pantai yang masih muda dan belum seimbang. 2. Pantai memiliki kondisi tegak lurus terhadap kedatangan angin dan gelombang laut, sehingga banyak bangunan pantai yang hilang, juga perlindungan pantai yang ada juga sudah mulai terkikis air laut. 3. Perusakan hutan bakau oleh masyarakat yang mengakibatkan perlindungan pantai hilang. 4. Pendangkalan sungai yang mengakibatkan kapal-kapal nelayan mengalami kesulitan untuk keluar masuk sungai. Penataan DAS di daerah hulu dengan pemanfaatan lahan tidak ditata dengan baik mengakibatkan pendangkalan di daerah hilir. 5. Perubahan keseimbangan transportasi sedimen sejajar pantai akibat pembuatan perlindungan pantai, seperti pembuatan jetty, pemecah gelombang, pembangunan pelabuhan di kawasan industri perminyakan Balongan, dengan melalui kegiatan reklamasi pantai. Kondisi pantai abrasi dan pantai akresi di daerah pesisir Indramayu, pantainya ditempati oleh alluvium, hal ini disebabkan oleh banyaknya sungai yang bermuara di
21
daerah penelitian. Pada umumnya daerah ini mempunyai daya dukung terhadap energi gelombang sangat kecil. Proses abrasi di daerah penelitian terjadi di sepanjang pantai eretan, pada saat ini sudah pada tingkat penanganan yang serius, mengingat daerah pantai Eretan merupakan daerah padat dengan berbagai infrastruktur seperti jalan raya pantai utara Jakarta - Cirebon yang mempunyai jarak dari pantai tinggal beberapa puluh meter saja, kawasan pemukiman dan rencana pengembangan sarana transportasi. Bangunan penahan abrasi yang ada sekarang sudah mulai bergerak ke arah darat dan telah banyak memakan korban seperti rumah penduduk, lahan pertanian dan pertambakan.