II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Umum Komoditas Jahe 2.1.1 Jenis – jenis jahe Menurut Setyaningrum dan Saparinto (2013), jahe (Zingiber Oflnule) merupakan salah satu dari temu-temuan suku Zingiberaceae yang menempati posisi sangat penting dalam perekonomian masyarakat Indonesia. Nama zingiber merupakan nama latin yang berasal dari bahasa sansekerta yaitu singibera yang mempunyai makna berbentuk tanduk. Hal itu karena bentuk percabangan rimpangnya yang mirip tanduk rusa. Biasanya tanaman ini tumbuh dipekarangan rumah maupun dikebun. Jahe merupakan salah satu jenis tanaman rempah– rempah yang ada di Indonesia. Komoditas ini dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Rimpang jahe banyak dicari karena memiliki kelebihan dalam hal kesehatan, kesegaran dan campuran untuk membuat masakan. Secara umum terdapat tiga jenis tanaman jahe yang dapat dibedakan dari aroma, warna, bentuk, dan besar rimpang. Ketiga jenis tanaman jahe tersebut adalah jahe putih besar, jahe putih kecil, dan jahe merah. a. Jahe Gajah Varietas jahe ini banyak ditanam di masyarakat dan dikenal dengan nama Zingiber officinale var. Officinale. Ukuran rimpangnya lebih besar dan gemuk jika dibandingkan jenis jahe lainnya, jika diiris rimpang berwarna putih kekuningan. Ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis jahe ini bisa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar maupun jahe olahan. Jahe gajah ini yang paling banyak
17
8
produksinya. jahe gajah panen tua berumur delapan bulan, sedangkan panen muda jahe gajah ini berumur empat sampai lima bulan. Harga jahe gajah seharga Rp 6.000,00 per kg. Jahe yang memiliki nama lain jahe badak ini memiliki kandungan minyak atsiri sekitar 0,18 s.d 1,66% dari berat kering (Setyaningrum dan Saparinto, 2013). b. Jahe Putih Jahe ini dikenal dengan nama Latin Zingiber officinale var amarum, bisa disebut dengan jahe emprit. Warnanya putih, bentuknya agak pipih, berserat lembut, dan aromanya kurang tajam dibandingkan dengan jahe merah. Jahe putih kecil ini memiliki ruas rimpang berukuran lebih kecil dan agak rata sampai agak sedikit mengembung. Rimpangnya lebih kecil daripada jahe gajah, tetapi lebih besar daripada jahe merah. Jenis jahe emprit biasa dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan jamu segar maupun kering, bahan pembuat minuman, penyedap makanan, rempah – rempah, dan cocok untuk ramuan obat – obatan. Jahe kecil ini harganya Rp 6.000,00 per kg. Jahe kecil panen tua berumur delapan bulan, sedangkan panen muda jahe kecil ini berumur empat sampai lima bulan. Jahe kecil dapat diekstrak oleoresin diambil minyak atsirinya (1,50 s.d 3,50% dari berat kering). Kandungan minyak atsirinya lebih besar dibandingkan dengan jahe gajah. Kadar minyak atsiri jahe putih sebesar 1,70 s.d 3,80% dan kadar oleresin 2,39 s.d 8,87% (Setyaningrum dan Saparinto, 2013). c. Jahe Merah Jahe merah atau jahe sunti (Zingiber officinale var. rubrum). Jahe ini biasa disebut dengan jahe sunti. Jahe merah memiliki rasa yang sangat pedas dengan aroma yang sangat tajam sehingga sering dimanfaatkan untuk pembuatan minyak
9
jahe dan bahan obat – obatan. Jahe merah memiliki rimpang yang berwarna kemerahan dan lebih kecil dibandingkan dengan jahe putih kecil atau sama seperti jahe kecil dengan serat yang kasar. Jahe ini memiliki kandungan minyak atsiri sekitar 2,58 s.d 3,90% dari berat kering. Jahe putih besar memiliki kandungan air sebanyak 82%, jahe putih kecil 50,20%, dan jahe merah 81%. Sementara itu, jika dilihat dari kandungannya minyak atsirinya jahe merah sekitar 2,58% s.d 2,72%. Khusus untuk jahe merah, pemanenannya harus selalu dilakukan setelah tua. Harga jahe merah ini seharga Rp 6.000,00 per kg (Setyaningrum dan Saparinto, 2013). Karakteristik berbagai variates jahe disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Karakteristik Berbagai Variates Jahe No
Karakteristik
1
Panjang Akar
Jahe Putih Besar (Jahe Gajah) 12,9 – 21,5 cm
2
Diameter akar
4,5 – 6,3 mm
4,8 – 5,9 mm
12,3– 12,6 mm
3
Ruas rimpang
Besar
Kecil
Kecil
4
Warna jahe
Putih kekuningan
Putih
Merah
5
Besar rimpang
Besar dan gemuk, ruas lebih mengembung
Kecil, ruas agak rata dan sedikit mengembung
6
Panjang rimpang
15,83 -32,75 cm
Sedang, ruas agak rata dan sedikit mengembang 6,13 – 31,7 cm
7
Lebar rimpang
6,20 – 11,3 cm
6,38 – 11,1 cm
5,26 – 10,4 cm
8
Warna daun
Hijau
Hijau
Hijau
9
Panjang daun
17,4 – 21,9 cm
17,4 – 19,8 cm
24,5 – 24,8 cm
10
Tersusun rapat
11
Daun pelindung Tersusun rapat bunga Panjang bunga 4 – 4,2 cm
4 – 4,2 cm
Tersusun longgar 5 – 5,5 cm
12
Rasa
Kurang pedas
Pedas
Sangat pedas
13
Aroma
Kurang tajam
Tajam
Sangat tajam
Sumber : Setyaningrum dan Saparinto, 2013.
Jahe putih kecil (Jahe Emprit) 20,5 – 21,1 cm
Jahe Merah 17,4 – 24 cm
12,33 – 12,6 cm
10
2.2 Manfaat Jahe Rimpang jahe merupakan rempah-rempah yang memiliki nilai jual cukup tinggi, karena banyaknya permintaan konsumen baik untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga maupun sebagai bahan baku perusahaan jamu dan makanan. Bahkan, kini banyak yang hanya membutuhkan minyak asiri jahe untuk berbagai keperluan. Kandungan jahe memiliki kandungan vitamin A,B,C, lemak, protein, pati, asam organik, oleoresin dan minyak terbang. Jahe juga sering dimanfaatkan didalam rumah tangga sebagai bumbu dapur, rempah-rempah, dan obat-obatan. Jahe juga dimanfaatkan sebagai pembuatan kue, diolah menjadi bubuk, minuman dan permen. Jahe sering dimanfaatkan khususnya untuk obat herbal seperti obat masuk angin dan sakit perut, hal ini terbukti ampuh karena jahe memiliki efek farmakologis yang berkhasiat sebagai obat dan mampu memperkuat khasiat obat yang dicampurkannya (Setyaningrum dan Saparinto, 2013). 2.3 Kegiatan Panen dan Pasca Panen Menurut
Setyaningrum
dan
Saparinto
(2013),
pemanenan dilakukan
tergantung pada penggunaan jahe itu sendiri, karena kebutuhan untuk bumbu penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bisa ditanam pada umur kurang lebih empat bulan dengan cara mematahkan sebagian rimpang dan sisanya dibiarkan sampai tua. Jahe bila untuk dipasarkan maka jahe dipanen setelah cukup tua. Umur tanaman jahe yang sudah bisa dipanen antara delapan sampai 10 bulan, dengan ciri-ciri warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan batang semua mengering. Tanaman jahe gajah akan mengering pada umur delapan bulan dan akan berlangsung selama 15 hari atau lebih.
11
Cara panen yang baik, tanah dibongkar dengan hati-hati menggunakan alat garpu atau cangkul, diusahakan jangan sampai rimpang jahe terluka. Langkah selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang dibersihkan dan bila perlu dicuci. Tahap terakhir jahe dijemur di atas papan atau daun pisang kira-kira selama satu minggu. Tempat penyimpanan harus terbuka, tidak lembab dan penumpukannya jangan terlalu tinggi melainkan agak disebar. Waktu panen sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan, yaitu diantara bulan Juni s.d Agustus. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah, namun apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya. Setelah proses panen selesai kegiatan pasca panen dimulai. Kegiatan pasca panen meliputi proses penyortiran basah dan pencucian, perajangan jika perlu proses perajangan, pengeringan, penyortiran kering, pengemasan, dan yang terakhir pemasaran. 2.4 Alokasi Input dalam Usahatani Menurut Soekartawi (1995), usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seorang petani mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Usahatani juga merupakan kegiatan usaha manusia untuk mengusahakan tanahnya. Pada akhirnya memperoleh hasil tanaman atau hewan tanpa mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah yang bersangkutan untuk memperoleh hasil selanjutnya.
12
Hernanto (1989) mengatakan bahwa usahatani adalah organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi dilapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekelompok orang-orang, segolongan sosial, baik yang berkaitan geneologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. Usahatani dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu pertanian dalam arti luas dan pertanian dalam arti sempit. Pertanian dalam arti luas mencakup: a. pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit; b. perkebunan; c. kehutanan; d. perikanan (laut dan darat); dan e.
peternakan.. Pertanian dalam arti sempit dirumuskan sebagai usaha pertanian yang
dikelola oleh keluarga petani dimana diproduksi bahan makanan utama, seperti beras, palawija dan hortikultura yang diusahakan di tanah sawah, ladang dan pekarangan serta tujuan penanaman pada umumnya untuk memenuhi konsumsi sendiri dan keluarga. Berbagai uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa usaha merupakan suatu kegiatan pertanian rakyat yang diselenggarakan oleh petani, apakah petani itu sebagai pemilik atau penyakap diatas bidang tanah tertentu dengan mengkombinasikan sumber-sumber produksi pertanian untuk mencapai hasil tanaman atau hasil hewan. Usahatani yang berhasil apabila secara minimal memenuhi syarat sebagai berikut. a. Usahatani tersebut harus menghasilkan pendapatan yang cukup untuk membiayai alat-alat yang diperlukan.
13
b. Usahatani tersebut harus dapat menghasilkan pendapatan untuk membayar semua bunga modal yang dipergunakan untuk usahatani. c. Usahatani tersebut harus dapat membayar upah tenaga petani dan keluarganya secara layak. d. Usahatani tersebut harus minimal berada dalam keadaan seperti semula. e. Usahatani tersebut harus dapat membayar tenaga petani sebagai manajer. Pengenalan dan pemahaman unsur pokok usahatani menjadi sangat penting, terutama yang menyangkut pemilikan dan pengusaan terhadap faktorfaktor. Pemilikan akan memberikan kekuatan dan kekuasaan untuk berbuat terhadap faktor tersebut dan digunakan didalam kegiatan produksi. Perbedaan status pemilikan dan penguasaan akan terlihat aspek positif dan negatifnya terhadap perlakuan didalam berproduksi. Petani juga memahami bahwa skala dan distribusi faktor-faktor produksi akan menentukan tingkat dan distribusi pendapatan dan kekuasaan didalam masyarakat (Hernanto, 1989). Ada empat unsur pokok yang selalu ada pada suatu usahatani, unsur tersebut juga dikenal dengan istilah lain dengan sebutan faktor-faktor produksi sebagai dibawah ini : 1. Tanah Tanah selalu mempunyai konotasi erat dengan pertanian, sehingga tanah kemudian dianggap sebagai salah satu faktor produksi usahatani. Meskipun dibagian lain dapat juga berfungsi sebagai faktor atau unsur pokok modal usahatani. Sifat dasar tanah antara lain, luasnya yang relatif tetap, tidak dapat dipindahkan dan dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan.
14
Status pengolahan tanah erat hubungannya dengan pengelolaan usahatani sehingga secara langsung berhubungan dengan produksi yang diperoleh dari tanah tersebut. Kata lain bahwa status pemilikan dan pengusaaan tanah memiliki kebaikan dan kelemahan sendiri-sendiri. Luas lahan yang diusahakan, hasil yang diperoleh akan cenderung lebih tinggi, sebab makin banyak macam komoditas yang mungkin dikembangkan. 2. Tenaga Kerja Tenaga kerja adalah semua penduduk yang mampu memperoleh atau memproduksi barang dan jasa dalam kegiatan produksi yang biasanya berumur 15-64 tahun, sedangkan angkatan kerja merupakan bagian dari tenaga kerja yang betul-betul terlibat dalam kegiatan produksi. Mubyarto (1986) menyatakan bahwa produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan melalui berbagai cara antara lain dengan pendidikan atau latihan-latihan untuk meningkatkan mutu dan hasil kerja. Pendidikan disini diperoleh dari orang tua yang membimbing sejak masa kanakkanak dan pendidikan itu bersifat non formal yaitu pendidikan dan latihan tambahan cara bertani yang produktif. Ditinjau dari jenisnya tenaga kerja dapat dibedakan menjadi tenaga kerja manusia, ternak dan mesin, sedangkan ditinjau dari sumbernya tenaga kerja berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga. Tenaga kerja luar keluarga dapat diperoleh dengan cara : upahan, sambatan (tolong-menolong diantara para petani), dan arisan tenaga kerja. Secara ekonomi, curahan tenaga kerja dihitung dengan menggunakan satuan HKP (hari kerja pria), tenaga kerja luar keluarga seorang laki-laki dihitung satu HKP, tenaga kerja wanita 0,7 HKP, tenaga kerja anak-anak 0,5 HKP dan tenaga kerja ternak 2 HKP (Hernanto, 1989).
15
3. Modal Modal merupakan unsur pokok usahatani yang penting, modal usahatani ini terdiri dari berbagai macam masukan. Pengertian ekonomi, modal diartikan sebagai barang atau uang yang bersama-sama unsur produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang baru yaitu produksi pertanian (Hernanto, 1989). Usahatani dikenal beberapa modal seperti tanah, pupuk, dan obat-obatan, serta tanaman dan ternak, piutang di bank, dan uang tunai. Menurut sumbernya modal dapat berasal dari petani dan pinjaman pihak lain. Modal dibedakan oleh sifatnya menjadi dua, sebagai berikut. a. Modal tetap, meliputi : tanah, bangunan. Modal tetap diartikan modal yang tidak habis pada satu periode produksi. Jenis modal ini memerlukan pemeliharaan agar dapat berdaya guna dalam jangka waktu yang lama. b. Modal bergerak, meliputi : alat-alat, uang tunai, piutang di bank, tanaman, ternak, ikan dilapangan. Jenis modal ini habis atau dianggap habis dalam satu periode proses produksi. 4. Pengelolaan (Manajemen) Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani dalam menentukan dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Penggunaan faktor-faktor produksi pembentuk usahatani dan penerapan prinsip-prinsip ekonomi merupakan aspek yang perlu diperhatikan petani (Hernanto, 1989). Usahatani di Indonesia umumnya dikelola oleh petani sendiri. Petani sendiri sebagai pengelola, sebagai tenaga kerja dan sebagai salah satu dari konsumen produksi usahataninya. Pengenalan secara utuh faktor yang memiliki
16
dan faktor-faktor yang dapat dikuasai akan sangat menentukan keberhasilan pengelolaan. Perubahan posisi pengelolaan ke arah yang meningkat akan berperan positif dalam pengelolaan. Manajemen
diartikan
sebagai
“seni”
dalam
merencanakan,
mengorganisasikan dan melaksanakan serta mengevaluasi suatu proses produksi. Proses produksi ini melibatkan sejumlah orang (tenaga kerja) dari berbagai tingkat, maka manajemen berarti pula bagaimana mengelola orang-orang tersebut dalam tingkat atau dalam tahapan proses produksi. Tahapan praktek, faktor manajemen banyak dipengaruhi oleh beberapa aspek, antara lain (Soekartawi, 1990) sebagai dibawah ini : 1. Tingkat pendidikan 2. Tingkat ketrampilan 3. Skala usaha 4. Besar kecilnya kredit 5. Macam komoditas Pengelolaan
usahatani
adalah
kemampuan
petani
menentukan,
mengorganisir dan mengkordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasai sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya (Fadholi, 1991 dalam Soekartawi, 1991). Faktor produksi manajemen semakin penting kalau dikaitkan dengan kata “efisiensi”. Artinya walaupun faktor produksi tanah, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja dan modal dirasa cukup tetapi kalau tidak dikelola dengan baik
17
(missmanagement), maka produksi yang tinggi yang diharapkan juga tidak akan tercapai. Variabel manajemen dipakai dalam analisa disebabkan karena sulitnya melakukan pengukuran terhadap variabel tersebut. Faktor produksi ini dikaitkan dengan analisa fungsi produksi, maka faktor produksi ini sulit diukur dan dipakai dalam variabel independen dalam fungsi produksi (Soekartawi, 1993). 2.5 Teori Produksi dalam Usahatani Dalam
beberapa
teori
ekonomi
konvensional,
produksi
sering
didefinisikan sebagai penciptaan guna (manfaat), dimana guna berarti kemampuan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Produksi meliputi semua aktivitas dan tidak hanya mencakup pembuatan barang-barang yang dapat dilihat tetapi juga yang tidak dapat dilihat, misalnya jasa bank. Proses produksi seperti ini diperlukan beberapa keterampilan, baik bersifat teknis maupun intelektual (Sudarman, 1980). Istilah faktor produksi sering pula disebut dengan “korbanan produksi”, karena faktor produksi tersebut “dikorbankan” untuk menghasilkan produksi. Dalam bahasa inggris, faktor produksi ini disebut dengan “input”. Macam faktor produksi atau input ini, berikut jumlah dan kualitasnya perlu diketahui oleh seorang produsen. Menghasilkan suatu produk, maka diperlukan pengetahuan tentang hubungan antara faktor produksi (input) dan output ini disebutkan dengan “faktor relationship” (FR) (Soekartawi, 1999). Berusahatani bisa diartikan melakukan suatu proses produksi. Sudarsono (1988), mengemukakan bahwa proses produksi adalah suatu kombinasi faktorfaktor produksi yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu satuan produk atau output. Suatu proses produksi diperlukan faktor produksi yang terdiri atas tanah,
18
tenaga kerja dan modal. Tinggi rendahnya jumlah produksi yang dihasilkan akan ditentukan oleh kualitas dan kombinasi dari faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi tersebut. Ilmu ekonomi kita kenal apa yang disebut fungsi produksi yaitu suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input). Y=f (X1, X2,X3.....Xn) Keterangan : Y = hasil produksi X1.....Xn = faktor-faktor produksi Hubungan masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikkan hasil yang berkurang (law of diminishing returns). Tambahan unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibanding unit tambahan masukan tersebut. Sejumlah unit tambahan masukan akan menghasilkan produksi yang terus berkurang, dengan kata lain, produk marginal (PM) dari masukan i tersebut (i = 1,2,....n) yang dihitung dari turunan pertama fungsi produksi (Dillon dan Hardaker, 1977 dalam Soekartawi, 1987). Dalam produksi pertanian misalnya produksi jahe maka produksi fisik dihasilkan bekerjanya beberapa faktor produksi sekaligus tanah, modal, dan tenaga kerja. Menggambarkan fungsi produksi ini secara jelas dan menganalisis peranan masing-masing faktor produksi maka dari sejumlah faktor produksi itu salah satunya kita anggap variabel (berubah-ubah) sedangkan faktor-faktor produksi yang lainnya konstan (Mubyarto, 1986). Pandangan efisiensi ekonomi, maka penentuan permukaan fungsi produksi ini sangat penting. Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang
19
dijelaskan (Y) dengan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Misalnya, di mana masukan telah mencapai keadaan menurun tetapi masih mempunyai PM yang positif. Ini berarti bahwa dari segi efisiensi ekonomi dikehendaki nilai positif dari PMxi (dY/dXi>0) dan nilai negatif dari turunan yang kedua (d2 Y/dXi2<0). Umumnya kurva fungsi produksi pertanian digambarkan seperti pada Gambar 2.1, di mana perubahan output (Y) disebabkan oleh bertambahnya penggunaan input (X) dalam proses produksi. Penambahan output mencapai maksimum pada tingkat penambahan input tertentu, dan penambahan input lebih lanjut menyebabkan penurunan output yang diperoleh. Keadaan ini merupakan pernyataan hukum Diminishing Return. Fungsi produksi terbagi dalam tiga daerah produksi untuk menunjukkan alokasi penggunaan sumber daya secara efisien (Gambar 2.1). Daerah 1 merupakan daerah dengan elastisitas E > 1, di mana penambahan input akan mengakibatkan persentase penambahan output yang lebih besar, sehingga pengusaha yang bergerak didaerah ini bertindak irrasional karena tidak menggunakan kesempatan untuk meningkatkan pendapatan. Daerah II merupakan daerah produksi dengan elastisitas 0 sampai dengan 1 (0 < E < 1) yang berarti bahwa penambahan input atau persen akan menambah output paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pengusaha yang rasional akan berproduksi di daerah II karena pencapaian pendapatan maksimum terdapat di daerah ini. Sedangkan di daerah III mempunyai elastisitas negatif (E = 0), sehingga daerah
20
ini tidak rasional untuk berproduksi karena penambahan input akan mengurangi output. Elastisitas
produksi (Ep) menunjukkan ratio perubahan relatif jumlah
input yang dihasilkan terhadap perubahan relatif jumlah input yang digunakan. Elastisitas produksi dapat diformulasikan sebagai berikut. Ep = %ΔY %ΔX = ΔY
X
ΔX
Y
= ( KPM ) KFR Daerah I elastisitas produksi lebih besar satu (elastis), artinya jika input X dinaikkan satu persen, maka output Y akan naik lebih besar dari satu persen. Pada daerah II nilai elastisitas produksi antara nol sampai satu. Untuk daerah III nilai elastisitas produksinya kurang dari nol. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1. Kurva Fungsi Produksi (Sudarsono, 1988)
21
2.6 Efisiensi Produksi Seorang produsen dituntut untuk bekerja secara efisien agar keuntungan yang diperoleh kian menjadi lebih besar. Tuntutan bekerja secara efisien ini tidak dapat dihindari dalam bisnis modern, apalagi seringkali dijumpai bahwa biaya produksi dirasa terus meningkat sementara nilai produksi dirasa relatif lamban meningkatnya. Sebaliknya di negara-negara maju, di mana dengan nilai tambah komoditas pertanian yang relatif baik dan daya beli masyarakat yang juga tinggi maka kebutuhan akan prinsip-prinsip efisiensi menjadi lebih besar. Hal ini disebabkan oleh persaingan antar produsen menjadi tinggi untuk memperoleh peluang pasar (Soekartawi, 1999). Efisiensi dapat dipergunakan sebagai pengukur dalam pemilihan faktorfaktor produksi yang optimum. Efisiensi pada umumnya menunjukkan hubungan antara nilai input dan nilai output. Suatu proses produksi dikatakan efisiensi bila nilai output relatif lebih besar untuk setiap satuan input yang digunakan (Soekartawi, 1999). Soekartawi (1987) menyatakan bahwa efisiensi diartikan sebagai upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi tertentu. Situasi yang demikian akan terjadi kalau petani mampu membuat suatu upaya kalau nilai produk marginal (NPM) untuk suatu input sama dengan harga input tersebut. Efisiensi adalah ratio antara hasil produksi (output) yang diperoleh dengan sumber (input) yang digunakan. Efisiensi ekonominya diukur dalam ukuran nilai produk yang dihasilkan setiap nilai input yang digunakan. Menurut Yotopoulus dan Nugent, 1976 dalam Budiasa, 1999, terdapat dua komponen efisiensi ekonomi, yaitu efisiensi teknis (technical effictency) dan
22
efisiensi harga (allocative/price efficiency). Efisiensi teknis adalah efisiensi yang diukur dari segi fisik. Efisiensi teknis tertinggi dicapai pada saat produksi marginal (PM) sama dengan produksi rata-rata (PR) dan pada saat perbandingan antara produksi marginal dan produksi rata-rata sama dengan satu. Efisiensi harga adalah konsep ukuran marginal tentang perubahan input yang mengakibatkan Seorang produsen dituntut untuk bekerja secara efisien agar keuntungan yang diperoleh menjadi lebih besar. Tuntutan bekerja secara efisien ini tidak dapat dihindari dalam bisnis modern, apalagi seringkali dijumpai bahwa biaya produksi dirasa terus meningkat sementara nilai produksi dirasa relatif lamban meningkatnya. Sebaliknya di negara-negara maju, di mana dengan nilai tambah komoditas pertanian yang relatif baik dan daya beli masyarakat yang juga tinggi maka kebutuhan akan prinsip-prinsip efisiensi menjadi lebih besar. Hal ini disebabkan karena persaingan antar produsen menjadi tinggi untuk memperoleh peluang pasar (Soekartawi, 1999). Model dasar yang digunakan untuk mengukur efisiensi teknis dan efisiensi alokatif dalam kasus proses produksi output (Y) yang melibatkan hanya satu input (X). Kriteria maksimisasi keuntungan berarti bahwa produsen akan memilih penggunaan input pada tingkat X2 (dimana MVPx adalah sama dengan harga input, Px) dan akan berproduksi efisien pada Y2. Seorang produsen yang menggunakan input pada tingkat X1 dan produksi pada Y1 secara teknis telah mencapai efisien tetapi secara alokatif tidak efisien. Jika produksi Y2 dengan menggunakan input pada tingkat X1 maka baik secara teknis maupun secara alokatif belum mencapai efisien. Efisiensi teknis didefinisikan sebagai perbandingan antara output aktual dengan output maksimum yang dapat dicapai
23
secara teknis pada setiap level input X (Y1/Y2), efisiensi alokatif ditunjukkan sebagai perbandingan antara output maksimum yang mungkin tercapai secara teknis terhadap output yang dicapai pada penggunaan input optimum (Y2/Y1), dan efisiensi ekonomi secara sederhana adalah produk yang secara teknis dan alokatif efisien [(Y1/Y2)*(Y2/Y1)] = Y2/Y1. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.2. Y
Y1 MVP Y2
X1
X2
X
Gambar 2.2. Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomi (Arsyad, 1991)
Proses produksi, besar kecilnya peranan masing-masing faktor produksi yang digunakan akan ditunjukkan oleh besarnya sumbangan dari masing-masing faktor produksi tersebut. Sumbangan dari masing-masing faktor produksi tersebut akan ditunjukkan oleh marginal physical product (MPP) dari masing-masing faktor produksi yang digunakan. MPP menunjukkan tambahan hasil produksi fisik sebagai akibat adanya tambahan satu satuan faktor produksi yang digunakan. Kemudian setelah diketahui besarnya sumbangan dari masing-masing faktor produksi, maka akan dapat ditentukan besarnya nilai sumbangan dari masingmasing faktor produksi tersebut yang ditunjukkan oleh marginal value product (MVP) yaitu menunjukkan nilai tambah produksi yang diakibatkan oleh adanya
24
tambahan satu satuan faktor produksi yang digunakan (Yotopoulus dan Lau, dalam Iskandar, 1988). MVP dapat dicari dengan cara mengalikan MPP dengan harga dari produk (output) yang dihasilkan. Hasil yang sudah diketahui dari masing-masing faktor produksi yang digunakan (MVP), maka dapat diketahui efisiensi dari masingmasing faktor produksi tersebut, dengan cara membagi MVP dengan harga dari masing-masing faktor produksi yang digunakan. 2.7 Hubungan Biaya dengan Produksi Menurut Rahardja dan Manurung (2010), biaya produksi dan produksi bagaikan keping mata uang logam berisi dua. Produksi berbicara tentang nilai fisik penggunaan faktor produksi, biaya mengukurnya dengan nilai uang. Ekonomi yang sudah modern, di mana peranan uang sangat penting, maka ukuran efisiensi yang paling baik (walaupun bukan paling lengkap) adalah uang. Sesuatu yang efisiensi secara teknis, belum tentu secara finansial dan ekonomi menguntungkan. Hubungan biaya dengan produksi harus saling melengkapi, karena tanpa biaya produksi tidak akan berjalan. Biaya yang dimaksud disini adalah
biaya
untuk
tenaga
kerja,
biaya
barang
modal,
dan
biaya
kewirausahawanan. a. Biaya tenaga kerja Biaya tenaga kerja adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk menggunakan tenaga kerja per orang atau per satuan waktu. Harga tenaga kerja adalah upahnya (per jam atau per hari).
25
b. Biaya barang modal Ada perbedaan konsep antara ekonom dan akuntan dalam perhitungan biaya barang modal. Akuntan menggunakan konsep biaya historis (historical cost). Sedangkan ekonomi melihat biaya barang modal sebagai biaya implisit. Biaya ekonomi penggunaan barang modal bukanlah berupa besar uang yang harus dikeluarkan untuk menggunakannya, melainkan berapa besar pendapatan yang diperoleh bila mesin disewakan kepada pengusaha lain. c. Biaya kewirausahawanan Wirausahawan adalah orang yang mengombinasikan berbagai faktor produksi untuk di transformasi menjadi output berupa barang dan jasa. Dalam upaya tersebut, dia harus menanggung resiko kegagalan. Atas keberanian menanggung resiko, pengusaha mendapat balas jasa berupa laba. Makin besar (tinggi) resikonya, laba yang diharapkan harus makin besar. Begitu juga sebaliknya. 1.8 Biaya Produksi dan Pendapatan 2.8.1 Biaya Usahatani Menurut Soekartawi (1991), biaya produksi adalah nilai dari semua faktor produksi yang digunakan, baik dalam bentuk benda maupun jasa selama proses produksi berlangsung sedangkan Hernanto (1989) menyatakan bahwa biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses produksi serta membawanya menjadi produk. Termasuk di dalamnya barang yang dibeli dan jasa yang dibayar di dalam maupun di luar usahatani. Biaya ini dikelompokkan menjadi empat, sebagai dibawah ini.
26
1. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produk yang tergolong dalam kelompok biaya ini adalah pajak tanah, penyusutan alat pertanian, traktor, dan sebagainya. 2. Biaya variabel (variable cost) adalah biaya-biaya yang selalu berubah dimana besar kecilnya sangat tergantung pada skala produksi yang tergolong dalam kelompok ini antara lain: biaya pupuk, bibit, obat pembasmi hama, dan buruh. 3. Biaya tunai. Biaya tetap tunai dapat berupa air dan pajak tanah, sedangkan untuk biaya variabel tunai antara lain berupa biaya pemakaian bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja luar keluarga. 4. Biaya tidak tunai (diperhitungkan). Biaya tetap tidak tunai adalah biaya untuk tenaga keluarga, sedangkan yang termasuk biaya variabel tidak tunai antara lain biaya panen, biaya pengolahan tanah dari tenaga keluarga, dan biaya pupuk kandang milik keluarga. Selain itu juga terdapat biaya langsung dan tidak langsung. Biaya langsung adalah biaya yang langsung digunakan dalam proses produksi dan biaya tidak langsung meliputi biaya penysutan, pajak tanah dan lain-lain. Biaya produksi adalah jumlah komponen yang diterima oleh pemilik faktor-faktor produksi yang dipergunakan dalam proses produksi (Hernanto, 1993). Biaya produksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut.
TC= TVC + TFC Keterangan: TC = biaya total TVC = biaya variabel tetap TFC = biaya tetap total
27
2.8.2
Penerimaan usahatani Keuntungan kotor usahatani atau penerimaan usahatani sebagai nilai
produksi total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Menafsir produk yang tidak dijual, digunakan nilai berdasarkan harga pasar yaitu penerimaan didapat dengan cara mengalikan produksi dan harga pasar. Perhitungan penerimaan juga mencakup semua perubahan nilai inventaris. Perubahan nilai inventaris tanaman pada umumnya diabaikan karena penilaiannya sangat sulit dan untuk ternak perubahan nilai inventarisnya pada umumnya dihitung (Soekartawi, 2002). Penerimaan usahatani dapat ditulis sebagai berikut. TR = Y. Py Keterangan: TR = Total penerimaan Y = Produksi yang diperoleh dalam usahatani jagung Py = Harga Y 2.8.3
Keuntungan usahatani Soekartawi dkk (1986) mengartikan bahwa keuntungan kotor itu sebagai
nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Keuntungan bersih adalah selisih antara keuntungan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Keuntungan usahatani dipengaruhi oleh: (1) Luas usahatani yang meliputi areal tanaman luas pertanaman rata-rata; (2) Tingkat produksi; (3) Pilihan dan kombinasi cabang usaha; (4) Intensitas penguasaan pertanaman yang ditunjukkan oleh jumlah tenaga kerja; dan (5) Efisiensi tenaga kerja (Hernanto, 1989). Keuntungan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
28
Pengeluaran total usahatani (total farm expense) didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Selisih antara keuntungan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani tersebut dengan keuntungan bersih usahatani (Soekartawi,1986) dapat dirumuskan sebagai berikut.
π = TR – TC Keterangan:
π = keuntungan usahatani TR = Total penerimaan TC = Total biaya Soekartawi (1987) mengemukakan bahwa keuntungan itu merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya-biaya. Penerimaan yang dimaksud adalah jumlah yang diterima petani dari suatu proses produksi. Soeharjo dan Patong (1973) mengatakan bahwa keuntungan itu merupakan selisih antara penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan dalam satu tahun. Pendapatan keluarga petani dapat berasal dari sumber, yaitu pendapatan dari usahatani dan pendapatan dari luar usahatani. Pendapatan usahatani adalah seluruh penerimaan yang diperoleh dari semua sumber usahatani seperti usahatani sawah, tegalan, pekarangan, dan ternak. Penerimaan luar usahatani adalah seluruh penerimaan keluarga petani dan dari luar usahatani (Hernanto, 1989). Pada dasarnya pendapatan seseorang tergantung dari waktu atau jam kerja yang dicurahkan dan tingkat pendapatan per jam kerja yang diterima. Tingkat pendapatan per jam yang diterima dipengaruhi oleh tingkat pendidikan atau ketrampilan dan sumber-sumber non tenaga yang dikuasai, maka semakin tinggi pendapatan persatuan waktu yang diterima.
29
Efisiensi usahatani ditinjau dari hubungan Marginal Cost (MC) dengan Average Variable Cost (AVC). Sedangkan biaya produksi ditinjau berdasarkan input yang digunakan, MC adalah perubahan biaya total yang disebabkan oleh adanya perubahan output sebesar satu unit, sedangkan AVC adalah biaya variabel setiap unit output. C = F (Q) MC = Δ C Δq AVC = C q C
= ai + b1q + c2q2 + d3q3
MC
= ai + b2q + c3q2
AVC = aiq + b2q2 + c3q3 q AVC = ai + b2q + c3q2 Jika AVC = MC / Eb = 1 , biaya optimal AVC > MC, biaya belum optimal AVC < MC, biaya tidak optimal, atau hubungan AVC dan MC dapat pula dilihat dalam Gambar 2.3.
30
Gambar 2.3. Hubungan Marginal Cost (MC) dengan Average Variable Cost (AVC) (Karl dan Fair, 2002). Gambar 2.3 menjelaskan tentang hubungan marginal cost (MC) dengan Avarage Variable Cost (AVC), di mana petani jahe akan mengetahui apakah produksi jahe sudah optimal atau belum. Optimal atau tidak optimalnya suatu usahatani dilihat dari hubungan biaya marjinal dengan biaya rata-rata. Usahatani dikatakan optimal ketika biaya marjinal memotong rata-rata biaya pada titik minimum AVC dan skala usaha dikatakan ekonomis, sedangkan tidak optimalnya suatu usahatani disebabkan karena biaya marjinal lebih besar daripada biaya variabel rata-rata dan skala usahanya tidak ekonomis. Menurut Widyantara (2014), dalam berproduksi hal yang perlu diperhatikan adalah pemahaman terhadap kaedah-kaedah produktivitas dan efisiensi. Produktivitas menyangkut kemampuan faktor produksi yang dikelola oleh petani produsen untuk menghasilkan produk, sedangkan efisiensi menyangkut kemampuan pengelola penggunaan biaya agar memperoleh pendapatan maksimal atau laba maksimal atau mampu untuk menghasilkan penerimaan tertentu dengan jumlah biaya yang minimal.
31
Pendapatan bisnis, penggunaan sarana produksi yang optimal tercapai ketika sarana produksi itu mencapai produktivitas maksimum. Mengetahui ini, perlu diketahui hubungan sarana produksi dengan volume produk yang dihasilkan, sehingga penggunaan sarana produksi dengan mudah dapat dikendalikan. Penggunaan input optimal dicapai ketika marjinal produk (MP) = produksi ratarata (AP) atau ketika elastisitas produksi (Ep) = 1. Pada situasi Ep > 1, jumlah input dapat ditambahkan, dan ketika situasi Ep < 1, jumlah input dapat dikurangkan. Dalam segi efisiensi, penggunaan input harus memenuhi persyaratan: MP = Px/Pq Px harga input dan Pq harga output. Jika Pq.MP > Px berarti belum efisien, input dapat ditambahkan. Tetapi bila Pq.MP < Px menunjukkan usahatani tidak efisien dan input harus dikurangkan. Karena MP = AP.Ep maka Q/X. Ep = Px/Pq Sehingga X = Pq/Px.Q.Ep X = R/Px . Ep Umumnya usahatani menggunakan banyak input, sehingga kaedahnya pengalokasian input adalah mengikuti prinsip-prinsip kombinasi biaya minimum (KBM). Prinsip KBM ini biaya-biaya usahatani dapat diminimalisir, yang rumusnya sebagai berikut. MPx/Px = MPy/Py = MPz/Pz = 1/Pq Penerimaan (R) dari usahatani merupakan perkalian volume produk (Q) dengan harga produk (Pq). R = Pq . Q
32
Tetapi didaerah tertentu atau pada komoditi tertentu, penerimaan diperoleh dengan harga per satuan luas dikalikan dengan luas usahatani. Jika harga komoditi dapat dikontrol (dalam pasar monopoli), maka penerimaan maksimum akan dapat diperoleh ketika MR (marjinal revenue) = 0. Pada situasi MR positif harga jual (Pq) dapat diturunkan, sedangkan pada situasi MR negatif harga Pq harus dinaikkan. Pq = ao – a1.Q R = Pq . Q…......> R = aoQ – a1 Q2 MR = ao – 2a1Q R maksimum bila MR = 0. Jika MR dihubungkan dengan elastisitas permintaan makan MR sama dengan MR = Pq {(Ep + 1)/Ep}. MR positif pada Ep elastic, MR negatif pada Ep inelastic. Tetapi pada umumnya Pq relative konstan sepanjang tahun. Dalam situasi seperti ini R diproduksi dengan Q (kuantitas) sebanyak, ketika : MR = MC ΔR/ΔQ = ΔC/ΔQ MC = Eb . AVC dengan Eb = elastisitas biaya. Jika MR = ao – 2aiQ maka Q dapat ditentukan. Usahatani dalam situasi MR = MC, saat ini usahatani juga akan memperoleh laba maksimum (π mak). Ketika MC = AVC maka MR akan sama dengan AVC. Ketika harga produk tetap (given) artinya petani tidak mampu mengendalikan harga, maka jumlah produk yang mesti dihasilkan ketika MC =Pq. Laba optimal dapat diketahui dengan menghitung laba marjinal (Mᴫ) sama dengan nol, disamping menggunakan MR = MC. Laba = f (Q). laba maksimum dicapai bila laba marjinal (Mᴫ) = 0.
33
2.9 Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan petani dalam mengalokasikan biaya pada usahatani jahe di Gapoktan Sarwa Ada Desa Taro. Sebagaian besar penduduk di Desa Taro ini berusahatani jahe. Gapoktan Sarwa Ada ini memiliki prospek yang cerah dan potensial yang sangat menjanjikan. Meskipun prospeknya cerah dan menjanjikan, namun perlu dilakukan penghitungan analisis kuantitatif yaitu menghitung alokasi biaya yang berupa efisiensi biaya dan keuntungannya. Serta melakukan analisis kualitatif agar mengetahui tempat penjualan usahatani jahe. Setelah melakukan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif maka akan memperoleh kesimpulan yang selanjutnya dapat memberikan suatu saran atau rekomendasi kepada pihak petani usaha jahe di Gapoktan Sarwa Ada. Adapun kerangka pemikiran dari penelitian ini terlihat pada Gambar 2.4.
34
Gapoktan Sarwa Ada
Usahatani Jahe d
Analisis kualitatif
Analisis kuantitatif
Alokasikan Biaya
Alokasi Biaya Tempat Penjualan Usahatani Jahe
Harga Jual
( AVC, MC, AFC) )
Efisiensi dan Biaya
Keuntungan
Simpulan
Rekomendasi Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran Kemampuan Petani Dalam Mengalokasikan Biaya Pada Usahatani Jahe di Desa Taro Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar.