II. TINJAUAN PUSTAKA
A. SINGKONG DAN UBI JALAR Ubi kayu biasa disebut ketela pohon ataupun singkong. Singkong memiliki nama botani Manihot esculenta Crantz tapi lebih dikenal dengan nama lain Manihot utilissima. Singkong termasuk dalam kingdom Plantae,divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dycotiledonae, famili Euphorbiaceae, genus Manihot dengan spesies esculenta Crantz. Komposisi kimia singkong dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi kimia singkong per 100 gram. Komponen Kalori (kkal) Protein (gram) Karbohidrat(gram) Air (gram) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat Besi (mg) Asam Askorbat (mg) Thiamin (mg) Vitamin A (IU) Bagian yang dapat dimakan (%)
Singkong 146.00 0.80 0.30 62.50 33.00 40.00 0.70 30.00 0.06 0.00 75.00
Sumber:Departemen Kesehatan 1992
Ciri-ciri fisik tanaman singkong yaitu berkayu, beruas, dan berbuku-buku. Tanam singkong tumbuh tegak dan ketinggiannya dapat mencapai 2.5 meter. Tanaman ini berasal dari Brazil kemudian menyebar ke benua Afrika, India, dan Indonesia. Umbi tanaman singkong yang terbentuk merupakan akar yang berubah bentuk dan fungsinya sebagai tempat penyimpan cadangan makanan (Hillcocks et al. 2002). Umbi singkong memiliki bentuk bulat memanjang dan dan daging umbi mengandung zat pati. Ubi jalar memiliki nama botani Ipomea batatas L. Ubi jalar tumbuh merambat di permukaan tanah, memiliki daun yang lebar sehingga dapat menangkap sinar matahari secara optimal. Umbi tanaman ubi jalar adalah akar yang membesar dengan bentuk dari lonjong sampai agak bulat. Fungsi umbi adalah sebagai tempat menyimpan cadangan makanan dan sebagai tempat tumbuhnya tunas baru jika tanaman telah mati. Tanaman singkong dapat dimanfaatkan umbi dan daunnya untuk dikonsumsi masyarakat. Pada umumnya umbi singkong direbus, dikukus dan digoreng untuk dikonsumsi. Umbi singkong dapat pula digunakan sebagai bahan baku industri pangan, kimia, dan farmasi. Komposisi kimia dari ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi kimia ubi jalar putih dan ubi jalar kuning / 100 g bobot yang dapat dimakan. Komponen Kalori (kkal) Protein (gram) Karbohidrat(gram) Lemak (gram) Air (gram) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat Besi (mg) Natrium (mg) Kalium (mg) Retinol (µg) Beta Karoten Vitamin B2 (mg) Vitamin C (mg) Timah (mg) Thiamin (mg) Vitamin A (IU)
Ubi putih 88.00 0.40 20.60 0.40 77.80 30.00 10.00 0.50 2.00 4.00 0.20 0.00 0.06 36.00 0.25 0.06 0.00
Ubi Kuning 119.00 0.50 25.10 0.40 72.60 30.00 40.00 0.40 3.00 1.00 0.00 794.00 0.06 36.00 0.25 0.06 385.00
Sumber: Atmawikarta 2001
Warna dari daging umbi berkisar antara putih, krem, merah muda, kekuning-kuningan dan jingga tergantung jenis dan konsentrasi pigmen yang dikandungnya. Pigmen yang terdapat di dalam ubi jalar adalah karotenoid dan antosianin. Pada penelitian ini dipilih ubi yang berwarna putih dan kekuningan untuk mendapatkan warna produk yang cenderung putih. Pemanfaatan ubi jalar di Indonesia pada umumnya masih relatif sedikit dan baru dikonsumsi dalam bentuk olahan primer yaitu dibuat menjadi makanan kecil seperti ubi rebus, ubi kukus, ubi panggang, keripik ubi, dan kolak ubi. Hanya di beberapa daerah Irian Jaya dan Maluku ubi jalar dikonsumsi sebagai makanan pokok. Namun konsumsi komoditas ini juga telah semakin berkurang secara bertahap karena masyarakat setempat cenderung beralih mengkonsumsi beras.
B. BUBUR INSTAN Pengertian pangan instan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) yaitu bahan pangan yang dapat disajikan langsung, atau tanpa dimasak lama, dapat dimakan atau dapat diminum. Menurut Hartomo dan Widiatmoko (1992), pangan instan adalah bahan makanan yang mengalami proses pengeringan air, sehinggga mudah larut dan mudah disajikan hanya dengan menambahkan air panas dan air dingin. Pengembangan produk pangan instan bertujuan untuk menyediakan produk pangan yang mudah dikonsumsi oleh konsumen. Produk pangan instan sangat mudah disajikan dalam waktu relatif singkat. Pangan instan terdapat dalam bentuk kering dan konsentrat, mudah larut sehingga penyajiannya hanya dengan menambahkan air panas atau dingin. Produk pangan instan berkembang pesat seiring dengan semakin tingginya permintaan akan produk pangan yang sehat, bergizi, dan praktis dalam penyajiannya. Kriteria umum yang harus dimiliki oleh bahan makanan agar dapat dibentuk menjadi produk pangan instan menurut Hartomo dan Widiatmoko (1992), antara lain (a) memiliki sifat hidrofilik, yaitu sifat mudah mengikat air, (b) tidak memiliki lapisan gel yang tidak permeable yang dapat menghambat laju pembasahan, dan (c) rehidrasi produk akhir tidak menghasilkan produk yang menggumpal dan mengendap (mudah terdispersi). Bubur dikenal sebagai puree dalam bahasa Inggris. Pengertian pure berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) adalah pangan atau bahan pangan yang dilembutkan. Bubur memiliki tekstur yang lunak sehingga mudah dicerna. Dalam pengolahannya, bubur dibuat dengan memasak bahan penyusun dengan air seperti bubur nasi, atau dengan santan seperti bubur kacang hijau.
4
Bubur instan memiliki beberapa komponen penyusun. Adonan bahan-bahan yang telah dihancurkan dimasak sampai kental, kemudian dikeringkan dengan menggunakan drum dryer lalu digiling hingga berbentuk tepung halus berukuran 60 mesh. Bahan tepung yang diperoleh telah bersifat instan dan dikemas menjadi bubur instan (Perdana 2003). Bahan-bahan yang biasa ditambahkan pada produk bubur istan adalah CMC dan dekstrin. Penambahan CMC dan dekstrin bertujuan untuk menghasilkan mutu bubur instan yang lebih baik (nilai densitas kamba yang besar, rendemen besar, kelengketan rendah dan tekstur yang halus). Berdasarkan penelitian Bahrie (2005), penambahan dekstrin sebesar 15% terhadap produk bubur jagung instan menghasilkan karakteristik mutu (tekstur) produk yang paling diterima oleh konsumen secara organoleptik. CMC merupakan polimer yang termasuk gum alami yang dimodifikasi secara kimia. CMC dapat diaplikasikan pada berbagai tingkat kekentalan bahan, ukuran partikel, dan sifat reologi. Secara tradisional, gum ini diperoleh dari rumput laut, tanaman, dan biji-bijian. Keunggulan CMC diantaranya : 1) keseragaman sifat dan spesifikasi, 2) bahan baku yang mudah diperoleh, 3) kemurnian yang tinggi, 4) harga yang relatif stabil (Keller 1986). Pada industri pangan, sifat dasar CMC yang meningkatkan nilai komersialnya adalah kemampuannya untuk mengentalkan cairan, bertindak sebagai pengikat air, pelarut yang efektif baik dalam larutan panas maupun dingin, dan memperbaiki tekstur pada berbagai produk pangan (Keller 1986). CMC (Carboxy Methyl Cellulose) yang paling sering digunakan sebagai bahan pengisi adalah Na-CMC. CMC berwarna putih, tidak berbau, tidak memberikan rasa dan tidak beracun (Kirk & Othmer 1952). CMC sebagai bahan pengisi, ditambahkan dalam produk pangan dengan tujuan meningkatkan total padatan terlarut (TPT) dan meningkatkan viskositas produk. CMC juga terbukti efektif sebagai penstabil koloid dalam minuman ringan (Gliksman 1968). Dekstrin merupakan komponen yang dihasilkan dari proses modifikasi pati melalui proses hidrolisis katalis asam, enzimatis maupun pemanasan pati kering (Caesar 1968). Pati termodifikasi adalah pati yang telah diberi perlakuan tertentu yang bertujuan menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau untuk mengubah beberapa sifat lainnya.
C. PROSES PEMBUATAN BUBUR INSTAN Penelitian yang dilakukan oleh Hendy (2007) dan Isnaeni (2007) terdiri atas 4 tahap, yaitu tahap perancangan formula, formulasi, optimasi dan analisis. Tahap-tahap tersebut dilakukan dengan bantuan program aplikasi komputer, yaitu design expert V.7 (dx7). Pada penelitian ini digunakan mixture design techniques dengan D-optimal untuk mencari formulasi dari komponen-komponen yang dicampurkan sehingga dihasilkan respon yang optimal. Pada tahap perancangan formula, hal penting yang harus diperhatikan adalah menentukan variabel dan rentang nilainya. Variabel adalah komponen dari formula yang mempengaruhi respon yang akan diukur dan dioptimasi. Variabel yang digunakan pada formula pure instan ubi jalar adalah ubi jalar, air, CMC, dan dekstrin. Total dari 4 komponen ini sebesar 100%. Respon merupakan sifatsifat yang dipengaruhi oleh keempat variabel tersebut. Respon yang diukur dan dioptimasi adalah rendemen (%), densitas kamba (g/ml), daya rehidrasi (ml/g), dan skor kelengketan produk di mulut (cm) berdasarkan uji organoleptik. Tahap formulasi merupakan tahapan pembuatan produk. Pembuatan produk pada tahap ini dilakukan dengan proses yang digambarkan pada Gambar 1. Tahap analisis dx7 meliputi penentuan model polinomial dan analisis ragam (ANOVA) untuk setiap respon. Tahap terakhir adalah optimasi dan analisis. Masing-masing respon (rendemen, daya rehidrasi, densitas kamba, dan skor kelengketan) ditentukan tujuan optimasinya dalam program dx7. Untuk respon rendemen, daya rehidrasi, dan densitas kamba ditetapkan maximize sedangkan untuk respon kelengketan ditentukan minimize. Program ini akan melakukan optimasi sesuai data variabel dan data pengukuran respon yang dimasukkan. Keluaran dari tahap optimasi adalah rekomendasi beberapa formula baru yang optimal menurut program. Formula paling optimal adalah formula dengan nilai desirability paling tinggi. Satu formula terpilih akan dianalisis kimia (kadar air, kadar abu, lemak, protein, karbohidrat, dan jumlah kalori).
5
Proses pembuatan bubur ubi jalar instan diawali dengan sortasi ubi jalar mentah untuk memisahkan ubi yang telah rusak atau kurang baik mutunya. Selanjutnya ubi jalar dicuci dengan air dan disikat untuk membersihkan tanah yang ada dan dikupas menggunakan pisau dan dibuang bagianbagian yang tidak diperlukan seperti adanya bercak-bercak kehitaman dan kehijauan. Ubi di potongpotong, dicuci kembali dan kemudian direndam dengan menggunakan larutan garam 0.1% selama 15 menit yang bertujuan mencegah reaksi pencoklatan enzimatis. Proses pembuatan bubur ubi jalar instan secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.
Ubi jalar segar
↓ Disortasi ↓ Dicuci ↓ Dikupas ↓ Dipotong-potong
Air (ubi:air = 1:3)
Kulit
↓ Direndam pada larutan garam 0.1 % ↓ Dikukus ↓ Diblender ↓ Ditanak hingga tergelatinisasi ↓ Dikeringkan dengan drum dryer tekanan
Bahan pengisi CMC dan dekstrin
Tekanan 3 bar Kecepatan 5 rpm
↓ Bubur instan ubi jalar Gambar 1. Proses pembuatan bubur instan ubi jalar (Isnaeni 2007). Tahap selanjutnya adalah pengukusan ubi jalar selama 15 menit. Selanjutnya ubi jalar dihancurkan dengan penambahan air untuk lebih mempermudah proses. Selain itu pada saat penghancuran dengan blender juga dilakukan penambahan CMC dan dekstrin yang bertujuan untuk menghasilkan mutu bubur ubi jalar instan yang lebih baik. Tahap berikutnya adalah penanakan dengan perbandingan ubi dan air sebesar 1:3. Air yang ditambahkan sebagian telah diambil pada saat penghancuran menggunakan blender. Bubur ubi jalar hasil penanakan tersebut selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan pengering drum. Parameterparameter yang diatur pada pengering drum meliputi tekanan uap dan kecepatan putar drum. Proses pembuatan bubur singkong instan hampir sama dengan proses pembuatan bubur ubi jalar instan. Perbedaannya adalah singkong mentah yang telah dikupas direndam terlebih dahulu dengan air selama 15 menit, sedangkan ubi jalar mentah yang telah dikupas direndam dengan larutan garam 0,1%. Proses pembuatan bubur singkong instan secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 3.
6
Singkong
↓ Dikupas kulitnya
↓ Dicuci ↓ Direndam dalam air selama 15 menit ↓ Dicuci ↓ Dikukus selama 15 menit ↓ CMC 0; 0.5 ; 1 % Air : Singkong Dihancurkan Dekstrin 0 ; 7.5 ; 15 ↓ Ditanak hingga kental (gelatinisasi) ↓ Didinginkan ↓ Dikeringkan dengan drum dryer
↓ Bubur singkong instan Gambar 2. Proses pembuatan bubur singkong instan (Hendy 2007).
D. KARAKTERISTIK PRODUK BUBUR UBI JALAR INSTAN Proses pembuatan bubur ubi jalar instan mengacu kepada hasil penelitian Isnaeni (2007) yang menggunakan metode umum pembuatan bubur instan yang diaplikasikan ke bahan pangan ubi jalar. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan parameter-parameter penting dalam pembuatan produk bubur instan. Dari proses tersebut dihasilkan 4 parameter yang diperlukan untuk membuat bubur ubi jalar instan yang dijabarkan pada Tabel 5. Tabel 5. Rekapitulasi hasil dari penelitian pendahuluan Parameter Tekanan drum dryer Kecepatan putar drum dryer Perbandingan ubi:air Perendaman
Hasil 3 bar 5 rpm 1:3 Larutan garam 0.1%
Sumber: Isnaeni 2007
Berdasarkan penelitian pendahuluan Isnaeni (2007) dengan menggunakan 4 parameter diatas diperoleh hasil yang tidak memuaskan, yaitu produk bubur yang dihasilkan bertekstur kurang kental/encer. Untuk menanggulangi kekurangan tersebut ditambahkan bahan pengisi CMC dan dekstrin. Dekstrin merupakan contoh produk yang dihasilkan dari proses modifikasi pati melalui proses hidrolisis katalis asam, enzimatis maupun pemanasan pati kering (Caesar 1968). Dekstrin banyak diaplikasikan pada industri kemasan dan kertas terutama sebagai bahan perekat. Pada industri pangan, dekstrin dapat digunakan untuk memperbaiki tekstur bahan pangan. Penambahan dekstrin pada tepung instan sari buah nanas dapat meningkatkan densitas kamba serta dapat melembutkan tekstur (Warsiki 1993).
7
Berdasarkan penelitian Isnaeni (2007) diperoleh bahwa jumlah CMC maksimal yang dapat dapat ditambahkan pada produk bubur ubi jalar instan adalah sebesar 1% dan jumlah maksimal dekstrin yang dapat ditambahkan adalah sebesar 15%. Penambahan dengan jumlah CMC dan dekstrin yang lebih besar menghasilkan adonan yang terlalu kental sehingga sulit diaduk dan berkerak pada saat proses penanakan. Selanjutnya dilakukan tahap formulasi dengan komponen bahan sebagai berikut: 1.
Ubi jalar dan air dengan perbandingan 1 : 3.
2.
CMC dengan komposisi 0-1%
3.
Dekstrin dengan komposisi 0-15%
Jumlah formula dan komposisi formula yang diproduksi dihitung dengan menggunakan program DX7. Berdasarkan penghitungan oleh peranti lunak DX7 diperoleh 24 formula dengan komposisi yang telah ditentukan (Lampiran 1). Selanjutnya dilakukan proses produksi untuk tiap-tiap formula untuk memperoleh nilai daya rehidrasi, densitas kamba, rendemen dan kelengketan. Penghitungan ke 4 parameter ini mengacu pada Wiratakusumah et al. (1992) untuk densitas kamba, Yoanasari (2003) untuk penghitungan daya rehidrasi, AOAC (1984) untuk penghitungan rendemen, dan Meilgaard et al. (1999) untuk pengukuran nilai kelengketan. Hasil perhitungan berupa angka densitas kamba, daya rehidrasi, rendemen dan kelengketan selanjutnya dimasukkan pada pada kolom response pada program DX7 untuk selanjutnya digunakan untuk mendapatkan nilai desirability dari masing-masing formula. Selanjutnya DX7 akan melakukan seleksi yang menghasilkan 3 formula dengan nilai desirability terbaik (Tabel 6). Tabel 6. Tiga formula hasil optimasi dengan DX7 No 1 2 3
Ubi Jalar 25.000 24.070 24.040
Air 73.03 72.11 73.84
CMC 0.000 0.210 0.000
Dekstrin 1.97 3.61 2.12
Desirability 0.662 0.588 0.434
Selected
Sumber: Isnaeni 2007
Dari 3 formula di atas, dilakukan pemilihan formula dengan nilai desirability terbaik (Tabel 6). Berdasarkan analisis oleh Isnaeni (2007), formula terbaik yaitu formula dengan komposisi 25% ubi jalar, 73,03% air, dan 1,97% dekstrin untuk selanjutnya diproduksi untuk selanjutnya diuji dengan menggunakan Consumer Sensory Test (CST).
E. KARAKTERISTIK PRODUK BUBUR SINGKONG INSTAN Proses pembuatan bubur singkong instan mengacu kepada hasil penelitian Hendy (2007) yang menggunakan metode umum pembuatan bubur instan yang diaplikasikan ke bahan pangan singkong. Penelitian pendahuluan meliputi penetapan prosedur pembuatan bubur instan, perbandingan singkong dengan air, pengaruh perendaman dalam air, air garam, dan larutan metabisulfit terhadap warna bubur, waktu (durasi) penanakan, pengkondisian drum dryer (kecepatan putar dan tekanan), penetapan suhu air untuk rehidrasi, serta konsentrasi dekstrin yang ditambahkan. Hasil dari penelitian pendahuluan dapat dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rekapitulasi hasil dari penelitian pendahuluan Parameter Tekanan drum dryer Kecepatan putar drum dryer Perbandingan singkong : air Perendaman
Hasil 3 bar 5 rpm 1:3 Air biasa selama 15 menit
Sumber: Hendy 2007
8
Pada tahap uji coba awal, bubur singkong instan dibuat dengan berbagai perbandingan singkong dan air sebesar 1:3, 1:4, dan 1:5 dimana produk dibuat tanpa penambahan CMC maupun dekstrin. Berdasarkan penelitian pendahuluan yang dilakukan Hendi (2007) diperoleh perbandingan singkong dan air yang paling memuaskan adalah 1:3. Tahap selanjutnya pada penelitian utama adalah optimasi. Masing-masing respon (rendemen, daya rehidrasi, densitas kamba, dan skor kelengketan) ditentukan tujuan optimasinya dalam program DX7. Untuk respon rendemen, daya rehidrasi, dan densitas kamba ditetapkan maximize sedangkan untuk respon kelengketan ditentukan minimize. Program ini akan melakukan optimasi sesuai data variabel dan data pengukuran respon yang dimasukkan. Keluaran dari tahap optimasi adalah rekomendasi beberapa formula baru yang optimal menurut program. Formula paling optimal adalah formula dengan nilai desirability paling tinggi. Formulasi dilakukan pada tahap optimasi dengan komponen bahan sebagai berikut: 1.
Singkong dan air dengan perbandingan 1 : 3
2.
CMC dengan komposisi 0-1%
3.
Dekstrin dengan komposisi 0-15%
Jumlah formula dan komposisi formula yang diproduksi dihitung dengan menggunakan program DX7. Berdasarkan penghitungan oleh peranti lunak DX7 diperoleh 24 formula dengan komposisi yang telah ditentukan (Lampiran 2). Selanjutnya dilakukan proses produksi untuk tiap-tiap formula untuk memperoleh nilai daya rehidrasi, densitas kamba, rendemen dan kelengketan. Penghitungan ke 4 parameter ini mengacu pada Wiratakusumah et al. (1992) untuk densitas kamba, Yoanasari (2003) untuk penghitungan daya rehidrasi, AOAC (1984) untuk penghitungan rendemen, dan Meilgaard et al. (1999) untuk pengukuran nilai kelengketan. Hasil perhitungan berupa angka densitas kamba, daya rehidrasi, rendemen dan kelengketan selanjutnya dimasukkan pada pada kolom response pada program DX7 untuk selanjutnya digunakan untuk mendapatkan nilai desirability dari masing-masing formula. Selanjutnya DX7 akan melakukan seleksi yang menghasilkan 5 formula dengan nilai desirability terbaik (Tabel 8). Tabel 8. Lima formula hasil optimasi dengan DX7 No 1 2 3 4 5
Singkong 25.000 25.000 24.995 24.040 24.040
Air 72.25 72.11 72.11 73.58 72.77
CMC 0.000 0.018 0.240 0.240 0.000
Dekstrin 2.75 2.87 2.66 2.15 3.19
Desirability 0.645 0.644 0.631 0.449 0.448
Selected
Sumber: Hendy 2007
Dari 18 formula yang telah dibuat, dilakukan pemilihan formula dengan nilai desirability terbaik (Tabel 8). Berdasarkan analisis oleh Hendy (2007), formula terbaik yaitu formula dengan komposisi 25% singkong, 72,25 air, dan 2,75% dekstrin untuk selanjutnya diproduksi untuk selanjutnya diuji dengan menggunakan Consumer Sensory Test (CST).
F. ANALISIS PROKSIMAT BUBUR SINGKONG INSTAN DAN BUBUR UBI JALAR INSTAN Kandungan kalori bubur singkong instan sebesar 199 kkal/50 gram produk kering yang direhidrasi menjadi 300 g produk saji. Hasil analisis proksimat singkong instan formula optimum oleh Hendy (2007) dapat kita lihat pada Tabel 9.
9
Tabel 9. Hasil analisis proksimat bubur singkong instan formula optimum No 1 2 3 4 5 6
Karakteristik Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar Protein Kadar karbohidrat Jumlah kalori/ 50 g produk (Kal)
Rata-rata (%bb) 2.70 1.60 1.70 0.20 93.80 196
Rata-rata (%bk) 2.90 1.60 1.80 0.20 95.50 199
Sumber: Hendy 2007
Berdasarkan Tabel 9, dapat dilihat bahwa kandungan terbesar dari bubur singkong instan adalah karbohidrat. Kadar air bubur singkong instan yang sangat rendah (2-3%) menyebabkan peningkatan kadar karbohidrat yang sangat drastis dibanding dengan kandungan karbohidrat pada singkong mentah. Oleh karena itu bubur singkong instan dapat dijadikan sebagai makanan pokok (sumber karbohidrat) alternatif. Berdasarkan SNI sup instan (SNI 01-4321-1996) diketahui persyaratan kadar air maksimal 2-7%, kadar protein minimal 2%, dan kadar lemak maksimal 10%. Nilai energi suatu bahan pangan diperoleh dengan menghitung total energi dari karbohidrat, lemak, dan protein. Nilai energi tersebut diperoleh dengan menghitung energi dari karbohidrat, lemak, protein, menggunakan faktor di bawah ini, kemudian dijumlahkan. Nilai energi ini dinyatakan dalam satuan kilo kalori atau disingkat kkal/Kal. Faktor umum untuk menghitung nilai energi makanan adalah 4 x (% Karbohidrat) + 9 x (% Lemak)+ 4 x (% Protein) (Atmawikarta, 2001). Kandungan total kalori bubur singkong instan formula optimum adalah 384 kkal/100 g produk kering atau 190 kkal per takaran saji. Sebagai perbandingan, total kalori beras adalah 357 kkal/100 g (Atmawikarta 2001). Kandungan kalori bubur ubi jalar instan sebesar 197 kkal/50 gram produk kering yang direhidrasi menjadi 300 g produk saji. Hasil analisis proksimat singkong instan formula optimum dapat kita lihat pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil analisis proksimat bubur ubi jalar instan formula optimum No 1 2 3 4 5 6
Karakteristik Kadar air Kadar abu Kadar lemak Kadar Protein Kadar karbohidrat Jumlah kalori/ 50 g produk (Kal)
Rata-rata (%bb) 1.6 1.8 0.1 2.3 94.2 194
Rata-rata (%bk) 1.7 1.8 0.1 2.3 95.7 197
Sumber: Isnaeni 2007
Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa kandungan air dalam produk bubur instan sangat kecil yaitu sekitar 1.6 %(bb) dan 1.7 % (bk). Dibandingkan persyaratan kadar air sup instan (BSN, 1996) yaitu 2-7 % bb, kadar air bubur instan ubi jalar tergolong lebih rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adanya jenis air yang terikat oleh komponen gula seperti glukosa, maltosa, dan laktosa serta hidrat-hidrat dari ion-ion dan polimer yang dapat mengikat air. Kadar abu merupakan nilai yang dapat menunjukkan unsur-unsur mineral atau zat-zat anorganik (Winarno 1995). Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak. Dari data di atas terlihat bahwa kadar abu bubur instan ubi jalar adalah sebesar 1.8 %. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan mineral dalam produk bubur instan ubi jalar tergolong kecil karena jumlah kandungan abu/mineral pada ubi jalar mentah sudah rendah. Hasil analisis protein menunjukkan bahwa kandungan protein bubur instan ubi jalar adalah sebesar 2.3 %. Hasil ini diperoleh dengan cara mengalikan kadar nitrogen bahan dengan faktor konversi 6.25. Angka 6.25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen (Winarno 1995). Hasil analisis lemak menunjukkan kadar lemak produk sebesar 0.1%.
10
Nilai ini tergolong sangat kecil. Jumlah protein dan lemak ini masuk dalam syarat SNI yang diacu yaitu SNI Sup Instan (SNI 01-4321-1996), yaitu protein minimum 2%bb dan lemak maksimum 10%bb. Kandungan air dan lemak yang sangat rendah memungkinkan produk ini memiliki umur simpan lama. Air yang cukup banyak akan menjadi media pertumbuhan mikroba sedangkan kandungan lemak yang tinggi akan menyebabkan ketengikan. Karbohidrat merupakan komponen yang paling dominan dari produk bubur instan ubi jalar. Jumlah air yang jauh berkurang dibandingkan ubi mentah menyebabkan kandungan karbohidrat meningkat tajam yaitu menjadi 94.2 (%bb) dan 95.7 (%bk). Kandungan total kalori bubur singkong instan formula optimum adalah 384 kkal/100 g produk kering atau 197 kkal per takaran saji. Sebagai perbandingan, total kalori beras adalah 357 kkal/100 g (Atmawikarta 2001).
G. PASAR DAN PRODUK Kotler (2005) telah mengutarakan tiga definisi tentang konsep pasar, yaitu berdasar pengertian yang paling lama, pengertian pasar menurut ekonom dan pasar menurut pemasar (marketer). Berdasarkan pengertian yang paling lama, pasar adalah tempat berwujud (physical place) di mana pembeli dan penjual berkumpul untuk mempertukarkan barang dan jasa. Para penjual membawa barang mereka ke tempat yang lapang sedang para pembeli berbelanja barang di tempat tersebut. Pengertian pasar menurut ekonom yaitu semua pembeli dan penjual yang terlibat dalam jual beli nyata atau potensial atas beberapa barang atau jasa. Struktur pasar menggambarkan jumlah dan besar kecilnya distribusi pembeli serta penjual, tingkat perbedaan produk dan rintangan untuk memasukinya. Tingkah laku pasar melukiskan bagaimana perusahaan menetapkan kebijaksanaan mengenai perkembangan produk, pemberian harga penjualan dan periklanan. Penampilan pasar menggambarkan tingkat efisiensi dan perbaikan operasi perusahaan dan hasil-hasil yang dicapai dalam penjualan dan keuntungan. Pengertian pasar menurut para pemasar adalah seperangkat orang dan organisasi yang terdiri dari para pembeli nyata maupun potensial atas produk dan jasa. Yang dimaksud dengan pembeli atau konsumen adalah orang yang dalam pikirannya terkandung niat untuk membeli produk. Menurut Sumarwan (2003), istilah konsumen sering diartikan sebagai dua jenis konsumen yaitu; konsumen individu dan konsumen organisasi. Konsumen individu membeli barang dan jasa untuk digunakan sendiri. Misalnya membeli pakaian, sepatu, dan sabun. Konsumen individu juga membeli barang dan jasa yang akan digunakan oleh anggota keluarga yang lain, misalnya susu formula untuk bayi, atau digunakan oleh keluarga yang lain, misalnya susu formula untuk bayi, atau digunakan oleh seluruh seluruh anggota keluarga, misalnya TV, furniture, rumah, dan mobil. Konsumen individu mungkin juga membeli barang dan jasa untuk hadiah teman, saudara atau orang lain. Dalam konteks barang dan jasa yang dibeli kemudian digunakan langsung atau tidak langsung oleh individu dan sering disebut sebagai “pemakai akhir” atau “konsumen akhir”. Menurut Sumarwan (2003), konsumen organisasi meliputi organisasi bisnis, yayasan, lembaga sosial, kantor pemerintah, dan lembaga lainnya (sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit). Semua jenis organisasi ini harus membeli produk, peralatan, dan jasajasa lainnya untuk menjalankan seluruh kegiatan organisasinya. Menurut Kotler dan Andreasen (1995), produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada suatu pasar untuk memuaskan kebutuhan. Kategori tersebut meliputi objek-objek fisik, jasa, orang, tempat, organisasi, ide-ide. Lebih lanjut Kotler (2005) menambahkan bahwa produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, diperoleh, digunakan, atau dikonsumsi sehingga dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan. Klasifikasi produk berdasarkan wujudnya terdiri atas barang dan jasa. Barang termasuk ke dalam produk yang berwujud nyata,sedangkan jasa tergolong produk yang tidak berwujud. Klasifikasi produk berdasarkan siapa konsumennya dan untuk apa produk tersebut dikonsumsi terbagi atas barang konsumen dan barang industri. Berdasarkan tingkat konsumsi dan berwujud tidaknya (tangilibility), Kotler (2005) membedakan barang menjadi tiga yaitu barang yang tidak tahan lama, barang tahan lama dan jasa. Barang yang tidak tahan lama atau barang tidak habis terpakai (non durable goods) adalah barang berwujud yang biasanya dikonsumsi sekali atau beberapa kali pemakaian. Karena barang ini
11
dikonsumsi dengan cepat , maka barang tersebut tersedia di berbagai tempat, menguasai margin yang kecil serta memupuk kesetiaan pada satu merek. Barang yang tahan lama (durable goods) adalah barang berwujud yang biasanya tahan dalam pemakaian berulang kali. Barang tahan lama memerlukan penjualan dan pelayanan lebih pribadi, menguasai margin yang lebih tinggi dan memerlukan jaminan-jaminan yang lebih menarik dari penjual. Jasa (services) adalah kegiatan manfaat atau kepuasan tidak berwujud, mudah lenyap, mudah berubah dan bersifat pribadi. Pelayanan jasa menuntut yang lebih cermat, menuntut sifat dapat dipercaya dari pihak penyedia jasa dan ketersediaannya tidak terputus-putus. Berdasarkan definisi tersebut, maka produk bubur instan termasuk dalam kategori pertama, yaitu barang yang tidak tahan lama atau barang yang habis terpakai, konsumen membeli barang tersebut tujuan utamanya adalah untuk memenuhi kebutuhan fisiologis. Dalam mempertimbangkan untuk membeli suatu barang tertentu, maka konsumen akan memandangnya sebagai ikatan mutu dan sifat yang beraneka ragam itu secara berbeda-beda sebagai cerminan tentang apa yang ia kehendaki. Konsumen akan memilih merek yang mempunyai perbandingan nilai terhadap biaya yang paling besar. Selain itu juga ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian yaitu faktor yang berkaitan dengan pembeli, produk , penjual dan situasi pembelian (Kotler 2005). Menurut Kotler (2005), produk yang termasuk ke dalam barang konsumen meliputi : 1.
2.
3. 4.
Barang yang memiliki tingkat pembelian tinggi (convenience goods), diantaranya adalah : a. Barang-barang yang pembeliannya dilakukan secara rutin (staples good). b. Barang-barang yang pembeliannya dilakukan tanpa perencanaan terlebih dahulu (impulse goods). c. Barang-barang yang pembeliannya dilakukan saat kebutuhan mendesak (emergency goods). Barang yang dibeli berdasarkan hasil pembandingan antara berbagai alternatif yang ada (shopping goods), diantaranya adalah : a. Barang yang dibeli berdasarkan persamaan kualitas tetapi dengan harga yang berbeda (homogenous goods). b. Barang yang dibeli berdasarkan persepsi yang berbeda dalam hal kualitas dan atribut (heterogenous goods). Barang yang memiliki nilai keunikan bagi sekelompok pembeli (speciality goods). Barang yang tidak diketahui atau terpikir untuk dibeli sebelumnya (unsought goods).
Berdasarkan klasifikasi yang diuraikan di atas dapat diketahui bahwa produk bubur instan adalah produk yang memiliki tingkat pembelian tinggi (convenience goods) dengan subkategori sebagai barang yang pembeliannya dilakukan saat kebutuhan mendesak (emergency goods). Sumber yang paling tepat dan masuk akal dalam menggali gagasan atau ide produk baru adalah berdasarkan keinginan dan kebutuhan konsumen. Identifikasi atas keinginan dan kebutuhan konsumen dapat dijalankan dengan melakukan penelitian langsung, tes proyeksi, diskusi dengan kelompok tertentu atau berdasarkan atas saran dan klaim pembeli (Kotler 2005).
H. PREFERENSI KONSUMEN Preferensi konsumen dapat berarti kesukaan, pilihan atau sesuatu hal yang lebih disukai konsumen. Preferensi ini terbentuk dari persepsi terhadap produk (Assael 1992). Persepsi adalah proses dimana seorang individu memilih, merumuskan dan menafsirkan informasi dengan caranya sendiri untuk menciptakan gambaran yang berarti bagi dunia (Kotler 2005). Preferensi konsumen berhubungan dengan harapan konsumen akan suatu produk yang disukainya. Harapan konsumen diyakini mempunyai peranan yang besar dalam menentukan kualitas produk (barang dan jasa) dan kepuasan pelanggan (Tjiptono 2006). Preferensi konsumen didefinisikan sebagai pilihan suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap produk (barang dan jasa) yang dikonsumsi. Preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada (Kotler 2005). Teori preferensi digunakan untuk menganalisa tingkat kepuasan bagi konsumen. Studi seperti ini akan memberikan petunjuk untuk mengembangkan produk-produk baru, karakteristik atau ciri-ciri produk, harga, dan bauran pemasaran lainnya.
12
Teori pilihan (theory of choice) yaitu hubungan timbal balik antara preferensi (pilihan) dan berbagai kendala yang menyebabkan seseorang menentukan pilihan-pilihannya. Preferensi ini meliputi pilihan dari yang sederhana sampai yang kompleks, untuk menunjukkan bagaimana seseorang dapat merasakan atau menikmati segala sesuatu yang ia lakukan. Tetapi setiap orang tidak bebas untuk melakukan segala sesuatu yang mereka inginkan, dimana mereka mereka terkendala oleh waktu, pendapatan, dan banyak faktor lain (Nicholson 2002). Preferensi konsumen berhubungan erat dengan permasalahan penetapan pilihan oleh konsumen. Menurut Nicholson (2002), hubungan preferensi ini biasanya diasumsikan memiliki tiga sifat dasar yaitu: 1. Preferensi yang lengkap (Complete Preferences) Asumsi bahwa para individu mampu menyatakan apa yang diinginkannya dari antara dua pilihan dan selalu mampu mengambil satu pilihan. Jika A dan B merupakan dua kelompok konsumsi, kita mungkin mengharapkan seseorang untuk menentukan pilihannya dengan tegas bahwa: a) Saya lebih menyukai A daripada B b) Saya lebih menyukai B daripada A c) A dan B sama-sama menariknya bagi saya 2. Transivisitas dari preferensi (Transitivity of Preferences) Logika bahwa jika A lebih diinginkan dari B, dan B lebih diinginkan dari C, maka A harus lebih diinginkan dari C. Kita tidak berharap bahwa seseorang menyatakan preferensi yang saling bertentangan satu dengan lainnya. 3. Kontinuitas (Continuity) Jika seseorang menyatakan A lebih disukai dari B maka situasi yag mirip dengan A harus lebih disukai daripada B. Dari ketiga sifat di atas diasumsikan setiap orang dapat membuat atau menyusun rangking semua kondisi atau situasi mulai dari yang paling disukai hingga paling tidak disukai. Pada sejumlah alternatif yang ada, orang lebih cenderung memilih sesuatu yang memaksimumkan kepuasannya. Preferensi konsumen dapat diketahui dengan mengukur tingkat kegunaan dan nilai relatif penting setiap atribut yang terdapat pada suatu produk. Atribut fisik yang ditampilkan pada suatu produk dapat menimbulkan daya tarik pertama yang dapat mempegaruhi konsumen. Penilaian terhadap produk menggambarkan sikap konsumen terhadap produk tersebut dan sekaligus dapat mencerminkan perilaku konsumen dalam membelanjakan dan mengkonsumsi suatu produk. Lyman (1989) menjelaskan bahwa preferensi dapat dipengaruhi oleh waktu dan kondisi pada saat terakhir mengkonsumsinya. Dalam memilih makanan tertentu yang disukai, pengalaman seseorang dapat menjadi landasan yang kuat. Beberapa faktor antara lain: enak, menyenangkan, tidak membosankan, berharga murah, mudah didapat dan diolah dapat dijadikan dasar pemilihan makanan. Penampakan merupakan hal yang paling banyak mempengaruhi preferensi dan kesukaan konsumen (Sanjur 1982). Stare et al. (1973) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi makanan yaitu: (1) ketersediaan makanan di suatu tempat; (2) kesukaan makanan oleh anggota keluarga khususnya orangtua; (3) pembelian makanan dan penyediaannya yang mencerminkan hubungan kekeluargaan dan budaya; dan (4) rasa, tekstur, serta harga makanan. Demikian pula ditegaskan oleh Engel et al. (2001), bahwa preferensi konsumen dipengaruhi oleh faktor-faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologis. Faktor kebudayaan meliputi budaya dan kelas sosial. Faktor sosial meliputi kelompok referensi, keluarga, peranan dan status. Faktor pribadi meliputi usia dan tahap daur hidup, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, serta kepribadian dan konsep diri. Adapun faktor psikologis meliputi motivasi, persepsi, belajar, kepercayaan dan sikap.
13
I. PERILAKU KONSUMEN Seseorang akan mendapatkan kepercayaan dan sikap, yang pada gilirannya akan mempengaruhi perilakunya melalui tindakan-tindakan dan belajar. Kepercayaan merupakan suatu pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang tentang sesuatu yang didasari atas pengetahuan, pendapat, dan keyakinan nyata. Sikap adalah evaluasi, perasaan, dan kecenderungan seseorang yang relatif konsisten terhadap sesuatu obyek atau gagasan. Sikap akan menempatkan seseorang ddalam satu pikiran untuk menyukai atau tidak menyukai sesuatu, bergerak mendekati atau menjauhinya. Informasi yang dimasukkan orang lain ke dalam pemikiran seseorang, dapat mengubah sikap dan menggerakkan orang tersebut untuk melakukan suatu tindakan. Untuk dapat mengarahkan sikap seseorang, diperlukan data yang cukup dari respon kognitif, respon afektif, dan perilaku dari orang tersebut. Peter dan Olson (1999) mengemukakan bahwa afektif dan kognitif dari konsumen adalah respon mental konsumen terhadap lingkungan. Afektif adalah perasaan konsumen terhadap suatu objek, misalnya apakah ia menyukai atau tidak suatu produk makanan. Kognitif adalah pengetahuan yang dimiliki konsumen mengenai suatu produk yang disimpannya di dalam memori. Pengetahuan dan persepsi ini biasanya berbentuk kepercayaan (belief), yaitu konsumen mempercayai bahwa produk memiliki sejumlah atribut. Solomon (1999) menyebutkan tricomponent model sebagai Model Sikap ABC, yaitu 3 komponen yang terdiri dari affective, behavior, dan cognitive. Komponen afektif menyatakan perasaan seseorang terhadap suatu objek sikap, komponen perilaku adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan komponen kognitif adalah keyakinan seseorang terhadap objek sikap. Model ABC menganggap afektif, kognitif, dan perilaku adalah berhubungan satu sama lainnya. Engel et al. (2001) mendefinisikan perilaku konsumen sebagai tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk barang dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengakhiri tindakan ini. Menurut Umar (2000), terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi perilaku konsumen yaitu faktor sosial budaya yang terdiri atas kebudayaan, budaya khusus, kelas sosial, kelompok sosial, dan referensi serta keluarga. Faktor yang lain adalah faktor psikologis yang terdiri atas motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaan dan sikap. Selanjutnya perilaku konsumen sangat menentukan dalam proses pengambilan keputusan membeli, tahapnya dimulai dari pengenalan masalah yaitu berupa desakan untuk membangkitkan tindakan guna memenuhi dan memuaskan kebutuhannya. Selanjutnya tahap mencari informasi tentang produk atau jasa yang dibutuhkan yang dilanjutkan dengan tahap evaluasi alternatif penyelesaian. Tahap berikutnya adalah tahapan keputusan pembelian dan diakhiri dengan perilaku sesudah pembelian dimana membeli lagi atau tidak tergantung tingkat kepuasan yang didapat dari barang atau jasa.
J. ANALISIS MULTIATRIBUT MODEL FISHBEIN Menurut Engel et al. (2001), analisis multiatribut terdapat terdapat dua macam yaitu model angka ideal dan model Fishbein. Analisis multiatribut model Fishbein digunakan untuk menunjukkan hubungan diantara pengetahuan produk yang dimiliki konsumen dan sikap terhadap produk berkenaan dengan ciri atau atribut produk. Model sikap Fishbein berfokus pada prediksi sikap yang dibentuk seseorang terhadap obyek tertentu. Model ini mengidentifikasi tiga faktor utama dalam memprediksi sikap. Faktor pertama adalah keyakinan seseorang terhadap atribut obyek yang menonjol. Faktor kedua adalah kekuatan keyakinan seseorang bahwa atribut memiliki kekhasan, biasanya diketahui dalam bentuk pertanyaan, misalnya, seberapa setuju bahwa sebuah obyek X memiliki atribut Y. Faktor ketiga adalah evaluasi dari masing-masing keyakinan akan atribut yang menonjol, dimana diukur seberapa baik atau tidak baiknya keyakinan mereka terhadap atribut-atribut itu. Model multiatribut Fishbein mengidentifikasi bagaimana konsumen mengkombinasikan keyakinan (belief) mereka terhadap atribut-atribut produk sehingga akan membentuk sikap (attitude) mereka terhadap berbagai merek alternatif (Engel et al. 2001). Apabila konsumen menemukan sikap
14
yang mendukung suatu merek, maka merek tersebut akan dipilih dan dibelinya. Model ini digunakan untuk memperoleh konsistensi antara sikap dan perilakunya, sehingga model Fishbein memiliki dua komponen, yaitu komponen sikap dan komponen norma subyektif. a.
Komponen Sikap Komponen ini bersifat internal individu, berkaitan langsung dengan obyek penelitian dan atributatribut langsungnya yang memiliki peranan penting dalam pengukuran perilaku, karena akan menentukan tindakan yang akan dilakukan, tanpa dipengaruhi faktor eksternal.
b.
Komponen norma subyektif Komponen yang bersifat eksternal ini mempunyai pengaruh terhadap perilaku individu. Komponen ini dapat dihitung dengan cara mengkalikan nilai kepercayaan normatif individu terhadap atribut dengan motivasi untuk menyetujui atributnya. Kepercayaan normatif mengandung kuatnya keyakinan terhadap atribut yang ditawarkan dalam mempengaruhi perilakunya terhadap obyek. Sedangkan motivasi menyetujui menyangkut sikapnya terhadap atribut yang ditawarkan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap perilakunya. Model multiatribut Fishbein dijelaskan oleh diagram pada Gambar 1: Keyakinan akan atribut yang menonjol Sikap
Maksud Perilaku
Evaluasi atribut
Keyakinan Normatif
Perilaku
Norma Subyektif
Faktor lain
Motivasi
Gambar 3. Hubungan antara komponen sikap dengan komponen norma subjektif dalam model Fishbein. Preferensi konsumen pada penelitian ini dimasukkan ke dalam evaluasi atribut yang selanjutkan akan menentukan nilai sikap terhadap produk bubur instan berbasis singkong dan ubi jalar. Model ini mengemukakan bahwa atribut dari obyek tertentu didasarkan pada penjumlahan seperangkat kekuatan keyakinan terhadap atribut yang dimiliki oleh obyek (bi). Komponen ei yang menggambarkan evaluasi atribut diukur secara khas pada sebuah skala evaluasi, angka yang berjajar dari “sangat baik” hingga “sangat buruk” dengan menggunakan skala lima angka (+2, +1, 0, -1, -2). Tanda positif dan negatif secara sengaja digunakan untuk melihat respon positif atau negatif yang diberikan konsumen. Hasil dari penilaian akan dianalisis dengan bantuan tabulasi data. sangat baik_____x_____x_____x_____x_____sangat buruk +2
+1
0
−1
−2
15
Komponen evaluasi terhadap atribut (ei) dan komponen keyakinan terhadap atribut (bi) diukur pada skala evaluasi dua kutub yaitu −2 sampai dengan +2. nilai −2 menunjukkan nilai terendah yaitu sangat buruk dan nilai +2 menunjukan nilai tertinggi yaitu sangat baik.
16