.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang objek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap objek, daerah atau gejala yang dikaji. (Sutanto 1986) Penginderaan
jauh
menurut
kemungkinan
penggunannya
dapat
dikelompokkan sebagai berikut (LAPAN, 2004) : 1. Sistem satelit untuk meteorologi, lingkungan dan oceanografi. Satelit ini memiliki resolusi spasial rendah (1-5 km) tetapi dengan waktu periode ulang yang pendek (sehari sekali atau lebih). 2. Sistem satelit untuk inventarisasi dan pemantauan sumberdaya alam. Satelit ini memiliki resolusi spasial menengah (±20 m), minimal memiliki tiga kanal spectral dengan periode ulang sekitar satu bulan. 3. Sistem satelit untuk penyediaan peta tematik dan topografi. Satelit ini harus memiliki resolusi spasial tinggi (≤ 15 m), dengan spectral rendah (1-3 kanal) dan mempunyai kemampuan strereoskofis. 2.2
Peta
Peta merupakan penyajian secara grafis dari kumpulan data yang mentah maupun yang telah dianalisis atau informasi sesuai lokasinya. Dengan kata lain peta adalah bentuk sajian informasi spasial mengenai permukaan bumi untuk dapat dipergunakan dalam pembuatan keputusan (Barus dan Wiradisastra, 1996). Peta harus menampilkan informasi secara jelas agar bermanfaat, antara lain : 1. Mengandung ketelitian yang tinggi 2. Walaupun tidak dapat dihindari harus bersifat selektif 3. Dengan mengalami pengolahan, biasanya terlebih dahulu ditambah dengan ilmu pengetahuan agar lebih dapat dimanfaatkan langsung oleh pengguna
2.3
RADAR Radar dikembangkan sebagai suatu cara yang menggunakan gelombang
radio untuk mendeteksi adanya obyek dan menentukan jarak (posisinya). Proses dari radar terjadi karena ledakkan pendek atau pulsa tenaga gelombang mikro ke arah yang dikehendaki dan merekam kekuatannya dari asal “gema” atau “pantulan” yang diterima dari obyek dalam sistem medan pandang. Sistem radar dapat membuahkan citra dan hasil bukan citra. Dapat di pasang di darat / pada pesawat/ pesawat antariksa.
2.4
BIMAS-21 Gerakan ini pertama kali dicetuskan pada tanggal 7 Agustus 2008 dalam
kegiatan Indonesia Geospatial Technology Exhibition (IGTE) oleh Bakosurtanal. Gerakan ini kelanjutan dari BIMAS tahun 1964-an oleh IPB dengan memasukkan komponen Tani Cermat (TanCer) yang didukung dengan teknologi Geomatika. Komponen TanCer lewat BIMAS-21 berguna untuk menghadapi tiga tantangan utama pertanian padi di dunia, yaitu : (1) peningkatan produksi yang memerlukan dukungan lahan baku sawah terkait lahan abadi, optimalisasi lahan atas perubahan iklim dan perbaikan sistem estimasi produksi nasional; (2) dampak lingkungan mencangkup emisi metana sebagai gas rumah kaca (GRK) dan antisipasi banjir serta kekeringan; dan (3) kesejahteraan petani padi yang mencakup upaya perbaikan sistem subsidi pertanian padi yang pro petani.
BIMAS-21 merupakan upaya pertama di Indonesia untuk pemetaan baku sawah secara bersistem (Raimadoya dan Fahmi, 2008).
2.4.1
Pemetaan Baku Sawah Pemetaan baku sawah ialah suatu operasi pemetaan yang bersifat wall to
wall, multiguna dan kontruksinya berbasis kartografi. Kegiatan ini dapat ditandemkan dengan kegiatan rutin pemuktahiran peta topografi areal pedesaan pada kawasan sentra produksi padi dengan biaya yang lebih optimal. BPS melakukan pemetaan baku sawah dengan cara mensensus luas lahan pertanian berbasis desa atau kelurahan dengan menggunakan alat GPS (Global Postioning System) dimaksudkan untuk memutakhirkan basis data luasan tanam yang dipakai untuk mengukur produksi padi dan palawija. Pendekatan seperti ini masih bersifat list frame karena contoh yang diambil tidak dapat dianggap probabilistik, karena beberapa usaha tani mempunyai peluang nol untuk dipilih sebab tidak masuk dalam daftar.
Sistem yang berjalan saat ini sulit mengatasi tantangan yang terkait dengan akurasi estimasi (sampling eror dan non-sampling eror), jaminan lahan pangan abadi, optimalisasi pengelolaan lahan terkait antisipasi perubahan iklim, dan subsidi pertanian model baru (disesuaikan dengan aturan WTO). Untuk itu diperlukan perubahan paradigma dalam metode estimasi dari berbasis daftar (list frame) ke berbasis area (area frame), bahkan ke berbasis ganda (multiple frame ) : gabungan daftar dan area (M.A. Raimadoya)
2.4.2
Implementasi Pemetaan Baku Sawah
Implementasi pemetaan baku sawah melibatkan operasi standar IMGINT dengan tiga lapisan : 1. Deteksi (Detection) Menggunakan citra multi-temporal moda WB1 / PSR (ScanSAR), untuk memastikan kemampuan radar mendeteksi sawah dan non-sawah dalam kawasan yang lebih luas. 2. Pengenalan (Recognition)
Moda FBD343 / PSR (StripMap) dengan kemampuan DualPOL untuk memudahkan pengenalan fenologi tanaman padi sesuai tanggal perekaman citra. Target utamanya adalah agar tidak ada bidang sawah yang lolos dari pengamatan, sehingga digunakan citra radar tunggal maupun ORM (Ortho Radar Mosaic). 3. Identifikasi (Identification) Identifikasi ditujukan untuk mengidentifikasi bidang sawah dengan batas galengan yang dapat didelineasi, baik pada resolusi 2.5 m untuk OB1 / PSM maupun 1-m untuk SL / TSX. Citra radar TSX dipergunakan secara terbatas untuk mengisi celah tutupan awan pada citra optik PSM. (Raimadoya dan Fahmi, N)
2.5
Satelit ALOS ALOS (Advanced Land Observing Satelite) adalah satelit yang
diluncurkan oleh badan antariksa Jepang pada Januari 2006 yang merupakan satelit generasi lanjutan dari JERS-1 dan ADEOS yang dilengkapi dengan teknologi yang lebih maju. ALOS dilengkapi dengan tiga instrument penginderaan jauh, yaitu : Panchromatic Remote-Sensing Instrument for Stereo Mapping (PRISM); Advanced Visible and Near Infared Radiometer type 2 (AVNIR-2); dan Phased-Array type L-Band Synthetic Aperture Radar (PALSAR). Tabel 1. : Keterangan Umum ALOS Alat Peluncuran Tempat Peluncuran
Roket H-IIA Pusat Ruang Angkasa Tanagashima
Berat Satelit
4000 Kg
Power
7000 W
Waktu Operasional Orbit
3 sampai 5 tahun Sun-Synchoronous Sub-Recurr Orbit Recurrent Period : 46 hari Sub cyle 2 hari Tinggi Lintasan : 692 km di atas equator Inclinasi : 98,2 ̊
Secara ringkas ada lima misi dari satelit ALOS adalah sebagai berikut (NASDA, 2004) : 1. Kartografi : untuk menyediakan peta wilayah Jepang dan wilayah AsiaPasifik. 2. Pemantauan
Regional
:
melakukan
pemantauan
regional
untuk
pengembangan pembangunan yang berkelanjutan dan harmonisasi antara ketersediaan sumberdaya alam pembangunan. 3. Monitoring Bencana : melakukan monitoring bencana alam. 4. Survey Sumberdaya alam : untuk survey sumberdaya alam. 5. Pengembangan Teknologi : mengembangkan teknologi penginderaan jauh yang tepat untuk masa sekarang dan akan datang.
2.5.1
Spesifikasi Instrumen Satelit ALOS
PRISM dirancang untuk memperoleh data Digital Terrain Model (DTM). Memiliki tiga optis yang memungkinkan data dapat direkam pada saat yang bersamaan, yaitu melalui mode observasi dari arah nadir, depan (forward), dan belakang (backward). Dengan kemampuan seperti ini dimungkinkan untuk membangun data 3-D (three dimensional terrain data) dengan tingkat akurasi yang tinggi. Teleskop observasi dari arah nadir di sensor PRISM ini memiliki lebar sapuan 70 km, sedangkan teleskop observasi dari arah depan dan belakang (tripled mode) masing-masing mempunyai lebar sapuan 35 km.
Gambar 1. Instrument PRISM (NASDA, 2004)
Gambar 2. Prinsip Geometri dari PRISM Tabel 2. : Karakteristik PRISM List Wave lenght Telescope
Characteristics 0.52-0.77 mm
Base/height ratio Spatial resolution Temporal resolution Swath width
1.0 (forward/backward) 2.5 m
Pointing angle Metoda scanning Radiometrik FOV
+/- 1.5 ̊
3 (nadir, forward, backward)
Notes
Angle between nadir and forward / backward : +/- 23.8 ̊
46 days 35 km dan 70 km
35 km for mode stereo triplet, and 70 km for nadir aquisition +/- : right or left direction
Pushbroom
IFOV
8 bits 5.8 (nadir) 2.63 (forward/backward) 3.61 mrad
Focal lenght S/N MTF
1939 mm >70 >0.20
0-255 Has correlation with the wide of each sensor Has correlation with spatial resolution
Level data
0 1A 1B1 1B2 R (geo referenced) 1B2 G (geo coded)
Jumlah detector
28000/kanal 14000/kanal
Raw data Processed raw data with correction coefficient Corrected radiometric on sensor Corrected geometric (projection, resampling and pixel size) Lebar cakupan 70 km Lebar cakupan 35 km
AVINIR-2 dilengkapi dengan kemampuan khusus yang memungkinkan satelit dapat melakukan observasi tidak hanya pada arah tegak lurus lintasan satelit, tetapi juga mode operasi dengan sudut observasi (pointing angle) hingga sebesar ± 44 ̊. Kemampuan itu diharapkan dapat membantu dalam pemantauan kondisi suatu area yang diinginkan. Sensor ini dapat dimanfaatkan dalam penyusunan peta penggunaan lahan / peta vegetasi terutama dengan menggunakan band cahaya tampak (visible) dan infamerah dekat (near infared).
Gambar 3. Instrument AVNIR-2
Gambar 4. Prinsip Geometri dari AVNIR-2 Tabel 3. : Karakteristik AVNIR-2
Kanal Observasi
S/N MTF Resolusi Lembar cakupan Jumlah detector Sudut pengambilan Panjang bit
Kanal-1 : 0.42-0.50 µm Kanal-2 : 0.52-0.60 µm Kanal-3 : 0.61-0.69 µm Kanal-4 : 0.76-0.89 µm >200 Kanal 1-3 : >0.25 Kanal-4 : >0.20 10 m (nadir) 70 km (nadir) 7000 / kanal -44 to ++ 44 derajat 8 bit
PALSAR merupakan pengembangan dari sensor SAR yang dibawa oleh satelit pendahulunya JERS-1. Sensor ini merupakan sensor gelombang mikro aktif yang dapat melakukan observasi siang dan malam tanpa terpengaruh pada kondisi cuaca. Melalui salah satu mode observasinya, yaitu ScanSAR, sensor ini memungkinkan dapat melakukan pengamatan permukaan bumi dengan cakupan area yang luas yaitu 250-350 km.
Gambar 5. Instrument PALSAR
Gambar 6. Prinsip Geometri PALSAR Tabel 4. : Karakteristik PALSAR
Mode
Frekuensi Lebar kanal Polarisasi
Resolusi spasial
Lebar cakupan Incidence angle NE sigma 0
Panjang bit Ukuran antena
Fine
ScanSAR
Polarimetric (Experimental Mode)
1270 MHz (L-BAND) 28 / 14 MHz HH / VV / HH +HV / VV + VH 10 m (2 look) / 20 m (4 look) 70 km 8-60 derajat <- 23dB (70 km) <- 25dB (60 km) 3 bit / 5 bit
HH / VV
HH + HV + VH + VV
100 m (multi look)
30 m
250-350 km 18-43 derajat <-25 dB
30 km
5 bit
3 bit / 5 bit
8-30 derajat <- 29dB
AZ : 809 m x EL : 2.9 m