II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Tata Kelola Pemerintahan Dixit (2001) mendefinisikan tata kelola secara luas menyangkut interaksi- interaksi antara para pelaku pasar dengan kelembagaan-kelembagaan yang dilakukan oleh pemerintah. Sedangkan beberapa peneliti lain memisahkan tata kelola menjadi konsep yang berbeda dan lebih sederhana, seperti korupsi (Wei 2000), transparansi (Kaufmann et al. 2003), dan peraturan (Djankov et al. 2002). Busse et al. (2007) menggunakan tata kelola pemerintahan (governance) sebagai proxy kualitas institusi. North (1990) memasukkan birokrasi sebagai salah satu unsur dari institusi, sehingga tata kelola pemerintahan merupakan gambaran kualitas desentralisasi birokrasi. Menurut Asian Development Bank (2009), terdapat empat prinsip pokok tata kelola pemerintahan yang baik, antara lain: 1. Accountability,
yaitu
pejabat
dapat
mempertanggung-jawabkan
kebijakannya, kebijakan dilakukan berdasarkan hukum dan aturan yang berlaku, dan setiap pekerjaan dilaporkan secara benar dan akurat. 2. Participation, yaitu pegawai diberikan peran dalam pembuatan keputusan, adanya pemberdayaan masyarakat, khususnya penduduk miskin, melalui pemenuhan hak akan akses untuk memperoleh kehidupan yang layak. 3. Predictability, yaitu: adanya kepastian hukum melalui penegakan hukum, aturan, dan kebijakan secara adil dan konsisten. 4. Transparency, yaitu ketersediaan informasi yang murah dan mudah dipahami masyarakat guna mendukung akuntabilitas yang efektif, dan dan adanya kejelasan hukum, aturan, dan kebijakan. World Bank Institute (2008) mengukur tata kelola pemerintahan menggunakan enam indikator. Keenam indikator tersebut antara lain: (1) keterbukaan
dan
akuntabilitas,
(2)
stabilitas
politik
dan
ketiadaan
kekerasan/terorisme, (3) efektifitas pemerintahan, kualitas peraturan, (5) penegakan hukum, dan (6) kontrol terhadap korupsi.
10
Sedangkan KPPOD mengukur tata kelola pemerintahan daerah di Indonesia dari aspek tata kelola ekonomi. KPPOD (2007) menggunakan sembilan indikator untuk mengukur tata kelola pemerintahan daerah di Indonesia melalui survei terhadap pelaku usaha. Kesembilan aspek tersebut antara lain: (1) Akses lahan dan kepastian hukum, (2) Infrastruktur, (3) Perizinan usaha, (4) Kualitas peraturan daerah, (5) Biaya transaksi, (6) Kapasitas dan integritas bupati/walikota, (7) Interaksi pemerintah daerah dengan pelaku usaha, (8) Program pengembangan usaha swasta, (9) Keamanan dan penyelesaian konflik. 2.1.2 Infrastruktur Grigg (2000) mendefinisikan infrastruktur sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat. Secara umum infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas fisik dalam mengembangkan atau membangun kegunaan publik melalui penyediaan barang dan jasa untuk umum. Akatsuka dan Yoshida (1999) menambahkan bahwa infrastruktur fasilitas dan jasa biasanya disediakan secara gratis atau dengan harga yang terjangkau dan terkontrol. Ada enam kategori besar infrastruktur menurut Grigg (2000), yaitu: kelompok jalan (jalan, jalan raya, jembatan), kelompok pelayanan transportasi (transit, jalan rel, pelabuhan, bandar udara), kelompok air (air bersih, air kotor, semua sistem air, termasuk jalan air), kelompok manajemen limbah (sistem manajemen limbah padat), kelompok bangunan dan fasilitas olahraga luar, dan kelompok produksi dan distribusi energi (listrik dan gas). World Bank (1994) membagi infrastruktur menjadi tiga kategori, yaitu: 1. Infrastruktur ekonomi, merupakan infrastruktur fisik yang diperlukan untuk menunjang
aktivitas
ekonomi,
meliputi:
public
utilities
(listrik,
telekomunikasi, air, sanitasi, gas), public work (jalan, bendungan, kanal, irigasi dan drainase) dan sektor transportasi (jalan, rel, pelabuhan, lapangan terbang dan sebagainya); 2. Infrastruktur sosial, meliputi: pendidikan, kesehatan, perumahan dan rekreasi; 3. Infrastruktur administrasi, meliputi: penegakan hukum, kontrol administrasi dan koordinasi.
11
Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 42 tahun 2005 tentang Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur, menjelaskan beberapa jenis infrastruktur yang penyediaannya diatur oleh pemerintah, yaitu: infrastruktur transportasi, infrastruktur jalan, infrastruktur pengairan, infrastruktur air minum dan sanitasi, infrastruktur telematika, infrastruktur ketenagalistrikan, dan infrastruktur pengangkutan minyak dan gas bumi. Penggolongan infrastruktur tersebut dapat dikategorikan sebagai infrastruktur dasar, karena sifatnya yang dibutuhkan oleh masyarakat luas sehingga penyediaannya perlu diatur oleh pemerintah. Infrastruktur Jalan Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi mempunyai peranan penting dalam usaha pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Seluruh pusat kegiatan, baik kegiatan ekonomi, sosial budaya, lingkungan, politik maupun pertahanan keamanan dihubungkan oleh jaringan jalan. Dalam kerangka tersebut jalan mempunyai peranan untuk mewujudkan sasaran pembangunan saperti pemerataan hasil-hasil pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan perwujudan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, jalan juga berperan dalam pengembangan industri, pendistribusian faktor produksi, barang dan jasa, yang pada akhirnya akan memengaruhi pendapatan. Berdasarkan statusnya jalan dikelompokkan menjadi lima kategori, yaitu jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa. Berdasarkan kewenangannya, jalan nasional termasuk jalan tol yang menjadi kewenangan pemerintah pusat. Sementara jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, dan jalan desa merupakan kewenangan pemerintah daerah. Sejalan dengan pelaksanaan desentralisasi, infrastruktur jalan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah didanai dari Anggaran Pendapatan Belanja daerah (APBD). Infrastruktur Air Bersih Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan. Keterbatasan air bersih merupakan suatu tantangan bagi manusia. Seiring dengan pertumbuhan pembangunan di segala bidang, antara lain: permukiman, kegiatan industri, kegiatan perdagangan dan lain-lain, kebutuhan akan air untuk berbagai sektor diperkirakan akan meningkat,
12
oleh karena itu pengadaan sarana pemenuhan kebutuhan air seperti halnya kebutuhan air bersih akan sangat diperlukan. Akses terhadap air bersih merupakan salah satu fondasi inti dari masyarakat yang sehat, sejahtera dan damai. Sistem air bersih yang baik akan menghasilkan manfaat ekonomi, dan vital bagi kesehatan manusia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 14 tahun 1987 tentang desentralisasi tanggung jawab pemerintah pusat disebutkan bahwa tanggung jawab untuk menyediakan suplai air bersih adalah pada pemerintah daerah. Sebagai perwujudannya, penyediaan sebagian besar kebutuhan air bersih di Indonesia dilakukan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), yang terdapat di setiap provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia. PDAM merupakan perusahaan daerah sebagai sarana penyedia air bersih yang diawasi dan dimonitor oleh aparat eksekutif maupun legislatif daerah. PDAM sebagai perusahaan daerah diberi tanggung jawab untuk mengembangkan dan mengelola sistem penyediaan air bersih serta melayani semua kelompok konsumen dengan harga yang terjangkau. PDAM bertanggung jawab pada operasional sehari-hari, perencanaan aktivitas, persiapan dan implementasi proyek, serta bernegosiasi dengan pihak swasta untuk mengembangkan layanan kepada masyarakat. Infrastruktur Listrik Energi listrik diketahui sebagai energi yang paling mudah dipergunakan, efisien, untuk berbagai keperluan, industri, proses produksi, perkantoran, pendidikan, perumahan dan kegiatan kegiatan lain yang berhubungan dengan keperluan hajat hidup manusia. Listrik merupakan salah satu input yang menunjang peningkatan output barang dan jasa, disamping input barang dan jasa lainnya. Infrastruktur kelistrikan terkait dengan upaya modernisasi bangsa dan penyediaannya merupakan salah satu aspek terpenting untuk meningkatkan produktifitas sektor produksi. Di Indonesia, usaha penyediaan tenaga listrik dikuasai oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN). Namun sejak tahun 2009, ada usaha memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi BUMN, BUMD, badan usaha swasta, koperasi dan swadaya masyarakat untuk membuka jenis usaha pembangkitan, transmisi, distribusi dan penjualan tenaga listrik. Selain itu ada pendelegasian kewenangan
13
kepada pemerintah propinsi dan kabupaten/kota dalam hal pemberian ijin usaha dan penetapan tarif listrik. Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. 2.1.3 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai peningkatan pendapatan per kapita, yang diperlukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan (Tambunan 2006). Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi penduduk bertambah. Pada tingkat regional seluruh barang dan jasa yang dihasilkan di dalam suatu daerah kabupaten/kota diukur secara agregat dalam bentuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Seluruh barang dan jasa yang diproduksi dikonversi dalam bentuk mata uang negara yang bersangkutan agar dapat diagregasikan. Pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari perubahan peningkatan PDB riil pada periode tertentu. Pada tingkat rumah tangga ataupun individu pertumbuhan ekonomi dapat diukur dari peningkatan pendapatan rumah tangga atau pendapatan perkapita. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi dapat didekati dengan pengukuran peningkatan PDB atau peningkatan pendapatan perkapita. Teori pertumbuhan ekonomi semakin berkembang dari masa ke masa. Beberapa teori pertumbuhan ekonomi yang menonjol sebagaimana diuraikan Todaro dan Smith (2006) adalah model pertumbuhan Harrod-Domar, model perubahan struktural, model pertumbuhan neoklasik dan model pertumbuhan endogen. Model pertumbuhan Harrod-Domar menekankan perlunya tabungan untuk kegiatan investasi yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang direpresentasikan oleh peningkatan pendapatan nasional. Teori perubahan struktural menekankan pada mekanisme transformasi ekonomi negara terbelakang dengan kegiatan ekonomi yang bersifat pertanian subsisten menuju negara modern yang berbasis industri manufaktur dan jasa. Proses transformasi ini disebabkan adanya surplus tenaga kerja di sektor pertanian yang pindah ke sektor industri secara terus menerus.
14
Teori pertumbuhan neoklasik dikenal dengan model pertumbuhan Solow karena pertama kali dikemukan oleh Robert Solow. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi terjadi tidak saja dipengaruhi oleh peningkatan modal (melalui tabungan dan investasi) tetapi juga dipengaruhi oleh peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kerja (pertumbuhan jumlah penduduk dan perbaikan pendidikan) dan peningkatan teknologi, dengan asumsi diminishing return to scale bila input tenaga kerja dan modal digunakan secara parsial dan constant return to scale bila digunakan secara bersama-sama, serta perekonomian berada pada keseimbangan jangka panjang (full employment). Model pertumbuhan endogen memasukkan pengaruh teknologi, investasi modal fisik dan sumber daya manusia sebagai variabel endogen. Model pertumbuhan endogen mengeluarkan asumsi diminishing return to scale atas investasi modal dari model, dan memberikan peluang terjadinya increasing return to scale dalam produksi agregat dan peran eksternalitas dalam menentukan tingkat pengembalian investasi modal. Investasi sektor publik dan swasta dalam sumber daya manusia menghasilkan ekonomi eksternal dan peningkatan produktivitas sehingga terjadi increasing return to scale dan pola pertumbuhan jangka panjang yang berbeda-beda antar negara. Tingkat pertumbuhan tetap konstan dan berbeda antar negara tergantung tingkat tabungan nasional dan tingkat teknologinya. Tingkat pendapatan perkapita di negara-negara miskin akan modal cenderung tidak dapat menyamai tingkat pendapatan perkapita di negara kaya, meskipun tingkat pertumbuhan tabungan dan tingkat pertumbuhan penduduknya serupa. Aspek yang menarik dari model pertumbuhan endogen adalah mampu menjelaskan keanehan aliran modal internasional yang memperparah ketimpangan antara negara maju dengan negara berkembang. Potensi tingkat pengembalian atas investasi yang tinggi yang ditawarkan negara berkembang (rasio modal-tenaga kerja rendah) akan berkurang dengan cepat karena rendahnya tingkat investasi sumber daya manusia (pendidikan), infrastruktur, atau riset dan pengembangan (R&D). Model ini dikembangkan lagi oleh Romer dengan menambahkan asumsi cadangan modal dalam keseluruhan perekonomian dan adanya eksternalitas positif dari ilmu pengetahuan sebagai barang publik, secara positif mempengaruhi
15
output pada tingkat industri, sehingga terdapat kemungkinan increasing return to scale pada tingkat perekonomian secara keseluruhan. 2.1.4 Hubungan Tata Kelola Pemerintahan, Penyediaan Infrastuktur, dan Pendapatan Per Kapita De (2010) mengembangkan
kerangka teori
hubungan tata kelola
pemerintahan dengan infrastruktur, yang merupakan modifikasi dari kerangka determinan pendapatan Rodrik et al. (2002) dan Busse et al. (2007). Pola hubungan ini dikembangkan dari pemikiran bahwa tata kelola pemerintahan dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan, baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui perdagangan, investasi, infrastruktur, dan geografis. Gambar 2 memperlihatkan bahwa tata kelola pemerintahan mempunyai pengaruh secara langsung terhadap tingkat pendapatan melalui pengurangan terhadap biaya transaksi. De (2010) menjelaskan bahwa terdapat tiga cara bagaimana kualitas institusi memengaruhi pendapatan. Pertama, mengurangi asimetris informasi melalui pemberian informasi oleh institusi mengenai keadaan, barang, dan pelaku di pasar secara simetris. Kedua, mengurangi resiko, yaitu institusi yang baik akan menjamin hak intelektual (property rights). Dan ketiga, adanya pembatasan terhadap kepentingan kelompok tertentu melalui akuntabilitas.
Tingkat Pendapatan Keunggulan komparative, skala ekonomi, teknologi Daya tarik pasar
Produktivitas pertanian
Informasi asimetris, risk premium, kekuatan politik dan kepentingan kelompok
Infrastruktur Pengetahuan, sumber daya, preferensi
Integrasi Institusi/Tata Kelola Keterbukaan, kompetisi, less rent Jarak ke pasar
Geografis Sumber: De (2010)
Gambar 2 Determinan pendapatan
Endowments, resource curse
16
Pengaruh tidak langsung tata kelola pemerintahan melalui jalur infrastruktur adalah bahwa dengan tata kelola pemerintahan yang baik, maka akan ada keberpihakan (political will) dalam pemanfaatan pengetahuan dan sumber daya untuk mendorong peningkatan infrastruktur. Selain itu tata kelola pemerintahan yang baik akan meningkatkan kualitas infrastruktur karena tidak banyak kebocoran alokasi sumber daya yang disebabkan oleh para pencari rente. Sehingga dengan infrastruktur yang baik maka akan meningkatkan keunggulan komparative, meningkatkan efisiensi sehingga tercapai skala ekonomi, dan infrastruktur sebagai representasi dari kemajuan teknologi. Litvack et al. (1998) berpendapat bahwa pelayanan publik yang paling efisien seharusnya diselenggarakan oleh wilayah yang jarak geografis yang paling minimum, karena: 1. Pemerintah lokal sangat menghayati kebutuhan masyarakatnya; 2. Keputusan pemerintah lokal sangat responsif terhadap kebutuhan masyarakat, sehingga mendorong pemerintah lokal untuk melakukan efisiensi dalam penggunaan dana yang berasal dari masyarakat; 3. Persaingan antar daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya akan mendorong pemerintah lokal untuk meningkatkan inovasinya. Namun, Vazques dan McNab (1997) mengingatkan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat menghambat pencapaian tujuan desentralisasi, seperti: birokrasi yang dikuasai oleh elit lokal, meningkatnya praktek korupsi di pemerintahan lokal, dan terbatasnya kapasitas birokrasi lokal. Ketiga hambatan tersebut mencerminkan bahwa birokrasi atau tata kelola pemerintahan mempunyai peranan penting dalam pencapaian desentralisasi secara umum. Hal ini juga dikemukakan oleh Gerittsen (2009), bahwa booming infrastruktur antara tahun 2009-2015 akan menghasilkan pemenang dan pecundang. Pecundang akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada dengan mengorupsi belanja infrastruktur dan kurangnya kapasitas. Sedangkan pemenang akan menciptakan mesin pertumbuhan baru bagi generasi selanjutnya melalui energi terbarukan, dan daya saing global dibidang kesehatan dan pendidikan. Terdapat sejumlah kebijakan nasional dan daerah yang berkaitan erat dengan kualitas jalan diantaranya adalah peraturan mengenai pengadaan barang
17
dan jasa (Perpres 8/2006 dan Kepres 80/2003). Peraturan ini dikeluarkan untuk mengurangi tingkat resiko terjadinya korupsi dan kolusi pada proses tender proyek pemerintah yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas barang dan jasa yang diadakan karena melalui proses yang lebih transparan dan akuntabel. Tender proyek pemerintah disini berarti berbagai bentuk investasi publik pemerintah seperti pembangunan jalan, pengadaan lampu penerangan jalan, dan pengadaan material jembatan. Disini juga disebutkan pengaturan mengenai tingkatan subkontrak agen yang disinyalir dapat menurunkan kualitas barang dan jasa karena terdapat semakin banyaknya agen yang menerima kick- back fee pada setiap tingkatan kontrak proyek. Ada dua pihak yang secara garis besar berinteraksi dalam menentukan kinerja perekonomian daerah yaitu pemerintah daerah dan pelaku usaha. Pemerintah daerah sebagai pembuat kebijakan publik yang terkait dunia usaha memiliki peran yang besar dalam penentuan bentuk kompetisi pasar di daerah. Sedangkan pelaku usaha sebagai pencipta nilai tambah ekonomi turut menentukan kinerja perekonomian daerah melalui peranan investasi dari pemodalan swasta. 2.1.5 Faktor-Faktor Lain yang Memengaruhi Penyediaan Infrastruktur 1. Pendapatan Per Kapita De (2010) menyatakan bahwa hubungan pendapatan per kapita dengan infrastruktur bersifat daua arah. Peningkatan pendapatan per kapita akan mendorong permintaan infrastruktur yang akan direspon oleh penyedian infrastruktur dengan meningkatkan infrastruktur, dan sebaliknya infrastruktur akan mendorong perekonomian sehingga akan meningkatkan pendapatan per kapita. Dalam hal ini pendapatan perkapita menjadi demand driver penyediaan infrastruktur. 2. Belanja Infrastruktur Belanja publik pemerintah merupakan salah satu sumber pembiayaan infrastruktur, bahkan untuk jenis infrastruktur yang mempunyai sifat barang publik murni, maka belanja publik pemerintah menjadi satu-satunya sumber pendanaan. Seiring dengan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah mempunyai hak untuk mengelola secara penuh alokasi belanjanya.
18
Untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan yang dikenal dengan prinsip money follows function. Transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah secara garis besar dibedakan atas bagi hasil (revenue sharing) dan bantuan (grant). Dana bantuan dibagi lagi menjadi bantuan blok (block grant) dan bantuan spesifik (specific grant). Dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 dijelaskan bahwa penerimaan daerah adalah Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). DBH merupakan instrumen pemerintah untuk mengurangi ketimpangan vertikal, dengan pembagian alokasi bagi hasil sumber daya alam yang lebih berimbang antara pusat dan daerah. Adapun DAU dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan horizontal, dengan memberikan alokasi dana yang lebih untuk daerah yang kurang, atau bersifat subsidi silang. Sedangkan DAK dimaksudkan untuk mendorong penyediaan infrastruktur, yang alokasinya mensyaratkan bagi daerah untuk menyediakan dana pendamping sebesar 10 persen dari DAK yang diminta. 2.1.6 Faktor-Faktor Lain yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi 1. Rata-rata lama sekolah Sumberdaya manusia merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi, namun tidak semata-mata tergantung dari jumlah penduduknya saja, tetapi lebih ditekankan pada efisiensi dan produktivitas dari penduduk tersebut. Jumlah penduduk yang terlalu banyak atau kepadatan penduduk yang terlalu tinggi akan menjadi penghambat pembangunan ekonomi. Tournemaine (1997) menyatakan bahwa penduduk dapat berpengaruh positif maupun negatif terhadap pendapatan per kapita tergantung pada kualitas penduduknya. Kualitas penduduk menggambarkan tingkat produktivitas. Produktivitas dan standard of living suatu negara sebagian ditentukan oleh pertumbuhan penduduknya. Pengaruh pertumbuhan penduduk terhadap standard of living digambarkan dalam pendapatan per kapita. Negara yang memiliki pertumbuhan penduduk tinggi akan memiliki pendapatan per kapita yang rendah. Alasannya adalah pertumbuhan
jumlah tenaga kerja (dicerminkan
dari
pertumbuhan penduduk) yang tinggi akan menyebabkan faktor produksi tersebar
19
lebih ―tipis . Jumlah kapital per tenaga kerja yang kecil mengarah pada produktivitas yang rendah dan GDP per tenaga kerja yang rendah pula. Pertumbuhan penduduk yang tinggi juga menghambat pengembangan human capital. Negara dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi memiliki jumlah anak usia sekolah yang besar sehingga membebani sistem pendidikan negara tersebut dan menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi anak usia sekolah. 2. Belanja Publik Menurut Barro (1996), pengeluaran pemerintah yang diarahkan pada kegiatan yang relatif bersifat investasi, maka pemerintah telah menciptakan semacam input baru dalam proses produksi secara eksternal yang selanjutnya akan mendorong kegiatan usaha pada tingkat perusahaan dan pertumbuhan ekonomi pada tingkat agregat. Chao dan Grubel (1997) menerangkan bahwa hubungan antara peran pengeluaran pemerintah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi berbentuk kuadratik. Artinya, peningkatan porsi pengeluaran pemerintah terhadap PDB sampai pada tingkat tertentu memberikan pengaruh yang lebih tinggi pada pertumbuhan, namun pada porsi yang lebih tinggi lagi (melebihi tingkat optimal) maka porsi pemerintah semakin besar akan berdampak lebih rendah bahkan dapat mencapai nol.
2.2 Tinjauan Empiris De (2010) mengkaji peran tata kelola terhadap penyediaan infrastruktur untuk negara-negara di Asia dengan data tahun 1996 dan 2006. Penelitian menggunakan indeks tata kelola pemerintahan dari World Bank Institute. Selain menggunakan data agregat penelitian ini juga mengeksplorasi pengaruh dari masing-masing indikator yang meliputi: kontrol terhadap korupsi, penegakan hukum, kualitas peraturan, efektivitas pemerintah, stabilitas politik, keterbukaan dan akuntabilitas. Terdapat enam jenis infrastruktur yang digunakan, yaitu: jalan, rel kereta, telekomunikasi, pelabuhan, bandara, dan listrik. Keenam jenis infrastruktur tersebut dijadikan indeks komposit dengan Principal Component Analysis (PCA), yang selanjutnya diberi nama the Physical Infrastructure Index
20
(PII). Selain itu, sebagai pembanding digunakan juga indeks infrastruktur dari World Economic Forum (WEF). Adapun model umum yang digunakan oleh De (2010) dapat dituliskan sebagai berikut:
dengan i = negara, t = tahun,
(2.1)
= error, INFRA = PPI, GOV = indeks komposit
tata kelola pemerintahan, REGION = dummy kawasan (Asia, Eropa, dan Amerika Latin). Model diatas dianalisis menggunaan metode ordinary least square (OLS), GLS REM (random effect model), dan Ordered Probit (OP). Sedangkan untuk menangkap hubungan kausal antara tata kelola pemerintahan dan infrastruktur regional digunakan metode 2SLS (two stage least sqaure) dan Sys-GMM, dengan memasukkan variabel lag infrastruktur sebagi variabel bebas. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tata kelola pemerintahan mempunyai peran penting dalam penyediaan infrastruktur, yaitu setiap kenaikan 1 poin indeks tata kelola akan meningkatkan infrastruktur regional sebesar 1,5 poin. McCulloch dan Malesky (2010) melakukan penelitian tentang hubungan tata kelola pemerintahan dengan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Penelitian menggunakan data sebanyak 243 kabupaten/kota di Indonesia hasil studi TKED oleh KPPOD tahun 2007. Model estimasi yang digunakan dapat dituliskan sebagai berikut: (2.2) di mana
adalah rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita dari daerah i tahun
2001-2007,
adalah sebuah konstanta,
pada 2001,
adalah sebuah proksi untuk saham modal dari daerah i,
modal SDM dari daerah i,
adalah PDB per kapita pada daerah i
adalah sebuah vektor dari variabel-variabel yang
mewakili kualitas tata kelola pemerintahan daerah, Untuk
pertumbuhan
adalah
ekonomi
adalah notasi error.
McCulloch
dan
Malesky
(2010)
mengeksplorasi dengan data rata-rata pertumbuhan PDRB per kapita tahun 2001- 2007, baik dengan minyak maupun tidak dengan minyak, pertumbuhan PDRB sektor manufaktur, dan pendapatan per kapita rumah tangga hasil Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional). Estimasi model menggunakan metode OLS.
Hasil analisis menunjukkan bahwa hubungan
21 antara tata kelola
pemerintahan daerah dan pertumbuhan daerah lebih rumit dari pandangan sekilas. Secara mengejutkan penelitian ini mengemukakan bahwa hanya sedikit atau bahkan tidak ada hubungan statistik yang signifikan antara berbagai pengukuran tipikal tata kelola perekonomian daerah dengan kinerja pertumbuhan daerah. Hasil tersebut didorong oleh beberapa kemungkinan, yakni rendahnya kualitas data, beberapa variabel struktural yang memengaruhi pertumbuhan juga berpengaruh terhadap kualitas tata kelola pemerintahan daerah tetapi tidak harus ke arah yang sama, dan memang hubungan tata kelola pemerintahan dan pertumbuhan ekonomi lemah karena pertumbuhan ekonomi hanya berhubungan kuat dengan variabel struktural seperti infrastruktur. Kis-Katos dan Sjahrir (2011) melakukan studi mengenai
pengaruh
desentralisasi fiskal dan politik terhadap responsiveness pengeluaran infrastruktur di Indonesia dengan data panel 271 kabupaten/kota periode 1993-2007. Hasil studi menyimpulkan bahwa desentralisasi fiskal berpengaruh positif terhadap pengeluaran infrastruktur, sedangkan desentralisasi politik justru sebaliknya. Chowdhury et al. (2009) meneliti tentang hubungan desentralisasi pemerintahan di tingkat desa dengan penyediaan infrastruktur di Indonesia. Penelitian menggunakan data Podes 1996, 2000, dan 2006. Infrastruktur yang yang diteliti meliputi: jalan desa, sekolah, dan puskesmas. Hasilnya menyimpulkan bahwa penyediaan infrastruktur di tingkat desa dipengaruhi oleh endowment kepala desa seperti: umur, jenis kelamin, dan pendidikan kepala desa. Elhiraika (2007) mengkaji tentang dampak desentralisasi terhadap pengalokasian anggaran untuk infrastruktur pendidikan dan kesehatan di Afrika Selatan. Penelitian menggunakan data panel 8 provinsi di Afrika Selatan periode 1996-2005 menyimpulkan bahwa desentralisasi fiskal tidak mendorong peningkatan alokasi anggaran kesehatan dan pendidikan. Beberapa penelitian empiris terdahulu yang mengkaji hubungan antara tata kelola pemerintahan maupun desentralisasi dengan penyediaan infrastruktur serta pertumbuhan ekonomi secara ringkas disajikan pada Lampiran 6.
22
2.3 Kerangka Pemikiran Desentralisasi atau otonomi daerah menempatkan pemerintah daerah sebagai pelaku penting dalam proses pembangunan di Indonesia. Seiring dengan pelaksanaan desentralisasi di Indonesia yang meliputi tiga jenis desentralisasi, yaitu desentralisasi fiskal, desentralisasi politik, dan desentralisasi administrasi, terjadi pembagian tugas dan tanggung jawab beberapa urusan antara pemerintah pusat dan daerah. Sehingga tata kelola pemerintahan daerah menjadi faktor penting yang memengaruhi pembangunan di daerah. Namun, desentralisasi yang dilaksanakan secara big bang, tidak ada penyiapan institusi lokal untuk memikul tanggung jawab pembangunan yang lebih besar diduga memengaruhi kualitas pemerintah daerah yang pada akhirnya berimbas pada hasil pembangunan di daerah. Salah satu ukuran agregat pembangunan yang sering digunakan pertumbuhan ekonomi, dlam hal ini pertumbuhan ekonomi jangka panjang digambarkan dengan peningkatan pendapatan per kapita. Hasil studi McCulloch dan Malesky (2010) menemukan hubungan yang lemah antara tata kelola pemerintahan dengan pertumbuhan ekonomi secara langsung. Hubungan antara tata kelola pemerintah daerah dengan pendapatan per kapita merupakan hubungan yang kompleks, artinya tata kelola pemerintahan belum tentu berpengaruh secara langsung tetapi bisa memengaruhi secara tidak langsung melalui beberapa jalur, seperti: infrastruktur, investasi, dan perdagangan. Infrastruktur menjadi salah satu saluran yang penting untuk dikaji mengingat infrastruktur mempunyai peran penting dalam perekonomian, namun setelah lebih dari 10 tahun desentralisasi justru infrastruktur antar daerah semakin timpang. Hal ini diduga menjadi salah satu penyebab mengapai pencapaian pembangunan daerah berbeda-beda. Untuk itu ingin diketahui bagaimana hubungan tata kelola pemerintah daerah, penyediaan infrastruktur, dan pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat ditarik kesimpulan dan dirumuskan implikasi kebijakan guna peningkatan penyediaan infrastruktur dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Secara ringkas alur pemikiran diatas dapat dilihat pada Gambar 3.
23 Desentralisasi Pengalihan tugas, wewenang, dan tanggung jawab dalam proses pembangunan ke pemerintah daerah Permasalahan: Desentralisasi secara big bang, tidak dipersiapkan institusi lokal, menjadikan tata kelola pemerintahan daerah cenderung berbeda-beda Infrastruktur antar daerah semakin timpang Keterkaitan tata kelola pemerintahan daerah, penyediaan infrastruktur, dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia Tata kelola pemerintahan daerah Belanja publik, Investasi swasta Perdagangan Infrastruktur Administrasi, Geografis Penduduk, Pertumbuhan ekonomi Belanja publik Gambaran tata kelola pemerintahan dan penyediaan infrastruktur, serta keterkaitan tata kelola pemerintahan daerah, penyediaan infrastruktur, dan pendapatan perkapita di Indonesia Keterangan:
Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan
Tidak dianalisis
Gambar 3 Diagram alur kerangka pemikiran
2.4
Hipotesis Penelitian Berdasarkan permasalahan, tujuan dan alur kerangka pemikiran di atas
maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tata kelola pemerintahan daerah yang baik mempunyai pengaruh positif terhadap penyediaan infrastruktur, artinya semakin baik tata kelola pemerintahan daerah semakin tinggi tingkat penyediaan infrastrukturnya.
24
2. Tata kelola pemerintahan daerah yang baik mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, artinya semakin baik tata kelola pemerintahan daerah semakin tinggi pertumbuhan ekonominya. 3. Infrastruktur mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi, artinya semakin baik infrastruktur semakin tinggi pertumbuhan ekonominya.