II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penutupan Lahan Lahan (land) adalah lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air, dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap potensi penggunaan lahan (FAO 1976 dalam Arsyad 2010). Penutupan lahan merupakan perwujudan secara fisik (visual) dari vegetasi, benda alam, dan unsur-unsur budaya yang ada di permukaan bumi tanpa memperhatikan kegiatan manusia terhadap obyek tersebut (Townshend dan Justice 1981 dalam Sanjaya 2006). Sedangkan menurut Arsyad (2010) penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Arsyad 2010). Kategori penutupan lahan di Indonesia terbagi menjadi kategori hutan dan area penggunaan lain (APL). 2.1.1 Hutan Berdasarkan UU RI No. 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kategori penutupan lahan hutan meliputi : 1. Hutan lahan kering primer Seluruh kenampakan hutan di dataran rendah, perbukitan dan pegunungan yang belum menampakkan penebangan, termasuk vegetasi rendah alami yang tumbuh di atas batuan massif. 2. Hutan lahan kering sekunder Seluruh kenampakan hutan di dataran rendah, perbukitan dan pegunungan yang telah menampakkan bekas penebangan (kenampakan alur pembalakan dan bekas penebangan). Bekas penebangan yang parah tetapi tidak termasuk areal HTI, perkebunan atau pertanian dimasukkan dalam lahan terbuka. 3. Hutan rawa primer Seluruh kenampakan hutan di daerah berawa-rawa, termasuk rawa gambut yang belum menampakkan tanda penebangan.
4
4. Hutan rawa sekunder Seluruh kenampakan hutan
di daerah berawa-rawa
yang telah
menampakkan bekas penebangan. Bekas penebangan yang parah jika tidak mem- perlihatkan liputan air digolongkan tanah terbuka, sedangkan jika memperlihatkan liputan air digolongkan menjadi tubuh air (rawa). 5. Hutan mangrove primer Hutan bakau, nipah nibung yang berada di sekitar pantai yang belum ditebang. Pada beberapa kondisi hutan mangrove berada di pedalaman. 6. Hutan mangrove sekunder Hutan bakau, nipah dan nibung yang telah mengalami penebangan yang ditampakkan oleh pola alur di dalamnya. Khusus untuk areal bekas tebangan yang telah dijadikan tambak/sawah (tampak pola persegi/pematang) dimasukkan ke dalam kelas tambak/sawah. 2.1.2 Area Penggunaan Lain (APL) Areal penggunaan lain merupakan areal bukan kawasan hutan. APL meliputi belukar, belukar rawa, tanah terbuka, rawa, pertanian, pertanian campur semak, transmigrasi, permukiman, padang rumput, sawah, perkebunan, tambak, bandara, air, dan awan (IPCC 2006 dalam Masripatin et al. 2010). 2.2 Biomassa Biomassa didefisinikan sebagai total jumlah meteri hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown 1997 dalam Indriyanto 2006). Di permukaan bumi terdapat kurang lebih 90% biomassa yang terdapat dalam hutan dalam bentuk pokok kayu, dahan, daun, akar, serasah, hewan, dan jasad renik. Biomassa tersebut merupakan hasil dari fotosintesis yang berupa selulosa, lignin, gula bersama dengan lemak, pati, protein, dammar, fenol, dan berbagai senyawa lainnya. Biomassa dimanfaatkan oleh hewan yang tergolong herbivora, serangga, dan jasad renik yang membutuhkan oksigen dan melepaskannya dalam bentuk karbon dioksida. Pelepasan karbon juga terjadi pada tumbuh-tumbuhan hutan yang ditebang, dibakar, dan terurai oleh jasad renik. Kegiatan konversi hutan menjadikan biomassa dalam jumlah besar yang terkumpul dibakar, dan terjadi
penguraian oleh jasad renik. Aktivitas tersebut menyebabkan adanya perubahan
5
iklim dan lingkungan (Arief 1994). Biomassa hutan berperan penting dalam siklus biogeokimia terutama siklus karbon. Dari keseluruhan karbon hutan, sekitar 50% di antaranya tersimpan dalam vegetasi hutan. Semua komponen penyusun vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit merupakan bagian dari biomassa atas permukaan. Di bawah permukaan tanah, akar tumbuhan juga merupakan biomassa. Data distribusi biomassa dan produktivitas primer bersih pada setiap komponen vegetasi yang menyusun ekosistem hutan disajikan pada Tabel 1 : Tabel 1 Biomassa dan produktivitas primer bersih pada setiap kelompok komponen vegetasi yang menyusun ekosistem hutan* Kelompok komponen vegetasi Pohon (batang dan tajuk) Perdu (batang dan tajuk) Semak dan herba (batang dan tajuk) Pohon (bagian akar) Perdu (bagian akar) Semak dan herba (bagian akar) Total *Sumber : Odum 1993 dalam Arief 1994
Biomassa (g/m²) 6.403 158 2 3.325 305 1 10.194
Produktivitas primer bersih (g/m²/tahun) 796 61 2 260 73 4 1.196
2.3 Karbon Karbon merupakan salah satu unsur yang mengalami daur dalam ekosistem. Dimulai dari karbon yang ada dalam atmoser berpindah melalui tumbuhan hijau (produsen), konsumen, dan organisme pengurai, kemudian kembali ke atmosfer (Indriyanto 2006). Karbon dioksida merupakan bagian udara esensial yang dapat mempengaruhi radiasi panas dari bumi, dan dapat membentuk persediaan karbon anorganik. Setiap ekosistem menyimpan sejumlah karbon yang berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh perbedaan keanekaragaman dan kompleksitas komponen yang menyusun ekosistem. Kompleksitas ekosistem akan berpengaruh pada cepat atau lambatnya siklus karbon yang melalui setiap komponennya. Pada ekosistem hutan hujan tropis keanekaragaman biota (termasuk spesies tumbuhan) sangat tinggi, sehingga pengembalian karbon organik ke dalam tanah berjalan dengan cepat, dan
karbon tersimpan dalam biomassa tumbuhan lebih besar dibandingkan dengan
6
ekosistem lainnya seperti yang disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Kemampuan dalam menyimpan karbon dan distribusinya pada setiap ekosistem* Ekosistem Karbon pada Karbon yang tersimpan Karbon organik produksi primer pada biomassa tanah (ton/ha/th) bersih (ton/ha/th) tumbuhan(ton/ha/th) Hutan Hujan 11 11 80 Tropis 6 6 100 Hutan Iklim sedang 3 0.4 150 Padang rumput iklim sedang Gurun 0.05 0.01 1 *Sumber : Killham 1996 dalam Indriyanto 2006 2.4 Model Pendugaan Biomassa dan Karbon Pendugaan biomassa di atas permukaan dapat dilakukan melalui pendekatan tidak langsung dengan menggunakan biomass ekpansion factor (BEF) dan pendekatan langsung dengan membuat persamaan allometrik. Pendugaan biomassa dengan menggunakan BEF, yaitu : Biomassa diatas tanah (ton/ha) = VOB x WD x BEF
Volume Over Bark (VOB) menyatakan volume batang bebas cabang dengan kulit (m3/ha). Wood Density (WD) adalah kerapatan kayu (biomassa kering oven (ton) dibagi volume biomassa inventarisasi (m3) dan Biomass Expansion Factor (BEF) adalah perbandingan total biomassa pohon kering oven di atas tanah dengan biomasssa kering oven hasil inventarisasi hutan. Persamaan allometrik digunakan untuk mengetahui hubungan antara ukuran pohon, yaitu diameter dan/atau tinggi dengan berat kering pohon secara keseluruhan. Persamaan allometrik dinyatakan dengan persamaan umum : Y = a + bX Y mewakili ukuran yang diprediksi, X adalah bagian yang diukur, b adalah koefisien regresi, dan a adalah nilai perpotongan dengan sumbu vertikal Y. Setiap persamaan allometrik dikembangkan berdasarkan kondisi tegakan dan variasi jenis tertentu yang berbeda-beda. Persamaan regresi untuk estimasi biomassa tumbuhan tropis (Brown 1997 dalam Sutaryo 2009) disajikan pada Tabel 3.
7
Tabel 3 Persamaan regresi untuk estimasi biomassa tumbuhan tropis Zona Iklim
Persamaan
Kisaran DBH (cm) 5 - 40 3 - 30 5 – 148
Kering Y = exp [-1,996 + 2,32 *ln (D)] (< 1500 mm/th) Y = 10^[-0,535 + log10 (BA)] Lembab Y = 42,69 – 12,8 (D) + 1,242 (D²) (1500 - 4000 mm/th) Y = exp [-2,134 + 2,530 * ln (D)] Basah Y = 21,297 – 6,953 (D) + 0,740 (D²) 4 - 112 (> 4000 mm/th) Keterangan : Y = biomassa per pohon (Kg); D = DBH (cm); BA = basal area (cm²).
R² 0,89 0,94 0,84 0,97 0,92
2.5 Sifat Fisik Tanah 2.5.1 Tekstur Tanah Tekstur tanah merupakan perbandingan relatif pasir, debu, dan liat atau kelompok partikel dengan ukuran lebih kecil dari kerikil atau diameter kurang dari 2 mm (Foth 1988). Tanah dengan kandungan debu tinggi mempunyai kapasitas tertinggi untuk mengikat air tersedia bagi pertumbuhan tanaman, karena kombinasi yang unik antara area permukaan dan ukuran porinya. Pasir memiliki porositas lebih kecil daripada tanah liat, sehingga tanah berpasir mempunyai volume lebih sedikit yang ditempati oleh ruang pori yang menyebabkan kapasitas menahan airnya rendah. Sebaliknya tanah bertekstur halus mempunyai ruang pori total lebih banyak dan besar yang dapat terisi oleh pori-pori kecil. Akibatnya tanah mempunyai kapasitas menahan air yang tinggi. Air dan udara bergerak melalui tanah dengan perlahan-lahan. 2.5.2 Bulk Density
Bulk density menunjukkan berat tanah kering per satuan volume tanah, termasuk pori-pori tanah (Hardjowigeno 2003). Bulk density menjadi suatu petunjuk tidak langsung kepadatan tanah, udara, air, dan penerobosan akar tumbuhan ke dalam tubuh tanah. Tanah yang padat dapat mengganggu pertumbuhan tanaman karena akar-akarnya tidak berkembang dengan baik (Baver
et al. 1987 dalam Purwowidodo 2003). Besaran bobot isi tanah dapat mengalami perubahan dari waktu ke waktu ataupun dari lapisan ke lapisan, sesuai dengan perubahan ruang pori atau struktur tanah. Keragaman tersebut menunjukkan derajat kepadatan tanah, karena tanah
8 dengan ruang pori berkurang dan berat tanah setiap satuan bertambah menyebabkan meningkatnya bobot isi tanah (Foth 1988). 2.5.3 Porositas Tanah Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang porous berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk- keluar tanah secara leluasa. Berdasarkan diameter ruangnya, pori-pori tanah dibagi menjadi tiga kelas, yaitu makropori (pori-pori makro) apabila berdiameter ≥ 90mm, mesopori (90-30 mm), dan mikropori (< 30µm). Dominasi fraksi pasir akan menyebabkan terbentuknya sedikit pori-pori makro sehingga luas permukaannya menjadi sangat sempit dengan daya pegangnya terhadap air sangat lemah. Tanah dengan dominasi liat akan terbentuk pori-pori mikro sehingga permukaannya menjadi sangat luas dan daya pegang terhadap air sangat kuat. Sedangkan dominasi fraksi debu akan menyebabkan terbentuknya pori-pori meso dalam jumlah sedang sehingga luas permukaannya menjadi cukup luas dan daya pegang terhadap air cukup kuat (Hanafiah 2005). 2.6 Sifat Kimia Tanah 2.6.1 Derajat Kemasaman Tanah (pH) Reaksi tanah atau pH tanah di lapangan terbagi ke dalam tiga (3) keadaan, yaitu reaksi tanah masam, reaksi tanah netral, dan reaksi tanah basa. Reaksi larutan tanah ditentukan oleh kadar H+ dan OH-. pH tanah merupakan logaritma negatif dari konsentrasi ion-ion H bebas dalam larutan tanah. Jika kadar H+ lebih besar dari OH-, maka tanah akan bereaksi asam dan dapat dinetralkan dengan jalan pemberian kapur (CaCO3). Sebaliknya, jika ion OH- lebih tinggi dari H+ maka tanah akan bereaksi basa atau alkali. pH tanah sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Pada reaksi tanah yang netral, yaitu pH 6,5 – 7.5 unsur hara tersedia dalam jumlah yang optimal. Pada pH tanah kurang dari 6 (asam), ketersediaan unsur-unsur fosfor, kalium, belerang, kalsium, magnesium, dan molibdinum menurun dengan cepat. Sedangkan pH tanah yang lebih tinggi dari 8, akan menyebabkan unsur-
9 unsur nitrogen, besi, mangan, borium, tembaga, dan seng menjadi relatif lebih sedikit. 2.6.2 Kapasitas Tukar Kation Kapasitas Tukar Kation (KTK) didefisinikan sebagai kemampuan permukaan koloid tanah dalam menjerap dan mempertukarkan kation, yang dinyatakan dalam milligram per 100 gram tanah kering oven. Besar kecilnya KTK tanah ditentukan oleh jumlah dan jenis mineral liat, jumlah bahan organik, dan pH tanah (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi 1991). Tanah bertekstur halus yang mengandung lebih banyak liat dan humus akan memiliki KTK yang lebih tinggi. Semakin tinggi kadar liat, maka semakin tinggi KTK (Supardi 1983). 2.6.3 Nisbah C/N Bahan organik tanah menyusun sekitar 5% bobot total tanah. Meskipun hanya sedikit tetapi memegang peran penting dalam menentukan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimiawi maupun secara biologis tanah. Bahan organik berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman dan mikroba tanah, yaitu sebagai sumber energi, hormon, vitamin, dan senyawa perangsang tumbuh lainnya (Hanafiah 2005). Faktor bahan organik meliputi komposisi kimiawi, nisbah C/N, kadar lignin dan ukuran bahan. Sedangkan faktor tanah meliputi temperatur, kelembaban, tekstur, struktur, suplai oksigen, reaksi tanah, ketersediaan hara terutama N, P, K, dan S ( Parr 1978 dalam Hanafiah 2005). Nisbah C/N merupakan indikator yang menunjukkan proses mineralisasi dan immobilisasi N oleh mikroba dekomposer bahan organik. Daerah kering menghasilkan nisbah C/N yang lebih rendah dibandingkan daerah basah (Hanafiah 2005). Apabila nisbah C/N lebih kecil dari 20 menunjukkan terjadinya mineralisasi N, apabila lebih besar dari 30 artinya terjadi immobilisasi N, sedangkan jika di antara 20-30 berarti mineralisasi seimbang dengan immobilisasi (Tisdale dan Nelson 1975 dalam Hanafiah 2005).
2.6.4 N, P, K Tersedia
10
Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman karena merupakan penyusun dari semua protein dan asam nukleat, serta merupakan penyusun protoplasma secara keseluruhan. Nitrogen diserap oleh tanaman dalam bentuk ammonium (NH4+) dan nitrat (NO3-), tetapi nitrat yang terserap segera tereduksi menjadi ammonium melalui enzim yang mengandung molibdinum. Ion- ion ammonium dan beberapa karbohidrat mengalami sintesis dalam daun dan diubah menjadi asam amino, terutama terjadi dalam hijau daun. Apabila unsur nitrogen yang tersedia lebih banyak dan daun tumbuh lebih lebar, maka protein yang dihasilkan lebih banyak dan daun tumbuh lebih lebar dan sebagai akibatnya fotosintesis lebih banyak. Jumlah nitrogen yang terlalu banyak mengakibatkan menipisnya bahan dinding sel sehingga dengan mudah diserang oleh hama dan penyakit, dan mudah terpengaruh oleh kekeringan dan kedinginan. Kelebihan nitrogen menjadikan warna daun menjadi hijau gelap. Kekurangan nitrogen menjadikan warna daun menjadi kekuning-kuningan atau hijau kemerah-merahan (Sarief 1985). Ketersediaan N tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti iklim dan macam vegetasi yang dipengaruhi oleh keadaan setempat seperti topografi, batuan induk, kegiatan manusia, dan waktu (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi 1991). Fosfor merupakan bagian integral tanaman di bagian penyimpanan dan pemindahan energi. Fosfor diserap oleh tanaman sebagai H2PO4- dan HPO4-2 yang berada dalam larutan tanah (Indranada 1989). Fospor bersifat sangat stabil di dalam tanah sehingga kehilangan P akibat pencucian relatif tidak pernah terjadi. Sebagian besar P tanah bersumber dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang mengandung P yang terdapat pada kerak bumi. Kadar P berhubungan erat dengan ukuran fraksi tanah. Kadar P akan semakin tinggi bila ukuran partikel tanah semakin halus. Faktor yang mempengaruhi ketersediaan P tanah adalah tipe liat, pH tanah, waktu reaksi, suhu, dan bahan organik tanah (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi 1991). Fosfor sebagai ortho-fosfat memegang peranan penting dalam reaksi enzim. Hal ini karena fosfor merupakan bagian dari inti sel yang sangat penting dalam pembelahan sel dan juga untuk perkembangan jaringan meristem. Fosfor
11 dapat merangsang pertumbuhan akar dan tanaman muda, mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji, atau gabah, dan sebagai penyusun lemak dan protein (Sarief 1985). Kalium sangat penting dalam setiap proses metabolisme dalam tanaman, yaitu dalam sintesis dari asam amino dan protein dari ion-ion ammonium. Kalium juga penting dalam proses fotosintesis, karena apabila terjadi kekurangan kalium dalam daun maka kecepatan asimilasi karbon dioksida (CO2) akan menurun. Kalium berperan membantu pembentukan protein dan karbohidrat, serta meningkatkan
resistensi
terhadap
penyakit
dan kualitas
buah-buahan.
Ketersediaan kalium dalam tanah dipengaruhi oleh tipe koloid tanah, suhu, pembasahan dan pengeringan, pH tanah, dan pelapukan. Kehilangan K dari tanah dapat melalui terangkut tanaman, tercuci, dan tererosi. Kehilangan K dipengaruhi oleh tekstur tanah, kapasitas tukar kation tanah, bahan organik, dan pH tanah. Kehilangan K semakin besar bila tekstur kasar, KTK rendah, pada tanah organik dan pH rendah (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi 1991). 2.6.5 Kalsium dan Magnesium Kalsium merupakan komponen struktural dinding-dinding sel tanaman. Kalsium sangat mempengaruhi permeabilitas membran sitoplasma. Kalsium dijumpai di dalam tanaman sebagai kalsium pektat pada dinding sel-sel daun dan batang. Kandungan Ca sangat tergantung kepada bahan induk dan tingkat pelapukan maupun pencucian yang mempengaruhi perkembangan tanahnya. Tanah bertekstur kasar, tanah daerah lembab yang terbentuk dari batuan yang kandungan mineral-berkalsiumnya tinggi maka kandungan kalsiumnya rendah. Magnesium merupakan unsur penting pada proses fotosintesis yaitu sebagai penyusun molekul klorofil, dan merupakan aktivator aktif dari sejumlah enzim di dalam tanaman, seperti transfosforilase,
dehidrogenase, dan
karboksilase. Tanaman yang kekurangan Mg akan mengalami klorosis dan pada tingkat yang lebih lanjut menjadi nekrosis yang dimulai dari pinggiran atau pucuk-pucuk daun. Pada tanah-tanah di daerah kering, kandungan kalsium dan magnesium tinggi tanpa memandang teksturnya sebagai akibat curah hujan yang rendah dan pencucian yang kecil.
12 Faktor-faktor penting yang mempengaruhi ketersediaan kalsium dan magnesium bagi tanaman, antara lain (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi 1991) : 1. Jumlah Ca dan Mg dapat ditukar 2. Derajat kejenuhan unsur-unsur tersebut pada kompleks pertukaran. 3. Tipe koloid liat tanah. 4. Sifat ion-ion komplementer yang dijerap oleh liat.