II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Tanaman Jagung
2.1.1 Deskripsi Komoditas Jagung Tanaman Jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk Indonesia. Orang Belanda menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn. Tanaman Jagung merupakan bahan baku industri pakan dan pangan serta sebagai makanan pokok di beberapa daerah di Indonesia. Dalam bentuk biji utuh, Jagung dapat diolah misalnya menjadi tepung Jagung, beras Jagung dan makanan ringan (pop corn dan Jagung marning). Jagung dapat pula diproses menjadi minyak goreng, margarin, dan formula makanan. Pati Jagung dapat digunakan sebagai bahan baku industri farmasi dan makanan seperti es krim, kue dan minuman. Karena cukup beragamnya kegunaan dan hasil olahan produksi tanaman Jagung tersebut di atas, dan termasuk sebagai komoditi tanaman pangan yang penting, maka perlu ditingkatkan produksinya secara kuantitas, mutu, ramah lingkungan dan berkelanjutan (Pramono, 2008). Tanaman Jagung cocok ditanam di Indonesia, karena kondisi tanah dan iklim yang sesuai. Disamping itu tanaman Jagung tidak banyak menuntut persyaratan tumbuh serta pemeliharaannya pun lebih mudah, maka wajar jika petani selalu mengusahakan lahannya dengan tanaman Jagung ( Suprapto, 1993)
2.1.2 Budidaya Jagung Tanaman Jagung mempunyai adaptasi yang luas dan relatif mudah dibudidayakan, sehingga komoditas ini ditanam oleh petani di Indonesia pada lingkungan fisik dan ekonomi yang sangat beragam. Jagung dapat ditanam pada lahan kering, lahan sawah, lebak dan pasang surut, dengan berbagai jenis tanah, pada berbagai tipe iklim, dan pada ketinggian tempat 0-2.000 m dari permukaan laut (dpl) (Annas, 2007).
5 Jenis Jagung dapat dikelompokkan menurut umur dan bentuk biji. Menurut umur Jagung dibagi menjadi 3 (tiga) golongan : a. Berumur pendek (genjah): 75-90 hari, contoh; Genjah Warangan, Genjah Kertas, Abimanyu dan Arjuna. b. Berumur sedang (tengahan) : 90-120 hari, contoh; Hibrida C 1, Hibrida CP 1 dan CPI 2, Hibrida IPB 4, Hibrida Pioneer 2, Malin, Metro dan Pandu. c. Berumur panjang : lebih dari 120 hari, contoh; Kania Putih, Bastar, Kuning, Bima dan Harapan (Annas, 2007). Sedangkan menurut bentuk bijinya, Jagung dibagi menjadi 7 (tujuh) golongan ( Suprapto, 1997), yaitu : a. Dent Corn ( Zea mays identata = Jagung gigi kuda ) Biji Jagung berbentuk gigi kuda ini telah berkembang di ladang Amerika Selatan, Meksiko Utara dan terjadi peningkatan usaha setelah Jagung tersebut masuk ke Eropa. Bentuk biji Jagung jenis ini terjadi akibat pengerutan lapisan bertepung saat biji mengering, sedangkan bagian samping biji mengalami pengerasan sehingga bagian tengah atau
bagian atas biji mengalami
penyusutan. Tanaman Jagung jenis ini di Indonesia kurang tahan hama bubuk dan mudah hancur bila di tumbuk. Di Amerika jenis ini banyak digunakan sebagi pakan ternak. b. Flint Corn (Zea mays indurata = Jagung mutiara) Jagung jenis ini mempunyai biji dengan warna bersinar dan agak keras (horny starch). Kandungan zat tepung yang lunak hanya sedikit dan letaknya di dalam (tengah). Jenis ini bersifat tahan terhadap serangan hama (insekta). Banyak digunakan sebagai sebagai bahan makanan ternak. Jenis Jagung flint corn banyak ditanam, karena memiliki tingkat kemasakan yang lebih cepat dan mutu konsumsi serta pengolahan yang lebih baik. Hal ini bukan saja untuk memenuhi kebutuhan manusia juga diperlukan sebagai pakan ternak. Di Amerika Serikat dan Argentina, sebagian besar hasil produksinya untuk pakan ternak. c. Sweet Corn (Zea mays L. Saccharata = Jagung manis) Jagung manis mempunyai kandungan gula tinggi, sehingga terasa manis. Biji yang masih muda bercahaya dan berwarna jernih seperti kaca, sedangkan biji yang telah masak dan kering akan menjadi keriput/berkerut).
6 d. Pop Corn ( Zea mays L, atau enerta sturt = Jagung berondong) Jagung ini mempunyai biji lebih kecil dari kelompok flint corn. Bila dipanaskan dapat mengembang, karena di dalam biji terkandung zat pati yang penuh/cukup sehingga bijinya menjadi keras. e. Flour Corn
atau soft corn (Zea mays L. Atau amylacea sturt = Jagung
tepung). Tanaman Jagung jenis ini sangat berarti di Amerika Selatan, sebagian Peru, Bolivia dan di Afrika. Jenis Jagung ini banyak mengandung zat pati/tepung. Bijinya bersifat lunak dan pada endosperm (cadangan makanan) dalam biji biasanya berisi tepung lunak, sehingga orang mengenalnya dengan Jagung tepung dan merupakan Jagung yang tertua. f. Pod Corn ( Zea mays L.tunicara start = Jagung bungkus). Mahkota menyelubungi setiap biji pada janggel, sedangkan tongkolnya terselubung oleh kelobot besar, sehingga bijinya tidak tampak. Jenis ini kurang menguntungkan bila diusahakan. g. Waxy Corn (Zea mays L. Ceratina Kulesch) Biji Jagung jenis ini berwarna jernih seperti lilin, sehingga sering disebut waxy corn. Zat pati yang dibentuk mengandung erythrodextrine, tepung dan substansi keras lain, mempunya nilai ekonomis yang tinggi. Kini telah banyak benih varitas unggul Jagung yang dipasarkan. Dari segi jenisnya dikenal dua jenis Jagung yakni hibrida dan komposit (bersari bebas). Dibanding jenis komposit, Jagung hibrida umumnya mempunyai kelebihan dalam hal potensi hasil yang lebih tinggi dan pertumbuhan tanaman lebih seragam. Meskipun potensi hasilnya lebih rendah dibanding hibrida, Jagung komposit unggul yang dilepas oleh Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) berdaya hasil cukup tinggi, mencapai 7,6 – 8,4 ton/ha. Kelebihan dari Jagung komposit adalah produksi benihnya dapat dilakukan dengan mudah oleh petani/kelompok tani. Dari beberapa varitas Jagung komposit yang dihasilkan Balitsereal, yang populer dewasa ini adalah Lamuru dan Sukmaraga. Varitas Lamuru relatif toleran kekeringan. Varitas Sukmaraga direkomendasikan penggunaanya pada tanah masam, termasuk lahan pasang surut. Varitas dengan mutu protein triptofan dan lisin yang tinggi adalah Srikandi Kuning-1 dan Srikandi Putih-1. Keduanya lebih sesuai dikembangkan didaerah rawan gizi dan dapat pula digunakan untuk ternak
7 bukan pemamah biak (monogastrik) seperti ayam dan babi (Akil dan Dahlan, 2006). Penggunaan benih Jagung hibrida biasanya akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi. Tetapi harga benihnya yang lebih mahal dan hanya dapat digunakan maksimal 2 kali turunan dan tersedia dalam jumlah terbatas. Beberapa varitas unggul Jagung untuk dipilih sebagai benih adalah Hibrida C 1, Hibrida C 2, Hibrida Pioneer 1, Pioneer 2, IPB 4, CPI-1, Kaliangga, Wiyasa, Arjuna, Baster kuning, Kania Putih, Metro, Harapan, Bima, Permadi, Bogor Composite, Parikesit, Sadewa, Nakula. Selain itu, jenis-jenis unggul yang belum lama dikembangkan adalah: CPI-2, BISI-1, BISI-2, P-3, P-4, P-5, C-3, Semar 1 dan Semar 2 yang semuanya jenis Hibrida (Annas, 2007). Beberapa pola tanam yang biasa diterapkan petani dalam budidaya Jagung adalah a. Tumpang sari (intercropping), melakukan penanaman lebih dari 1 tanaman (umur sama atau berbeda) contoh, tumpang sari sama umur seperti Jagung dan kedelai; tumpang sari beda umur seperti Jagung, Ketela pohon dan Padi gogo. b. Tumpang gilir (Multiple Cropping), dilakukan secara beruntun sepanjang tahun dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain untuk mendapat keuntungan maksimum. Contoh, Jagung muda, Padi gogo, Kedelai, Kacang tanah, dan lain-lain. c. Tanaman Bersisipan (Relay Cropping), pola tanam dengan menyisipkan satu atau beberapa jenis tanaman selain tanaman pokok (dalam waktu tanam yang bersamaan atau waktu yang berbeda). Contoh, Jagung disisipkan Kacang tanah dan waktu Jagung menjelang panen disisipkan Kacang panjang. d. Tanaman Campuran (Mixed Cropping), penanaman terdiri beberapa tanaman dan tumbuh tanpa diatur jarak tanam maupun larikannya, semua tercampur jadi satu. Lahan efisien, tetapi riskan terhadap ancaman hama dan penyakit. Contoh; tanaman campuran seperti Jagung, Kedelai dan Ubi kayu (Pramono, 2008). Pola tanam jagung yang bisa diterapkan petani di Kecamatan Nagreg adalah dengan tumpang sari. Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan tanaman. Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif seumur, misalnya Jagung dan Kacang
8 tanah atau bisa juga pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda. Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh, diantaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit (Warsana, 2009). Pada pola tanam tumpangsari sebaiknya dipilih dan dikombinasikan antara tanaman yang mempunyai perakaran relatif dalam dan tanaman yang mempunyai perakaran relatif dangkal. Sebaran sinar matahari penting, karena bertujuan untuk menghindari persiangan antar tanaman yang ditumpangsarikan dalam hal mendapatkan sinar matahari, sehingga perlu diperhatikan tinggi dan luas antar tajuk tanaman yang ditumpangsarikan. Tinggi dan lebar tajuk antar tanaman yang ditumpangsarikan akan berpengaruh terhadap penerimaan cahaya matahari, lebih lanjut akan mempengaruhi hasil sintesa (glukosa) dan muara terakhir akan berpengaruh terhadap hasil secara keseluruhan. Antisipasi adanya hama penyakit tidak lain adalah untuk mengurangi resiko serangan hama maupun penyakit pada pola tanam tumpangsari. Sebaiknya ditanam tanam-tanaman yang mempunyai hama maupun penyakit berbeda, atau tidak menjadi inang dari hama maupun penyakit tanaman lain yang ditumpangsarikan (Warsana, 2009). Sistem tanam tumpangsari mempunyai banyak keuntungan yang tidak dimiliki pada pola tanam monokultur. Beberapa keuntungan pada pola tumpangsari antara lain (1) akan terjadi peningkatan efisiensi (tenaga kerja, pemanfaatan lahan maupun penyerapan sinar matahari), (2) populasi tanaman dapat diatur sesuai yang dikehendaki, (3) dalam satu areal diperoleh produksi lebih dari satu komoditas, (4) tetap mempunyai peluang mendapatkan hasil manakala satu jenis tanaman yang diusahakan gagal dan (5) kombinasi beberapa jenis tanaman dapat menciptakan beberapa jenis tanaman dapat menciptakan stabilitas biologis sehingga dapat menekan serangan hama dan penyakit, serta mempertahankan kelestarian sumber daya lahan dalam hal ini kesuburan tanah (Warsana, 2009).
2.1.3 Manfaat Tanaman Jagung Tanaman Jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan. Di Indonesia, Jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah Padi. Berdasarkan urutan bahan makanan pokok di dunia, Jagung menduduki
9 urutan ke-3 setelah Gandum dan Padi. Di Daerah Madura, Jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok. Akhir-akhir ini tanaman Jagung semakin meningkat penggunaannya. Tanaman Jagung banyak sekali gunanya, sebab hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam keperluan (Annas, 2007), yaitu : 1. Batang dan daun muda : pakan ternak 2. Batang dan daun tua (setelah panen) : pupuk hijau atau kompos 3. Batang dan daun kering : kayu bakar 4. Batang Jagung : lanjaran (turus) 5. Batang Jagung : pulp (bahan kertas) 6. Buah Jagung muda : sayuran, bergedel, bakwan dan sambal goreng 7. Biji Jagung tua : pengganti nasi, marning, brondong, roti Jagung, tepung, bihun, bahan campuran kopi bubuk, biskuit, kue kering, pakan ternak, bahan baku industri bir, industri farmasi, dextrin, perekat, industri, bahan baku pakan ternak dan biofuel.
2.2
Penanganan Pascapanen 2.2.1 Panen Penanganan pascapanen secara garis besar dapat meningkatkan daya gunanya sehingga lebih bermanfaat bagi kesejahteraan manusia. Hal ini dapat ditempuh dengan cara mempertahankan kesegaran atau mengawetkannya dalam bentuk asli maupun olahan, sehingga dapat tersedia sepanjang waktu sampai ke tangan konsumen dalam kondisi yang dikehendaki konsumen (Kristanto, 2007). Dua hal yang mempengaruhi waktu panen Jagung, derajat masak dan iklim/cuaca. Derajat masak waktu panen merupakan aktivitas yang paling baik untuk memanen Jagung. Tanda-tanda visual yang dapat dipakai sebagai petunjuk bahwa Jagung sudah dapat dipanen, yang biasa disebut dengan tingkat kematangan optimal, antara lain
(1) Biji nampak kering dan mengkilat (2)
Apabila biji ditusuk dengan kuku, tidak nampak bekasnya dan (3) Klobot telah menguning (Ditjen BPPHP, 2003). Pemanenan dilakukan pada saat Jagung telah mencapai masak fisiologis, yaitu 100 hari setelah tanam (tergantung varitas). Pada umur demikian biasanya daun Jagung/klobot telah kering dan berwarna kekuning-kuningan. Selanjutnya
10 dipisahkan antara Jagung yang layak jual dengan Jagung yang busuk, muda dan berjamur untuk dilakukan proses pengeringan (Pramono, 2008). Pengeringan merupakan usaha untuk menurunkan kadar air (KA) sampai batas tertentu (14-16 %) sehingga reaksi biologis terhenti dan mikrorganisme, serta serangga tidak bisa hidup di dalamnya. Pengeringan Jagung dapat dibedakan menjadi dua tahapan, yaitu pengeringan dalam bentuk gelondong dan pengeringan butiran setelah Jagung dipipil. Pada pengeringan Jagung gelondong dilakukan sampai kadar air mencapai 18-20 % untuk memudahkan pemipilan. Pemipilan merupakan kegiatan memisahkan biji Jagung dari tongkolnya. Pemipilan dapat dilakukan dengan cara tradisional atau dengan cara lebih modern. Secara tradisional pemipilan Jagung dapat dilakukan dengan tangan maupun alat bantu lain yang sederhana seperti kayu, pisau dan lain-lain sedangkan yang lebih modern menggunakan mesin yang disebut Corn sheller yang dijalankan dengan motor. Butiran Jagung hasil pipilan masih terlalu basah untuk dijual atau disimpan. Untuk itu diperlukan satu tahapan proses, yaitu pengeringan akhir. Pada pengeringan butiran, kadar air Jagung diturunkan sampai kadar air sesuai mutu Jagung yang dikehendaki. Proses pengeringan ini dapat dilakukan melalui penjemuran di bawah terik sinar matahari atau menggunakan mesin pengering Butiran Jagung yang telah melalui proses pengeringan perlu dibersihkan dan dipisahkan dalam beberapa kelompok mutu I ,II, III maupun IV untuk selanjutnya dijual atau disimpan (Pramono, 2008). Penyimpanan Jagung pipilan dapat dilakukan seperti penyimpanan beras di Depot Logistik (DOLOG) dalam karung yang disusun secara teratur atau dapat pula disimpan dalam bentuk curah dengan sistem Silo. Penyimpanan ini dapat berfungsi sebagai pengendali harga pada saat harga di pasar jatuh karena kelebihan stok. Setelah harga jual membaik, barulah Jagung yang disimpan dilepas ke pasaran (Pramono, 2008). . 2.2.2 Kerusakan Selama Penyimpanan Di antara penyebab terjadinya kerugian pasca panen pada jagung adalah cemaran senyawa beracun aflatoksin. Upaya menekan pencemaran aflatoksin pada jagung untuk konsumsi dan perdagangan menjadi sangat penting apalagi berbagai lembaga PBB dan internasional maupun nasional lainnya telah
11 menetapkan batas maksimal kandungan aflatoksin biji jagung untuk konsumsi (Anonymous, 2009) World Health Organization (WHO), Food Agriculture Organization (FAO) dan United Nation Children’s Fund (UNICEF) menetapkan batas toleransi kandungan aflatoksin dalam makanan sumber karbohidrat yang dikonsumsi paling tinggi 30 part per billion (ppb). Di Uni Eropa ketentuannya jauh lebih ketat. Untuk serealia (termasuk jagung) Komisi Eropa menetapkan hanya boleh paling tinggi 4 ppb. Ketatnya peraturan tersebut bisa dipahami karena aflatoksin yang diproduksi cendawan Aspergillus flavus merupakan senyawa karsinogenik yang dapat menimbulkan kanker hati pada manusia dan hewan (Anonymous, 2009) . Kebutuhan jagung yang di Indonesia terus meningkat telah mendorong peningkatan produksi dalam negeri. Produksi masih perlu terus pula bertambah agar Indonesia lepas dari tergantung pada jagung impor. Upaya peningkatan produksi perlu pula dibarengi peningkatan mutu, termasuk menekan kandungan aflatoksin sesuai persyaratan kesehatan dan pasar. Untuk jagung, perhatian khusus perlu diberikan pada teknologi penyimpanan karena fase penyimpanan merupakan fase yang sangat rentan terhadap serangan cendawan A.flavus (Anonymous, 2009) . Balai Besar Penelitian Pascapanen Pertanian telah melakukan penelitian yang menghasilkan paket teknologi penyimpanan jagung yang dapat menekan serangan A.flavus dan cemaran aflatoksin terhadap jagung yang disimpan. Selain itu telah disiapkan pula dokumen rencana pengendalian mutu Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) bagi penanganan jagung sejak panen hingga saat penyimpanan (Anonymous, 2009) . Pengamatan dan pengukuran kandungan aflatoksin dan kadar air dilakukan pada setiap tahap penanganan. Pengendalian aflatoksin membutuhkan sistem penanganan yang baik pada setiap tahap yang dilakukan secara cepat tanpa penundaan (Anonymous, 2009) Pada penyimpanan biji jagung jangka pendek dengan maksud distribusi yang cepat atau jarak dekat, penyimpanan dalam karung polyprophilene dinilai cukup aman untuk penyimpanan selama dua (2) bulan. Kandungan aflatoksin jenis B1 bisa ditekan sampai kurang dari 3 ppb dengan kerusakan fisik di bawah 5%, serta kadar pati, lemak dan protein relatif stabil (Anonymous, 2009).
12
2.2.3 Standar Mutu Persyaratan mutu Jagung untuk perdagangan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu persyaratan kualitatif dan persyaratan kuantitatif. Persyaratan kualitatif (Kristanto, 2008) meliputi : 1.
Produk harus terbebas dari hama dan penyakit
2.
Produk terbebas dari bau busuk maupun zat kimia lainnya (berupa asam)
3.
Produk harus terbebas dari bahan dan sisa-sisa pupuk maupun pestisida
4.
Memiliki suhu normal Persyaratan mutu Jagung pipil kering seperti dicantumkan dalam Tabel 2. Tabel 2. Mutu Jagung pipil kering No.
Komponen Utama
1. Kadar Air 2. Butir Rusak 3. Butir Warna Lain 4. Butir Pecah 5. Kotoran Sumber : Kristanto, 2008. 2.3
Persyaratan Mutu (% maks) I 14 2 1 1 1
II 14 4 3 4 1
III 15 6 7 3 2
IV 17 8 10 5 2
Unit Usaha Silo Jagung Pengembangan agroindustri untuk meningkatkan nilai tambah usaha tani terus digalakkan. Sejalan dengan itu, peran inovasi teknologi dan kelembagaan makin strategiks dalam upaya peningkatan produktifitas dan efisiensi sistem produksi. Pengembangan agroindustri tidak terlepas dari pemanfaatan teknologi mekanisasi, baik di dalam maupun di luar usaha tani. Penumbuhan agroindustri pedesaan yang mandiri dan didukung oleh teknologi mekanisasi merupakan pijakan dalam mewujudkan industri pertanian yang efisien, berdaya saing dan berkelanjutan. Hasil penelitian dan perekayasaan teknologi mekanisasi pertanian sudah dikembangkan di berbagai wilayah di Indonesia, namun pemanfaatannya masih lamban karena berkaitan erat dengan sistem usaha tani, pranata sosial-budaya, kelembagaan dan pembangunan wilayah. Permasalahan dan kendala dalam pengembangan mekanisasi pertanian antara lain adalah sempitnya kepemilikan lahan, lemahnya modal
13 usaha tani, rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan petani, budaya, sistem usaha tani yang masih subsistem dan tradisional, belum memadainya prasarana penunjang khususnya jalan ke lokasi usahatani, belum berkembangnya bengkel mekanisasi di pedesaan serta belum
memadainya kelembagaan penunjang terutama lembaga
penyuluhan dan jasa (Fakultas Pertanian UGM, 2008). Silo Jagung adalah paket alat mesin pascapanen Jagung yang terintegrasi untuk proses pemipilan, pengeringan dan penyimpanan Jagung. Silo Jagung (Gambar 1) merupakan paket alat mesin pascapanen Jagung (Ditjen PPHP, 2008) yang terdiri dari : 1. Alat mesin pemipil Jagung (corn sheller) 2. Alat mesin ayakan (cleaner) kapasitas 3. Alat mesin pengering (mix flow continous dryer) 4. Alat mesin pemasok udara panas baik dari minyak tanah (karosine burner) maupun tungku sekam, limbah dan kayu bakar (cyclonic husk burner) 5. Alat mesin penampungan Jagung kering sementara (tempering) 6. Alat mesin penyimpanan (Silo/ tank product) Bahan baku Jagung yang akan diolah di Silo Jagung untuk menjadi Jagung pipilan kering yang bermutu, sumber utamanya dari petani/kelompok tani binaan, apabila tidak mencukupi dapat diperoleh dari kelompok tani non binaan. Bahan baku dapat berbentuk tongkol atau pipilan dari petani/kelompok tani pada berbagai tingkatan mutu, minimal sesuai dengan mutu tertentu yang disepakati (Ditjen PPHP, 2008) .
a. Pemipil Jagung
b. Tungku sumber energi pengering
Gambar 1. Perlengkapan Silo Jagung Gapoktan Rido Manah
14 Lanjutan Gambar 1. Perlengkapan Silo Jagung Gapoktan Rido Manah
c. Bucket elevator ke mesin pembersih
e. Mesin pengering
d. Mesin pembersih
f. Tangki penyimpanan
15 2.4
Kelembagaan Petani Organisasi adalah kesatuan yang memungkinkan orang-orang (para petani) mencapai suatu tujuan yang tidak dapat dicapai individu secara perorangan. Sistem organisasi ekonomi petani terdiri dari beberapa unsur (subsistem), seperti (1) unsur kelembagaan (aturan main), (2) partisipan (sumber daya manusia atau SDM), (3) teknologi, (4) tujuan dan (5) lingkungan (alam, sosial dan ekonomi). Kelompok para petani yang berada di suatu kawasan dapat dipandang sebagai suatu sistem organisasi ekonomi petani, hubungan antara unsur-unsur organisasi dan keragaan seperti dimuat pada Gambar 2. Gambar 2, menunjukkan bahwa kelima unsur atau subsistem organisasi ekonomi petani saling berinteraksi dan pada akhirnya akan menghasilkan keragaan organisasi. Unsur lingkungan merupakan bagian dari sistem organisasi yang menentukan keragaan organisasi, namun berada di luar kendali organisasi. Terdapat dua jenis pengertian kelembagaan, yaitu kelembagaan sebagai aturan main dan kelembagaan sebagai organisasi.
Sebagai aturan main, kelembagaan merupakan perangkat aturan yang
membatasi aktifitas anggota dan pengurus dalam mencapai tujuan organisasi.
TEKNOLOGI - Teknis Budidaya - Karakteristik komoditi - Asset Fixity dan specificity
KELEMBAGAAN Batas wilayah produksi Hak pemilikan Pengambilan keputusan Penegakan hukum TUJUAN - Keuntungan atau surplus usaha yang tinggi - Meningkatkan Pendapatan
-
PARTISIPAN: Kepribadian Umur dan jenis kelamin Kekayaan Kesehatan Kosmopolit Nilai Pendidikan
LINGKUNGAN ALAM, SOSIAL DAN EKONOMI
Gambar 2. Esensi organisasi internal Agribisnis (Pakpahan, 1990)
KINERJA ORGANISASI - Keuntungan atau surplus usaha - Pendapatan organisasi dan partisipan meningkat
16
Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis dalam kebersamaan/kemitraan, sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usahatani bagi anggotanya dan petani lainnya. Untuk membentuk dan atau mengaktifkan kembali, serta memperkuat kelembagaan petani yang ada, maka Departemen Pertanian telah mencanangkan Revitalisasi Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani pada tahun 2007. Dengan pola ini diharapkan pembinaan pemerintah kepada petani akan semakin terfokus dengan sasaran yang jelas. Model revitalisasi Gapoktan sebagaimana dimuat pada Gambar 3.
Gambar 3. Model revitalisasi Gapoktan (Syarief dan Fatika, 2006) Keterangan : UPJA = Unit Pelayanan Jasa Alsintan Alsintan = Alat Mesin Pertanian Pembentukan Gapoktan merupakan proses penggabungan dari kelompokkelompok tani yang bidang usaha taninya sejenis. Dalam hal ini gabungan kelompok tani yang mengusahakan komoditas Jagung sebagai komoditas utama dalam proses usahatani setiap tahunnya. Dengan basis Gapoktan posisi tawar dan efisiensi dapat ditingkatkan, Gapoktan ditingkatkan menjadi pemasok (supplier) yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan sekaligus kesejahteraan petani di pedesaan. Secara skematis pembentukan Gapoktan Jagung dapat dilihat pada Gambar 4.
17 Kegiatan Gapoktan Jagung tidak hanya di bidang budidaya tetapi lebih dikembangkan kepada kegiatan, seperti : 1. Usaha Sarana Produksi dan Pembiayaan a. Penyediaan sarana produksi seperti benih/bibit unggul, pupuk dan obat-obatan (pestisida) b. Penyediaan alat-alat mesin pertanian c. Memfasilitasi akses permodalan/ pembiayaan dan penyuluhan 2. Usaha Pascapanen a. Pengembangan penanganan pascapanen mulai dari pemipilan, pengeringan dan penyimpanan sementara Jagung pipil kering serta pengarungan. b. Menerapkan manajemen mutu sehingga sesuai dengan permintaan pasar,baik industri pakan ternak maupun industri makanan. c. Pengembangan diversifikasi produk Jagung dan hasil hasil samping Jagung. 3. Usaha Pemasaran dan Kemitraan a. Pembelian Jagung dari petani/ kelompok tani. b. Memfasilitasi terbentuknya sistem informasi pasar. c. Memfasilitasi temu usaha pemasaran Jagung. d. Promosi dan menyusun pola distribusi Jagung. e. Memfasilitasi kemitraan usaha
Kel. Tani Jagung 20-25 Petani 30-50 Ha
Kel. Tani Jagung 20-25 Petani 30-50 Ha
Kel. Tani Jagung 20-25 Petani 30-50 Ha
GAPOKTAN JAGUNG (5-10 Kel. Tani) dan luas 500-1000 Ha
Unit Usaha Saprotan dan Pembiayaan
Unit Usaha Pascapanen Gambar 4. Gapoktan Jagung (Ditjen PPHP, 2008)
Pemasaran dan Kemitraan
18 2.5
Kemitraan Usaha Kemitraan usaha mengandung pengertian adanya hubungan kerja sama usaha antara badan usaha sinergik yang bersifat sukarela dan dilandasi oleh prinsip saling membutuhkan, menghidupi, memperkuat dan menguntungkan yang hasilnya bukanlah zero sum game melainkan positive sum game atau win-win solution. Dalam kemitraan usaha jangan sampai ada pihak yang diuntungkan di atas kerugian pihak lain yang merupakan mitra usahanya. Semua pihak yang bermitra harus merasakan keuntungan dan manfaat yang diperoleh dari kemitraan (Badan Agribisnis, 1999). Unit usaha Silo Jagung akan berkelanjutan apabila usaha tersebut dapat menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu harus diupayakan kemitraan usaha dengan berbagai industri hilir untuk memperoleh jaminan pasar bagi produk yang dihasilkan. Pemasaran produk yang terjamin dengan harga yang layak dapat menjadi motivasi dan landasan bagi Gapoktan untuk meningkatkan produktifitas, efektifitas dan efisiensi dalam pemakaian sumber daya (Ditjen PPHP, 2008). Tujuan kemitraan usaha Silo Jagung adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan mutu SDM dan peningkatan skala usaha, dalam rangka
meningkatkan
kemampuan
dan
keterampilan
Gapoktan
di
bidang
pengembangan Silo Jagung. Kemitraan usaha ini dilakukan misalnya dengan industri pakan ternak berdasarkan azas persamaan kedudukan, keselarasan dan antara Gapoktan dengan indusri pakan ternak melalui perwujudan sinergi kemitraan usaha. Dalam rangka pengembangan Silo Jagung, kemitraan usaha pemasaran dilakukan dengan petani/kelompok tani sebagai pemasaran dengan
sumber bahan baku dan kemitraan usaha
pengusaha menengah/besar sebagai konsumen, seperti pada
Gambar 5. Tambunan (1996) menyatakan bahwa penyebab timbulnya kemitraan di Indonesia ada dua macam, yaitu : 1. Kemitraan yang didorong oleh pemerintah. Kemitraan menjadi isu penting karena telah disadari bahwa pembangunan ekonomi selama ini selain meningkatkan pendapatan nasional per kapita, juga telah memperbesar kesenjangan ekonomi dan sosial di tengah masyarakat. 2. Kemitraan yang muncul dan berkembang secara alamiah. Hal ini disebabkan oleh adanya keinginan untuk meningkatkan efisiensi dan tingkat fleksibilitas dalam meningkatkan keuntungan.
19
Gambar 5. Model Kemitraan Agroindustri Silo Jagung dengan Petani/Gapoktan dan Industri Pakan Ternak (Ditjen PPHP, 2008). Model kemitraan tersebut pada intinya membahas hubungan yang mengikat para petani untuk bersedia menyediakan sejumlah produk pertanian sekaligus membebani para petani dengan kriteria mutu, kuantitas dan harga disertai dengan bantuan teknis. Model kelembagaan organisasi sebagai wadah koordinasi vertikal antara para petani dan perusahaan mengambil salah satu atau gabungan dari beberapa model di atas atau sama sekali mengambil pola lain yang berbeda dari model di atas. Pola
kemitraan
usaha
berdasarkan
Keputusan
Menteri
Pertanian
No.
940/Kpts/OT.210/10/97 (Ditjen PPHP, 2008) adalah : 1. Pola inti-plasma Pola inti-plasma merupakan hubungan kemitraan usaha antara beberapa Gapoktan Jagung dengan industri pakan ternak, dimana industri pakan ternak bertindak sebagai inti dan Gapoktan Jagung sebagai plasma. 2. Pola sub kontrak Pola sub kontrak merupakan hubungan kemitraan usaha antara beberapa Gapoktan Jagung dengan industri pakan ternak, dimana Gapoktan Jagung tersebut
20 menyediakan Jagung pipilan kering sebagai bahan baku yang diperlukan industri pakan ternak sebagai bagian dari produksinya dengan sistem kontrak. 3. Pola dagang umum Pola dagang umum merupakan hubungan kemitraan usaha antara beberapa Gapoktan Jagung dengan industri pakan ternak, dimana perusahaan pakan ternak bertindak sebagai pemasar hasil produksi atau Gapoktan memasok kebutuhan Jagung pipil kering yang diperlukan industri pakan ternak. 4. Pola keagenan Pola keagenan merupakan hubungan kemitraan usaha antara beberapa Gapoktan dengan industri pakan ternak, dimana Gapoktan diberi hak khusus untuk memasarkan pakan ternak dari industri pakan ternak. 5. Pola lainnya Pola lainnya yang telah berkembang antara lain adalah pola kerjasama operasional agribisnis (KOA). Pola KOA merupakan hubungan kemitraan usaha antara beberapa Gapoktan dengan industri pakan ternak, dimana Gapoktan menyediakan lahan, sarana dan tenaga, sedangkan industri pakan ternak menyediakan biaya, modal usaha dan sarana untuk pembuatan pakan ternak dengan pembagian hasil sesuai kesepakatan (Ditjen PPHP, 2008)
2.6
Kelayakan Usaha. Analisis kelayakan finansial dalam persiapan dan analisis proyek menerangkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan terhadap peserta yang tergabung di dalamnya. Tujuan utama analisis finansial terhadap usaha pertanian (farms) menurut Gittinger (1996) adalah untuk menentukan berapa banyak keluarga petani yang menggantungkan kehidupannya kepada usaha pertanian tersebut. Salah satu cara untuk melihat kelayakan finansial adalah dengan metode Cash Flow Analysis. Metode ini dilakukan setelah komponen-komponen biaya dan manfaat tersebut dikelompokkan dan diperoleh nilainya. Komponen-komponen tersebut dikelompokkan menjadi dua, yaitu manfaat atau penerimaan (benefit; inflow) dan biaya atau pengeluaran (cost; outflow). Selisih antara keduanya disebut manfaat bersih (net benefit) dan untuk tingkat investasi menggunakan beberapa kriteria penilaian kelayakan seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR) dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) (Gittinger, 1996).
21 Analisis finansial dilakukan untuk melihat apakah usaha yang dijalankan tersebut layak atau tidak dengan melihat kriteria-kriteria investasi, yaitu PBP, Net B/C, BEP, NPV dan IRR. 1. PBP PBP merupakan teknik penilaian terhadap jangka waktu (periode) pengembalian investasi suatu proyek atau usaha. PBP adalah suatu periode yang diperlukan untuk menutup kembali pengeluaran investasi dengan menggunakan aliran kas (Zubir, 2006), dihitung menurut persamaan :
Nilai Investasi PBP (tahun) =
x 1 tahun Kas Masuk Bersih
Metode ini sangat sederhana, sehingga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan utamanya adalah tidak memperhatikan aliran kas masuk setelah payback, sehingga metode ini umumnya hanya digunakan sebagai pendukung metode lainnya. 2. Net B/C Net B/C merupakan perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif. Angka ini menunjukkan tingkat besarnya tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan. Jika diperoleh nilai net B/C > 1, maka proyek layak dilaksanakan, tetapi jika nilai B/C<1, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan. 3. BEP BEP merupakan suatu gambaran kondisi penjualan produk yang harus dicapai untuk melampaui titik impas. Proyek dikatakan impas jika jumlah hasil penjualan produknya pada suatu periode tertentu sama dengan jumlah biaya yang ditanggung sehingga proyek tersebut tidak menderita kerugian tetapi juga tidak memperoleh laba. Jika hasil penjualan produk tidak dapat melampaui titik ini maka proyek yang bersangkutan tidak dapat memberikan laba (Sutojo, 1996). Total Biaya (Rp) = Volume Penjualan (unit) x Harga Jual (Rp) Perhitungan volume penjualan pada saat BEP dapat dihitung dengan persaman :
22 Total Biaya Tetap BEP (unit) = (Harga Jual/unit - Biaya Peubah/unit)
Total Biaya Tetap BEP (Rp) = 1
4.
-
Biaya Peubah per Unit Harga Jual
NPV NPV atau nilai bersih sekarang merupakan perbandingan PV (Present Value) kas bersih dengan PV investasi selama umur investasi. Selisih antara PV tersebut disebut NPV (Zubir, 2006). NPV merupakan perbedaan antara nilai sekarang (present value) dari manfaat dan biaya NPV = Σ
Bt - Ct (1 + i) t
dimana ; Bt = manfaat (penerimaan) bruto pada tahun ke- t ( Rp) Ct = biaya bruto pada tahun ke- t (Rp) i = tingkat suku bunga (%) t = periode investasi (i = 1,2,3,.........n) Kriteria NPV sebagai berikut : a.
NPV > 0, maka proyek menguntungkan dan layak dilaksanakan
b.
NPV = 0, maka proyek tidak untung dan tetapi juga tidak rugi (manfaat diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan, sehingga pelaksanaan proyek berdasarkan penilaian subyektif pengambilan keputusan)
c. 5.
NPV < 0, maka proyek rugi dan lebih baik untuk tidak dilaksanakan.
IRR IRR merupakan alat untuk mengukur tingkat pengembalian hasil internal (Kasmir dan Jakfar, 2007). IRR adalah salah satu metode untuk mengukur tingkat investasi. Tingkat investasi adalah suatu tingkat bunga dimana seluruh net cash flow setelah dikalikan discount factor atau setelah dipresent value kan, nilainya sama dengan initial investment (biaya investasi).
IRR = i’ +
NPV ' (i” – i’) ( NPV '− NPV " )
23 dimana ; NPV ’ NPV ” i’ i” 6.
= nilai NPV Positif (Rp) = nilai NPV Negatif (Rp) = discount rate nilai NPV positif (%) = discount rate nilai NPV negatif (%)
Analisis Sensitivitas Apabila suatu rencana proyek sudah diputuskan untuk dilaksanakan dengan didasarkan pada perhitungan-perhitungan dan hasil evaluasi (NPV, BC Ratio dan IRR), dalam kenyataannya terjadi perhitungan yang meleset yang disebabkan oleh fluktuasi harga baik pada saat proyek mulai dikerjakan maupun pada saat proyek mulai berproduksi. Dengan adanya kemungkinan tersebut harus diadakan analisis kembali untuk mengetahui sampai dimanakah dapat dilakukan penyesuaian (adjustment) sehubungan dengan adanya perubahan tersebut. Tindakan ini dinamakan analisis sensitivitas (Gittinger, 1996). Suatu proyek pada dasarnya menhadapi ketidakpastian karena dipengarhui perubahan-perubahan baik dari sisi penerimaan atau pengeluaran yang akhirnya akan mempengarui tingkat kelayakan proyek. Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisa proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan-perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau manfaat (Kadariah dkk, 1999). Pada umumnya proyek-proyek yang dilaksanakan sentitif berubah-ubah akibat empat masalah utama, yaitu harga, kenaikan biaya, keterlambatan pelaksanaan dan hasil (Gittinger, 1996). Suatu variasi dari analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching value). Menurut Gittinger (1996), pengujian ini dilakukan sampai dicapai tingkat minimum dimana proyek dapat dilaksanakan dengan menentukan berapa besarnya proporsi manfaat yang akan turun akibat manfaat bersih sekarang menjadi nol (NPV=0). NPV sama dengan nol akan membuat IRR sama dengan tingkat suku bunga dan Net B/C sama dengan satu. Analisis dilakukan pada perubahan harga input dan output yang terdiri dari empat perubahan harga, yaitu: 1.
Penurunan harga output
2.
Kenaikan biaya total
3.
Kenaikan biaya investasi
4.
Kenaikan biaya operasional
24 2.7
Strategi Pengembangan Usaha Penyusunan strategik perusahaan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang secara sistematis mempengaruhi perusahan. Tujuan utama perencanaan strategiks adalah agar perusahaan dapat melihat secara obyektif kondisi-kondisi internal dan eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan yang dihadapi (Rangkuti, 2006). Perencanaan strategis sangat penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dengan dukungan yang optimal dari sumber daya yang ada. Perumusan strategik perusahaan dapat dilakukan dengan analisis Streghts, Weaknesses, Opportunities dan Threats (SWOT). Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategik perusahaan (Rangkuti, 2006). Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), dan secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats). Kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan eksternal. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perusahaan. Analisis faktor internal dan eksternal dilakukan dengan menggunakan matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS), External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) dan matriks profil kompetitif. Tahapan kerja pada matriks IFAS dan EFAS (Rangkuti, 2006) adalah : 1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta
yang
menjadi peluang dan ancaman perusahaan. 2. Masing-masing faktor diberi bobot berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap posisi strategiks perusahaan (Tabel 3). Penentuan bobot dilakukan dengan memberikan bobot numerik dan membandingkan antara satu peubah dengan peubah lainnya. Untuk menentukan bobot setiap peubah digunakan skala 1, 2 dan 3. Skala yang digunakan adalah : 1 = jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal. 2 = jika indikator horisontal sama penting daripada indikator horisontal. 3. = jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator vertikal.
25 Tabel 3. Penilaian bobot faktor strategik perusahaan metode matriks banding berpasangan Faktor Strategik
A
B
C
...
Bobot
internal/eksternal A B C ... Total Sumber : Rangkuti , 2006.
1. Masing-masing faktor kemudian diberi rating dengan skala 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan kondisi perusahaan yang bersangkutan. Peubah yang bersifat positif (peubah yang termasuk kategori kekuatan dan peluang) diberi nilai mulai dari 1 sampai dengan 4 (sangat baik). Sedangkan peubah yang bersifat negatif, diberi nilai mulai dari 1 (jika nilai ancaman/kelemahannya sangat besar) sampai dengan 4 (jika nilai ancaman/kelemahannya sedikit). 2. Masing-masing bobot dikalikan dengan rating, sehingga diperoleh nilai untuk masing-masing faktor. 3. Nilai masing-masing faktor dijumlahkan untuk memperoleh nilai total pembobotan bagi perusahaan bersangkutan. Selanjutnya nilai yang diperoleh dianalisis dengan matriks Internal-External (IE) model General Electric (GE-Model) yang ditunjukkan pada Tabel 4. Hasil pada matriks IE dapat digunakan untuk menentukan posisi perusahaan, sehingga dapat diketahui arah strategik yang akan diterapkan.
Total skor strategik internal
menunjukkan kekuatan bisnis perusahaan, sedangkan total skor strategik eksternal menunjukkan kemenarikan industri
26
Tabel 4. Matriks IE Model GE TOTAL SKOR FAKTOR STRATEGIK INTERNAL
TOTAL SKOR FAKTOR STRATEGIKK EKSTERNAL RENDAH MENENGAH TINGGI
4.0
3.0
KUAT
RATAAN
LEMAH
3.0
2.0
1.0
1
2
3
PERTUMBUHAN
PERTUMBUHAN
PENCIUTAN
Konsentrasi
Konsentrasi
Turnaround
melalui integrasi
melalui integrasi
vertikal
horizontal 5 PERTUMBUHAN Konsentrasi melalui integrasi
4
vertikal
6
STABILITAS
STABILITAS
PENCIUTAN
Hat-hati
Tak ada perubahan
Captive Company
strategik, profit
atau divestment
2.0
1.0
7
8
9
PERTUMBUHAN
PERTUMBUHAN
PENGURANGAN
Diversifikasi
Diversifikasi
Bangkrut/Likuidasi
Konsentrik
konglomerasi
Sumber : Rangkuti, 2006
Hasil analisis dengan
menggunakan
IFAS dan EFAS disusun untuk
menggambarkan faktor strategik perusahaan dengan menggunakan matriks SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya (Rangkuti, 2006). Matriks SWOT dapat menghasilkan empat sel kemungkinan alternatif strategik seperti di muat dalam Tabel 5. Kombinasi dari keempat faktor dapat dirumuskan sebagai berikut :
27 1. Strategik SO : Strategik ini dibuat berdasarkan jalan pikiran perusahaan yaitu dengan menggunakan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang. 2. Strategik ST : Strategik untuk menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan dengan cara menghindari ancaman. 3. Strategik WO : Strategik ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada, dengan cara mengatasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki. 4. Strategik WT : Strategik ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat bertahan dan ditujukan untuk meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.
Tabel 5. Matriks SWOT IFAS
STRENGHTS (S)
EFAS
Strategik SO
OPPORTUNITIES (O)
Strategik WO
Strategik yang
Strategik yang
menggunakan kekuatan
meminimalkan
untuk memanfaatkan
kelemahan untuk
peluang
memanfaatkan peluang
Strategik ST
THREATS (T)
WEAKNESSES (W)
Strategik WT
Strategik yang
Strategik yang
menggunakan kekuatan
meminimalkan
untuk mengatasi ancaman
kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti, 2006
Untuk mengetahui alternatif strategik yang paling efektif diterapkan oleh perusahaan, diberikan bobot oleh pihak manajemen usaha dengan skala 1, 2, 3 dan 4 yang didasarkan atas kepentingan dari alternatif-alternatif strategik yang ada, dimana skala nilai yang digunakan adalah : 1 = Sangat tidak penting 2 = Tidak penting 3 = Penting 4 = Sangat Penting
28 Tingkat kepentingan alternatif strategik dilihat berdasarkan keterkaitan antara kondisi usaha pada saat ini dengan efektifitas strategik yang ada. Selanjutnya diberikan ranking berdasarkan nilai terbesar pada alternatif strategik yang ada, nilai kepentingan tertinggi merupakan alternatif strategik paling efektif yang dapat dilakukan oleh manajemen perusahaan . Tahapan penting setelah perumusan strategik selesai adalah implementasi strategik. Tahapan ini merupakan tahapan yang kritis karena banyak organisasi mampu menyusun perumusan strategik yang baik namun tidak mampu mengimplementasikannya dengan baik. Implementasi adalah proses ketika rencana direalisasi. Implementasi membutuhkan keterampilan manajerial yang berbeda dengan perumusan strategik. Dalam implementasi strategik, ada beberapa hal penting yang harus dilakukan perusahaan (Hubeis dan Najib, 2008), yaitu : 1) Penetapan tujuan tahunan 2) Perumusan kebijakan 3) Memotivasi pekerja 4) Alokasi sumber daya