3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Sumatra
Gambar 1. Ikan Sumatra Puntius tetrazona Ikan Sumatra merupakan salah satu ikan hias perairan tropis. Habitat asli Ikan Sumatra adalah di Kepulauan Malay, Sumatra, dan Borneo (Wikipedia, 2008). Ikan Sumatra hidup di perairan tawar seperti sungai, danau, dan rawa. Ikan ini menyukai perairan yang berarus tenang. Ikan ini dapat tumbuh mencapai panjang 7 cm. Ikan Sumatra hidup pada perairan yang memiliki kisaran derajat keasaman (pH) 6 – 8, dengan tingkat kesadahan 5 – 19 dH (optimum 10), dan suhu berkisar 25 – 29° C (Wikipedia, 2008). Selama hidupnya, Ikan Sumatra menyukai jenis makanan berupa algae flake, pellet, cacing, Tubifex, Daphnia dan serangga kecil. Dalam Wikipedia (2008), ikan Sumatra mulai matang gonad setelah ikan mencapai ukuran panjang 2 – 3 cm atau setelah ikan tersebut berumur 6 hingga 7 bulan. Axelrod et al. (1983) mengemukakan bahwa proses pemijahan pada ikan Sumatra dapat dipercepat apabila media pemijahan memiliki kesadahan yang lebih rendah daripada media pemeliharaan. Pemijahan ikan Sumatra berlangsung pada pagi hari di tanaman-tanaman air. Telur yang dipijahkan bersifat adhesif atau menempel pada substrat. Ikan Sumatra mampu menghasilkan telur 300 butir setiap kali memijah. Setiap kali induk Sumatra memijah, mampu mengahasilkan telur sebanyak 300 – 1000 butir. Telur ikan Sumatra berdiameter 1.18 + 0.05 (Wikipedia, 2008). Ikan sumatra mudah diperoleh di sentra pembenihan ikan hias. Menurut Novianto (2004), ikan Sumatra Puntius tetrazona sudah dapat dipijahkan secara
4
buatan dengan menggunakan rangsangan hormonal berupa ovaprim – C pada dosis 0,7 ml/kg. 2.2 Oogenesis Tahap awal reproduksi adalah proses perkembangan gonad, dimana sebagian besar dari proses ini terdiri dari aktifitas-aktifitas metabolisme. Pada tahap perkembangan awal sel telur, oogonia terlihat masih sangat kecil, kemudian secara bertahap oogonia memperbanyak diri melalui pembelahan secara mitosis. Tranformasi oogonia menjadi oosit primer pada tahap pertumbuhan kedua yang ditandai dengan kemunculan kromosom. Pada perkembangan selanjutnya oosit membentuk lapisan chorion, lapisan granulosa dan lapisan teka. Perkembangan gonad pada ikan terdiri dari 2 tahap, yaitu vitellogenesis dan pematangan gonad. Telur akan terus berkembang dan bertambah besar selama proses vitellogenesis. Perkembangan gonad ikan diawali dari adanya rangsangan lingkungan yang diterima oleh reseptor otak (hipothalamus). Kemudian hipotalamus melepaskan
GnRH
yang
ditujukan
terhadap
kelenjar
pituitari
untuk
mengsekresikan hormon gonadotropin (GTH). GTH terbawa oleh aliran darah menuju ke gonad. Gambar 2 dibawah ini merupakan mengenai skema perkembangan oosit yang telah dikemukakan oleh Nagahama et al. (1995). Hipothalamus
Rangsangan Lingkungan
Umpan negatif
Umpan positif
GnRH
pituitary
Gonadothrophin
Gonad Sel theca
Lapisan granulose aromatase
Testosteron
Estradiol 17β
Gambar 2. Skema perkembangan oosit (Nagahama et al,1995)
Hati vitellogenesis
5
Gonadotropin disekresikan oleh hipofisa pada awal vitelogenesis dikenal dengan GTH I. Hormon ini terbawa aliran darah menuju gonad. Menurut Nagahama (1994), proses pematangan gonad juga dipengaruhi aktifitas beberapa
hormon.
Proses
steroidogenesis
dimulai
dengan
pemecahan
cholesterol menjadi pregnenolon. Pregnenolon diubah menjadi progesterone dengan aktifitas dari enzyme 3β-hidroxysteroid dehidrogenase (3β-HSD). Kemudian progesteron ini diubah menjadi 17α-hidroxyprogesteron oleh enzyme 17β-hidroxylase.
Selama
proses
vitelogenin
berlangsung,
17α-
hidroxyprogesteron diubah menjadi androstenedion dengan bantuan C17-C20 lyase. Androstenedion kemudian diubah menjadi testoteron. Sintesis testoteron ini dibantu oleh enzyme 17α-hydroxysteroid dehidrogenase (17α-HSD). Proses perubahan kolesterol menjadi testoteron terjadi di dalam lapisan teka pada folikel oosit. Selanjutnya testoteron yang dihasilkan di dalam lapisan teka ini masuk ke dalam lapisan granulosa. Di dalam lapisan granulosa testoteron dikonversi menjadi estradiol-17β oleh enzim aromatase, sehingga selama proses vitelogenesis berlangsung terjadi peningkatan konsentrasi estradiol-17β di dalam darah tubuh ikan. Dengan adanya peningkatan konsentrasi estradiol-17β, menyebabkan hati mengsintesa vitellogenin yang merupakan bakal kuning telur. Vitelogenin yang berada dalam aliran darah diakumulasikan di gonad kemudian diserap oleh oosit. Akibat adanya penyerapan vitellogenin ke dalam oosit menyebabkan ukuran oosit semakin berkembang dan membesar. Proses penyerapan vitellogenin akan terhenti apabila telah mencapai ukuran maksimum. Setelah vitellogenesis terhenti, telur berada pada fase dorman yang menunggu sinyal lingkungan berikutnya untuk memulai tahap pematangan pada oosit hingga ovulasi. Pada waktu terjadinya pematangan oosit, sinyal lingkungan yang diterima oleh sistem saraf pusat lalu diteruskan ke hipothalamus. Dengan adanya sinyal dari sistem saraf pusat pada hipothalamus, hipothalamus mengsekresikan GnRH yang ditujukan terhadap pituitari. Kemudian pituitary mengsekresikan GTH II ke dalam aliran darah. GTH II bekerja pada lapisan teka oosit. Dengan adanya GTH
II
pada
lapisan
teka,
lapisan
teka
akan
mengsisntesis
17α-
hydroxyprogesteron yang akan disebarkan ke dalam lapisan granulose pada folikel oosit. Di dalam lapisan ini, 17α-hydroxyprogesteron diubah menjadi 17α,20β-dihydroxy-4-pregnen-3-one (17α,20β-P) dengan bantuan enzyme 20βhydroxysteroid dehydrogenase (20β-HSD). Hormon 17α,20β-P berperan sebagai
6
Maturation Inducing Hormon (MIS) di ikan pada umumnya (Nagahama, 1995). Selanjutnya steroid pemicu pematangan akan merangsang pembentukan Maturation Promoting Factor (MPF) yang akan mendorong inti ke pinggir dekat dengan mikrofil kemudian melebur. Menurut Yaron (1995) dalam Zairin (2003) setelah inti melebur (Germinal Vesicle Break Down, GVBD), lapisan folicle akan pecah dan telur akan dikeluarkan menuju rongga ovari atau lebih dikenal dengan istilah ovulasi. Setelah telur mengalami ovulasi, telur sudah siap dibuahi oleh sperma karena telah mencapai kematangan secara fisiologis (Zairin, 2003). 2.3 Jumlah telur yang diovulasikan (ovulated egg) Jumlah telur yang diovulasikan merupakan jumlah telur yang dikeluarkan ke dalam rongga ovari selama proses pemijahan berlangsung hingga selesai. Pemahaman dari parameter ini hampir mendekati dengan pengertian mengenai fekunditas. Fekunditas adalah jumlah telur per satuan berat atau panjang (Effendi, 1979). Menurut Nikolsky (1969) dalam Effendie (1979), fekunditas ikan berhubungan erat dengan lingkungan, karena lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan panjang dan berat tubuh ikan. Sedangkan panjang tubuh ikan secara langsung berhubungan dengan fekunditas. Berat ovary dapat digunakan untuk menduga fekunditas. Fekunditas berhubungan erat dengan lingkungan, ketersediaan makanan, kecepatan pertumbuhan dan tingkah laku pemijahan. (Nikolsky,1969 dalam Effendie, 1979). Sehingga perubahan fekunditas dalam satu individu dipengaruhi oleh pasokan makanan yang dikonsumsi oleh individu tersebut. Jumlah telur pada ikan cenderung bertambah dangan bertambahnya ukuran dan umur induk betina sampai akhir hidupnya. Namun, kemampuan untuk rematurasi gonad akan semakin lama seiring dengan penambahan umur. Jumlah telur yang diovulasikan dari suatu induk tidak sama dengan fekunditas dari suatu induk. 2.4 Ovaprim – C Ovaprim-C merupakan suatu produk komersial yang diproduksi oleh Syndell Laboratories. Ovaprim – C dikemas dalam 1 botol bervolume 10 ml. Dalam setiap 1 ml ovaprim – C mengandung 20µg sGnRH (D-Arg6, Trp7, Leu8, Pro9 Net)-LH-RH dan 10 mg domperidone (Nandeesha, 1990). Produk ini merupakan suatu suplemen peptida cair yang memiliki beberapa fungsi, diantaranya yaitu (Anonimous, 2009):
7
Mempersingkat musim pemijahan
Mengatur musim pemijahan
Meniingkatkan propduksi sperma pada ikan jantan
Hasil dari pemijahan lebih aman dan dapat diprediksi Di Indonesia, khususnya di sentra-sentra pembenihan ikan, ovaprim-c
sering digunakan sebagai hormon perangsang pemijahan pada ikan. Dalam merangsang ikan memijah, pemakaian ovaprim-c lebih efektif daripada implantasi ekstrak hipofisa. Dosis pemakaian dari ovaprim-c sebesar 0,5 ml/kg untuk ikan konsumsi dan 0,7 ml/kg untuk ikan hias. Menurut Sumantri (2006), penyuntikkan ovaprim-c dengan dosis 0,15 ml/kg merupakan dosis yang efektif untuk merangsang pemijahan pada ikan lele dumbo. 2.5 Aromatase Inhibitor Menurut Shayu et al (2006), aromatase merupakan enzim microsomal kompleks yang mampu mengkonversi androgen menjadi estrogen. Aktivitas enzim ini ditemukan di jaringan pada gonad, placenta, dan jaringan lemak. Selain jaringan tersebut, aktivitas enzim aromatase ditemukan juga pada otak (Mitwally and Casper, 2004). Enzim aromatase yang ada pada otak dan gonad ikan dapat mengkonversi hormon androgen menjadi estrogen dan testosteron menjadi estradiol - 17β di dalam gonad. Aromatase merupakan suatu enzim yang mekanisme kerjanya seperti gembok dan anak kuncinya. Dalam menjalankan fungsinya sebagai enzim, mekanisme kerja enzim aromatase dipengaruhi oleh keberadaan zat lain yang dapat menghambat kerja enzim. Zat lain yang dapat menghambat kerja enzim aromatase disebut Aromatase Inhibitor. Penyuntikkan AI pada induk yang matang gonad diharapkan dapat menghambat
mekanisme
kerja
enzim
aromatase
untuk
mengkonversi
testosterone menjadi estradiol-17β. Seiring dengan penurunan sekresi estradiol 17β ke dalam darah mampu menghambat hati dalam memproduksi vitelogenin yang dialirkan ke dalam darah. Dengan kata lain, penyuntikkan aromatase inhibitor dapat menghambat atau menghentikan proses vitellogenesis yang berlangsung di dalam tubuh ikan. Keberadaan AI di dalam tubuh berpengaruh di dalam 2 sistem organ, dimana dalam kedua sistem organ ini terjadi metabolisme yang melibatkan enzim aromatase. Cara kerja AI dalam tubuh ikan digambarkan pada Lampiran 1.