II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN NILAM Tanaman nilam adalah tanaman perdu wangi yang berakar serabut, daunnya halus bagai beledru apabila diraba dengan tangan, dan agak membulat lonjong seperti jantung, serta warnanya agak pucat. Bagian bawah daun dan rantingnya berbulu halus, batangnya berkayu dengan diameter 10mm-20mm, relatif hampir berbentuk segiempat, serta sebagian besar daun yang melekat pada ranting hampir selalu berpasangan satu sama lain. Jumlah cabang yang banya dan bertingkat mengelilingi batang sekitar 3,5 cabang per tingkat. Tanaman ini memiliki umur tumbuh yang cukup panjang, yaitu sekitar tiga tahun, panen perdana dapat dilakukan pada bulan keenam atau ketujuh dan seterusnya pada setiap dua atau tiga bulan tergantung pemeliharaan dan pola tanam, kemudian dapat diremajakan kembali dari hasil tanaman melalui persemaian atau pembibitan berupa setek. Hasil produksi tanaman ini berupa daun basah yang dipanen dalam bentuk petikan kemudian dikeringkan dan diolah lebih lanjutmelalui proses penyulingan daun nilam kering agar diperoleh suatu prduk yang dinamakan minyak nilam. Selain daun, bagian tanaman lain yang daoat dipetik untuk disuling yaitu ranting, batang dan akar. Namun kandungan minyak yang dimilikinya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan daun. Dalam praktek penyulingan yang dilakukan oleh beberapa kalangan masyarakat atau pihak penyuling biasanya daun dicampur dengan ranting, batang dana akar menjadi satu kesatuan dalam proses penyulingan dengan tujuan agar diperoleh suatu jumlah Patchouli oil yang lebih tinggi. Nilam termasuk tanaman yang mudah tumbuh seperti herbal lainnya. Tanaman ini memerlukan suhu yang panas dan lembab. Selain itu, nilam juga memerlukan curah hujan yang merata dalam jumlah cukup. Saat berumur lebih dari enam bulan, ketinggian tanaman nilam dapat mencapai 2-3 kaki atau sekitar 60-90 cm dengan radius cabang sekitar 60 cm. Ciri khas lainnya yaitu bila daun nilam digosok akan basah dan mengeluarkan aroma atau wangi khas nilam. Selain itu, minyak dari daun nilam memiliki sifat khas yaitu semakin bertambah umurnya semakin harum wangi minyaknya. Oleh sebab itulah, minyak nilam yang berumur lebih lama lebih disukai oleh produsen minyak wangi. (Mangun 2005)
Gambar 1. Tanaman nilam
3
B. JENIS-JENIS TANAMAN NILAM Pada dasarnya, terdapat beberapa jenis tanaman nilam yang telah tumbuh dan berkembang di Indonesia. Namun, nilam aceh lebih dikenal dan telah ditanam secara meluas. Selain itu, dikenal pula jenis nilam jawa dan nilam sabun. Secara garis besar, jenis nilam adalah sebagai berikut : 1.
Nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth) Nilam aceh merupakan tanaman standar ekspor yang direkomendasikan karena memiliki aroma khas dan rendemen minyak keringnya tinggi, yaitu 2,5% - 5 % dibandingkan jenis lain. Nilam aceh dikenal pertama kali dan ditanam secara meluas hampir diseluruh wilayah Aceh. (Mangun 2005)
2.
Nilam Jawa (Pogostemon Heymeatus Benth) Nilam jawa disebut juga nilam hutan. Nilam ini berasal dari India dan masuk ke Indonesia serta tumbuh meliar di beberapa hutan di wilayah Pulau Jawa. Jenis tanaman ini hanya memiliki kandungan minyak sekitar 0,5% - 1,5%. Jenis daun dan rantingnyatidak memiliki bulu-bulu halus dan ujungnya agak meruncing. (Mangun 2005)
3.
Nilam Sabun (Pogostemon hortensis Backer) Zaman dahulu, tanaman ini sering digunakan untuk mencuci pakaian, terutama kain jenis batik. Jenis nilam ini hanya memilikikandungan mnyak sekitar 0,5% - 1,5%. Selain itu, komposisi kandungan minyak yang dimiliki dan dihasilkannya tidak baik sehingga minyak jenis nilam initidak memperoleh pasaran dalam bisnis minyak nilam. Oleh sebab itu, nilam jawa dan nilam sabun tidak direkomendasikan sebagai tanaman komersial karena kandungan minyaknya relatif sangat sedikit. Selain itu, aroma yang dimiliki keduanya berbeda dengan nilam aceh dan komposisi kandungan minyaknya tidak baik. (Mangun 2005)
C. VARIETAS NILAM ACEH Seleksi terhadap 28 nomor nilam hasil eksplorasi ke berbagai daerah mendapatkan tiga varietas yang mempunyai produktivitas dan mutu minyak tinggi, yaitu Tapaktuan, Lhokseumawe, dan Sidikalang. Dari hasil pengujian di beberapa lokasi, Tapaktuan menghasilkan minyak paling tinggi (375,76 kg/ha), jauh di atas produksi nasional (97,5 kg/ha). Kadar minyak tertinggi dijumpai pada Lhokseumawe (3,21%), dan untuk patchouli alkohol pada Sidikalang (34,97%). Di Sukamulya, Ciamis dan Cimanggu, rata-rata produksi terna kering tertinggi (13,28 t/ha) dari dua kali panen dihasilkan oleh Tapaktuan, diikuti oleh Lhokseumawe (11,09 t/ ha), Sidikalang (10,90 t/ha), dan klon lokal (7,66 t/ha). Kadar minyak tertinggi (3,21%) terdapat pada Lhokseumawe (Tabel 1). Varietas lainnya memiliki kadar minyak kurang dari 3%, namun masih termasuk tinggi (>2,5%)
4
Taabel 1. Perban ndingan Variettas Nilam
(Nuryani 2006) Produksi minyak m sangatt bergantung pada p produkssi terna dan kkadar minyak (produksi k varietas minyakk = produkssi terna kerring x kadarr minyak). Walaupun kkadar minyak Lhokseeumawe (3,21%) lebih renndah dibandiing Tapaktuann (3,63%), nnamun karenaa produksi ternanyya lebih tinggi, maka prooduksi minyak knya juga lebbih tinggi. Prroduksi miny yak ketiga varietaas dan klon lookal tersebut lebih tinggi dari rata-rataa nasional (977,53 kg/ ha). Rata-rata produkksi tertinggi dihasilkan di Sumatera S Baraat (161,51 kg//ha).Sifat-sifatt penting lainn nya selain kadar minyak dan produksi ternna adalah kaadar patchoulii alkohol (PA A). Ketiga vaarietas ini memiliiki kadar PA >30%, > yang merupakan m kan ndungan minim mal untuk eksspor. (Nuryani 2006)
Gambaar 2. Varietas nilam aceh (N Nuryani 2006))
D. MINY YAK NILA AM Minyak nillam adalah miinyak atsiri yaang diperoleh dari daun nilaam (Pogostem mon cablin Benth.) dengan caraa penyulingann. Sentra prod duksi nilam di d Indonesia yyaitu propinsii Nanggro Aceh Darussalam, Sumatera Uttara, dan Sum matera Barat.. Saat ini, peertanaman niilam telah menyebar ke propinnsi Bengkulu, Sumatera Sellatan, dan Jaw wa Barat. Sebbagai komoditas ekspor, minyakk nilam memppunyai prospeek yang baik karena k dibutuuhkan secara kkontinyu dalam m industri parfum m, kosmetik, saabun, dan lainn-lain. Penggu unaan minyak nilam dalam industri terseb but karena daya fiksasinya fi yanng tinggi terhaadap bahan pewangi lain, sehingga dapat mengikat bau b wangi
5
dan mencegah penguapan zat pewangi sehingga bau wangi tidak cepat hilang atau lebih tahan lama. Minyak nilam terdiri dari komponen bertitik didih tinggi seperti patchouli alkohol, patchoulen, kariofilen dan non patchoulenol yang berfungsi sebagai zat pengikat dan belum dapat digantikan oleh zat sintetik. (Hidayat 2010)
Gambar 3. Minyak Nilam (Hidayat 2010)
E. KOMPONEN VOLATIL MINYAK NILAM Pada proses identifikasi pada minyak nilam, diketahui bahwa komponen volatil minyak nilam menurut Lawrence et al dalam PROSEA (1999) ialah patchouli alcohol, bulnesene, seychellene, patchoulene, caryophyllene, cadinene, pogostol, caryophyllene oxide, norpatchoulenol, elemene, gurjunene, pinene, 1,10-epoxy-alpha-bulenesene, cycloseychellene, dan 1,5-epoxy-alpha guaiene. Bunrathep et.al. (2006) mengidentifikasi minyak nilam dari tanaman nilam yang dikembangkan di Chulalongkorn terdiri dari komponen δ-elemene, βpatchoulene, β-elemene, cis thujopsene, trans-caryophyllene, α-guaiene, γ-patchoulene, αhumulen, α-patchoulene, seychellene, valencene, germacrene D, β-selinene, α-selinene, viridiflorence, germacrena A, α-bulenesene, 7-epi-α-selinene, longipinanol, globulol, patchouli alcohol, dan 1-octen-3 ol.
F. QUANTITATIVE DESCRIPTIVE ANALYSIS (QDA) Analisis QDA merupakan analisis deskripsi yang muncul pada tahun 1970-an. Analisis ini digunakan untuk mengukur atribut sensori oleh masing-masing panelis lalu menghasilkan rata-rata atribut sensori. (Pigott et al. 1998). Analisis ini meliputi seleksi panelis, pelatihan panelis, dan pengujian. Seleksi panelis merupakan aspek yang kritis dalam analisis deskriptif (Meilgaard et al. 1999). Calon panelis yang baik harus dapat mendeskripsikan atribut flavor yang dihasilkan dan dapat membedakan antara aroma dan rasa. Kesehatan yang baik, motivasi yang tinggi, dan biasa menggunakan produk yang diujikan adalah karakteristik calon panelis yang baik. Panelis yang lolos seleksi selanjutnya dilakukan pelatihan untuk menghasilkan sekelompok panelis yang kemudian fungsinya dapat dianalogikan dengan instrumen dalam mengevaluasi flavor suatu produk (Drake & Civille 2003). Tahap-tahap seleksi panelis terdiri dari tahap penyaringan (screening), uji ketepatan (acuity test), uji ranking/rating, dan personal interview (Meilgaard et al., 1999). Menurut Stone & Sidel (2004), tahap penyaringan bertujuan untuk mengeliminasi kandidat panel yang tidak sensitif, mengetahui kandidat panel yang memiliki kemampuan sensori yang sangat sensitif dan dapat dipercaya, dan membiasakan kandidat panel dengan atribut sensori produk. Uji ketepatan untuk kandidat panel harus mampu mendemonstrasikan kemampuan untuk mendeteksi dan menjelaskan karakteristik sensori secara kualitatif; mendeteksi dan menggambarkan perbedaan
6
secara kuantitatif (Meilgaard et al. 1999). Metode uji yang digunakan untuk uji deteksi secara kualitatif adalah identifikasi aroma dasar, sedangkan uji deteksi secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan uji segitiga atau uji duo trio untuk mendeteksi perbedaan yang kecil serta mendeskripsikan kunci perbedaan dari atribut sensori yang ada. Uji rating/ranking digunakan untuk menentukan kemampuan panelis dalam membedakan penilaian intensitas atribut sensori yang diberikan (Meilgaard et al. 1999). Personal interview dilakukan untuk mengetahui kemauan, keseriusan, minat, rasa percaya diri, dan waktu luang calon panelis. Selama melakukan pelatihan, panelis akan dibantu oleh seorang panel leader. panel leader adalah seorang sensori profesional yang memiliki kemampuan lebih baik dari anggota panel. Panelis yang ideal untuk panelis telatih adalah sebanyak 8-12 orang. Panelis akan memberikan istilah-istilah tertentu untuk mendeskripsikan produk. Panel leader berperan sebagai fasilitator agar diskusi berjalan dengann baik. Para panelis menentukan urutan munculnya atribut. Selain itu, panelis berlatih merating produk supaya terbiasa dengan proses analisis deskipsi dan memperoleh kepercayaan diri terhadap kemampuan mereka (Drake & Civille 2003). Data diperoleh dari scoresheet dengan menggunakan skala garis yang diberi batas pada setiap akhir garis. Panelis memberi tanda garis pada skala garis. Selanjutnya tanda diubah menjadi nilai numerik dengan mengukur respons pada skala garis dengan menggunakan penggaris, digitizer, atau dengan sistem komputer (Drake & Civille 2003). Analisis sensori deskriptif memberikan informasi bagi para ahli sensori untuk memperoleh deskripsi produk secara lengkap, dan/atau menentukan atribut sensori mana yang penting dalam penerimaan konsumen (Stone & Sidel 2004). Analisis deskriptif berguna untuk mengevaluasi perubahan sensori dari waktu ke waktu dengan memperhatikan keadaan sebelum dan sesudah panen serta umur simpan beras (Meilgaard et al. 1999). Sejauh ini, belum ada penelitian mengenai analsis deskriptif minyak nilam. Oleh karena itu, analisis deskriptif minyak nilam sangat diperlukan.
G. GAS CHROMATOGRAPHY-MASS SPECTROMETRY (GC-MS) Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) digunakan untuk mengidentifikasi komponen flavor dalam minyak nilam. Spektroskopi massa dapat digunakan untuk mengetahui Rumus Molekul tanpa melalui analisis unsur. Misalnya C4H10O, biasanya memakai cara kualitatif atau kuantitatif. Setelah diketahui rumus empirisnya, yakni (CxHyOz)n, kemudian baru ditentukan BM-nya. Komputer pada alat GC-MS dapat langsung diketahui rumus molekulnya. GC-MS hanya dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap. Glukosa, sukrosa, sakarosa bersifat tidak menguap sehingga tidak dapat dideteksi dengan alat GC-MS.
7
Gambar 4. GC-MS
Secara umum, GC-MS memiliki tiga konfigurasi utama, yitu GC, konektor, dan MS. Prinsip kerja GC-MS didasarkan pada perbedaan kepolaran dan massa molekul sampel yang dapat diuapkan. Sampel yang berupa cairan atu gas langsung diinjeksikan ke dalam injektor, jika sampel berbentuk padatan maka harus dilarutkan pada pelarut yang dapat diuapkan. Aliran gas yang mengalir akan membawa sampel yang teruapkan untuk masuk ke dalam kolom. Komponen-komponen yang ada pada sampel akan dipisahkan berdasarkann partisi diantara fase gerak (gas pembawa) dan fase diam (kolom). Hasilnya adalah berupa molekul gas yang kemudian akan diionisasikan pada spektrofotometer massa sehingga molekul gas itu akan mengalami fragmentasi yang berupa ion-ion positif. Ion akan memiliki rasio yang spesifik antara massa dan muatannya. (Karliawan 2009)
Masukan GC
Penghubung ke vakum
Sumber Ion
Penganalisis Massa
Detektor
Kontrol Instrumen dan Proses Data
Sistem Vakum Gambar 5. Skema Konfigurasi GC-MS
GC-MS semakin meluas penggunaannya sejak tahun 1960 dan banyak diaplikasikan dalam kimia organik. Sejak saat itu terjadi kenaikan penggunaann yang sangat besar pada metode ini. Hal tersebut dikarenakan GC-MS dapat menguapkan hampir semua senyawa organik dan mengionkannya. Selain itu, fragmen yang dihasilkan dari ion molekul dapat dihubungkan dengan struktur molekulnya. Instrumen GC-MS merupakan gabungan dari alat GC dan MS, yang berarti sampel yang akan dianalisis diidentifikasi dahulu dengan alat GC kemudian diidentifikasi kembali dengan alat MS. GC dan MS merupakan kombinasi kekuatan yang
8
simultan untuk memisahkan dan mengidentifikasi komponen-komponen campuran. (Harvey 2000)
Gambar 6. Bagan Alat Kromatografi Gas (Rohman, 2009)
H. KROMATOGRAFI KOLOM Kromatografi kolom merupakan kromatografi yang fase diamnya dipak ke dalam sebuah kolom (Sewel & Clarke 1987). Di dalam kromatografi kolom, fase diam dapat dipak baik dengan cara kering maupun cara basah (Heath 1981). Pada sistem kromatografi kolom dikenal banyak sekkali senyawa yang telah digunakan sebagai fase diam dan dikategorikan sebagai senyawa polar dan nonpolar (Nur & Sjachri 1978). Menurut Mantell (1951), faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi antara lain: 1. Sifat-sifat adsorben, yang meliputi luas permukaan, ukuran pori-pori, dan komposisi kimia. 2. Sifat-sifat adsorbat, yang meliputi ukuran molekul, polaritas molekul, dan komposisi kimia. 3. Konsentrasi adsorbat dalam fase cair. 4. Sifat fase cair (pH dan suhu). 5. Waktu kontak antara adsorben dan adsorbat. Adsorben-adsorben dan jenis komponen yang dapat dipisahkan pada separasi dengan teknik kromatografi disajikan pada Tabel. 2.
9
Tabel 2. Adsorben pada kromatografi Adsorben Alumina Silika gel Karbon Magnesia Magnesium Karbonat Magnesium Silikat Kalsium Hidroksida Kalsium Karbonat Kalsium Fosfat Aluminium Silikat Agar Gula (Braithwaite & Smith 1996)
Digunakan untuk pemisahan Sterol, vitamin, ester, alkaloid, senyawa organik Sterol, asam amino Peptida, karbohidrat, asam amino Sterol, vitamin, ester, alkaloid, senyawa organik Perpirin Sterol, ester, gliserida, alkaloid Karotenoid Karotenoid, xantofil Enzim, protein, polinukleotida Sterol Enzim Klorofil, xantofil
Silika gel (SiO2) merupakan adsorben polar yang paling umum digunakan dan dianggap sebagai penyerap yang paling serbaguna. Silika gel akan mengadsorpsi komponen yang polar lebih kuat daripada komponen yang kurang polar. Alkohol akan diadsorpsi lebih kuat daripada eter, sedang eter diadsorpsi lebih kuat daripada hidrokarbon (Nur & Sjachri 1978). Adsorben silika gel akan menahan komponen polar dan molekul polarisable (seperti aromatik) karena adanya interaksi dipole/induced dipole (Sewel & Clarke 1987). Adsorben arang aktif merupakan suatu bentuk tak beraturan dari kristal-kristal grafit yang tersusun dari pelat-pelat datar dimana atom karbon terikat secara kovalen di dalam suatu sisi hexagon. Adanya sifat porous menyebabkan arang mempunyai kemampuan mengadsorpsi. Arang aktif merupakan adsorben yang sangat polar yang sering digunakan (Sewel & Clarke 1987). Dengan menggunakan adsorben, komponen yang polar akan tertahan lebih lama dibandingkan komponen nonpolar. Adsorben C18 (octadecyl silane) merupakan jenis fase diam yang dibuat dari mereaksikan gugus silanol dengan klorosilan yang bersifat nonpolar. Adsorben ini bersifat nonpolar dibandingkan fase geraknya seperti etanol. Kromatografi yang menggunakan adsorben ini disebut dengan kromatografi kolom fase terbalik. (Sewel & Clarke 1987). Cara kerja kromatografi kolom adalah sampel yang akan dipisahkan dilarutkan terlebih dahulu dalam pelarut, kemudian diletakkan di bagian atas kolom yang telah terisi oleh fase diam. Fase gerak yang sudah disiapkan kemudian dialirkan secara perlahan dan dibiarkan mengalir melalui kolom sampai pelarut habis. Fase gerak akan membawa campuran komponen ke bawah sehingga di dalam kolom terjadi kesetimbangan dinamis antara komponen teradsorpsi pada fase diam dengan komponen yang terlarut dalam fase gerak. Fase gerak akan mengalir ke bawah. Eluat yang keluar ditampung ke dalam tabung reaksi atau vial sebanya 2-5 ml. Hasil tampungan tersebut diidentifikasi dengan menggunakan GC dan GC-MS.
10
Gambar 7. Flash Column Chromatography
11