II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pisang
Pisang merupakan tanaman buah yang berupa herba dan berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Tengah. Di Jawa Barat, pisang disebut dengan Cau, di Jawa Tengah dan Jawa Timur dinamakan gedang. Klasifikasi botani tanaman pisang adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae Keluarga : Musaceae Genus : Musa Spesies : Musa spp. (Anonim, 2000) Jenis-jenis tanaman pisang di Indonesia mencapai ratusan jumlahnya. Secara garis besar jenis itu dapat dikelompokkan menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut: 1. Pisang yang dimakan buahnya tanpa dimasak yaitu M. paradisiaca var Sapientum, M. nana atau disebut juga M. cavendishii, M. sinensis. Misalnya pisang ambon, susu, raja, cavendish, barangan dan mas. 2. Pisang yang dimakan setelah buahnya dimasak yaitu M. paradisiaca forma typical atau disebut juga M. paradisiaca normalis. Misalnya pisang nangka, tanduk dan kepok. 3. Pisang berbiji yaitu M. brachycarpa yang di Indonesia dimanfaatkan daunnya. Misalnya pisang batu dan klutuk. 4. Pisang yang diambil seratnya misalnya pisang manila (abaca) (Anonim, 2000).
Gambar 1. Pisang Cavendish Menurut Suyanti dan Supriyadi (2008), pisang termasuk tanaman yang gampang tumbuh. Tanaman ini dapat tumbuh di sembarang tempat. Namun, agar produktivitas tanaman optimal, sebaiknya pisang ditanam di dataran rendah. Ketinggian tempat haruslah di bawah 1.000 meter di atas permukaan laut. Di atas itu, produksi pisang kurang optimum dan waktu berbuah menjadi lebih lama serta kulitnya lebih tebal. Iklim yang dikehendaki adalah iklim basah dengan curah hujan merata sepanjang tahun. Hal ini menyebabkan produktivitas pisang akan lebih baik pada musim hujan dibandingkan pada musim kemarau. Jenis tanah yang disukai adalah tanah liat yang mengandung kapur atau tanah alluvial dengan pH antara 4,5-7,5. Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya tandan buah adalah sebagai berikut :
3
1. Kondisi tanah Tanah yang subur akan berpengaruh baik terhadap besar dan panjang tandan. Sebaliknya, tanah yang tidak subur akan mengakibatkan tandannya kecil dan pendek. 2. Iklim Bila bunga keluar saat musim hujan maka tandan akan lebih besar dan panjang dibandingkan jika bunga keluar pada musim kemarau. 3. Jenis Pisang Masing-masing jenis pisang memiliki sifat yang berbeda. Ada yang bertandan panjang, ada juga yang bertandan pendek. 4. Kecepatan tumbuh tanam Bagi pisang yang pada waktu mudanya tumbuh dan berkembang dengan baik akan menghasilkan tandan yang lebih baik dibandingkan tanaman pisang yang saat mudanya kerdil. Buah pisang mengandung nilai gizi cukup tinggi sebagai sumber karbohidrat, vitamin dan mineral. Kandungan karbohidratnya terutama berupa zat tepung atau pati dan macam-macam gula. Kandungan gula dalam pisang terdiri atas senyawa-senyawa seperti dextrose 4,6%, levulosa 3,6% dan sukrosa 2%. Daging buah pisang mengandung berbagai vitamin seperti vitamin A, vitamin B1, vitamin C dan vitamin lainnya. Buah pisang juga mengandung mineral seperti kalsium, fosfor dan besi (Santoso. 1995). Menurut Sulusi et al., ( 2008), buah pisang mempuyai kandungan gizi yang baik, antara lain menyediakan energi yang cukup tinggi dibandingkan dengan buah-buahan yang lain. Nilai energi pisang rata-rata 136 kalori untuk setiap 100 g sedangkan buah apel hanya 54 kalori. Komposisi kandungan gizi beberapa jenis buah pisang dapat dilihat pada Tabel 1 berikut: Tabel 1 Kandungan gizi beberapa jenis buah pisang (Tiap 100 g Daging Buah Segar) Kandungan Gizi
Ambon Kalori (kal) 9,90 Protein (g) 1,20 Lemak (g) 0,20 Karbohidrat (g) 25,80 Kalsium (mg) 8,00 Fosfor (mg) 28,00 Zat Besi (mg) 0,50 Vit A (S.I) 146 Vit B1 (mg) 0,08 Vit C (mg) 3,00 Air (g) 72,00 Sumber: Anonim, 2003
Raja 12,00 1,20 0,20 31,80 10,00 22,00 0,80 950 0,06 10,00 65,80
Jenis Pisang Raja Sere 118,00 1,20 0,20 31,10 7,00 29,00 0,30 112 0,00 4,00 67,00
Uli 146,00 2,00 0,20 38,20 10,00 28,00 0,90 75 0,05 3,00 59,10
Mas 127,00 1,40 0,20 33,60 7,00 25,00 0,80 79 0,09 2,00 64,20
Pisang Cavendish termasuk dalam kelompok pisang Ambon, Saat ini kultivar Cavendish banyak ditanam di Indonesia oleh perusahaan swasta besar untuk ekspor dan pasar domestik. Pisang Cavendish yang diperdagangkan rata-rata memiliki kualitas baik, karena sudah dibudidayakan mengikuti anjuran dan diproduksi untuk pasar. Seperti pisang Ambon, ukuran buah termasuk besar, panjang buah antara 17-23 cm dengan diameter 3,5-4 cm, berat tiap buah 130-200 gram, warna kulit buah kuning merata saat matang dan daging putih kekuningan dan aroma kuat. Susunan buah rapi dan kompak membentuk sisir, sisir yang besar bisa berisi 16-20 buah. Tandan buahnya juga besar, berisi sekitar 14-20 sisir (Sulusi et al., 2008).
4
Pisang berbuah pada umur rata-rata satu tahun. Waktu panen ditentukan oleh umur buah dan bentuk buah. Ciri khas buah siap panen ditandai dengan daun bendera yang sudah mengering. Buah yang cukup umur dipanen pada 80-100 hari setelah buah terbentuk dengan siku-siku buah yang masih jelas hingga hampir bulat. Penentuan umur panen harus didasarkan pada jumlah waktu yang diperlukan untuk pengangkutan buah ke daerah penjualan, sehingga buah tidak terlalu matang saat sampai di tangan konsumen. Buah pisang masih tahan disimpan 10 hari setelah diterima konsumen. Pada perkebunan pisang yang cukup luas, panen dapat dilakukan 3-10 hari sekali, tergantung pada pengaturan jumlah tanaman produktif (Agromedia. 2009) Buah pisang yang telah matang sangat mudah dikenali melalui perubahan warna kulitnya, oleh karena itu indeks warna kulit menjadi penting, dan digunakan sebagai penanda tingkat kematangan buah pisang. Tabel 2 berikut menyajikan deskripsi kematangan buah pisang berdasarkan warna kulitnya. Tabel 2 Deskripsi kematangan buah pisang berdasarkan warna kulit Indeks Warna
% Pati
% Gula
1
20
0,5
Seluruh permukaan buah berwarna hijau, buah masih keras
2
18
2,5
Permukaan buah berwarna hijau dengan semburat atau sedikit warna kuning
3
16
4,5
Warna hijau lebih dominan daripada warna kuning
4
13
7,5
Kulit buah dengan warna kuning lebih banyak dari pada warna hijau
5
7
13,5
Seluruh permukaan kulit berwarna kuning, bagian ujung masih hijau
6
2,5
18
Seluruh jari buah pisang berwarna kuning, matang penuh
7
1,5
19
Buah pisang berwarna kuning dengan sedikit bintik kecoklatan, matang penuh dengan aroma yang kuat
8
1
19
Buah pisang berwarna kuning dengan banyak bercak coklat, terlalu matang, daging buah lunak, aroma sangat kuat
Keadaan buah
Deskripsi
Sumber: Suyanti dan Supriyadi. 2008 Selama pematangan, buah mengalami beberapa perubahan nyata dalam warna, tekstur dan bau yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan-perubahan dalam susunannya. Buah pisang yang menguning terjadi karena hilangnya klorofil tanpa atau dengan sedikit pembentukan zat karotenoid secara murni. Pematangan biasanya meningkatkan jumlah gula-gula sederhana yang memberi rasa
5
manis, penurunan asam-asam organik dan senyawa-senyawa fenolik yang mengurangi rasa sepet dan masam, dan kenaikan zat-zat atsiri yang memberi flavor khas pada buah (Mattoo et al., 1986).
2.2 Perubahan Fisik dan Kimia Buah Pisang Selama Penyimpanan Buah dan sayuran masih mengalami proses respirasi bahkan setelah dipanen, terutama ketika sumber cadangan makanan terbatas. Selain itu, terjadi perubahan dalam rasa, warna, tekstur dan penampilan yang jika tidak ditangani dengan baik akan membuat buah dan sayur tidak layak untuk dikonsumsi (Sharma dan Singh, 2000). Buah pisang termasuk dalam buah klimaterik. Buah klimaterik merupakan buah yang masih melakukan pemecahan oksidatif senyawa-senyawa kompleks di dalam sel, seperti pati, gula dan asam amino menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti air dan O2, walaupun sudah dipanen (Wills et al., 1981). Buah pisang yang masih mengalami proses pematangan walaupun sudah dipanen menyebabkan proses distribusi dan pemasaran buah pisang terbatas. Sehingga perlu dilakukan penyimpanan. Penyimpanan bertujuan mengatasi kerusakan buah akibat proses pemasaran yang terlambat (lama). Buah yang tidak terjual habis dalam waktu yang relatif singkat harus mendapat perlakuan khusus dalam penyimpanan agar buah tetap baik (segar) walaupun telah disimpan lama. Penyimpanan buah pisang harus dilakukan dengan memperhatikan unsur-unsur teknologi yang benar, agar buah pisang yang disimpan dapat terhindar dari kerusakan yang disebabkan oleh hama dan penyakit pascapanen (selama dalam penyimpanan). Penyimpanan buah pisang pada dasarnya adalah menghambat proses enzimatis, menghambat terjadinya proses respirasi dan transpirasi. Dengan demikian, daya simpan buah menjadi lebih lama dan kualitas buah terjaga baik (Cahyono, 2009). Kegiatan penyimpanan dapat diklarifikasikan menjadi dua, yaitu bersifat alami dan buatan. Kegiatan penyimpanan buatan lebih lanjut dapat digolongkan menjadi 4 macam: (a) mekanik atau struktural; (b) pengendalian udara; (c) kimiawi; dan (d) radiasi. Penyimpanan secara alami dilakukan dengan membiarkan hasil buah dan sayuran tetap berada di tempatnya tanpa perlakuan yang disengaja. Tujuannya adalah untuk membiarkan buah dan sayuran menjadi tua dan matang di pohon selama mungkin. Dengan demikian pemanenan ditangguhkan. Sebaliknya, kegiatan penyimpanan buatan berusaha menyediakan semua tuntutan penyimpanan buatan yang diperlukan untuk memperpanjang waktu kegunaan hasil (Pantastico et al., 1986). Temperatur juga berpengaruh dalam penyimpanan. Temperatur penyimpanan yang tidak sesuai akan menyebabkan gangguan metabolisme yang normal pada buah dan sayuran yang sudah dipanen. Suhu yang tinggi akan meningkatkan aktivitas metabolisme dan mengurangi umur simpan. Sedangkan suhu yang terlalu dingin akan menyebabkan freezing atau chilling injury (Sharma dan Singh, 2000). Selama penyimpanan, masih terjadi perubahan-perubahan kimia. Awalnya kandungan gula akan meningkat, kemudian disusul dengan penurunan kandungan gulanya. Perubahan dalam keasaman selama penyimpanan dapat berbeda-beda sesuai dengan tingkat kemasakan dan tingginya suhu penyimpanan. Pada umumnya turunnya kandungan asam askorbat lebih cepat pada suhu penyimpanan yang tinggi. Selain itu, secara keseluruhan asam-asam lemak meningkat dengan semakin lamanya penyimpanan dan asam-asam lemak tinggi yang tak jenuh seperti asam linolenat, linoleat dan oleat, mengalami metabolisme secara cepat dalam bagian permulaan masa penyimpanan. Kandungan klorofil juga menurun, sehingga pigmen-pigmen lainnya dapat bertambah atau berkurang bergantung pada suhu simpan, kemasakan dan varietasnya (Pantastico et al., 1986).
6
2.3 Kemasan Plastik Pengemasan buah dan sayuran yang tepat akan melindungi buah dan sayur dari kerusakan mekanik, debu, kehilangan kelembaban dan perubahan fisik yang tak diingini selama penyimpanan, transportasi dan pemasaran. Kemasan tidak dapat meningkatkan kualitas tapi dapat membantu menjaga dan melindungi bahan yang dikemas (Sharma dan Singh, 2000). Plastik yang pada umumnya dibuat dari bahan baku minyak bumi, ternyata banyak menimbulkan masalah lingkungan yang semakin serius dari hari ke hari karena sifatnya yang stabil dan sulit mengalami penguraian di alam. Plastik terbentuk dari kondensasi organik atau penambahan polimer dan bisa juga terdiri dari zat lain untuk meningkatkan perforna atau ekonomi. Untuk mengatasi masalah sampah plastik, pengembangan bahan plastik yang bersifat biodegradable menjadi salah satu alternatif pemecahannya (Chrisnayanti et al,. 2000). Plastik biodegradable merupakan plastik yang dapat diuraikan kembali oleh mikroorganisme secara alami menjadi senyawa yang ramah lingkungan. Berbagai material dari sumber-sumber pertanian telah digunakan untuk menghasilkan biodegradable dan edible packaging. Jenis plastik biodegradable antara lain polyhydroxyalkanoates (PHA) yang diproduksi secara alami oleh bakteri fermentasi gula dan lemak dan poly(lactide) (PLA) yang dihasilkan dari depolimerisasi asam laktat yang diperoleh dari fermentasi gula, jagung dan lain-lain yang merupakan sumber yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan (Siracusa et al., 2008). Pati dapat menjadi bahan dasar dalam pembuatan plastik. Pati merupakan biopolimer karbohidrat yang dapat terdegradasi secara mudah di alam dan bersifat dapat diperbaharui. Pati mempunyai lapisan tipis yang mudah rusak, sehingga untuk meningkatkan karakteristik pati dicampur dengan suatu polimer sintetik. Selain itu, menurut Bourtoom (2008), pati sering digunakan dalam industri makanan dan sudah digunakan untuk menghasilkan biodegradable films untuk sebagian atau secara keseluruhan mengganti plastik polimer karena biaya produksinya yang rendah dan merupakan bahan yang dapat diperbaharui. Plastik biodegradable dapat terbuat dari kombinasi pati dengan polimer, dengan formula yang berbeda, seperti 70% pati atau lebih. Plastik biodegradable ecoplas terbuat dari kombinasi polimer sintetik dengan pati sekitar 60%. Plastik HDPE merupakan salah satu jenis plastik PE. Plastik HDPE mempunyai densitas 0,941-0,965 g/cm3, dan memiliki sifat yang kaku serta tahan terhadap suhu yang tinggi. (Syarief et al., 1989). HDPE sudah dikenal karena kemampuannya sebagai penghalang uap air yang baik, sehingga membuat HDPE digunakan sebagai pengemas makanan kering yang sensitif terhadap kelembaban, contohnya sereal, crackers, dan campuran tepung (kue dan puding). HDPE juga sering digunakan untuk mengemas makanan yang sensitif terhadap oksigen seperti produk daging dan unggas (Krohn dan Jordy. 1996). Plastik HDPE perforated merupakan plastik yang biasa digunakan di pasar modern untuk mengemas buah dan sayuran. Plastik ini tidak sekaku plastik HDPE. Karakteristik plastik sangat dipengaruhi oleh densitas, gramatur, O2TR, CO2TR dan WVTR. Pengukuran nilai densitas pada plastik sangat penting, karena densitas dapat menunjukkan struktur plastik secara umum. Aplikasi dari hal tersebut yaitu dapat dilihat dari kemampuan plastik dalam melindungi produk dari beberapa zat seperti air, O2 dan CO2 (Nurminah, 2002). Plastik dengan densitas yang rendah memiliki struktur yang terbuka, yang mudah atau dapat ditembusi fluida seperti air, oksigen atau CO2 (Bierley et al., 1988). Menurut Purwati (2007), tebal, gramatur dan densitas plastik yang tinggi berarti plastik tersebut bersifat kaku, sedangkan nilai laju transmisi gas oksigen (O2TR), laju transmisi gas karbon dioksida (CO2TR), dan laju transmisi uap air (WVTR) yang kecil berarti plastik dapat melindungi produk yang dikemas dari proses oksidasi dan hidrolisis sehingga dapat mempertahankan kualitas produk yang dikemas.
7