II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kerapu 2.1.1. Biologi Kerapu Bebek
Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) termasuk dalam famili Serranidae yang mempunyai bentuk tubuh memanjang gepeng (compressed) dan panjang bisa mencapai 1 meter dengan tubuh tertutup oleh sisik-sisik kecil (Gambar 1). !h.tJ. kerapu di dunia intemasional dikenal sebagai groupers, rocleod, hinds dan
sea basses yang tergolong dalam sub famili Epinephelinae dengan 15 genus dan
159 spesies. Adapun klasifikasi kempl! bebek menurut Heemstm and Randa!! (1993) yaitu : Sub filum : Vertebrata Kelas
: Teleostei
Sub kelas : Osteicanthopterygii (Actinopterygii) Ordo
: Perciforma
Sub ordo
: Perciodea
Famili
: Serranidae
Genus
: Cromileptes
Spesies
: Cromileptes altivelis
Gambar L Morfologi ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis)
Ikan kerapu bebek ini mempunYai banyak nama lokal. Ikan ini di Australia dikenal dengan nama Baramundi cod, Sarasa-hata (Jepang), Lapu-Lapung Senorita (Tagalog, Pilipina), Polka-dot grouper. Sedangkan di Indonesia dan
4
Malaysia, ikan ini dikenal dengan nama kerapu bebek, kerapu tikus, kerapu belida dan kerapu sonoh (Heemstra and Randall 1993). Heemstra & Randall (1993) menyatakan bahwa seluruh permukaan tubuh kerapu bebek berwama putih keabuan, berbintik bulat hitam serta moncong kepala lancip menyerupai tikus atau bebek. Kelompok groupers, termasuk kerapu bebek memp~myai masa hidup yuang panjang hingga 50 tahun dengan perturnbuhan dan pematangan yang lambat (Huntsman et al. 1999). Kerapu bebek mempunyai strategi seksual protogini di mana ikB.r1 ini pertB.mB. hE mata!'.g sebagai betina kemudian berubah kelamin menjadi jantan (Sadovy 1996). Kerapu bebek ternB.suk ke rh1am predator yang d0minan pada habitat karang denga!'. makanan utamanya adalah ikan, krustasea dan cephalopoda (Heemstra and Randall 1999) 2.1.2. Habitat Ikan kerapu bebek terse bar luas di Pasifik Bara!, mulai Jepang bagian selatan sampai Palau, Guam, Kaledonia Barn, kepulauan Australia bagian selatan serta Laut India bagian timur dari Nicobar sampai Broome. Di Indonesia, ikan kerapu bebek banyak ditemukan di wilayah perairan Teluk Banten, Ujung Kulon, Kepl.1R.lUall
Rial.l,
Kepulauan
Seribl.l,
Kepulauan
Karimunjawa,
Madura,
Kalimantan dan Nusa Tenggara (Heemstra & Randall 1993). Menurut Kuiter (1992), ikan kerapu bebek tergolong ibn kamivora, hidup soliter dan banyak terdapat di daerah terumbu karang serta muara sungai. Utoyo
et al. (1999) menyatakan bahwa ikan ini hidup secara soliter pada daerah terurnbu karang yang berasosiasi dengan jenis Porites sp., Acropora sp., Foliosa, Sponge,
Pinctada dan Tridacna. Kerapu bebek banyak dijumpai pada perairan berbatu karang, atau karang berlurnpur dengan kedalaman 40 sampai 60 meter. Ikan ini menghin
membuat naungan sebagai
tempat bersembunyi. Dalam siklus hidupnya, ikan kerapu bebek muda hidup di perairan karang dengan kedalaman 0,5-3 meter, kemudian saar dewasa menuju ke perairan lebih dalam, dimana perpindahan ini biasanya terjadi pada siang dan senja hari. Tell.lf dan larva kerapu bebek bersifat pelagis, sedangkan kerapu muda hingga dewasa bersifat demersal (Tampubolon dan Mulyadi 1989) Ikan ini
5
termasuk dalam kelompok stcnohaline sehingga mampu beradaptasi pada lingkungan perairan yang berkadar garam rendah (Breet & Groves 1979).
2.2. Hormon Pertumbuhan 2.2.1. Hormon dan Sistem Regulasi Horman adalah bahan kimia pembawa sinyal yang dibentuk dalam sel-sel khusus pada kelenjar endokrin. Hormon disekresikan ke dalam darah kemudian disalurkan ke organ-organ yang menjalankan fungsi-fungsi regulasi tertentu secara fisiologik dan biokimia. Sel kelenjar yang khusus mensintesis harmon dari prekursomya dapat menyimpan dan mensekresikannya ke dalam aliran darah sesuai kebutuhan. Horman dan metaboliknya dikeluarkan melalui sistem ekskresi, kebanyakan melalui ginjal. Sel-sel sasaran pada organ sasaran memiliki reseptor yang dapat mengikat hormon, sehingga informasi yang diperoleh dapat diteruskan ke sel-sel dan akhimya menghasilkan suatu respon (Kooiman & Rohm 2001). Pesan hormon disampaikan pada sel-sel sasaran menurut dua prinsip yang berbeda. Hormon lipofilik masuk ke dalam sel dan bekeIja pada inti sel, sedangkan hormon hidrofilik bekeIja pada membran sel. Horman steroid dan tiroksin termasuk dalam kelompok hormon lipofilik. Horman ini menembus membran sel dan berikatan pada suatu reseptor spesifik di dalam sel sasaran. Kelompok hormon hidrofilik merupakan harmon yang tersusun dari asam amino, semua peptida dan proteohormon. Hormon-hormon hidrofilik berikatan pada bagian luar sel sasaran pada reseptor spesifik yang difiksasi di dalam membran sel (Kooiman & Rohm 2001). Hormon pertumbuhan merupakan salah satu kelompok harmon hidrofilik karena harmon ini merupakan suatu polipeptida. Horman peptide tersusun atas asam-asam amino. Horman ini mengikat permukaan sel reseptor, sehingga tidak masuk ke dalam sel (Gambar 2). Komplek yang dihasilkan akan mengaktifkan enzim yang mengkatalis sintesis AMP siklik dari ATP. AMP siklik mengaktifkan enzim lain yang tidak aktif. AMP siklik merupakan pembawa pesan kedua
(second messenger), sedangkan hormon adalah pembawa pesan pertama (http://facultv.clin(ol1cc.sUI1\ .cd 11).
6
Luar sel dalam sel ~
pA TP
honnon peptida _
reseptor
-'r--.~ cAMP _
Gambar 2. Mekanisme keIja hormon peptida U:,
enzim non aktif
enzim aktif _
reaksi kimia
.!"elL
2.2.2. Sekresi Hormon Pertumbuhan (GH)
Hormon pertumbuhan (GH) atau disebut juga somatotropin merupakan hormon polipeptida yang diJepaskan dari adenohipofisa yang menginduksi hati agar mensintesis somatomedin yang berperan langsung dalam pertumbuhan, baik pertumbuhan tulang, otot maupun sel-sel yang lain. Hormon ini menunda katabolisme asam-asam amino dan memacu inkorporasinya ke dalam proteinprotein tubuh. Kerja somatototropin dipermudah oleh hormon pankreas, korteks adrenal dan tiroid yang bekelja bersama-sama dalam memacu metabolisme lemak dan karbohidrat (Calduch-Giner et a1. 2000; Walsh 2002). Walsh (2002) menyatakan bahwa hormon ini memacu retensi tubuh berbagai mineral dan elemen esensial lain untuk pertumbuhan normal. Selain itu GH mempunyai peranan penting dalam adaptasi terhadap air laut, reproduksi dan fungsi imun (Calduch-Giner et a1. 2000). Hormon somatotropin mempunyai peranan yang penting pada proses transfer asam amino ekstraseluller melintasi membran sel, khususnya ke dalam sel-sel otot dan menahan asam amino tersebut tetap di dalam sel. Menurut Matty (1985), GH mampu meningkatkan nafsu makan, konversi pakan,
sintesis
protein,
menurunkan
kehilangan
nitrogen,
merangsang
metabolisme lemak, oksidasi dan memacu sintesis dan pelepasan insulin. GH merupakan protein pituitari dengan berat molekul 22 kDa dan konservatif akibat aksi pleitropik selarna evolusi vertebrata (Calduch-Giner et a1. 2000). Ganong (1983) menambahkan bahwa GH merupakan salah satu hormon
7
polipeptida yang disekresikan oleh somatotroph pada bagian anterior kelenjar pituitari. Price & Wilson (1995) dan Walsh (2002) mengemukakan bahwa sekresi GH dari pituitari diatur oleh regulator hipotalarnik yaitu
GHRF (Growth
Hormone Releasing Factor). Pelepasan GH dapat dirangsang oleh kondisi hiplogikemia dan asarn amino seperti arginina (Price & Wilson 1995). Pelepasan horrnon ini diharnbat oleh faktor hipotalamik kedua yaitu horrnon penghambat pelepasall GH atau yang dikenal dengan somatostatin.
5-HT
'--------J:' SRIF
1 Penghambat
Aa~
~
'\
~ ~
-I
~
>;a
Somatotroph
~ -
U
Stimulasi
CCK : kolesistokinin; DA : dopamin; GRF : GH-releasing factor; GnRH : Gonadotropinreleasing homlOne; NPY : neuropeptide Y: NE : norepinephrine; 5-HT : serotonin; SRIF : somatostatin; TRH : thyrotropin releasing hormone). Garnbar 3. Model pengaturan neuroendokrin multifaktor sekresi horrnon pertumbuhan (GH) pada ikan mas dan koki. (Peter & Marchant 1995). Peter & Marchant (1995) mengemukakan bahwa sekresi GH terjadi oleh pengaruh multifaktor, baik yang bersifat memacu ataupun mengharnbat. Hal ini digarnbarkan secara ringkas pada Gambar 3. Pemacu utama sekresi hormon pertumbuhan yaitu GHRF, cGnRH-Il dan dopamin. Hasil pengujian secara in vitro menunjukkan potensi stimulasi GH oleh kolesistokinin (CCK), neuropeptide Y (NPY) dan horrnon pelepas tirotropin (Tyrolropin Releasing Hormone ITRH). Sedangkan somatostatin, norepineprin dan serotonin menghambat sekresi GH secara langsung. Norepineprin dan serotonin dapat mendorong sekresi GH secara tidak langsung melalui aksi stimulasi pada GnRH yang kemudian menstimulasi sekresi GH.
8
Faktor-faktor
ekstrinsik
seperti
photoperiod
dan
temperatur
dapat
mempengaruhi kandungan GH pada pituitari yellow perch (Robert et al. 2004). Pada Eurasians perch (Perca fluviatilis) kandungan GH pituitari mencapai level maksimum di bulan Mei/Juni saat photoperiod terpanjang (Swift & Pickford 1965). Jourdan et al. (2000) menambahkan bahwa photoperiod (18:6 atau 24:0 L:D) mampu meningkatkan pertumbuhanjuvenil Eurasian perch.
2.2.3. Aksi Hormon Pertumbuhan Walsh (2002) menyatakan bahwa GH mengenali efek anaboliknya dengan pengikatan ke reseptor permukaan sel spesifik. Reseptor tersebut terdiri dari 3 bagian, yaitu : pengikatan ligand ekstraseluler, transmembran dan efektor intraseluler. Bentuk potongan bagian ujung reseptor GH, tepatnya bagian pengikatan ligand ekstraseluler ditemukan pada serum. Serum protein ini mampu mengikat GH dan berperan penting dalam tubuh. Reseptor GH telah terdeteksi pada banyak jaringan. Setelah tahap larva, lokasi pengikatan GH spesifik telah terdeteksi pada beberapa jaringan ekstra hepatik rainbow trout (seperti : testis, otot, otak, insang, jaringan adipose, limpa dan tulang rawan) (Perez-Sanchez et 01. 1991, Yao et 01. 1991). Pengukuran reseptor GH (GHRs) pada hepatik, tingkat sirkulasi GH dan IGFs merupakan parameter yang berguna untuk memonitor status nutrisi dan performan pertumbuhan (Peter & Marchant 1995). CalduchGiner et of. (2000) menambahkan bahwa hati merupakan target jaringan terpenting untuk aksi langsung GH. Meskipun demikian, pada ikan maupun vertebrata yang lebih tinggi, pengikatan GH banyak teljadi di jaringan seperti testis, otot, insang, jaringan adipose, limpa, sistem saraf pusat dan sel haemopoetik. Aksi somatogenik GH dimediasi oleh IGF-I, meskipun demikian efek langsung GH adalah terhadap pertumblli1.an jaringan. GH dan IGF-I bertindak bersama-sama untuk memacu pertumbuhan setelah penetasan (post-natal) di mana GH memulai diferensiasi stem cell, dan IGF-I sebagai media clonal expansion (Issakson et 01. 1985). Selain itu fungsi GH dimediasi oleh protein kinase (Ralph et al. 1990). Peter & Marchant (1995) mengemukakan bahwa IGF-I menstimulasi
9
sintesis proteoglikan tulang rawan (cartilage), dimana GH bergantung pada IGF-I dalam aksi ini. Produksi GH Ekstrapituitari
Produksi GH Pituitari (Sistemiklaksi endokrin) .........
Efek Iangsung
........ ······Bfek tdk langsung
Aksi 10kal (autokri nlparakrin)
..•......
'.
-'-
........ ....
IGFs Liver
-'.....
....'.
".
-. .'... ~
Pertumbuhan Jaringan
Gambar 4. Aksi autokrinlparakrin dari honnon pertumbuhan (GH) (PerezSanchez & Le Bail 1999). Honnon pertumbuhan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan jaringan, baik secara langsung maupun tidak (Gambar 4). Honnon ini berpengaruh utama pada hati, yang selanjutnya menstimulasi sintesis somatomedin atau insulin-like growth factor-l (IGF-I). Pada tahap awal perkembangan vertebrata, aksi
somatogenik GH mempunyai efek langsung yang lebih besar dari IGFs hepatik. Efek sistem yang dimediasi oleh IGFs hepatik secara luas dipengaruhi oleh manipulasi lingkungan dan makanan (Perez-Sanchez & Le Bail 1999). Laju perturnbuhan pada ikan budidaya mungkin distimulasi oleh faktor neuroendokrin yang
ditambahkan ke
pakan, preparasi rekombinan GH, atau dengan
memproduksi transgenik GH ikan (Peter & Marchant 1995).
2.3. Teknologi DNA Rekombinan Teknologi DNA rekombinan (kloning gen) merupakan penyisipan ke vektor DNA (umumnya plasmid) untuk membentuk molekul DNA baru yang diperbanyak pada sel inang (Glick & Pasternak 2003). Kloning gen dapat dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu : (a) isolasi asam nukleat (gen), (b) penyisipan gen ke dalam sistem vektor untuk membentuk vektor rekombinan, (c)
10
introduksi vektor rekombinan yang membawa slslpan ke dalam sel inang (Suharsono,2000b). 2.3.1. Isolasi asam nokleat (gen)
Oen dapat diisolasi dengan berbagai eara yaitu (Suharsono, 2000b) : a. Pemotongan dengan enzim restriksi Oen yang sudah diketahui ukuran dan situs restriksinya dapat diisolasi seeara langsung dari gel setelah dilakukan pemotongan DNA dan migrasi di dalam gel. Untuk gen yang berada pada organisme dengan genom besar d:::pat dilakukan dengan pembuatan pustaka genom. Genom suatu individu dipotong dengan enzim restriksi, disisipkan ke vektor kemudian vektor rekombinan diintroduksikan ke sel mango b. Pembuatan eDNA eDNA atau DNA komplementer adalah DNA yang dibuat berdasarkan mRNA (messenger RNA). mRNA dapat di ubah menjadi eDNA dengan menggunakan
enzim reverse trancriptase. C.
Transposon.
Transposon merupakan molekul DNA yang bisa
berpinda.~
temp at di sepanjang
kromosom. Apabila transposon menyisip pada suatu gen, maka gen tersebut tidak dapat diekspresikan karena adanya mutasi. Oen yang bertanggung jawab terhadap sifat yang mengalarni mutasi ini bisa diisolasi menggunakan pelaeak berupa molekul transposon. 2.3.2. Kloning Vektor
Vektor merupakan pembawa molekul DNA sisipan dalarn pengkJonan gen ke dalam sel inang. Beberapa jenis vektor yang dapat digunakan dalarn kloning gen yaitu plasmid, fage, kromosom buatan dari kharnir (YAC
=
yeast artificial
chromosome) dan kosmid (cosmid). Penggunaan vektor sangat tergantung dari
tujuan pengklonan. Pembuatan pustaka eDNA dapat menggunakan plasmid scbagai vcktomya, scdangkan pustaka genom yang mengandung fragmen besar biasanya mcnggunakan fage, eosmid atau YAC (Suharsono, 2000b).
11
2.3.3. Introduksi Vektor
Vektor rekombinan diintroduksikan ke dalam sel inang agar dapat mengalami replikasi (penggandaan). Bertambalmya jumlah vektor rekombinan menyebabkan DNA yang tersisip juga mengalami replikasi. Introduksi vektor rekombinan dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu transformasi dan transfeksi. Istilah transformasi digunakan apabila vektor yang digunakan adalah plasmid, sedangkan transfeksi menggunakan vektor virus dan turunarmya. Keberhasilan transformasi sangat dipengaruhi oleh sifat kompeten bakteri dalam pengambilan molekul DNA asing (Glick & Pasternak 2003). Sifat kompeten dapat terjadi secara alami pada beberapa bakteri, seperti pada genus Bacillus atau Streptococcus yang mempunyai mekanisme pengikatan dan
pengambilan molekul DNA secara efisien (Suharsono 2000a). Sifat kompeten tidak dimiliki pada Eschericia coli, sehingga perlu dilakukan induksi dengan beberapa bahan kimia dan kejutan suhu. Sel pada fase mid-log disuspensikan pada kalsium klorida (CaCh), kemudian dipertahankan pada suhu -70°C hingga diperJukan. Pada saat dilakukan
transformasi, sel yang membeku dicairkan
(thawing) di atas es dan dilakukan kejutan suhu 42°C selama 1-2 menit. DNA
dapat masuk ke dalam bakteri melalui pori-pori dinding dan membran yang terbuka. Bahan kimia lain yang digunakan adalah Mg atau detergen (triton-X) (Suharsono 2000b). Metode lain dalam transformasi adalah menggunakan kejutan listrik yang dikenal dengan elektroporasi (Sambrook et al. 1989). Kejutan listrik pada tegangan tertentu dalam waktu singkat dapat membuka pori-pori membran sel inang. 2.3.4. Seleksi
Sel inang (bakteri) yang membawa DNA sisipan dapat diketahui dengan penanda seleksi, yaitu berupa sifat ketahanan terhadap antibiotika. Bakteri yang membawa vektor rekombinan (mengandung DNA sisipan) akan resisten terhadap antibiotik tf!rtentu dan yang bukan vektor rekombinan akan mati. Sel inang yang membawa vektor rekombinan yang membawa DNA sisipan atau tidak, dapat diseleksi dengan penambahan X-gal dan IPTG pada media tumbuh, sehingga memberikan koloni berwarna biru dan putih (Suharsono 2000b). Gen lacZ pada vektor kIoning yang menyandi
~-galactosidase
akan mengubah molekul x-gal dari
12
tidak berwarna menjadi molekul berwama biru. Gen laeZ diinduksi oleh IPTG
(isopropil thiogalaktosida). Apabila gen lacZ tersisipi oleh molekul DNA lain, maka lacZ tidak dapat diekspresikan, sehingga sel yang mengandung sisipan tidak mampu merubah X-gal menjadi berwama biru. Dengan penambahan IPTG pada media yang mengandung antibiotik, maka dapat diseleksi : (1) sel yang mengandung plasmid, (2) sel yang mengandung plasmid dan sisipan pada daerah lacZ, dan (3) sel mengandung plasmid dengan sisipan bukan pada daerah lacZ.