II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman kelapa sawit yang dibudidayakan di Indonesia sekarang ini merupakan tanaman asli Afrika Barat (Geunia) yaitu jenis Elais Geunensis Jacq. Ada jenis tanaman kelapa sawit yang lain aslinya Amerika Selatan yaitu Elais Melanococca atau Elais Oleivera. Kelapa sawit di daerah asalnya ini pada awalnya tumbuh liar di hutan–hutan (Adlin, 1992). Sejak revolusi industri di Benua Eropa, meningkatlah kebutuhan bahan baku untuk pembuatan sabun dan margarine. Salah satu bahan baku tersebut adalah minyak sawit yang dipasok dari Afrika Barat. Pada mulanya minyak sawit hanya dihasilkan dari tanaman yang tumbuh liar di hutan–hutan. Akibat meningkatnya kebutuhan minyak sawit terjadilah pelonjakan harga yang tajam sehingga timbulah keinginan para pemilik industri sabun dan margarin untuk mendirikan pabrik kelapa sawit. Sir William Lever merupakan orang yang pertama mendirikan pabrik kelapa sawit pada tahu 1911 di Sierra Leone. Kelapa sawit masuk pertama kali ke Indonesia pada tahun 1848. Pemerintahan kolonial Belanda mendatangkan empat batang bibit kelapa sawit yaitu dua bibit dari Mauritius dan dua bibit dari Amsterdam. Bibit yang didatangkan dari belanda ini ditanam di Kebun Raya Bogor (Amir, 2005). Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan secara komersil pada tahun 1911. perintis usaha perkebunan kelapa awit di Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu, perkebunan kelapa sawit di Indonesia mulai berkembang. Perkebunan kelapa sawit pertama kali berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 Ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawit pada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara–negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton (Semangun, 2003).
Kelapa sawit biasanya berbuah setelah umur 2,5 tahun, buahnya menjadi masak 5,5 bulan setelah penyerbukan. Buah matang panen adalah adanya buah yang lepas dari tandan (membrondol) sekurang–kurangnya 5 buah untuk tandan yang beratnya kurang dari 10 kg, atau sekurang–kurangnya 5 buah untuk tandan yang beratnya 10 kg atau lebih (Setyamidjaja, 1991). Buah kelapa sawit tersusun dalam tandan buah hingga berapa tingkat dan pada buah yang sehat dapat mencapai 10 tingkat. Tiap buah panjangnya 2 – 5 cm dan beratnya dapat melebihi 30 gram, akan masak kira–kira 5 – 6 bulan setelah penyerbukan yang terdiri dari beberapa bagian diantaranya : kulit buah (exocarp), daging buah (mesocarp), cangkang (endocarp), dan inti (kernel). Berdasarkan ketebalan daging buah dan cangkang kelapa sawit dapat dibedakan atas tiga tipe yaitu : 1. Dura, dimana daging buah relatif tipis, kernel (inti) besar dan cangkang tebal. 2. Pesifera, dimana daging buah tebal, inti kecil dan mempunyai cangkang tipis. 3. Tenera, dimana merupakan hasil persilangan antara dura dan fisifera, daging buah relatif tebal, cangkang tipis, dengan kandungan minyak yang tinggi serta inti yang relatif sedang.
Berdasarkan warna buah sawit dibedakan atas 2 tipe yaitu antara lain : 1. Tipe Higrescens Buah mentah berwarna ungu (violet) samapi hijau pada ujungnya, sedangkan pangkalnya agak pucat setelah masak berubah menjadi kuning kemerahan. 2. Tipe Virescens Buah mentah berwarna hijau setelah masak menjadi orange kemerahan tetapi ujungnya tetap kehijauan.
Pemanenan harus dilaksanakan pada saat yang tepat, sebab pemanenan yang dilakukan pada saat yang tepat akan menentukan kualitas dan kuantitas buah kelapa sawit. Proses pembentukan minyak didalam buah berlangsung selama 24 hari, yaitu pada saat buah mulai masak. Pemanenan yang dilakukan sebelum proses pembentukan minyak selesai akan mengakibatkan hasil minyak yang kurang dari semestinya, sedangkan pemanenan sesudah proses pembentukan minyak selesai akan merugikan karena banyak buah yang telepas dari tandan dan jatuh ke tanah. Buah yang terlalu masak sebagian kandungan minyaknya akan berubah menjadi asam lemak bebas yang mengakibatkan rendahnya mutu minyak dan buah yang terlalu masak akan mudah terserang penyakit. Pemanenan buah kelapa sawit yang baik adalah semua tandan yang telah matang harus di panen, tandan buah dipotong dengan dodos atau eggrek bertangkai panjang, bekas potongan pelepah harus melengkung menyerupai tapak kuda yaitu miring keluar, pelepah daun yang dipotong dari pohonnya harus ditumpuk secara teratur pada gawangan dan ditelungkupkan (Styamidjaja, 1991). Buah panen yang telah dipanen harus segera diangkut ke pabrik agar segera dapat diolah. Untuk menghindari terbentuknya asam lemak bebas pengolahan harus dilaksanakan paling lambat 8 jam setelah pemanenan. Sesampainya di pabrik buah harus segera ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam lori perebusan yang biasanya berkapasitas 4,5 ton setiap lori. Buah beserta lori direbus pada suatu tempat perebusan (Sterilizer). Di dalam perebusan uap panas dialirkan selama 90 menit dengan suhu 125º C dan tekanan dalam ruangan berkisar ± 2,5 atmosfer (Risza, 1994). Tandan buah yang telah direbus kemudian dimasukkan ke dalam mesin pelepas buah (Thresher) buah yang telah rontok di bawa kedalam mesin pelumat (Digester) sedangkan janjangan kosong di bawa ketempat pembakaran (Incenerator) dan digunakan untuk menghasilkan uap yang digunakan dalam proses sterilisasi dan ada juga yang digunakan sebagai mulsa. Buah diaduk dalam suatu bejana silindris tegak selama beberapa waktu dan
dipanaskan dalam suhu yang tinggi. Bejana yang dilengkapi dengan beberapa lengan atau pisau pengaduk sehingga buah diaduk didalamnya menjadi hancur karena diremas akibat gesekan yang timbul akibat antara sesama buah dan diantaranya massa remasan dengan pengaduk serta dinding ketel (Semangun, 2003). Setelah diremas akibat adanya gaya gesekan serat dan nut yang masih banyak mengandung minyak kemudian dikempa yang bertujuan untuk memeraskan minyak sebanyak mungkin dari masa remasan sehingga kehilangan minyak sekecil–kecilnya. Ampas kempaan yang keluar dari kempaan masih berupa bongkahan dan masih terlalu basah untuk mudah dihembus serabutnya oleh angin, oleh karena itu Conveyor yang membawa ampas kempaan ke kolom pemisah serabut dilengkapi dengan lengan–lengan pemecah yang letaknya pada sumbu Conveyor dengan sedemikian rupa sehingga membentuk ulir (Lubis,1992). Minyak mentah berupa cairan yang ditiriskan dari bejana peremas dan yang diperas oleh kempaan terdiri dari campuran minyak, air dan sisa–sisa sel serta potongan serabut– serabut halus dan cangkang halus. Upaya pertama untuk memisahkan serabut dan cangkang halus adalah dengan menggunakan ayakan getar melalui kawat saringan. Setelah disaring proses selanjutnya adalah dengan mengendapkan minyak tersebut dalam tangki pengendap (Clarifikasi). Tangki ini berbentuk silinder vertical dengan kerucut terbalik dibawahnya tempat menampug sementara endapan sisa serabut halus, pasir, tanah dan kotoran yang lain lainnya (Styamidjaja, 1991). Minyak yang dikutip dari tangki pengendapan masih mengandung sekitar 0,5% air dan sejumlah kotoran. Kotoran ini dipisahkan dengan sentrifus berputaran tinggi, biasanya kadar airnya akan turun menjadi 0,25% dan kadar kotoran menjadi sekitar 0,01%. Kadar air dalam minyak setelah pemurnian masih terlalu tinggi untuk mencegah peningkatan kadar ALB karena Hidrolisis. Untuk mendapatkan kadar air yang diinginkan (0,08%) minyak masih harus dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan pengeringan Vacum pada suhu yang relatif
rendah, agar minyak tidak teroksidasi saat pengeringan dengan suhu yang tinggi (Semangun, 2003). Inti yang telah dikeringkan melalui hembusan angin akan lebih mudah untuk penghancuran karena inti dengan cangkang telah lekang dengan demikian inti tidak ikut pecah pada waktu pemecahan. Pembersihan dan pengeringan biji seperti yang tersebut diatas adalah untuk mencapai efisiensi pemecahan yang tinggi, pemecahan dilakukan pada alat pemecah sentrifugal, pemecah ini terdiri dari suatu rotor berputaran tinggi, yang dilengkapi dengan sejumlah alur radial disepanjang mukanya, biji yang dimasukkan melalui rotor akan terlempar melalui celah kearah cincin pemecah dengan gaya sentripetal (Lubis,1992). Campuran pecahan dari ripple mill terdiri atas cangkang, inti, dan biji todak pecah. Pemisah inti dari campuran ini dilakukan dengan perbedaan berat jenis inti dari cangkang, dan biji. Prinsip pemisahan ini dilakukan dengan menggunakan media suspensi tanah liat dan bisa juga digunakan suspensi kaolin (Semangun,2003). Inti basah yang terambil pada hidrosiklon atau lumpur pemisah harus dikeringkan secepatnya untuk menghindari kerusakan mutu oleh kegiatan mikroba. Untuk mencegah peristiwa ini dapat dilakukan seterilisasi melalui pemanasan dengan uap sampai suhu minimum 90º C selama beberapa saat. Selanjutnya pengeringan dilakukan dalam silo dengan mengalirkan angin panas melalui inti, seperti pada pengeringan biji. Setelah pengeringan, inti dimasukkan dalam karung. Salah satu persyaratan mutu inti ialah kadar kotorannya tidak boleh melibihi 2,75%. Cangkang dan kotoran lain dapat dipisahkan atau dipilih dengan tangan atau dengan hembusan angin (winnowing). Persyaratan penimbunan atau penyimpanan inti yang baik adalah : a. Kadar inti 7%. b. Kadar inti pecah diusahakan sedikit mungkin. c. Memakai goni bersih dan kuat.
d. Ventilasi gudang harus baik dan udara kering. e. Tinggi lapisan goni berisi inti tidak lebih dari 4 lapis. f. Penimbunan tidak langsung diatas lantai semen (memakai lantai papan yang berkolong) (Styamidjaja.1991).