II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BINTARO (Cebera manghas) Bintaro (Cebera manghas) termasuk tumbuhan mangrove yang berasal dari daerah tropis di Asia, Australia, Madagaskar, dan kepulauan sebelah barat samudera pasifik. Pohon bintaro banyak digunakan sebagai penghijauan dan juga sebagai penghias taman kota. Dinamakan Cerbera karena bijinya dan semua bagian pohonnya mengandung racun yang disebut “cerberin” yaitu racun yang dapat menghambat saluran ion kalsium di dalam otot jantung manusia, sehingga mengganggu detak jantung dan dapat menyebabkan kematian (Gaillard et al. 2004). Pohon bintaro sering disebut juga sebagai mangga laut, buta badak, babuto dan kayu gurita. Dalam bahasa inggris tanaman ini sering disebut sebagai sea mango. Nama bintaro juga sering disematkan kepada teman dekatnya yang bernama ilmiah Cebera odollam karena memiliki kemiripan dalam berbagai hal (Alamendah 2011).
Gambar 1. Pohon bintaro (Alamendah 2011) Klasifikasi tanaman bintaro menurut Anonim (2011) adalah : Kingdom : Plantae (Tumbuhan) Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Division : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Division : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Class : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Subclass : Asteridae Orde : Gentianales Family : Apocynaceae Genus : Cerbera Spesies : Cerbera manghas L Pohon bintaro memiliki tinggi 4 sampai 20 meter dengan akar tunggak dan berwarna coklat dan batang yang berkayu, bulat dan berbintik. Daun tumbuhan bintaro berbentuk bulat telur (lonjong), tepi rata, ujung dan pangkal meruncing, tipis, permukaan licin, pertulangan menyirip, panjang 15-20 cm, lebar 3-5 cm, berwarna hijau tua, dan tersusun berselingan. Bunga tumbuhan bintaro bersifat majemuk, berkelamin dua, terletak di ujung batang, tangkai silindris, panjang 11 cm, hijau, kelopak tidak jelas, tangkai putik panjang 2 - 2,5 cm, kepala sari coklat, kepala putik hijau keputih-putihan, mahkota bentuk terompet, halus, putih, bunganya harum dengan mahkota berdiameter 3-5cm
3
berbentuk terompet dengan pangkal merah muda, dan benang sari berjumlah lima dan posisi bakal buah tinggi. Buah berbentuk telur dengan panjang 5 – 10 cm. buah bintaro yang masih muda berwarna hijau sementara buah yang sudah tua berwarna merah kehitaman. Biji bintaro berbentuk pipih, panjang, dan berwarna putih (Chang et al. 2000).
(a) (b) (c) (d) (e) Gambar 2. (a) akar, (b) batang, (c) daun, (d) bunga, dan (e) buah bintaro (Pranowo 2010) Buah bintaro terdiri atas tiga lapisan (Gambar 3), yaitu lapisan kulit terluar (epikarp), lapisan serat seperti sabut kelapa (mesokarp) dan bagian biji yang dilapisi oleh kulit biji atau tista (endokarp). Bagian mesokarp dapat diperas sebagai bahan biopestisida, sedangkan bijinya disamping untuk bahan biopestisida juga dapat diperah untuk menghasilkan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel (Pranowo 2010).
Gambar 3. (a) kulit (epikarp) (b) sabut (mesokarp), dan (c) biji (endokarp) (Pranowo 2010)
2.2. MINYAK BINTARO Lemak atau minyak merupakan trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Minyak nabati terdapat dalam buah – buahan, kacang – kacangan, biji – bijian, akar tanaman, dan sayur – sayuran. Dalam jaringan hewan lemak terdapat di seluruh badan, tetapi jumlah terbanyak terdapat dalam jaringan adipose dan jaringan tulang sumsum. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat, linoleat, atau asam linolenat dengan titik cair rendah. Lemak dalam tanaman dibentuk dalam sel hidup, yang merupakan hasil serangkaian reaksi yang kompleks dalam proses metabolisme (Ketaren 1986). Asam lemak bersama-sama dengan gliserol, merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam lemak tidak lain adalah asam alkanoat atau asam karboksilat berderajat tinggi (rantai C lebih dari 6). Rumus molekulnya adalah : CnH2n O2.
4
O R – C – OH atau R–COOH Gambar 4. Gugus fungsi asam lemak (Ketaren 1986) Karena berguna dalam mengenal ciri-cirinya, asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh hanya memiliki ikatan tunggal di antara atom-atom karbon penyusunnya, sementara asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan ganda di antara atom-atom karbon penyusunnya. Asam lemak merupakan asam lemah, dan dalam air terdisosiasi sebagian. Umumnya berfase cair atau padat pada suhu ruang (27 °C). Semakin panjang rantai C penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga semakin sukar larut (Anonim 2010). Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) daripada asam lemak tak jenuh. Ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen (mudah teroksidasi). Keberadaan ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh menjadikannya memiliki dua bentuk: cis dan trans. Semua asam lemak nabati alami hanya memiliki bentuk cis (dilambangkan dengan "Z"). Asam lemak bentuk trans fatty acid, dilambangkan dengan "E") hanya diproduksi oleh sisa metabolisme hewan atau dibuat secara sintetis. Akibat polarisasi atom H, asam lemak cis memiliki rantai yang melengkung. Asam lemak trans karena atom H-nya berseberangan tidak mengalami efek polarisasi yang kuat dan rantainya tetap relatif lurus (Anonim 2010). Menurut Edi (2011), biji Bintaro mengandung lemak/minyak sebesar 46 - 64%. Sementara itu, menurut Chang et al. (2000), biji bintaro mengandung minyak yang cukup banyak (54,33%) dan berpotensi digunakan sebagai bahan baku biodiesel. Menurut Pranowo (2010), komposisi kulit, sabut, dan tista buah bintaro sebesar 94,76 persen dan komposisi biji adalah 5,24 persen biji basah atau hanya sebanyak 3,10 persen biji kering dari buah panen. Sementara itu, komposisi kimia minyak bintaro dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Komposisi asam lemak penyusun trigliserida minyak biji bintaro Asam Lemak Nama Sistematik Hasil Analisis (%) Miristat
Tetradekanoat
0,17
Palmitat
Heksadekanoat
17,90
Stearat
Oktadekanoat
4,38
cis-9-oktadekenoat
36,64
Linoleat
cis-9,12-oktadekadienoat
23,44
Linolenat
cis-9,12,15-oktadekatrienoat
2,37
Oleat
Sumber : Endriana (2011) Minyak biji bintaro itu bisa memiliki daya bahan bakar selama 11,8 menit, sedangkan minyak tanah 5,6 menit dengan takaran 1 ml minyak biji bintaro dan minyak tanah. Itu menunjukkan bahwa minyak biji Bintaro memiliki daya bakar dua kali lebih lama dibandingkan minyak tanah. Ampas kering biji bintaro dapat diolah menjadi briket arang atau diolah menjadi kompos untuk pupuk tanaman sehingga, dalam proses ini tidak menghasilkan sampah (zero waste) (Adrian 2009). Tingkat kematangan buah bintaro dapat dilihat dari warna buah bintaro dimana buah mudanya berwarna hijau pucat, tuanya berwarna merah cerah, dan setelah berkecambah berwarna coklat. Menurut Muchtadi (1992), selama proses pematangan buah akan terjadi degradasi klorofil sehingga kandungan klorofil menjadi rendah dan muncul warna dari pigmen lainnya, hal ini
5
menyebabkan buah berubah warnanya menjadi kuning, orange atau merah. Menurut Anonim (2010), minyak yang mula – mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang mengandung asam lemak bebas jenuh, dan setelah mendekati masa pematangan buah terjadi pembentukan trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh. Minyak yang terbentuk dalam daging buah maupun dalam inti terbentuk emulsi pada kantong – kantong minyak, dan agar minyak tidak keluar dari buah dilapisi dengan kulit yang tebal dan berkilat. Untuk melindungi minyak dari oksidasi yang dirangsang maka tanaman tesebut membentuk senyawa kimia pelindung yaitu karotein. Setelah penyerbukan kelihatan buah berwarna hitam kehijau-hijauan. Pada saat pembentukan minyak terjadi yaitu trigliserida dengan asam lemak tidak jenuh, tanaman membentuk karotein dan phitol untuk melindungi dari oksidasi, sedangkan klorofil tidak mampu melakukannya sebagai antioksidasi.
2.3. EKSTRAKSI MINYAK Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi ini bermacam – macam, yaitu rendering (dry rendering dan wet rendering), mechanical expression, dan solvent extraction. Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang mengandung minyak atau lemak dengan kadar air tinggi (Ketaren 1986). Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah, daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel 1989). Pengepresan mekanis (mechanical expression) merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama untuk bahan yang berasal dari biji – bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30 – 70 persen). Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dari bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut meliputi pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan serta tempering atau pemasakan. Dua cara umum dalam pengepresan mekanis, yaitu pengepresan hidraulik (hydraulic pressing) dan pengepresan berulir (expeller pressing) (Ketaren 1986). Pada cara pengepresan hidraulik (hydraulic pressing), bahan dipres dengan tekanan sekitar 2000 pound/inch2 (140,6 kg/cm = 136 atm). Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung dari lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan, serta kandungan minyak dalam bahan asal. Sedangkan banyaknya minyak yang tersisa pada bungkil bervariasi sekitar 4 sampai 6 persen, tergantung lamanya bungkil ditekan dibawah tekanan hidraulik (Ketaren 1986). Cara pengepresan berulir (expeller pressing) memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri dari proses pemasakan atau tempering. Proses pemasakan berlangsung pada remperatur 240 °F (115,5 °C) dengan tekanan berkisar sekitar 15 – 20 ton/inch2. Kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan berkisar sekitar 2,5 – 3,5 persen, sedangkan bungkil yang dihasilkan masih mengandung minyak sekitar 4 – 5 persen (Ketaren 1986) Ekstraksi dengan pelarut (solvent extraction) adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang rendah yaitu sekitar 1 persen atau lebih rendah, dan mutu minyak yang dihasilkan cenderung menyerupai hasil dengan cara expeller pressing, karena sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi. Pelarut minyak atau lemak yang dipergunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum eter, gasoline karbon disulfide, karbon tetraklorida, benzene dan n – heksan (Ketaren 1986).
6
Menurut Voigt (1994), pada proses ekstraksi dengen pelarut pada dasarnya dibedakan menjadi dua fase yaitu fase pencucian dan fase ekstraksi.
Fase Pencucian (Washing Out) Pada saat penggabungan pelarut dengan simplisia, maka sel – sel yang rusak karena proses pengecilan ukuran langsung kontak dengan bahan pelarut. Komponen sel yang terdapat pada simplisisa tersebut dengan mudah dilarutkan dan dicuci oleh pelarut. Dengan adanya proses tersebut, maka dalam fase pertama ini sebagian bahan aktif telah berpindah ke dalam pelarut. Semakin halus ukuran simpisia, maka semakin optimal jalannya proses pencucian tersebut.
Fase ekstraksi (Difusi) Pada fase difusi, pelarut menarik senyawa senyawa yang ada di dalam sel dengan cara menembus dinding sel terlebih dahulu. Pelarut dapat masuk ke dalam sel karena adanya perbedaan konsenterasi antara larutan dalam sel dengan pelarut yang mula – mula masih tanpa bahan aktif . proses penarikan ini akan berlangsung sampai terbentuk keseimbangan konsenterasi antara di sebelah dalam dan sebelah luar sel. Tahapan yang harus diperhatikan dalam mengekstraksi jaringan tumbuhan adalah penyiapan bahan sebelum ekstraksi, pemilihan pelarut dan kondisi proses ektraksi, proses pengambilan pelarut pengawasan mutu, dan pengujian yang dikenal pula sebagai tahappan penyelesaian. Penggunaan pelarut bertitik didih tinggi menyebabkan adanya kemungkinan kerusakan komponen – komponen senyawa penyusun pada saat pemanasan. Pelarut yang digunakan harus bersifat inert terhadap bahan baku, mudah didapat, dan harganya murah (Sabel dan Waren 1973). Dalam pemilihan cairan penyari harus memenuhi beberapa kriteria, antara lain murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral tidak mudah menguap, dan tidak mudah terbakar, selektif. Selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat yang dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, dan diperbolehkan oleh peraturan (Ketaren 1986). Menurut Ketaren (1986), pelarut yang sering digunakan dalam ekstraksi minyak lemak adalah petroleum eter, gasoline, karbon disulfide, karbon tetraklorida, benzene, dan n – heksana. Menurut Rose et al (1975) dan Jacobs (1953), heksana merupakan pelarut yang mudah menguap, aromanya memusingkan, bobot molekul 86,2, titik didih pada tekanan 760 mmHg 66-71 °C dan banyak digunakan sebagai pelarut. Kelarutan 0,0138g/100 ml dalam air pada suhu 15,5 °C, 50 gram/100ml dalam air pada 33°C, larut dalam eter, sangat larut dalam kloroform. Heksana merupakan cairan yang tidak berwarna, mudah menguap, sangat mudah terbakar, titik leleh – 95 °C, larut dalam alkohol, aseton, eter, dan tidak larut dalam air. Menurut Kurnia (2010), ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan dengan cara dingin dan cara panas. Cara dingin yaitu metode maserasi dan perkolasi, sedangkan cara panas antara lain dengan refluks, soxhlet, digesti, destilasi uap dan infuse. Refluks merupakan ekstraksi pelarut pada suhu didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatasyang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru menggunakan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Digesti adalah maserasi kinetik pada suhu lebih tinggi dari suhu kamar 40 – 50 °C. Destilasi uap adalah ekstraksi zat kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinyu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran menjadi destilasi air bersama kandungan yang memisah sempurna atau sebagian. Infuse adalah ekstraksi pelarut air pada suhu penangas air 96 – 98 °C selama 15 – 20 menit. Istilah maserasi berasal dari bahasa latin “macerace” yang artinya mengairi, melunakkan, merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana. Proses pengerjaan dilakukan dengan cara merendam simplisia dalam pelarut. Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang
7
mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut karena adanya perbedaan konsenterasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan akan didesak keluar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsenterasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Keuntungan dari metode maserasi adalah peralatannya sederhana. Kerugian metode maserasi adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengekstraksi sampel cukup lama, cairan penyari yang digunakan lebih banyak, dan tidak dapat digunakan untuk bahan – bahan yang memiliki tekstrur keras seperti benzoin, tiraks, dan lilin. Metode maserasi dapat dilakukan dengan beberapa modifikasi, diantaranya adalah modifikasi maserasi melingkar, modifikasi maserasi digesti, modifikasi maserasi melingkar bertingkat, modifikasi remaserasi dan modifikasi maserasi dengan mesin berpengaduk (Sudjadi 1986).
2.4. MINYAK NABATI Lemak atau minyak yang dapat dimakan (edible fat), dihasilkan oleh alam, yang dapat bersumber dari bahan nabati dan hewani. Dalam tanaman atau hewan, minyak tersebut berfungsi sebagai sumber cadangan energi. Minyak dalam tanaman dibentuk dalam sel hidup, yang merupakan hasil dari serangkaian reaksi yang kompleks dalam proses metabolisme. Adapun perbedaan umum antara lemak nabati dan hewani adalah lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol, kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih kecil dari lemak nabati, dan lemak hewani memiliki bilangan Reichert Meissl lebih besar serta bilangan Polenske lebih kecil dibandingkan dengan minyak nabati. Minyak atau lemak nabati adalah minyak yang diekstrak dari berbagai bagian tumbuhan. Sumber dari minyak nabati dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Biji – bijian palawija : minyak jagung, biji kapas, kaang, rape seed, wijen, kedelai, dan bunga matahari, 2. Kulit buah tanaman tahunan : minyak zaitun dan kelapa sawit 3. Biji – bijian dari tanaman tahunan : kelapa, cokelat, inti sawit, babassu, cohune, dan sebagainya (Ketaren 1986). Komposisi atau jenis asam lemak dan sifat fisiko-kimia tiap jenis minyak berbeda – beda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan sumber, iklim, keadaan tempat tumbuh, dan pengolahan. Tanaman jarak (Jatropha curcas L) adalah tanaman semak yang tahan kekeringan dan dapat tumbuh dengan cepat hingga mencapai 3-5 meter. Biji jarak bagar terdiri atas 75 persen biji dan 25 persen kulit (Ketaren 1986). Komposisi kimia jarak pagar terdiri atas 54,59 persen minyak, 9,13 persen karbohidrat, 2,82 persen serat, 4,13 persen abu, 24,85 persen protein (Achten et al 2008). Minyak jarak mempunyai sifat sangat beracun di samping kandungan asam esensialnya yang sangat rendah sehingga tidak dapat digunakan sebagai minyak pangan atau bahan pangan (Ketaren 1986). Kandungan asam lemak minyak jarak pagar didominasi oleh asam palmitat, asam oleat, dan asam linoleat (Tabel 2). Adapun sifat fisiko kimia dari minyak jarak pagar dapat dilihat dari Tabel 3.
8
Tabel 2. Kandungan asam lemak pada minyak jarak pagar Jenis Asam lemak Komposisi (%) Asam palmitat
14,1
Asam palmitoleat
0,5
Asam stearat
6,8
Asam oleat
38,6
Asam linoleat
36,0
Asam arasidat
0,2
Asam gadoleat
3,6
Sumber :Janin dan Sharma (2010)
Sifat Minyak
Tabel 3. Sifat fisikokimia minyak jarak pagar Satuan
Nilai
gr/ ml
0,860 – 0,920
cP
37,00 – 54,80
Nilai Kalor
mj/kg
37,83 – 42,05
Titik Tuang
°C
-3
Titik awan
°C
2
Titik nyala
°C
210 – 240
mg KOH/g
102,9 – 209,0
%
0,79 – 3,80
mg iodine/g
92 – 112
%
0,18 – 3,40
mg KOH/ g
0,92 – 6,16
Sulfur
%
0,00 – 0,13
Residu karbon
%
0,07 – 0,64
Monogliserida
%
Maks. 1,7
Digliserida
%
2,50 – 2,70
Trigliserida
%
88,20 – 97,30
Densitas pada 15 °C Viskositas pada 30 °C
Bilangan penyabunan Bilangan tak tersabunkan Bilangan iod Asam lemak bebas Bilangan Asam
Sumber : Achten et al (2008) Tanaman kelapa sawit ( Elaeis guinensis) adalah tanaman yang termasuk dalam family Palmae. Kelapa sawit tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisara suhu 22 °C – 32 °C. Minyak kelapa sawit dapat berasal dari daging buah kelapa sawit (crued palm oil) dan inti kelapa sawit (palm kernel oil). Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80 persen perikarp dan 20 persen buah yang dilapisi kulit yang tipis. Kadar minyak dalam perikarp sekitar 30 – 40 persen (Ketaren 1986). Rata – rata komposisi asam lemak minyak biji sawit dapat dilihat pada Tabel 4 dan sifat fsikokimia minyak kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 5.
9
Tabel 4. Kandungan asam lemak pada minyak kelapa sawit Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit Minyak Inti Sawit (persen) (persen) Asam kaprilat
-
3–4
Asam kaproat
-
3–7
Asam laurat
-
46 – 52
Asam miristat
1,1 – 2,5
14 – 17
Asam palmitat
40 – 46
6,5 – 9
Asam stearat
3,6 – 4,7
1 – 2,5
Asam oleat
39 – 45
13 – 19
7 - 11
0,5 – 2
Tabel 5. Sifat fisikokimia minyak kelapa sawit Satuan
Nilai
Asam linoleat Sumber : Eckey, S.W (1955)
Sifat Minyak Asam lemak bebas
%
3–5
Kadar air
%
< 0,1
Pengotoran
%
<0,01
Besi
ppm
< 10
Tembaga
ppm
0,2
mg iod/g
45 – 56
ppm
500 -700
Bilangan iodium Karotena Sumber : Ketaren (1986)
Nyamplung (Calophyllum inophyllum L) merupakan tanaman yang banyak tumbuh di sepenjang pantai di seluruh Indonesia. Menurut Heyne (1987), inti biji mengandung air 3,3 persen dan minyak 71,4 persen bila biji segar mengandung 55 persen minyak sedangkan biji yang benar-benar kering mengandung 70,5 persen minyak. Minyak yang berasal dari bijinya dapat dipakai sebagai penerangan, pembuatan sabun, pelitur, minyak rambut, minyak urut dan obat (Dephut 2008). Karakteristik dan komposisi asam lemak minyak dapat dilihat pada Tabel 6 dan Tabel 7
Karakteristik Minyak Air Densitas Kekentalan Bilangan Asam Asam lemak bebas Bilangan penyabunan Bilangan Iod
Tabel 6. Karakteristik minyak nyamplung Satuan
Nilai
%
0,25
g/ml
0,944
cP
21,97
mg KOH/g
59,94
%
29,53
mg KOH/g
198,1
mg/g
86,42
Sumber : SNI 04-7182-2006
10
Tabel 7. Komposisi asam lemak minyak nyamplung Komponen Minyak Nyamplung Asam miristat Asam palmitat Asam stearat Asam oleat Asam linoleat Asam lonolenat Asam arachidat Asam erukat Sumber : Sudrajat (2007)
Nilai (persen) 0,09 15,89 12,30 48,49 20,70 0,27 0,94 0,72
11