II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. LIMBAH 2.1.1. Karakteristik Limbah Rumah Sakit Limbah rumah sakit adalah sampah atau limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Secara umum, limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair. Limbah klinis yang berasal dari pelayanan medis, perawatan gigi, veterinasi, farmasi atau sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian, atau pendidikan yang menggunakan bahanbahan beracun dan infeksinus berbahaya. Selain limbah klinis yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit, dihasilkan pula sampah non klinis atau disebut juga sampah non medis. Sampah non medis berasal dari kantor administrasi, unit pelayanan, sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan, dan sampah dapur (Wisaksono, 2001). Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia, dan biologi. Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit dan tingkat pengolahan sebelum dibuang. Limbah rumah sakit mengandung bahan-bahan organik dan anorganik (Wisaksono, 2001). Presentasi terbesar dari limbah rumah sakit adalah limbah non medis, sedangkan sisanya adalah limbah yang terkontaminasi oleh infectiousagent kultur mikroorganisme, darah, buangan pasien pengidap penyakit infeksi, dan lain-lain. Perbandingan persentase antara limbah non medis dan medis adalah 89%: 11%. Menurut Sundstrom (1987) dalam Sugiharto (1987) air limbah mempunyai sifat yang dibedakan menjadi tiga golongan besar di antaranya: sifat fisik, sifat kima, dan sifat biologis. Menurut Sugiharto (1987) sifat fisik menentukan derajat kekotoran air limbah, karena sangat dipengaruhi oleh adanya sifat fisik yang mudah terlihat. Adapun sifat fisik yang penting adalah kandungan zat padat sebagai efek estetika, kejernihan, bau, warna, dan temperatur. Beberapa komposisi air limbah akan hilang bila dilakukan pemanasan secara lambat. Menurut Sugiharto (1987) sifat kima air limbah terdiri atas bahan kima yang terkandung dalam air limbah yang dapat merugikan lingkungan. Adapun bahan kimia yang penting yang ada di dalam air limbah pada umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Bahan organik Air limbah dengan pengotoran yang sedang, maka sekitar 75% dari bendabenda tercampur dan 40% dari zat padat yang dapat disaring adalah berupa bahan organik alami. Zat padat tersebut adalah bagian dari kelompok binatang, tumbuhtumbuhan serta hasil kegiatan manusia yang berhubungan dengan komponen bahan organik tiruan. Pada umumnya zat organik terdiri atas kombinasi dari karbon, hidrogen, dan oksigen bersama dengan nitrogen. Pada umumnya bahan organik yang dijumpai dalam air limbah berisikan 40% - 60% adalah protein, 25% - 50% berupa karbohidrat, serta 10% lainnya berupa lemak atau minyak. Semakin lama, jumlah dan
3
jenis bahan organik semakin banyak, hal ini akan mempersulit dalam pengolahan air limbah sebab beberapa zat tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme. 2. Protein Protein adalah kandungan utama dari mahluk hidup, termasuk juga di dalamnya tanaman dan binatang bersel satu. Adapun jumlah kandungannya ini sangat bervariasi mulai dari yang rendah, seperti pada tanaman tomat sampai kepada yang presentasenya tinggi, seperti yang terdapat pada jaringan lemak dan daging. Protein sangat kompleks dalam struktur kimianya dan tidak stabil, akan berubah menjadi senyawa lain pada proses dekomposisi. Protein ada yang tidak larut dalam air. Struktur kimianya tergabung dari kombinasi asam amino. Protein merupakan penyebab utama terjadinya bau karena adanya pembusukan dan pengurainnya. 3. Karbohidrat Karbohidrat tersebar luas di alam, termasuk di antaranya adalah gula, kanji, selulosa dan kayu, bahan-bahan tersebut dijumpai pada air limbah. Karbohidrat berisikan karbon, hydrogen, dan oksigen. Karbohidrat berisikan 6 atau kelipatan 6 dari atom karbon pada satu molekul dan hidrogen serta oksigen selalu ada di dalam air. Karbohidrat seperti kanji tidak larut air. Kanji ini sebagian besar tahan pembusukan, kandungan terpentingnya adalah selulosa. 4. Lemak, minyak, dan gemuk Lemak dan minyak adalah komponen utama bahan makanan yang juga banyak terdapat di dalam air limbah. Kandungan zat lemak dapat disajikan melalui contoh air limbah dengan heksana. Lemak dan minyak membentuk ester dan alkohol atau gliserol dan asam gemuk. Gliserid dari asam gemuk ini berupa cairan yang biasa dikenal sebagai minyak dan apabila dalam bentuk padat dan kental dikenal sebagai lemak. Lemak biasanya juga dijumpai pada daging, pada daerah sel biji-bijian, pada pembenih serta kacang-kacangan, dan buah-buahan. 5. Detergen atau surfactant Deterjen adalah golongan dari molekul organik yang dipergunakan sebagai pengganti sabun untuk pembersih supaya mendapat hasil yang lebih baik. Bahan dasar dari diterjen adalah minyak nabati atau minyak bumi. Menurut Sugiharto (1987) sifat biologis air limbah menunjukkan adanya bakteribakteri patogen berada dalam air, selain untuk menaksir tingkat kekotoran air limbah sebelum dibuang ke badan air. Mikroorganisme yang terdapat pada limbah cair terdiri atas binatang, tumbuh-tumbuhan, dan protista.
2.1.2. Pengaruh Limbah Rumah Sakit terhadap Lingkungan dan Kesehatan Menurut Wisaksono (2001) pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkaan dampak negatif antara lain: 1. Gangguan kenyamanan dan estetika berupa warna yang berasal dari sendimen, bau phentol, eutrifikasi, dan rasa dari bahan kima organik.
4
2. Kerusakan harta benda disebabakan oleh garam-garam yang terlarut, air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit. 3. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang yang disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa kimia, pestisida, logam nutrient, dan fosfor. 4. Gangguan terhadap kesehatan manusia yang disebabkan oleh berbagai bakteri, virus, senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi. 5. Gangguan genetik dan reproduksi yang dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi. Menurut Wisaksono (2001) ada empat kelompok masyarakat yang mempunyai resiko untuk mendapat gangguan karena buangan rumah sakit. Pertama, pasien yang datang ke rumah sakit untuk memperoleh pertolongan pengobatan dan perawatan dari rumah sakit. Kedua, karyawan rumah sakit dalam melaksanakan tugas sehari-harinya selalu kontak dengan orang sakit yang merupakan sumber penyakit. Ketiga, pengunjung orang sakit yang berkunjung ke rumah sakit, resiko terkena gangguan kesehatan akan semakin besar. Terakhir, masyarakat yang bermukim di sekitar rumah sakit, jika rumah sakit membuang hasil buangan rumah sakit ke lingkungan sekitarnya. Akibatnya akan menurunkan kualitas lingkungan sehingga dapat, menurunkan derajat kesehatan masyarakat di lingkungan tersebut. Oleh karena itu, rumah sakit wajib melaksanakan pengelolaan buangan rumah sakit dengan baik dan benar dengan cara melaksanakan kegiatan sanitasi rumah sakit.
2.1.3. Pengolahan Limbah Cair Rumah Sakit yang Telah Ada Sistem pengolahan melalui proses pembusukan anaerobik melalui filter/saringan air limbah yang sebelumnya telah mengalami pretreatment dengan septic tank (inchaff tank). Proses anaerobic filter treatment biasanya akan menghasilkan effluent yang mengandung zat-zat asam organik dan senyawa anorganik yang memerlukan klor lebih banyak untuk proses oksidasinya. Oleh sebab itu, sebelum effluent dialirkan ke bak klorida ditampung terlebih dahulu di bak stabilisasi untuk memberikan kesempatan oksidasi zat-zat tersebut di atas, sehingga akan menurunkan jumlah klorin yang dibutuhkan pada proses klorinasi. Proses anaerobic filter treatment system dapat dipadukan dengan teknologi biogas. Gas metan dihasilkan oleh anaerobic bacteria. Bakteri anaerob menguraikan zat organik tanpa kehadiran zat asam. Gas metan bermanfaat, karena mudah menyala kalau dibakar dan dapat dijadikan alternatif bahan bakar non-migas. Gas metan tidak berwarna dan berbau, gas ini sering terkumpul dalam man-hole, dan percabangan pipa air limbah, sehingga dapat menimbulkan kebakaran dan mencelakakan operator yang masuk ke dalamnya (Hindarko, 2003).
5
2.2. BIOGAS 2.2.1. Pengertian Biogas Biogas merupakan suatu jenis gas yang dapat dibakar, yang diproduksi melalui proses fermentasi anaerobik bahan organik seperti kotoran ternak dan manusia, biomassa, limbah pertanian atau campuran keduannya, di dalam suatu ruangan pencerna (digester) (Abdullah, et all, 1998). Biogas sering pula timbul jika bahan-bahan organik seperti kotoran hewan, kotoran manusia, atau sampah, direndam dalam air dan disimpan dalam tempat tertutup atau anerobik. Keuntungan dari penggunaan teknologi biogas adalah sebagai berikut: a. Biogas yang dihasilkan diharapkan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap penggunaan bahan bakar minyak yang relatif cukup mahal. b. Teknologi ini dapat mengurangi pencemaran lingkungan, karena sampah organik dapat digunakan untuk sesuatu yang bermanfaat, dengan demikian kebersihan lingkungan akan tetap terjaga. c. Selain menghasilkan energi produk buangan akhir dapat digunakan sebagai pupuk. Biogas dapat dihasilkan pada lingkungan yang tidak terdapat udara (anaerob), hal ini dikarenakan bakteri yang berperan pada proses ini adalah bakteri anaerob.
Tabel 2. Komposisi biogas No
Komponen Biogas
Presentase(%)
1
Metan (CH4)
55-65
2
Karbon dioksida
36-45
3
Nitrogen
0-3
4
Hidrogen
0-1
5
Hidrogen sulfide
0-1
6
Oksigen
0-1
Sumber: Energy Resources Development Series no.19, Escap, Bangkok dalam Kadir (1987)
Data yang diperoleh dari kajian teknologi (2007) menyebutkan bahwa nilai kalor rendah (LVH) CH4=50.1 MJ/kg dengan densitas CH4=0.717 kg/m3. Kemampuan biogas sebagai sumber energi sangat tergantung dari jumlah gas metan. Setiap satu m3 metan setara dengan 10 kWh.
2.2.2. Teknologi Produksi Biogas a. Tahapan pembentukan biogas Menurut Suhadi, et all (1989) proses metabolisme, yaitu terbentuknya gas metan dari hasil kerja sinergis beberapa golongan mikroba seperti bakteri
6
fermentasi, bakteri asetogenik dan bakteri metanogenik. Menurut Wahyuni (2009) perombakan limbah organik adalah sebagai berikut: Limbah organik CO2+CH4+ (NH3+H2S+CO) + sludge Menurut Gijzen (1987) dalam Nofal (2007) dekomposisi anaerobik pada biopolymer organik kompleks menjadi gas metan dilakukan oleh aktivitas kombinasi mikroba. Secara umum dekomposisi ini dapat digolongkan dalam empat tahapan reaksi yaitu hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis, dan metanogenesis. Reaksi metabolisme ini memiliki jalur yang cukup kompleks terutama pada tahapan asidogenesis. Selulosa
(C6H10O4)n + n H2O n(C6H12O6) Selulosa Glukosa O
Hidrolisis
R-CH-C-NH-CH- + CO2 R-CH-C=O NH3 NH OH
(Peptida)
(Asam amino)
Glukosa
(C6H10O)n + n H2O CH3CHOHCOOH (Glukosa) (asam laktat) CH3CH2CH2COOH+CO2+H2 Pengasaman (asedogenesis) (Asam Butirat) CH3CH2OH+CO2 (etanol) Asam lemak dan alkohol dan alkohol Metanogenesis dan Asetogenesis
4H2+CO22H2O+CH4 CH3CH2OH+CO2CH3COOH+CH4 CH3COOH+CO2 CO2+CH4 CH3CH2CH2COOH+2H2+CO2 CH3COOH+CH4
Metan
Gambar 1. Tahapan pembentukan Biogas (Wahyuni, 2009)
1) Hidrolisis Manurut Yadivika, et all (2004), menyatakan bahwa dalam tahapan hidrolisis terjadi pemecahan secara enzimatik dari bahan yang tidak mudah larut seperti lemak, polisakarida, protein, dan asam nukleat menjadi bahan yang mudah larut. Protein dihidrolisis menjadi asam amino, karbohidrat menjadi gula-gula sederhana, sedangkan lemak diurai menjadi asam-asam berantai pendek (Yani dan Darwis, 1990). Pemecahan ini dilakukan oleh sekelompok bakteri anaerobik, seperti Bactericides dan Clostirdia ataupun bakteri fluktuatif, seperti Steptococci (Yadivika, et al, 2004). Pada proses hidrolisis dikatalis oleh bakteri dengan
7
menggunakan ekstrak enzim dari bakteri yaitu selulase, protease, dan lipase (Ostrem, 2004).
2) Asidogenesis Pada tahapan asidogenesis, bakteri asedogenik memproses hasil hidrolisis menjadi rangkaian bahan organik sederhana yang memiliki rantai pendek (volatile acid) seperti propionic, formic, lactic, butyric, dan asam suksilat, (kethone) seperti etanol, methanol, gliserol, aseton, dan alkohol (Ostrem, 2004). Bakteri tersebut merupakan bakteri anaerobik yang dapat tumbuh dan berkembang pada keadaan asam. Untuk menghasilkan asam asetat, bakteri tersebut memerlukan oksigen dan karbon yang diperoleh dari oksigen yang terlarut dalam larutan. Pembentukan asam pada kondisi anaerobik tersebut penting untuk pembentukan gas metan oleh organisme pada proses selanjutnya.
3) Asetogenesis Produk yang dihasilkan pada tahapan asidogenesis tidak semuanya dapat digunakan pada tahapan metanogenesis. Menurut Bryant (1987) alkohol dalam asam volatil rantai pendek tidak dapat langsung digunakan sebagai substrat pembentukan metana, tetapi harus dirombak dahulu oleh bakteri asetogenik menjadi asam asetat, H2, dan CO2. Asam lemak berantai panjang akan dihidrolisis dari lipids, kemudian dioksidasi menjadi asam asetat atau propionate dan hidrogen ke dalam bentuk gas. Bakteri Synthrophobacter Rwolinii mampu merubah asam lemak dan alkohol menjadi asetat, hidrogen, dan karbon dioksida (Weismann, 1991 dalam Arifiya, 2009).
Tabel 3. Free energy untuk merubah secara anaerobik seperti propionate, butyrate, benzoate, dan etanol oleh bakteri acetogenic dibawah kondisi standar. a Reaksi Propionate acetate (i) CH3CH2COO- +3H2OCH3COO-+H+ +HCO3-+3H2
ΔGo(kJ/Reaksi) +76.1
Butyrate acetate (ii) CH3CH2CH2COO- +2H2O 2CH3COO-+H++2H2
+48.1
Benzoate acetate (iii) C7H5CO2-+7H2O 3CH3COO-+3H++HCO3-+3H2
+53
Ethanolacetate (iv) CH3CH2OH+H2O CH3COO-+H++2H2
+9.6
Sumber : Dolfing (1988) dalam Khanal (2008) a H2 dalam bentuk gas dan komponen lain di udara pada keadaan 1 mol/kg suhu ;25 oC
4) Metanogenesis Metanogenesis merupakan tahapan akhir dari semua tahapan konversi anaerobik dari bahan organik menjadi metan dan karbon dioksida. Pada tahapan awal pertumbuhannya, bakteri metanogen bergantung pada ketersediaan nitrogen
8
dalam bentuk amonia dan jumlah substrat yang digunakan. Pada tahapan metanogenesis, bakteri metanogen mensintesis senyawa dengan berat molekul rendah menjadi senyawa dengan berat molekul tinggi. Sebagai contoh bakteri ini menggunakan hidrogen, CO2, dan asam asetat untuk membentuk metan dan CO2. Bakteri penghasil asam membentuk keadaan lingkungan yang ideal untuk bakteri penghasil metan, sedangkan bakteri pembentuk gas metan menggunakan asam yang dihasilkan bakteri penghasil asam, tanpa adanya proses simbiotik tersebut, maka akan menciptakan kondisi toksik bagi mikroorganisme penghasil asam (Amaru, 2004). Mikroorganisme metanogen tumbuh secara lambat dalam air limbah dan waktu tumbuh berkisar 3 hari pada suhu 35 oC sampai dengan 50 hari pada suhu 10oC. Menurut McCarty (1964) bakteri yang bekerja dalam tahapan metanogenesis adalah bakteri metanogen, seperti Metanobacterium Omelianski dan Metanobacterium Ruminatium. Bakteri ini menggunakan substrat sederhana yang berisi asetat atau komponen karbon tunggal, seperti karbon dioksida, hidrogen, asam format, metanol, metilamin, dan karbon monoksida. Jumlah gas metan yang dilepaskan selama proses anaerobik dapat diperkirakan dengan persamaan reaksi sebagai berikut: CH4+2O2 CO2+2H2O Menurut Pryono (2002) dalam Kurniawan (2009) menyatakan bahwa 1 mol (16 gram) metan sebanding dengan 2 mol (64 gram) COD atau 1/64 mol CH 4 sebanding dengan 1 gram COD. Volume gas metan yang dihasilkan dari setiap 1 lb COD atau BOD dapat ditentukan dengan mengingat bahwa pada suhu dan tekanan standar (0O, 1 atm), 1 mol gas sebanding dengan 22.4 liter. Maka 1/64 mol CH4 menghasilkan 22.4/64 = 0.35 liter atau 0.35 liter CH 4 akan terbentuk dari tiap gram COD.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Biogas Biogas sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun faktor-faktor yang sangat berpengaruh di antaranya: 1) Bahan baku Bahan baku sebaiknya berbentuk butiran halus, sehingga pembentukan biogas dapat berlangsung dengan sempurna. Menurut Yani dan Darwis (1990) kebutuhan nutrien dalam pencernaan anaerobik meliputi: karbon, nitrogen, hidrogen, dan fosfor. Menurut Buren (1979) dalam Nofal (2007) agar dapat beraktifitas normal, bakteri penghasil biogas memerlukan substrat dengan kadar padatan 7-10 %, hal ini dikarenakan bakteri anaerobik mudah mencerna bahan baku berbentuk bubur. 2) Kadar air Menurut Susetyo (2008) kerja bakteri membutuhkan keberadaan air sebagai penyampur dan pelarut (hidrolisis). Produksi biogas akan berjalan lancar jika presentase kandungan padatan kurang lebih 7 %. Agar dapat beraktifitas normal, bakteri penghasil biogas memerlukan substrat dalam kadar air 90 % dan kadar air
9
padatan 7-10 % (Buren, 1979 dalam Nofal, 2007). Penambahan air diperlukan untuk penggunaan substrat berjenis kering. Air sangat berperan dalam proses biologis pembentukan biogas. 3) Derajat keasaman (pH) Menurut Yani dan Darwis (1990) derajat keasaman merupakan ukuran keasaman atau kebebasan dari suatu larutan dan merupakan logaritma perbandingan konsetrasi hidrogen. Bila proses fermentasi berlangsung dalam keadaan normal dan anaerobik, maka pH akan secara otomatis berkisar antara 7.0-8.5. Menurut Fry (1974) dalam Nofal (2007) bila derajat keasaman lebih kecil atau lebih besar dari kisaran nilai pH di atas, maka bahan tersebut akan mempunyai sifat toksik terhadap bakteri metanogen. Pada awal proses fermentasi, asam organik dalam jumlah besar diproduksi oleh bakteri pembentuk asam, pH dalam digester dapat mencapai di bawah 5. Keadaan ini cenderung menghentikan proses pencernaan atau proses fermentasi (Wahyuni, 2009). Pada awal penguraian, akan terjadi penurunan pH akibat terbentuknya asam asetat dan hidrogen yang akan menyebabkan penghambatan pertumbuhan mikroba bahkan produksi metan akan terhenti. Menurut NAS (1977) apabila secara alami tidak dimungkinkan terjadinya kenaikan pH, maka dapat ditambahkan kapur sebagai buffer. Buffer yang digunakan dapat berupa ammonium hidroksida, kapur, natrium karbonat, dan lain-lain. 4) Kondisi Anaerob Penguraian senyawa organik pada kondisi aerob akan menghasilkan CO2, bila kondisi anaerob akan menghasilkan gas metan (Muzamdar, 1982). Dalam hal pembuatan biogas maka udara sama sekali tidak diperlukan dalam reaktor. Keberadaan udara menyebabkan gas CH4 tidak akan terbentuk. Untuk itu reaktor biogas harus dalam keadaan tertutup rapat (digester). Menurut Yani dan Darwis (1990) bakteri metanogen termasuk mikroorganisme anaerobik yang sangat sensitif terhadap oksigen, diketahui pertumbuhannya akan terhambat dalam konsentrasi oksigen terlarut 0.01 mg/L. 5) Temperatur Menurut Fry (1974) gas metan dapat diproduksi pada tiga kisaran temperatur sesuai dengan sifat dan karakteristik bakteri yang hadir. Bakteri Psyhrophilic 0-7oC, bakteri mesophilic pada temperatur 13 - 40 oC, sedangkan bakteri thermophilic pada temperatur 55 - 60oC. Aktifitas bakteri dalam digester untuk menghasilkan gas tergantung pada temperatur lingkungan. Meskipun biogas dapat dihasilkan pada suhu 20 - 40 oC, dekomposisi yang lebih cepat akan diperoleh dengan menaikkan suhu digester hingga 40 - 60 oC. Meskipun demikian, digester dengan suhu mesofilik merupakan yang terbaik, hal ini dikarenakan rentang suhu 21 - 40 oC lebih mudah dijaga, dengan kadar H2S yang dihasilkan rendah dan bakteri mesofilik lebih toleran terhadap fluktuasi suhu. Suhu optimum untuk mikroba untuk menghasilkan biogas antara 30-35 oC (Yani dan Darwis, 1990).
10
6) Pengadukan Menurut Apandi (1980) dalam Nofal (2007) pengadukan dibutuhkan untuk menjaga agar kerak jangan sampai menumpuk di permukaan sehingga menghambat pelepasan gas dari larutannya, menghomogenkan suhu dalam digester, menghomogenkan konsentrasi substrat, melepaskan karbon dioksida agar pH normal, memperbesar kontak mikroba dalam substrat, dan mencegah terjadinya toksik lokal dalam digester. Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan pengadukan hanya berkisar dua sampai tiga menit dan dilakukan sekali atau dua kali sehari. 7) C/N Ratio Menurut Abdullah et all (1998) agar pertumbuhan bakteri anaerob optimum, diperlukan ratio optimum C:N berkisar antara 20:1 sampai 30:1. Perbandingan C/N dari bahan organik sangat menentukan aktifitas mikroba dan produksi biogas. Apabila C/N ratio sangat tinggi, nitrogen akan dikonsumsi sangat cepat oleh bakteri metan sampai batas persyaratan protein dan tidak lama bereaksi ke sebalah kiri pada kandungan karbon pada bahan, sebaliknya jika ratio C/N terlalu rendah, nitrogen akan bebas dan berakumulasi dalam bentuk amoniak (NH4). NH4 akan meningkatkan pH lebih tinggi dari 8.5 akan menunjukkan akibat racun pada populasi bakteri metan (Wahyuni, 2009). Kebutuhan unsur karbon dapat dipenuhi dari karbohidrat, lemak, dan asam-asam organik, sedangkan kebutuhan nitrogen dipenuhi dari protein, amoniak, dan nitrat.
2.2.3. Keuntungan Sistem Pembangkit Biogas Penerapan instalasi biogas memiliki beberapa keuntungan bagi pihak rumah sakit. Adapun keuntungan pemanfaatan limbah cair rumah sakit dengan teknologi biogas adalah sebagai berikut: a. Biogas Sebagai Energi Alternatif Biogas menghasilkan gas metan (CH4) yang merupakan komponen utama dari biogas yang dapat dijadikan bahan bakar yang berguna karena mempunyai nilai kalor yang cukup tinggi, yaitu sekitar 4800-6700 kkal/m3. Nilai kalor yang cukup tinggi menyebabkan biogas dapat digunakan untuk keperluan penerangan, memasak, menggerakan mesin, dan sebagainya. Setiap satu m3 metana setara dengan 1.25 kWh. Nilai ini setara dengan 0.6 fuel oil. Sebagai pembangkit tenaga listrik, energi yang dihasilkan oleh biogas setara dengan 60 - 100 Watt lampu selama enam jam penerangan. Tabel 4. Nilai kesetaraan biogas dan energi yang dihasilkannya Aplikasi Penerangan Memasak Pengganti bahan bakar Tenaga Pembangkit tenaga listrik
1 m3 Biogas setara dengan 60-100 Watt bohlam selama enam jam Dapat memasak tiga jenis bahan makanan untuk keluarga (5- 6 orang) 0.7 kg minyak tanah Dapat menjalankan motor dengan tenaga kuda selama dua jam Dapat menghasilkan 1.25 kWh listrik
Sumber: Kristoferon dan Bolkaders, 1991 dalam Hambali (2007)
11
b. Lumpur (sludge) sebagai Pupuk Biogas dapat diproduksi dari bahan organik seperti biomassa pertanian, kotoran hewan, dan limbah cair organik melalui proses fermentasi anaerobik. Limbah yang telah mengalami ekstraksi biogas (energi), sludge dari digester sebagai produk samping dari sistem pencernaan secara aerobik. Kondisi ini, dapat dikatakan manur dalam keadaan stabil dan bebas patogen serta dapat dipergunakan untuk memperbaiki kesuburan tanah dan meningkatkan produksi tanaman (Wahyuni, 2009). Selain itu, mengolah limbah cair juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan.
Tabel 5. Presentase hasil tanaman dengan sludge biogas dan pupuk tanpa fermentasi Pupuk Pupuk yang difermentasi Sludge biogas
Jagung (%) 100 128
Beras (%) 100 110
Kapas (%) 100 124.7
Gandu m (%) 100 112.5
Sumber: Telaah (1980) dalam Fauziyah (1996)
c. Memperbaiki Kondisi Lingkungan Pemanfaatan limbah cair menjadi biogas dapat mengatasi permasalahan pencemaran lingkungan. Adapun masalah-masalah yang dapat ditimbulkan oleh sampah yaitu bau yang tidak sedap, menimbulkan bibit penyakit, dan menganggu estetika.
2.3. JENIS-JENIS DIGESTER Menurut Wahyuni (2009) ada beberapa jenis digester biogas yang telah dikembangkan yaitu digester tipe kubah tetap (fixed-dome), digester tipe terapung (floating drum), digester plastik, digester fiberglass, dan digester tipe PTP-ITB (Farry, 2001). Berikut ini adalah penjelasan digester-digester tersebut:
a. Digester tipe fixed-dome Sebuah digester tipe fixed dome telah dibangun di Jiangsu, Cina pada tahun 1936 oleh Prof. Zhon Peyuan. Reaktor ini disebut juga reaktor Cina. Reaktor ini memiliki dua bagian, yaitu digester sebagai tempat pencerna material biogas dan sebagai rumah bagi bakteri, baik bakteri pembentuk asam ataupun bakteri pembentuk gas metan. Bagian ini dibuat dengan kedalaman tertentu menggunakan batu, batu bata, atau beton. Strukturnya harus kuat karena menahan gas agar tidak terjadi kebocoran. Bagian kedua dalah kubah tetap (fixed-dome). Dinamakan kubah tetap karena bentuknya menyerupai kubah dan bagian ini merupakan pengumpul gas yang tidak bergerak. Gas yang dihasilkan dari material organik pada digester akan mengalir dan disimpan di bagian kubah. Keuntungan reaktor ini adalah biaya kontruksi lebih murah daripada menggunakan reaktor terapung, karena tidak memiliki bagian yang bergerak menggunakan besi yang tentunya lebih murah dan perawatannya lebih mudah.
12
Kelemahan reaktor ini adalah apabila terjadi gempa bumi mudah retak dan jika bocor sulit diperbaiki.
Gambar 2. Biodigester tipe Fixed dome (sumber: OEKOTOP, Sasse)
b. Digester tipe floating drum Digester tipe apung pertama kali dikembangkan di India pada tahun 1937, sehingga dinamakan dengan digester India. Memiliki bagian-bagian yang sama dengan digester kubah, perbedaannya terletak pada bagian penampung gas menggunakan peralatan bergerak menggunakan drum. Drum ini dapat bergerak naik turun yang berfungsi untuk menyimpan biogas yang dihasilkan. Pergerakan drum mengapung pada cairan, tergantung dari jumlah biogas yang dihasilkan. Keuntungan dari digester ini adalah dapat melihat secara langsung volume gas yang tersimpan pada drum karena pergerakannya. Karena tempat penyimpanan yang terapung sehingga tekanan gas konstan, sedangkan kerugiannya adalah biaya konstruksi dari drum lebih mahal. Faktor korosi pada drum juga menjadi masalah, sehingga bagian pengumpul gas pada digester ini memiliki umur yang lebih pendek dibandingkan dengan menggunakan tipe kubah tetap.
Gambar 3. Biodigester tipe Floting drum (Source: OEKOTOP, Sasse)
c. Digester Plastik Digester Plastik merupakan jenis digester yang banyak digunakan pada skala rumah tangga yang menggunakan bahan plastik sehingga lebih efisien dalam penanganan dan perubahan tempat biogas. Digester ini terdiri atas suatu bagian yang berfungsi sebagai digester dan penyimpan gas masing-masing bercampur dalam satu ruangan tanpa sekat. Material organik terletak pada bagian bawah, karena memiliki berat jenis yang lebih besar dibandingkan dengan biogas yang akan mengisi pada rongga atas.
13
Gambar 4. Biodegester tipe plastik
d. Digester tipe PTP ITB Digester ini terdiri atas komponen-komponen utama, yaitu tangki pencerna, pipa pemasukan, pipa pengeluaran, pipa gas, tangki penyekat, dan tangki pengumpul. Bahan yang digunakan untuk pembuatan unit alat biogas sangat mudah didapat dan harganya murah. Tangki pencerna, tangki penyekat, dan tangki pengumpul terbuat dari drum bekas yang mudah didapatkan. Unit alat biogas horizontal kontruksi I disajikan pada Gambar 5. Perinsip kerja dari digester tipe PTP ITB, yaitu tangki pencerna berfungsi sebagai reaktor, bahan yang masuk ke dalam tangki pencerna kemudian didiamkan selama retention time tertentu. Biogas yang telah terbentuk di dalam tangki pencerna mengalir melalui selang masuk ke tangki penampungan, tangki penampungan akan naik sesuai dengan biogas yang masuk ke dalam tangki penampugan. Sludge yang terbentuk akan keluar dari pipa pengeluaran.
Gambar 5. Biodigester tipe PTP ITB (Farry, 2001)
e. Reaktor Fiberglass Reaktor bahan fiberglass merupakan reaktor yang banyak digunakan pada skala rumah tangga dan skala industri. Reakator berbahan fiberglass lebih efisien dalam penanganan dan perubahan tempat biogas. Reaktor ini terdiri atas satu bagian yang berfungsi sebagai digester dan sekaligus penyimpan gas. Digester dari bahan fiberglass sangat efisien karena kedap udara, ringan, dan kuat.
14