II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Bahan Bakar Minyak dan Gas BBM (bahan bakar minyak) adalah jenis bahan bakar (fuel) yang
dihasilkan dari pengilangan (refining) minyak mentah (crude oil). Minyak mentah dari perut bumi diolah dalam pengilangan (refinery) terlebih dahulu untuk menghasilkan produk-produk minyak (oil products), gas, naphta, light sulfur wax residue (LSWR) dan aspal (Nugroho, 2005). 2.1.1
Minyak Tanah Minyak tanah adalah bahan bakar minyak jenis distilat tidak berwarna
yang jernih. Minyak tanah atau kerosene merupakan bagian dari minyak mentah yang memiliki titik didih antara 150˚C dan 300˚C. Minyak tanah digunakan sebagai alat bantu penerangan, memasak, water heating, dan lain-lain yang umumnya untuk pemakaian domestik atau rumahan (Pertamina, 2007). 2.1.2
Liquefied Petroleum Gas LPG (Liquefied Petroleum Gas) secara harafiah berarti gas minyak bumi
yang dicairkan. LPG adalah campuran dari berbagai unsur hidrokarbon yang berasal dari gas alam. Gas akan berubah menjadi cair jika ditambah tekanan dan diturunkan suhunya. Komponennya didominasi oleh propana (C3H8) dan butana (C4H10). LPG juga mengandung hidrokarbon ringan lain dalam jumlah kecil misalnya etana (C2H6) dan pentana (C5H12). Pertamina memasarkan LPG sejak tahun 1969 dengan merek dagang ELPIJI (Pertamina, 2007). LPG dipasarkan dalam bentuk cair dalam tabung-tabung logam bertekanan karena volume LPG dalam bentuk cair lebih kecil dibandingkan dalam bentuk gas untuk berat yang sama. Tabung LPG tidak diisi secara penuh, hanya
14
sekitar 80-85 persen dari kapasitasnya untuk memungkinkan terjadinya ekspansi panas (thermal expansion) dari cairan yang dikandungnya. Rasio antara volume gas bila menguap dengan gas dalam keadaan cair bervariasi tergantung komposisi, tekanan dan temperatur, tetapi biasanya sekitar 250:1. Berdasarkan komposisi propana dan butana, LPG dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu : 1. Mix LPG, yang merupakan campuran dari propana dan butana, 2. LPG propana, yang sebagian besar terdiri dari dari C3, 3. LPG butana, yang sebagian besar terdiri dari C4. Spesifikasi masing-masing LPG tercantum dalam keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi Nomor: 25K/36/DDJM/1990. LPG butana dan LPG mix biasanya dipergunakan oleh masyarakat umum untuk bahan bakar memasak, sedangkan LPG propana biasanya dipergunakan di industri-industri sebagai pendingin, bahan bakar pemotong, untuk menyemprot cat dan lainnya. ELPIJI yang dipasarkan Pertamina dalam kemasan tabung (3 kg, 6 kg, 12 kg, 50 kg) dan curah merupakan LPG mix, dengan komposisi + 30 persen propana dan 70 persen butana. Varian lain adalah LPG odourless (tidak berbau). LPG berbentuk gas pada suhu kamar. Pengubahan bentuk LPG menjadi cair
adalah
untuk
mempermudah
pendistribusiannya.
Berdasarkan
cara
pencairannya, LPG dibedakan menjadi: 1. LPG Refrigerated, yaitu LPG yang dicairkan dengan cara didinginkan (titik cair Propana + -42°C, dan titik cair Butana + -0.5°C). LPG jenis ini umum digunakan untuk mengapalkan LPG dalam jumlah besar (misalnya, mengirim LPG dari negara Arab ke Indonesia). Dibutuhkan tangki penyimpanan khusus
15
yang harus didinginkan agar LPG tetap dapat berbentuk cair serta dibutuhkan proses khusus untuk mengubah LPG Refrigerated menjadi LPG Pressurized, 2. LPG Pressurized, yaitu LPG yang dicairkan dengan cara ditekan (4-5 kg/cm2). LPG jenis ini disimpan dalam tabung atau tangki khusus bertekanan. LPG jenis inilah yang banyak digunakan dalam berbagai aplikasi di rumah tangga dan industri, karena penyimpanan dan penggunaannya tidak memerlukan penanganan khusus seperti LPG Refrigerated. ELPIJI yang dipasarkan Pertamina dalam kemasan tabung dan curah adalah LPG Pressurized. Adapun sifat umum ELPIJI Pertamina adalah: 1.
Tekanan gas ELPIJI cukup besar, bila bocor segera membentuk gas, memuai dan mudah terbakar,
2.
Berat jenis ELPIJI lebih besar dari udara sehingga cenderung bergerak ke bawah,
3.
ELPIJI tidak mengandung racun,
4.
Berbau sehingga mudah mendeteksi kebocoran. Salah satu resiko penggunaan ELPIJI adalah terjadinya kebocoran pada
tabung atau instalasi gas sehingga bila terkena api dapat menyebabkan kebakaran. Pada awalnya, gas ELPIJI tidak berbau, dengan demikian sulit mendeteksi bila terjadi kebocoran. Menyadari hal itu Pertamina menambahkan gas mercaptan, yang baunya khas dan menusuk hidung. Langkah itu sangat berguna untuk mendeteksi bila terjadi kebocoran tabung gas (Pertamina, 2007). Bahan bakar cair LPG disimpan dan dikemas dalam tabung baja dalam berbagai ukuran. Tabung tersebut telah diuji oleh Dinas Pembinaan NormaNorma Keselamatan Kerja (DPNKK) sesuai standar tes 4.B240 Interstate
16
Commerce Commission (ICC). Berat tabung bervariasi sesuai dengan ukuran, yaitu : 3 kg, 6 kg, 12 kg, 50 kg, dan skid tank (1000 kg dan 4000 kg) Tabung dilengkapi dengan valve atau klep yang berguna menahan gas agar tidak mengalir keluar, sekaligus merupakan celah untuk mengeluarkan gas. Valve harus tertutup dengan segel alumunium (rain cap) sebagai jaminan keaslian tabung. Pada lubang valve terdapat ring/cincin karet yang berguna mengatur saluran gas melalui regulator untuk mengamankan gas. Perlengkapan tambahan yang harus ada agar LPG dapat digunakan adalah regulator. Regulator berfungsi untuk mengatur tekanan gas yang keluar dari tabung. Dalam keadaan terpasang, gas bertekanan tinggi dalam tabung sudah berhubungan langsung dengan regulator. Bila katup dibuka, gas akan mengalir keluar dengan tekanan rendah (Pertamina, 2007). 2.2
Konversi Minyak Tanah Menjadi LPG Program konversi minyak tanah menjadi LPG merupakan program
pemerintah yang bertujuan untuk mengurangi subsidi BBM dengan mengalihkan pemakaian minyak tanah menjadi LPG. Program ini diimplementasikan dengan membagikan paket tabung LPG 3 kg beserta isinya, satu set kompor gas satu pit berikut selang dan regulator (Pertamina, 2007). Target program konversi minyak tanah ke LPG adalah rumah tangga dan usaha mikro yang menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memasak. Persyaratan rumah tangga dan usaha mikro yang berhak menerima paket konversi adalah sebagai berikut : 1.
Rumah tangga, persyaratannya yaitu pengguna minyak tanah murni, kelas sosial C1 ke bawah (<1.5 juta/bulan), penduduk legal setempat dengan
17
dibuktikan dan melampirkan KTP atau KK atau surat keterangan dari kelurahan setempat. 2.
Usaha mikro, persyaratannya adalah merupakan pengguna minyak tanah untuk bahan bakar memasak dalam usahanya, penduduk legal setempat dengan dibuktikan dan melampirkan KTP atau KK atau surat keterangan dari kelurahan setempat, serta melampirkan keterangan usaha dari kelurahan setempat. Adapun landasan hukum yang digunakan untuk program ini adalah :
1.
Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan LPG Bumi, yang menyatakan bahwa Menteri (yang bertanggung jawab di bidang minyak dan LPG bumi) bertugas melakukan pembinaan dan pengawasan di bidang minyak dan LPG.
2.
Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. a. Bertujuan untuk mengarahkan upaya-upaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. b. Mengurangi ketergantungan penggunaan energi yang berasal dari minyak bumi, salah satunya dengan mengalihkan ke energi lainnya. c. Terwujudnya energi (primer) mix yang optimal pada tahun 2025, yaitu peranan minyak bumi menjadi 20 persen dan peranan LPG bumi menjadi lebih dari 30 persen terhadap konsumsi energi nasional.
3.
UU No.18 Tahun 2006 tentang APBN yang memuat anggaran untuk subsidi LPG 3 kg pada tahun 2007 sebesar Rp 1.9 triliun.
4.
Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan TuLPG Eselon I Kementerian Republik Indonesia.
18
Tujuan dari kebijakan konversi minyak tanah menjadi LPG adalah dalam rangka : 1.
Melakukan diversifikasi pasokan energi untuk mengurangi ketergantungan terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM), khususnya minyak tanah.
2.
Melakukan efisiensi anggaran pemerintah karena penggunaan LPG lebih efisien dan subsidinya relatif lebih kecil daripada subsidi minyak tanah.
3.
Menyediakan bahan bakar yang praktis, bersih, dan efisien untuk rumah tangga dan usaha mikro. Program konversi minyak tanah menjadi LPG dilaksanakan secara
bertahap dari tahun 2007-2010 dengan jumlah total Kepala Keluarga (KK) terkonversi adalah 42 020 000 KK (Pertamina, 2007). Program konversi minyak tanah menjadi LPG dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Program Konversi Minyak Tanah menjadi LPG di Indonesia Tahun 2007-2010 Tahun 2007
KK terkonversi (tahun berjalan) 3 500 000
Wilayah Jawa-Bali & Palembang
2008
12 500 000
2009
13 251 516
Medan, Pekanbaru, Sumsel, Jawa-Bali, Balikpapan, Makassar Seluruh Jawa-Bali
2010
12 768 484
Luar Jawa
Sumber : PERTAMINA (2007)
2.3
Usaha Mikro Badan Pusat Statistik (1999) membagi usaha industri pengolahan di
Indonesia menjadi empat kategori berdasarkan jumlah tenaga kerja yang dimiliki, yaitu: 1.
Industri dan Dagang Mikro (ID-Mikro), adalah usaha industri pengolahan yang memiliki tenaga kerja antara satu sampai empat orang.
19
2.
Industri dan Dagang Kecil (ID-Kecil), adalah usaha industri pengolahan yang memiliki tenaga kerja antara lima sampai 19 orang.
3.
Industri dan Dagang Menengah (ID-Menengah), adalah usaha industri pengolahan yang memiliki tenaga kerja antara 20 sampai 99 orang.
4.
Industri dan Dagang Besar (ID-Besar), adalah usaha industri pengolahan yang memiliki tenaga kerja 100 orang lebih. Menurut Bank Indonesia (2003), usaha mikro adalah usaha produktif
milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 50 000 000.00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 000 000.00 (tiga ratus juta rupiah). Menurut Kementerian Koperasi, usaha mikro adalah usaha produktif milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan memiliki hasil penjualan paling banyak Rp 100 000 000.00 (seratus juta rupiah) per tahun, dan dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak Rp 50 000 000.00 (lima puluh juta rupiah). Adapun ciri-ciri usaha mikro adalah sebagai berikut: 1.
Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti;
2.
Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat;
3.
Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha;
4.
Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai;
5.
Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah;
20
6.
Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank;
7.
Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP. Beberapa contoh usaha mikro adalah sebagai berikut :
1.
Usaha tani pemilik dan penggarap perorangan, peternak, nelayan dan pembudidaya;
2.
Industri makanan dan minuman, industri meubelair pengolahan kayu dan rotan, industri pandai besi pembuat alat-alat;
3.
Usaha perdagangan seperti kaki lima serta pedagang di pasar dan lain-lain;
4.
Peternak ayam, itik dan perikanan;
5.
Usaha jasa-jasa seperti perbengkelan, salon kecantikan, ojek dan penjahit (konveksi).
2.4
Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Republik Indonesia No. 23/MPP/Kep/1/1998 Pasal 4 tentang lembaga-lembaga usaha perdagangan terdiri dari: (1) Termasuk pedagang informal adalah pedagang kaki lima, pedagang keliling, pedagang kelontong, pedagang asongan, bakul gendong, kedai, warung, depot, los pasar, jasa reparasi, jasa pertukangan, dan jasa-jasa informal lainnya, dan (2) Pedagang informal harus memenuhi ketentuanketentuan sebagai berikut: memiliki modal usaha diluar tanah dan bangunan tempat usaha tidak lebih dari lima juta rupiah, dikerjakan sendiri oleh beberapa orang, jenis usaha yang dijalankan umumnya tidak tetap.
21
Pedagang kaki lima yang biasanya disingkat menjadi PKL adalah penjual barang dan jasa yang secara perorangan dan atau kelompok berusaha dalam kegiatan ekonomi yang tergolong dalam skala usaha mikro atau kecil yang menggunakan fasilitas umum dan bersifat sementara atau tidak menetap dengan menggunakan sarana berdagang yang mudah dipindahkan dan dibongkar pasang (Perda Kota Bogor No. 13 Tahun 2005). PKL adalah termasuk usaha kecil yang berorientasi pada laba (profit) layaknya sebuah kewirausahaan (entrepreneurship). PKL mempunyai cara tersendiri dalam mengelola usahanya agar mendapatkan keuntungan dan menjadi manajer tunggal yang menangani usahanya mulai dari perencanaan usaha, menggerakkan usaha sekaligus mengontrol atau mengendalikan usahanya, padahal fungsi-fungsi manajemen tersebut jarang atau tidak pernah mereka dapatkan dari pendidikan formal (Mulyanto, 2007). 2.5
Martabak Kaki Lima Martabak adalah salah satu makanan ringan yang sangat pesat
perkembangannya di Kota Bogor. Pelaku usaha ini sangat beragam, dari pelaku pinggir jalan sampai dengan pelaku usaha yang mempunyai tempat yang tetap, bagus dan mewah. Menurut Dean (2005), martabak adalah makanan khas dari India yang terbuat dari telur. Bahan dasar martabak adalah campuran telur bebek (atau telur ayam) dengan irisan daun bawang dan daging cincang (daging sapi atau daging kambing) yang sebelumnya sudah diberi bumbu, yang dibungkus dengan adonan kulit yang dibuat dari tepung terigu, air dan minyak goreng. Martabak digoreng di atas penggorengan datar dengan minyak yang banyak sambil dibolak-balik, sehingga adonan kulit menjadi garing dan renyah. Martabak
22
dimakan dengan saus encer berwarna coklat tua yang merupakan campuran air dengan cuka, gula jawa dan gula pasir, sebagai pelengkap biasanya juga disertakan acar mentimun dan cabe rawit. Di Indonesia ada dua jenis martabak, pertama adalah martabak telur, yang kedua adalah martabak terang bulan atau biasa disebut martabak manis (Dean, 2005). Martabak terang bulan/martabak manis merupakan jenis martabak khas Indonesia yang tidak ditemukan di negara lain. Martabak terang bulan atau martabak manis disebut terang bulan, karena bentuknya bulat seperti bulan purnama. Martabak manis ini dibuat dengan berbahan dasar adonan tepung terigu, gula, telur, dan lain-lain. Adonan tersebut dicetak dengan menggunakan cetakan piring seng dengan ukuran kurang lebih 20 cm dan dipasang tangkai pipa besi. Dipanggang dan digoyangkan diatas bara api, arang kayu, atau kompor minyak. Isi
atau
topping
yang terdapat
pada
martabak
manis
adalah
olesan
mentega/margarine, susu, selai stroberi, selai nanas, meises, kacang, keju, ketan dan lain-lain. Pedagang martabak di dalam menjajakan dagangannya memerlukan beberapa peralatan pokok untuk mendukung keberhasilan usahanya. Beberapa peralatan penting tersebut diantaranya adalah sebagai berikut (Dean, 2005) : 1.
Gerobak Gerobak atau counter apapun bisa digunakan. Gerobak sebagai meja kerja harus nyaman digunakan. Meja gerobak sebaiknya tidak terlalu tinggi dan sempit atau sebaliknya terlalu pendek, lebar dan panjang. Gerobak biasanya terbuat dari bahan alumunium dan kaca, atap atau bagian atasnya memakai kanopi tebal.
23
2.
Loyang Loyang terbuat dari besi cor dan memiliki berbagai macam ukuran. Ukuran loyang martabak sangat beragam, mulai ukuran 18/20 cm, 20/22 cm, 22/24 cm, 24/26 cm, 26/28 cm, 28/30 cm. Loyang harus selalu bersih dan kering agar tidak berkarat dan selalu halus.
3.
Kompor Pedagang menggunakan kompor sebagai alat untuk memanggang martabak. Ada tiga jenis kompor yang biasanya digunakan pedagang yaitu : kompor minyak tanah, kompor gas dan kompor tungku dari arang. Bagi yang belum terbiasa menggunakan kompor minyak tanah, resiko martabak berbau minyak tanah dan berbau asap kemungkinan besar bisa terjadi. Sebaliknya jika menggunakan tungku arang, aroma kue sangat alami dan enak, bagi yang belum terbiasa resikonya adalah abu kayu yang masuk ke dalam martabak. Kompor yang baik adalah kompor yang bisa memberikan panas secara merata dengan api yang tidak terlalu besar tetapi stabil.
4.
Gerobak Kompor Gerobak kompor sangat sulit dibeli dalam keadaan siap pakai. Pedagang biasanya memesan gerobak kompor pada tukang las. Fungsi alat ini adalah menjaga api kompor agar tidak tertiup angin sehingga api dan panas loyang tetap stabil. Posisi gerobak harus benar-benar datar. Gerobak harus dibuat sedemikian rupa sehingga jarak ujung api kompor tidak terlalu dekat atau terlalu jauh dengan bagian bawah loyang. Jika terlalu dekat, loyang terlalu cepat panas. Jika terlalu jauh loyang akan lama panas dan butuh api yang lebih besar sehingga akan memboroskan bahan bakar.
24
5.
Tabung Gas Sebagai bahan bakar, gas adalah pilihan kebanyakan pedagang martabak. Gas tidak menyebabkan bau asap, tidak menimbulkan bau minyak tanah seperti minyak tanah. Gas juga tidak menyebabkan abu seperti tungku arang. Untuk memastikan keamanannya, regulator harus terpasang dengan benar pada tabung gas dan tabung gas dijauhkan atau diberi jarak aman dari kompor panggang. Pedagang martabak kaki lima adalah orang yang melakukan usaha
martabak yang berada di pinggir jalan dengan menggunakan gerobak. Mereka berjualan dari sore hari hingga malam hari. Kebanyakan orang menyebutnya pedagang kaki lima (Hardian, 2011). 2.6
Warung Tenda Pecel Lele Pecel lele merupakan produk olahan perikanan berupa ikan lele yang
digoreng dan disajikan bersama nasi, sambal dan lalapan. Warung tenda merupakan salah satu usaha perdagangan di bidang makanan dengan menggunakan tenda yang terdapat di sepanjang jalan dan lokasi. Warung tenda memiliki ciri khas tertentu seperti menu yang unik (tradisional), suasana santai, harga yang lebih murah, tempat strategis, pelayanan yang lebih cepat dan penjualannya dilakukan pada malam hari. Ciri khas tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi konsumen yang berasal dari berbagai golongan. Warung tenda menurut Astuti 2002 merupakan salah satu wirausaha bidang pangan yang dikelola untuk mencari terobosan baru yang menjadi trend atau suatu mode. Warung-warung tersebut biasanya menyajikan menu pecel lele, pecel ayam, bebek
25
goreng, burung dara goreng, soto, tahu dan tempe, makanan laut (Seafood), masakan khas Cina, Jepang, dan sebagainya. Warung tenda menggunakan atap terpal yang terbuat dari plastik anti bocor sehingga bila saat hujan turun tidak membasahi konsumen. Setiap sisi warung tenda tertutup oleh kain spanduk yang salah satu sisinya bertuliskan dan bergambar produk yang dihidangkan di warung tenda tersebut yaitu pada bagian yang terlihat dari sisi jalan (Idris, 2004). Warung tenda pecel lele membuka usaha menjelang sore hingga malam hari. Persiapan dimulai dengan mendirikan tenda yang dilakukan secara bersamasama oleh para pekerja. Lokasi yang banyak digunakan sebagai tempat beroperasinya warung tenda adalah sebuah pelataran di depan perumahan atau perkantoran. Peralatan untuk mendirikan tenda biasanya dibawa dari rumah menggunakan gerobak atau ada yang menitipkannya di dekat lokasi (Anggraini, 2006). 2.7
Tinjauan Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang dapat dijadikan acuan pada penelitian ini antara
lain penelitian Nurlianti (2002), Kakisina (2003), Anggraini (2006), Yugustya (2006), Fauzan (2007), Novita (2008), Maulidyawati (2011), Hardian (2011), dan Bhakti (2011). Hasil-hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Matriks Penelitian Terdahulu No 1.
Peneliti/ /Judul 1. Nama : Lia Nurlianti (2002) 2. Judul : Analisis Permintaan Telur Ayam Ras oleh Pedagang Martabak Telur di Kota Bogor.
Tujuan 1. Menganalisis permintaan telur ayam ras oleh pedagang martabak telur di Kota Bogor. 2. Menganalisis faktor yang mempengaruhi permintaan telur ayam ras oleh pedagang martabak telur di Kota Bogor. 3. Mengukur pendapatan pedagang martabak telur di Kota Bogor. 4. Menganalisis respon permintaan telur ayam ras terhadap harga dan pendapatan.
Metode 1. Penentuan sampel dengan metode pengambilan contoh kelompok bertingkat atau bertahap. 2. Analisis data dengan analisis deskriptif,analisis pendapatan, analisis respon (elastisitas), dan analisis regresi linear berganda
Hasil 1. Rataan permintaan telur ayam ras oleh pedagang martabak telur kios adalah 160 kg/bln dan 75.11kg.bln oleh pedagang martabak telur gerobak. 2. Berdasarkan uji-t, variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap permintaan telur ayam ras adalah volume usaha unit B dan volume unit usaha D (α = 0.01),dummy lokasi (α = 0.05), harga minyak goreng (α = 0.1). 3. Pendapatan bersih pedagang martabak telur kios adalah Rp 4 959 056/bulan dan pedagang martabak telur gerobak adalah sebesar Rp 1 134 291.12/bulan. 4. Elastisitas permintaan telur ayam ras oleh pedagang martabak telur bersifat inelastis (0.166).
2
1. Nama : Yonanthan Kakisina (2003) 2. Judul : Analisis Permintaan Minyak Tanah Sektor Rumah Tangga di Kota Salatiga
1.
Menganalisis permintaan minyak tanah di Kota Salatiga. Membuat model permintaan minyak tanah sektor rumah tangga di Kota Salatiga
1. Analisis regresi linear berganda
1. Harga minyak tanah dan harga kayu bakar berpengaruh negatif terhadap jumlah minyak tanah yang diminta sektor rumah tangga di Kota Salatiga. 2. Pendapatan dan harga LPG berpengaruh positif terhadap permintaan minyak tanah sektor rumah tangga di Kota Salatiga
1. 2.
1.
Mengidentifikasi profil dan karakteristik pedagang warung tenda pecel lele. Menganalisis pendapatan usaha warung tenda pecel lele. Memformulasi strategi pemasaran yang dapat
1. Pengambilan sampel dengan nonprobability sampling dengan metode judgment sampling. 2. Tabulasi deskriptif,
1. Usaha warung tenda pecellele menguntungkan dimana nilai R/C lebbih dari satu. 2. Strategi yang sesuai adalah hold and maintain, strategi yang dapat diterapkan adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk.
3.
Nama : Dian Anggraini (2006) Judul : Analisis Pendapatan dan Strategi Pemasaran Usaha Warung Tenda Pecel Lele di Sepanjang Jalan Pajajaran Bogor
2.
2. 3.
26
4.
5
6.
1. Nama : Rona Yugustya (2006) 2. Judul : Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Permintaan Listrik pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia.
1.
1. Nama : Yuniko Fauzan (2007) 2. Judul : Faktor-faktor yang MempengaruhiPermintaan Liquid Petroleum Gas di Indonesia Periode 1980-2003
1.
1. Nama : Sri Diah Novita (2008) 2. Judul : Analisis Sosial Ekonomi Usaha Warung Tenda Pecel Lele di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan.
1.
2.
2.
2. 3.
4.
diterapkan pada usaha warung tenda pecel lele. Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan listrik industri TPT di Indonesia. Mengkaji hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan permintaan listrik pada industri TPT. Menganalisis pengaruh harga LPG terhadap permintaan LPG di Indonesia. Menganalisis pengaruh perubahan harga barang substitusi LPG (minyak tanah dan tarif listrik), pengaruh perubahan pendapatan per kapita dan dampak krisis ekonomi terhadap permintaan LPG di Indonesia. Mengetahui profil pedagang, konsumen, dan usaha warung tenda pecel lele. Menganalisis pendapatan usaha warung tenda. Menganalisis permintaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pecel lele. Mengetahui elastisitas harga, elastisitas silang, dan elastisitas pendapatan.
analisis penerimaan, abalisis SWOT Analisis regresi linear berganda
1. Analisis kuantitatif dengan menggunakan model ekonometrika.
1. Analisis deskriptif, analisis pendapatan, analisis rasio penerimaandan biaya, analisis regresi
1. Permintaan produk berpengaruh positif terhadap permintaan listrik di industri TPT. 2. Harga solar dan krisis ekonomi berpengaruh negatif terhadap permintaan listrik industri TPT. 3. Harga listrik tidak berpengaruh secara signifikan terhadap permintaan listrik industri TPT. 2. Harga LPG berpengaruh negatif, signifikan. 3. Harga minyak tanah berpengaruh positif, signifikan. 4. Pendapatan per kapita berpengaruh positif,signifikan. 5. Dummy krisis ekonomi berpengaruh signifikan. 6. Tarif dasar listrik berpengaruh positif namun tidak signifikan
1. Profil pedagang warung tenda pecel lele sebagian besar adalah laki-laki. 2. Permintaan pecel lele berkisar antara 1 246-2 520 porsi per bulan. 3. Pendapatan bersih pedagang warung tenda pecel lele rata-rata Rp 18 169 300 per bulan, R/C 1.55. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pecel lele pada warung tenda adalah harga pecel lele, harga pecel ayam, pendapatan disposible, umur, dan dummy lokasi.
27
7.
8.
1. Nama : Sari Maulidyawati (2011) 2. Judul : Dampak Konversi Minyak Tanah ke LPG terhadap Struktur Subsidi APBN dan Efisien Usaha Mikro di Kota Bogor (Periode 2005-2010)
1.
1. Nama : Widodo Hardian (2011) 2. Judul : Analisis Karakteristik dan Perilaku Wirausaha Pedagang Martabak Manis Kaki Lima di Kota Bogor
1.
2.
2.
3.
9.
1. Nama : Diana Bhakti (2011) 2. Judul : Permintaan Energi Rumah Tangga di Pulau Jawa
1.
2.
Mendeskripsikan kondisi penggunaan minyak tanah dan LPG di Indonesia (2005-2010). Dampak program konversi minyak tanah ke LPG terhadap usaha mikro.
1. Metode deskriptif
2. Penggunaan minyak tanah dan LPG mengalami perubahan setelah adanya program konversi minyak tanah menjadi LPG 3. Adanya program konversi minyak tanah ke LPG berdampak pada efisiensi usaha mikro.
Mendeskripsikan karakteristik individu dan usaha pedagang martabak manis kaki lima di Kota Bogor. Menganalisis perilaku wirausaha pedagang martabak manis kaki lima di Kota Bogor. Menganalisis hubungan antara karakteristik pedagang martabak manis dengan perilaku wirausaha pedagang martabak manis.
1. Analisis deskriptif, korelasi.
Menganalisis perilaku rumah tangga di Pulau Jawa dalam mengkonsumsi energi. Mendapatkan parameter permintaan energi seperti elastisitas harga, elastisitas pendapatan, dan elastisitas silang komoditi-komoditi energi.
1. Analisis deskriptif, analisis ekonometrika dengan menggunakan model LA-AIDS.
2. Sebagian besar pedagang martabak manis kaki lima berumur di bawah 33 tahun,berasal dari Jawa Barat, lulusan SMP, jumlah tanggungan 1-3 orang. 3. Sebagian besar usaha adalah milik sendiri,pengalaman berdagang 1-157 bulan, penerimaan usaha Rp 1 833 000. 4. Unsur-unsur perilaku usaha yang dominan terhadap perilaku wirausaha pedagang adalah pengetahuan dan sikap wirausaha pedagang martabak manis. 5. Karakteristik pedagang yang mempengaruhi perilaku wirausaha pedagang martabak manisadalah jumlah tanggungan keluarga dan lama berdagang. 2. Harga komoditi dan pendapatan (pengeluaran) mempengaruhi secara signifikan proporsi pengeluaran setiap kelompok komoditi. 3. Komoditi energi (selain listrik) bersifat elastis, sehingga peningkatan harga komoditi energi akan cukup efektif untuk menurunkan tingkat konsumsi energi.
statistika analisis
28
29
Tabel 10 menunjukkan bahwa Nurlianti (2002) melakukan penelitian tentang Analisis Permintaan Telur Ayam Ras oleh Pedagang Martabak Telur di Kota Bogor. Penelitian dilakukan di enam kecamatan di Kota Bogor dan jenis pedagang martabak telur dibagi menjadi dua jenis yaitu pedagang kios dan pedagang gerobak. Kakisina (2003) melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan minyak tanah sektor rumah tangga di Kota Salatiga. Penelitian oleh Kakisina (2003) ini menggunakan data primer dan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda ordinary least square (OLS). Penelitian Anggraini (2006) tentang analisis pendapatan dan strategi pemasaran usaha warung tenda pecel lele di sepanjang Jalan Pajajaran Bogor, menggunakan metode analisis tabulasi dan deskriptif, analisis biaya, analisis pendapatan usaha, analisis imbangan penerimaan dan biaya, serta analisis SWOT. Yugustya (2006) meneliti tentang analisis faktorfaktor yang mempengaruhi permintaan listrik pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data deret waktu (time series) dari tahun 1982-2004 yang hanya mencakup dua golongan sektor yaitu industri tekstil dan industri pakaian jadi. Fauzan (2007) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan liquid petroleum gas di Indonesia periode 1980-2003 dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral. Penelitian yang dilakukan oleh Diah (2008) tentang analisis sosial ekonomi usaha warung tenda pecel lele di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan bertujuan untuk mengetahui profil pedagang, konsumen, dan usaha
warung
tenda,
menganalisis
permintaan
dan
faktor-faktor
yang
30
mempengaruhi permintaan pecel lele, serta mengetahui elastisitas harga, elastisitas silang dan elastisitas pendapatan. Maulidyawati (2011) meneliti tentang dampak konversi minyak tanah ke LPG terhadap struktur subsidi APBN dan efisiensi usaha mikro di Kota Bogor periode 2005-2010. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dan kuesioner kepada usaha mikro dengan metode purposive sampling. Penelitian Hardian (2011) bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik individu dan usaha pedagang martabak manis kaki lima di Kota Bogor, menganalisis perilaku wirausaha pedagang martabak manis kaki lima di Kota Bogor, dan menganalisis hubungan antara karakteristik pedagang martabak manis dengan perilaku usaha pedagang martabak manis kaki lima di Kota Bogor. Responden penelitiannya berjumlah 106 orang dengan metode sensus. Bhakti (2011) melakukan penelitian tentang permintaan energi rumah tangga di Pulau Jawa. Alat analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis ekonometrika dengan menggunakan model LA-AIDS (Linear approximation – Almost Ideal Demand System). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah dalam hal spesifikasi komoditas, sumber data, jenis data yang digunakan, lokasi penelitian dan metode pengolahan data. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Nurlianti (2002) adalah dalam hal komoditi. Pada penelitian Nurlianti komoditi yang digunakan adalah telur ayam ras oleh pedagang martabak telur. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Kakisina, Yugustya, dan Bhakti adalah dalam hal komoditi yang dikaji, lokasi penelitian, dan cakupan penelitian. Pada penelitian Kakisina yang dikaji adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
31
permintaan minyak tanah sektor rumah tangga di Kota Salatiga, penelitian Yugustya mengkaji analisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan listrik pada industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia, dan penelitian Bhakti mengkaji tentang permintaan energi rumah tangga di Pulau Jawa sedangkan penelitian ini mengkaji tentang permintaan LPG oleh pedagang makanan di Kota Bogor. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Fauzan (2007) adalah dalam hal jenis data yang digunakan dan cakupan penelitian. Fauzan menggunakan data sekunder time series periode tahun 1980-2003, sedangkan penelitian ini menggunakan data cross section. Tujuan penggunaan data primer pada penelitian ini adalah lebih kepada menjelaskan permintaan LPG oleh pedagang martabak kaki lima dan pecel lele. Objek penelitian Anggraini (2006) dan Diah (2008) adalah pedagang warung tenda pecel lele. Maulidyawati (2011) meneliti pedagang mikro di Kota Bogor dan Hardian (2011) menjadikan pedagang martabak manis kaki lima sebagai objek penelitiannya, sedangkan objek penelitian pada penelitian ini adalah pedagang martabak kaki lima dan pedagang warung tenda pecel lele. Anggraini (2006) mengkaji tentang pendapatan dan strategi pemasaran usaha, Diah (2008) mengkaji tentang sosial ekonomi warung tenda pecel lele, (2011) mengkaji tentang efisiensi usaha mikro, dan Hardian (2011) mengkaji tentang karakteristik dan perilaku wirausaha pedagang martabak kaki lima di Kota Bogor, sedangkan penelitian ini mengkaji tentang permintaan LPG pedagang makanan dalam hal ini pedagang martabak kaki lima dan warung tenda pecel lele.